Saya tidak tahu seberapa banyak orang yang menunggu cerita baru dari saya. Untuk itu, saya persembahkan fic perdana di tahun 2015 ini untuk kalian, para pembaca setia semuanya. Maaf sudah menunggu lama.

I don't own the characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21

Original artwork of cover book is not mine. Just modified it.

DiyaRi De present : Love Trap

.

.

Chapter 1

.

"Sometimes, only one person is missing, and the whole world seems depopulated." - Alphonse de Lamartine -

.

Gadis dua puluh dua tahun berlari menuruni tangga dekat pintu masuk kampusnya. Wajahnya ceria, seolah tidak bisa menahan kabar gembira yang ingin disampaikannya.

"Suzuna," sahut lelaki yang menunggu di tapak tangga bawah. "Bisa tidak kalau tidak berlari?" tanyanya lagi menggelengkan kepala.

"Sena! Aku keterima beasiswa S2 di Inggris!" girangnya lalu memeluk kencang Sena.

Sena memeluk Suzuna balik. "Aku tahu. Kamu kan sudah bilang padaku di telepon tadi."

Suzuna melepaskan pelukannya dan berganti dengan menggenggam tangan Sena. "Aku harus cerita ini ke Mamo-Nee," lanjutnya dan menarik Sena untuk ikut dengannya.

"Tunggu dulu Suzuna. Aku rasa tidak bisa. Sekarang musim ujian. Mamo-Nee pasti sibuk di perpustakaan."

"Tapi aku sudah tidak sabar menyampaikan kabar gembira ini," ujar Suzuna tetap memaksa dan menuju mobil Sena yang di parkir di halaman kampusnya. "Kamu mau mengantarku kan?"

"Aku mau tentu saja. Tapi bisa tidak kamu menarik napas dulu dan jangan terlalu bersemangat seperti ini?"

Sena... Ini kabar gembira. Aku harus memberitahu Mamo-Nee dulu sebelum dia tahu dari orang lain."

Sena menghela napas. "Aku tahu. Tapi bukannya tadi di telepon aku bilang kalau kita akan makan siang? Aku lapar."

Suzuna berhenti dan menoleh ke Sena. "Oh, maafkan aku. Aku lupa. Aku juga belum makan. Jadi ayo, kita makan terus habis itu kita ke tempat Mamo-Nee."

.

.

Setelah jam istirahatnya selesai, sudah satu jam Mamori sibuk melayani mahasiswa yang ingin meminjam atau mengembalikan buku. Sekarang, gilirannya untuk bergantian dengan petugas lain, dan membereskan buku-buku yang baru dikembalikan itu ke rak buku sesuai nomornya.

Mamori bekerja sambilan di perpustakaan kota sambil menjalani tahun pertama pascasarjana di Universitas Enma. Setelah menyelesaikan kuliah bahasa Inggrisnya, sekarang dia meneruskan pendidikan mengajarnya. Di usianya yang ke dua puluh tiga tahun ini, Mamori sudah tidak ingin menyusahkan orangtua lagi dengan biaya pendidikannya. Jadi saat kuliah tingkat dua dulu, dia sudah memulai kerja sambilan di perpustakaan kota ini.

"Sibuk?"

Mamori mendengar suara seseorang di sebelahnya. Dia lalu menoleh dan melihat Yamato, teman kampus sekaligus teman satu klub di Saikyoudai dulu. Mamori tersenyum sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. "Aku tidak lihat kamu datang tadi."

Yamato tersenyum sambil memberikan buku yang akan dimasukkan Mamori ke dalam rak. "Kamu terlalu sibuk tadi di depan jadi tidak melihatku."

"Apa tidak ada latihan hari ini?" tanya Mamori. Yamato sudah menjadi atlet nasional Amefuto yang baru mulai karirnya beberapa bulan lalu.

"Tidak ada. Tapi pelatih menyuruhku untuk bertemu dengan Sena." Yamato lalu tertawa pelan. "Walau tidak disuruh pun, aku memang mau bertemu dengannya."

Mamori mendorong troli buku ke rak lain dan Yamato mengikutinya. "Tadi Suzuna telepon kalau dia akan kemari tiga puluh menit lagi."

"Ya. Karena itu Sena menyuruhku kesini."

Mamori mengangguk. "Sepertinya ada kabar gembira yang ingin disampaikan Suzuna. Dia terdengar senang sekali."

Yamato tertawa. "Bukannya Taki-san memang selalu seperti itu?"

Mamori ikut tersenyum. "Tidak apa memang kalau kamu kesini? Aku takut kamu malah membuat keributan dengan menarik penggemarmu masuk kesini."

"Jangan berlebihan begitu Anezaki. Aku tidak setenar itu."

"Oh ya? Bicaralah begitu kalau memang saat ini tidak ada banyak mata yang memperhatikan kita."

Yamato lalu memperhatikan sekitarnya dan orang-orang yang memandangi mereka dari balik buku, rak, ataupun yang hanya sekedar lewat. "Oh maaf. Aku tidak menyadarinya. Kalau begitu aku akan tunggu Sena di dalam mobil saja."

"Aku bukannya mengusirmu Yamato-kun," ujar Mamori.

"Aku tahu. Kalau begitu sampai nanti."

.

.

"Selamat Suzuna!" sahut Mamori tersenyum bahagia mendengar kabar baik itu dari Suzuna. Mamori masih membereskan buku-buku ketika Suzuna datang. Sedangkan Sena sudah bertemu Yamato di tempat parkiran umum. "Jadi kapan kamu akan ke Inggris?"

"Dua bulan lagi. Aku senang sekali Mamo-Nee. Aku kira beasiswaku tidak diterima karena aku tidak yakin dengan bahasa Inggrisku. Tapi karena Mamo-Nee sudah mengajariku. Aku tidak menyangka akan berhasil."

"Sekali lagi selamat, Suzuna. Nanti aku akan ke kesana dan mampir ke tempatmu. Karena itu aku sedang mencari kerja sebagai interpreter."

"Pasti itu Mamo-Nee. Kamu harus mengunjungiku di Inggris nanti," ujar Suzuna. "Oh. Aku ingat. Aku mengambil brosur ini tadi di kantor kemahasiswaan." Dia lalu mengeluarkan selebaran dari tasnya dan memberikan ke Mamori.

Mamori melihat brosur tentang lowongan kerja sebagai interpreter."Kalau ini aku sudah lihat Suzuna. Tapi disini dikatakan kalau mereka butuh seseorang yang mau kerja satu bulan penuh di Amerika sebagai penerjemah manager perusahaannya. Kalau begini, bagaimana kuliahku?"

"Duh Mamo-Nee. Jangan berpikir begitu terus. Coba dulu. Siapa tahu keterima. Bukannya kalau keterima pun, bisa dianggap sebagai belajar juga. Mamo-Nee bisa ke Amerika!"

"Shhh! Ini perpustakaan Suzuna," tegur Mamori dan Suzuna langsung menutup mulutnya dan meminta maaf pelan. "Baiklah. Aku akan mencobanya. Keterima tidaknya, lihat nanti saja."

"Nah. Begitu. Aku akan mendukungmu Mamo-Nee."

.

.

"Menurutmu, bagaimana Sena?"

Sena terdiam berpikir memandang ke jalan di balik kemudi mobilnya. Tangannya dilipat di depan dadanya.

Yamato menghela napas. "Mamori-san masih saja terlihat sama. Dia bersikap seolah bahagia, tapi aku tidak melihat kebahagiaan di matanya."

"Seharusnya kamu tanya langsung ke Mamo-Nee."

"Karena itu aku tanya padamu. Aku tidak berani menanyakannya."

"Kamu kira aku berani," balas Sena. "Aku dan Suzuna berusaha untuk tidak mengungkit itu. Aku tahu Mamo-Nee masih memikirkannya, bahkan aku yakin dia tidak akan bisa lupa, tapi Mamo-Nee berusaha untuk terlihat baik-baik saja."

Yamato terdiam. "Aku bahkan tidak tahu orang itu begitu penting bagi Mamori-san, sampai saat orang itu menghilang bagai ditelan bumi," lanjutnya.

"Sebenarnya tidak ada yang tahu. Tapi, setelah semua itu terjadi, Mamo-Nee berubah. Dan terlihat sekarang hubungan mereka bukan sekedar hubungan biasa seperti yang kita tahu dulu."

"Aku kira setelah dua tahun ini, Mamori-san bisa melupakannya. Tapi tetap tidak ada yang berubah."

"Karena itu Yamato-san, berusahalah agar kita juga terlihat biasa saja. Karena Mamo-Nee juga sudah berusaha."

"Aku tahu. Tapi tetap saja Sena. Apa yang akan kamu lakukan kalau melihat wanita yang kamu sayangi terlihat tidak bahagia karena memikirkan laki-laki lain? Sudah dua tahun!"

"Kalau begitu, berusahalah untuk membuatnya tersenyum lagi," usul Sena tersenyum.

Yamato menghela napas. "Bukan aku yang bisa melakukan itu. Hanya orang itu yang bisa."

"Kalau kamu berpikiran seperti itu, Mamo-Nee tidak akan bahagia seumur hidupnya."

"Tapi begitulah faktanya."

.

.

Suzuna keluar dari pintu perpustakaan dan menuju tempat parkir di seberang gedung tempat Sena dan Yamato bertemu. Suzuna tahu apa yang mereka bicarakan, karena kalau Yamato sudah minta bertemu, tidak lain dan tidak bukan, pasti membicarakan hal yang sama. Bukan tentang Amefuto, kalau membicarakan itu, Yamato tidak akan menemuinya secara mendadak seperti ini. Tapi tentang masalah lain.

Suzuna mengetuk kaca mobil di samping Yamato. Dia lalu menyinggungkan senyumnya. Sena lalu menurunkan kaca mobilnya. "Hei, sudah selesai obrolan sesama laki-lakinya?" tanya Suzuna.

"Kalau begitu aku balik dulu. Aku akan sampaikan ke pelatihku mengenai kontraknya."

"Oke."

Yamato lalu membuka pintu mobil, "sampai nanti Taki-san."

Suzuna minggir ke samping agar Yamato bisa lewat. "Sampai nanti Yamato-san," balas Suzuna, melambaikan tangannya dan tersenyum.

Suzuna masuk dan menutup pintu mobil lagi. "Kalian membicarakan masalah itu lagi?"

"Ya."

"Yamato-san terlihat begitu khawatir," Suzuna lalu menghela napas sambil memasang sabuk pengaman. "Seandainya saja Mamo-Nee bisa membuka hatinya untuk orang lain."

"Ya," sahut Sena. "Sayangnya cuma Hiruma-san yang dicintainya."

.

.

To Be Continue

.

Catatan Kecil:

Hei! Selamat tahun baru 2015! (#telatkali!) Diyari De kembali lagi dengan genre andalannya, "Hurt/Comfort"! Semogo kalian tidak pernah ada bosannya dengan cerita yang saya buat.

Okey, saya akan membuat emosi kalian naik turun saat membaca cerita ini. Jadi, perkenankan saya memohon maaf sebelum membuat kalian kesal, gemas, gregetan, dan lain sebagainya XD

Nah, selamat menunggu chapter 2~!

Salam: De