Spin off lagi. Wkwk. Tenang, tenang. Habis ini gak ada spinoff lagi, suer. Jangan pelototin Panda gitu ah QwQ Ini cuma ceritanya Yukari. Ga adil rasanya klo dia ga dapet bagian/?/ ngepasin jadi 12 sekalian ehehehe/dijeblosin ke kandang singa/

Oya sebentar ada pengumuman penting, makanya saya taro spin-off biar semua tahu./?

Cerita ini akan ada sekuelnya dan sedang dalam tahap pengerjaan, yey! /ga/ (Buat yg gak puas sama ending kemarin. Masih tentang Olivia sama abang Yohio, dan mungkin muncul...romens/? )

Judul untuk sekuel baru nanti akan berbeda; Kawaranai Mono - Unchanged Things. Rilisnya (?) sekitaran Agustus nanti. So, stay tune di fandom Voca Indo ya hahaha/elosiapa/

Tapi saya rasa saya butuh bantuan seseorang sebagai asisten saya nanti/? Silahkan PM saja ya (kalo mau). Untuk Guest-san..tolonglah login saya pengen tahu wujudmu yg sebenarnya /ga/ terimakasih sudah baca, kemarin reviewmu masuk telat T^T

Yang mau sekuelnya, silahkan baca, yang enggak yaudeh/?

Maap banyak bacot 8"D

Douzo onegaishimasu!


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Yukari tidak mengerti. Mengapa ia harus menangisi kematian Rinto? Bukankah harusnya ia...

..tersenyum lebar?


Todokanai Sekai ― The World I Can't Reach ~Speak Off~


Hujan.

Lagi-lagi hujan.

Yukari duduk di sisi ranjang menghadap luar. Yukari hanya menatap kosong ke arah balkon yang pintunya terbuka. Angin dingin mengenai permukaan kulitnya. Lantai di bawahnya ikut terasa dingin.

Sudah berapa lama ia begini?

Tangannya menggenggam erat sebuah bingkai foto. Bingkai foto antara ia dan Rinto di masa kecil sewaktu sekolah dasar ―berlatarkan sebuah taman hijau. Meski dipisahkan oleh sebatang pohon besar karena Yukari yang memintanya. Ayah mereka yang menginginkannya.

Mereka bertemu dengan cara normal, diperkenalkan oleh ayah mereka masing-masing ketika jamuan makan malam di sebuah hotel.

Otaku.

Ya, karena Rinto itu Otaku maka Yukari membencinya. Dirinya ini pernah diculik seorang otaku...dulu. Itu sudah lama sekali. Awalnya saat ia tahu Rinto seorang Otaku ia tidak merasa masalah. Tapi semenjak ia diculik, menjadi semacam trauma psikis baginya.

Terkadang ia heran mengapa Rinto betah dengannya tiap kali ia berkunjung menyerahkan laporan kinerja perusahaan ayahnya. Rinto bahkan tak pernah membalas perbuatannya. Baik cacian maupun kekerasan ketika tak sengaja Rinto mendekat kurang dari lima meter. Yukari pernah bertanya sekali pada Rinto,

"Kenapa kau tidak membalas?" Tanyanya suatu ketika.

"Aku juga tidak menyukaimu. Tapi, aku tidak bisa membencimu, Yukari-san." Jawaban Rinto membuat Yukari berpikir keras, apa maksud dia yang sebenarnya.

Rinto selalu mengetahui semua tentangnya, makanan favoritnya, tempat kesukaannya, bahkan isi hatinya.

Yukari tidak tahu apa sebutan yang tepat untuk perasaan aneh Rinto.

Dan ia baru mengetahuinya ketika upacara kelulusan sewaktu SMP. Rinto mengatakannya ketika tak sengaja mereka bertemu di depan gerbang yang sudah sepi ―dengan selisih jarak lima meter, tentu saja.

"Kurasa...aku mencintaimu, Yukari.." Rinto sedikit menunduk.

Yukari hanya diam mendengarnya. Ia sendiri tidak tahu, tapi..

"Bukankah kau tahu? Aku membenci Otaku. Semuanya." Ya, Yukari benci Otaku. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri tanpa peduli orang sekitar. Perusak bangsa karena rata-rata dari mereka tidak bekerja saat lulus sekolah nanti. Hanya membebani negara, bukan?

"Lalu, bagaimana kalau aku bukan Otaku?"

Tersentak.

Angin berhembus kencang.

Yukari menatap Rinto yang agak jauh darinya itu dengan tatapan heran namun sedetik kemudian sorot matanya kembali tajam.

"Teruslah bermimpi, Otaku."

Yukari rasa, ia makin membenci Rinto.

Bahkan saat SMA, tak ada satupun yang berubah dari Rinto. Yah, kecuali teman barunya yang bernama Olivia. Kenapa mau saja si Olivia itu berteman dengan anak macam Rinto? Dia itu Otaku! Yukari pernah dengar Olivia membenci Otaku. Dan ia pun menanyakannya di suatu pagi ketika baru ada mereka bertiga yang tiba di kelas; Yukari, Rana, dan Olivia.

"Nee, Olivia-chan, kau dekat dengan Kagamine, ya." Rana, teman dekat Yukari memulai aksinya.

"Y-yah, kurasa.." Olivia tampak ragu.

"Kau benar-benar jadi teman Otaku itu?" Yukari tak boleh ketinggalan peran.

"Apa yang kau lihat dari Otaku itu?" Yukari masih mencecar pertanyaan.

"Y-yah, ini tidak seperti kami berteman, kebetulan saja. Aku bukan temannya, kok." Olivia masih ragu ketika menjawabnya.

Yukari tersenyum kecil melihat Rinto sudah berada di depan kelas dan berhenti. Tangannya membawa sebuah kardus kecil. Apa itu? Yukari merasa tidak perlu tahu. Rinto menatap Yukari sebentar dan Yukari memberi isyarat dengan mata agar Rinto diam saja. Rinto menurutinya. Yukari melanjutkan pekerjaannya.

"Iya juga sih. Tapi, kalian seperti berteman, deh."

Olivia terkikik. "Mana mungkin aku berteman dengan Otaku? Ayolah, itu menggelikan."

Olivia masih belum sadar Rinto menatapnya dengan mata terbuka lebar. Dan disinilah kemenangan Yukari dipastikan.

BRUKK ―kardus kecil yang dibawa Rinto terjatuh. Yukari dan Rana berhenti tertawa untuk mendalami peran, seolah terkejut. Beda cerita dengan Olivia yang terkejut sungguhan saat menyadari Rinto berada di depan kelas.

Yukari merasa bahagia hari ini.

Yukari tersenyum puas. Orang tak berguna seperti Rinto memang harus dijauhkan dari gadis baik dan normal seperti Olivia. Jangan sampai ada Otaku tambahan di sekolah ini, bukan?

Ia menang hari ini.


.

.

.

.

.

.

.

.


Yukari langsung menyewa sebuah ruangan karaoke dengan Rana kemarin sebagai perayaan kemenangan. Yukari dan Rana mengajak Olivia juga hari ini. Yukari tidak boleh membiarkan gadis pintar itu dekat-dekat dengan Rinto. Bukan tempatnya. Olivia harus berada di antara orang-orang ―terutama gadis-gadis normal agar tak terinfeksi dan terjangkit virus Otaku. Itu tidak baik. Kini mereka sudah memasuki ruangan mereka.

"Wah! Luasnya! Kau mau nyanyi apa? Aku mau nyanyi lagunya Fujita Maiko!" Seru Yukari.

"Aku mau nyanyi lagunya Yuna Ito!"

Sahut Rana.

"A-aku duduk saja.." Olivia hanya duduk di sofa.

"Tidak! Olivia-chan harus menyanyi!" Yukari menatapnya.

"Aku sedang bad mood." Jawab Olivia. Hah, bad mood gara-gara kemarin? Dasar!

"Sumimasen."

Mereka bertiga menoleh ke arah pintu yang terbuka. Rinto berdiri mengenakan seragam pegawai dan membawa beberapa gelas minuman dan meletakkannya di meja dekat Yukari. Suasana sunyi sejenak.

"Konnichiwa, Otaku." Suara Yukari menjadi sedikit sinis.

"A-anda mau pesan minuman

lagi?" Tanyanya. Yukari berdecak kesal. Kenapa Rinto harus ada di tiap jengkal kehidupannya? Ia sudah muak.

"Tidak usah repot-repot, Otaku." Rana berbicara. "Kami tidak butuh bantuan darimu."

"Sou ka? Aku permisi." Rinto membungkuk.

Tepat saat itu, Yukari menumpahkan segelas minuman ke arahnya. Ia merasa begitu puas menginjak-injak Rinto saat ini. Karena ia tahu, Rinto takkan pernah melawannya.

"Ahahaha! Itu yang pantas untukmu!" Yukari tertawa melihat keadaan Rinto. Otaku memang sampah! Mereka layak diperlakukan begini, bukan?

"Ma-maafkan saya.." Rinto berbalik, hendak keluar. Namun Rana menarik kerahnya hingga ia terjatuh ke belakang.

"Saa, ayo kita lihat.." Yukari bersiap

menumpahkan minumannya lagi.

"Rasakan!"

"Hentikan!" Tiba-tiba saja Olivia menuju ke arah Rinto dan mendorong tubuhnya.

Dan ketika Yukari berhasil menumpahkannya, bukan sampah itu yang kena. Tapi Olivia.

"O-Olivia-chan?"

Yukari bengong.

"Kau bercanda, kan?"

Olivia menatap benci pada mereka dan langsung menampar Yukari begitu keras. Panas dan perih di pipi Yukari. A-apa-apaan itu?! Kenapa Olivia jadi begini?! Apa Otaku itu sudah mencuci otak Olivia?!

"Olivia-san.." Rinto menatapnya heran.

Kenapa mereka berdua lengket lagi?! Yukari tidak terima Olivia kembali pada sampah busuk itu.

"Olivia-chan, katamu kau bukan temannya!"

Yukari berbalik menampar Olivia. Lebih keras dari tadi. Belum sempat emosi Yukari tersampaikan, Olivia berbicara duluan.

"Aku bukan temannya! Aku sahabatnya! Kalian yang tidak tahu tentang Rinto yang sebenarnya, tidak berhak berbuat begitu! Tau apa kalian soal Rinto, hah?!" Serunya. Olivia tampak benar-benar marah sekarang.

Yukari diam saat mendengarnya.

Apa katanya tadi? Sahabat?

Olivia bersahabat dengan sampah itu? Kemana otakmu, Olivia? ―Yukari membatin.

Lalu, apa tadi katanya? Ia tidak tahu apa-apa tentang Rinto? ―mungkin Rana tidak. Tapi Yukari lebih sering bertemu dengan Rinto daripada Olivia. Dan ia dibilang tidak tahu apa-apa tentang Rinto? Hei, ia bahkan mengenal Rinto sebelum Olivia!

Tidak berhak katanya?

Olivia saja yang tidak tahu!

Otaku itu sampah. Rinto seorang Otaku. Jadi Rinto sama saja dengan sampah.

Olivia dan Rinto keluar ruangan. Menyisakan Yukari dan Rana di dalam sana. Rana hanya menepuk pundak sahabatnya itu.

"Kurasa kau harus menghentikan aktingmu, Yukari. Aku juga sudah lelah membantumu. Dan kupikir tadi itu keterlaluan. Minta maaflah pada mereka. Aku juga akan melakukan hal yang sama."

Bahkan Rana juga menyalahkan dirinya?

Semua ini salahnya?

Yukari memalingkan wajahnya, kesal.


.

.

.

.

.

.

.

.

.


Hubungan mereka ―Yukari dan Rinto― sedikit membaik setelah Yukari melibatkan diri dalam acara 'seminggu jadi babu Kiyoteru-sensei' . Meski Yukari masih menetapkan batas lima meter sebagai area privasinya, Rinto tak pernah protes. Rinto masih tersenyum ke arahnya. Dan saat jamuan makan malam di rumah Rinto, Rinto kembali menyatakan isi hatinya saat mereka berjalan meninggalkan Olivia dengan hidangan pancake made of Rinto. Mereka terhenti sejenak agak jauh dari keramaian tamu undangan; yang tak lain hampir seisi kelas.

"Aku tahu, Yukari-san trauma dan menjauhiku. Tapi, tenang saja. Aku takkan menjauhi Yukari-san hanya karena alasan seperti itu." Rinto selalu saja terlihat begitu baik. Oke, Yukari merasa bersalah karena perlakuan kasarnya pada Rinto selama ini. Padahal seharusnya mereka bisa berteman, kan? Mungkin saja ia akan bisa terlihat bahagia seperti Olivia yang kini berteman dengan Rinto.

Tapi, Yukari merasakan adanya kejanggalan. Mengapa Rinto hanya berteman dengan Olivia? Yukari menaruh kecurigaan pada Rinto.

"Yukari-san, pertanyaanku masih sama. Bagaimana jika aku bukan Otaku? Apa kau mau menerimaku?"

Telinga Yukari memerah dan sukses membuat Rinto terbahak-bahak. Betapa malunya Yukari ditanya hal seperti itu.

"Jika itu bisa membuatmu menerimaku, aku akan meninggalkan hobiku untukmu ketika lulus sekolah nanti. Bagaimana, Yukari?"

Wajah Yukari memanas. Ia hanya menatap sebal ke arah Rinto dan mendapati senyum pemuda itu.

Mereka tidak pernah berteman, 'kan? Tapi, Rinto mengatakan hal itu begitu mudah.

Konyol.

"Yukari-san...apa kau luang malam ini?" Yukari mendelikkan matanya mendengar pertanyaan Rinto.

"Lalu apa rencanamu?"

Rinto terdiam sebentar,

"Em...mungkin aku ingin menghabiskan malam denganmu. Kita bisa melakukan ini dan itu."

Apa maksudnya ini dan itu?

"Berdua saja denganmu." Rinto tersenyum hangat. Yukari hanya memalingkan wajahnya yang memerah.

"Terserah kau saja."

Tapi Yukari harus menyelidiki kejanggalan yang sempat ia pikirkan.


.

.

.

.

.

.


Benar saja. Rinto mengakuinya tepat di depannya beberapa hari kemudian. Rinto tidak ingin Olivia melupakannya. Mereka berbincang di rumah Rinto saat itu ―masih dengan jarak lima meter. Yukari langsung menghujat Otaku itu kembali.

Bagaimanapun, ia tidak boleh egois. Ia mungkin memikirkan hal yang sama dengan Yukari; menjaga Olivia dari kemungkinan buruk sebagai sahabat. Olivia sama-sama menolong mereka hingga mereka berdamai sekarang. Sebenarnya, hanya Yukari sih.

Mereka sama-sama tidak ingin Olivia disakiti. Entah apa yang melatarbelakangi Rinto melakukan apapun untuk menjaga Olivia. Padahal ia tahu, Olivia juga benci ―ralat, tidak suka pada Otaku. Dunia memang sempit.

Yukari mengerti perasaan Rinto untuk temannya itu. Tapi ini berlebihan. Yukari tahu Olivia hanya bergaul banyak dengan Rinto. Itu tidak baik.

Yukari melihat Olivia berada di belakang Rinto―tepat dibalik sofa. Ah, bagaimanapun Olivia pasti shock mendengar pernyataan Rinto tadi.

Dan mereka berlari keluar rumah dengan Rinto mengejar Olivia. Yukari memijit keningnya pusing. Dasar kekanakan. Yukari harus menengahi mereka. Ia hanya berjalan menyusul mereka. Ia akan makin lelah jika berlari.

Baru setengah jalan, Yukari terhenti ketika mendengar suara sirine ambulans. Ia melihat sebuah mobil ambulans melintasi jalan. Yukari langsung berlari melihat kemana ambulans itu pergi. Jangan sampai pikiran buruknya jadi kenyataan.

Ia berhenti di dekat sisi tembok yang menghalangi pandangan khalayak. Orang-orang mulai bergerumul. Ambulans tadi berhenti dan mengeluarkan sebuah tandu. Yukari melihat darah di dekat kakinya. Matanya menelusuri jejak itu menuju sang korban.

Rinto?

Matanya menjelajah lagi. Ia mendapati Olivia menangis di dekat tiang seberang jalan dan dikerumuni banyak orang.

Yukari diam. Nafasnya masih teratur. Ia mundur beberapa langkah agar tak disadari keberadaannya. Ia berlari memutar arah.

Apakah ini...salahnya juga?


Todokanai Sekai ― The World I Can't Reach ~Speak Off~


Tuhan tak pernah memberinya kesempatan memulai hubungan baik dengan Rinto.

Kabar kematian Rinto ia dengar ketika baru saja keluar kelas; murid-murid sekelas baru saja selesai mengadakan rapat 'Mari Kita Menjenguk Rinto'. Sudah dua hari Rinto dan Olivia tidak masuk dan seisi kelas khawatir. Apalagi orang tua Olivia mengatakan tidak tahu, juga ayah Rinto sulit dihubungi.

Yukari yang memberitahu siswa sekelas bahwa Rinto mengalami kecelakaan. Rinto bagian dari kelas mereka saat ini. Meskipun masih hujan di luar sana, tetapi mereka semua berniat menjenguk Rinto. Siswa-siswi masih memenuhi koridor. Yukari orang pertama yang membuka pintu― lagi-lagi hanya diam ketika menerima telpon dari sang ayah.

"Yukari, besok kita harus menghadiri pemakaman. Anak Kagamine-san meninggal satu jam yang lalu."

klak

Beberapa murid kelasnya heran mengapa Yukari berhenti di ambang pintu kelas dan tidak berjalan keluar.

"Yukari, ada apa? Kita semua jadi menjenguk Rinto, kan?" Tanya Ring di belakangnya. Siswa sekelas menunggu jawaban Yukari. Yukari mulai melangkahkan satu kakinya keluar kelas. Tangan kanannya memegang erat ujung roknya dan mengambil ponselnya sebentar. Ia berdiri memunggungi murid sekelas yang mulai antri dibalik pintu.

"Rinto...besok dimakamkan..."

Hening.

"Yukari, aku tahu kau membencinya, tapi jangan bergurau begitu." Rana menyentuh pundak kiri Yukari. Entah mengapa candaan Yukari kali ini terlalu menyakitkan.

Lalu, apa yang harus dilakukan Yukari sekarang? Menangis?

Yang benar saja? Menangisi Otaku itu?

Ia tidak selemah itu.

"Aku tidak pernah bercanda, Rana."

Seisi kelas kemudian terdiam mendengar pernyataan Yukari.


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Salah.

Ia tidak sekuat yang ia bayangkan saat melihat Rinto dimakamkan.

Payung transparan yang dibawanya miring ke kiri. Sehingga wajahnya menjadi sedikit basah terkena air hujan―karena tiada penghalang. Ia teringat ketika Rinto berkata sungguh-sungguh akan meninggalkan hobinya demi Yukari.

Sekarang apa?

Otaku memang ahli membual.

Semua yang hadir menangis, kecuali Olivia. Yukari heran mengapa ia tidak menangis. Padahal mereka sahabat dekat, kan? Padahal ia saja menitikkan air mata.

Air matanya bercampur hujan.

Asin dan...pahit.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yukari meletakkan foto itu di meja dekat tempat tidurnya. Foto dimana ia dan Rinto sewaktu kecil bersama. Ia menutup pintu perantara dengan balkon.

Semua ini salahnya, kan? Andai saja dia tidak menanyakan hal itu pada Rinto waktu itu: dimana Olivia mendengarnya. Ia harusnya bisa mengerti perasan keduanya. Sebagai teman, ia merasa gagal. Untuk menebusnya, ia membujuk Olivia masuk setelah sebulan penuh alfa sejak kematian Rinto. Olivia sudah mengubah pandangannya tentang Rinto. Ia ingin membalasnya. Ia paham mengenai perasaan Olivia. Karena ia juga mengalaminya. Namun air mata tidak akan menyelesaikan apapun, kan?

Ia kini tahu, bagaimana rasanya kehilangan. Seseorang yang terlihat tidak begitu memiliki arti di matanya, namun ternyata terlalu berharga ketika ia meninggalkannya.

Ia terlambat menyadarinya.

Tapi, ia takkan pernah menghilangkan keberadaan Rinto dalam hatinya.

Tidak akan lagi.

Kakinya menuju tempat tidur. Disana ia membaringkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar. Ia memejamkan matanya, ingin bertemu Rinto di alam mimpi, siapa tahu.


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Todokanai Sekai - The World I Can't Reach ~Speak Off~


End