18 VS 29—

a YunJae fanfiction presented by Cherry YunJae.

.

Jaejoong, Yunho, Junsu, Changmin, Yoochun, Jessica, Woobin, Siwon.

YUNJAE, MINSU.

T-M Rated.

Drama/Romance.

WARNING! GENDERSWITCH! Typos everywhere! Out of Character!

.

DON'T LIKE, DON'T READ! Told ya before!

.

.

[ © Sebuah remake dari novel milik Ji Suhyun dengan judul yang sama(2003), cerita sepenuhnya milik Ji Suhyun hanya beberapa yang saya potong & ubah termasuk pemeran dan latar untuk keperluan cerita. ]

.

.

.

.

Bagian Sepuluh.

.

.

.

"...kami sudah meninjau ulang. Ternyata karya anda punya potensi, mari kita coba percepat."

Jaejoong merasa seperti mendengar suara terompet dari surga. Dia tampak sangat senang. Sudah lama ia mengirim naskah tulisannya dan tidak ada kabar apapun. Bahkan, ia sempat menyerah sebelum memutuskan untuk mencoba mengirim naskah itu ke tempat lain. Sekarang, kabar baik itu terasa seperti mimpi. Tim perencana itu kini menjadi tiga ratus kali lebih ramah padanya dibanding saat dulu pertama kali naskahnya dilihat.

"Sebelumnya kami minta maaf. Kami tidak tahu anda ini istri Jung Yunho. Filmnya yang sekarang juga mendapat reaksi yang luar biasa dari penonton. Apa dia baik-baik saja?"

Rasa senang yang tadi Jaejoong rasakan menguap seketika. Ia hanya bisa tersenyum pahit. Pria di hadapannya hanya bisa melihat segala sesuatu dari kacamata bisnis.

"Saya takjub. Bagaimana anda bisa tahu saya adalah istri dari pria itu? Apa di kening saya tertulis bahwa saya menikah dengan seorang Jung Yunho?"

Jaejoong menyesali hidupnya selama dua tahun ini. Dia menjalani hidupnya dengan menulis untuk perusahaan majalah, menjadi pelatih teater bagi anak-anak di gereja, dan menulis skenario yang berkali-kali ditolak, tetapi itu semua tidak menjadi apa-apa. Semuanya biasa-biasa saja. Waktu begitu cepat berlalu, dan tahu-tahu kini ia sudah beranjak tiga puluh tahun.

Akhirnya Jaejoong meminta suaminya untuk bicara empat mata.

"Sudah cukup dua tahun ini hidup tak berguna. Aku tidak bisa hidup begini terus."

Suara Jaejoong terdengar begitu tertekan, tetapi Yunho tidak mendengarnya seperri itu. Yunho sedang membaca salah satu skenario dari sekian banyak skenario yang ditulis Jaejoong.

"Kau kan mengerjakannya bukan untuk main-main. Kenapa? Ditolak lagi?"

Jaejoong tau sifat Yunho memang begitu, tapi kata-kata 'ditolak lagi' membuatnta merasa terhina. Namun, karena kenyataannya memang begitu akhirnya Jaejoong hanya bisa mengangguk.

"Iya ditolak lagi. Bagaimanapun aku tidak bisa begini terus. Aku benar-benar ingin belajar lagi. Entah itu ke luar negeri selama tiga tahun atau apalah..."

Kalimat itu membuat Yunho marah. Ekspresinya berubah menyeramkan. Jelas dia tidak ingin mendengar kata-kata seperti itu dari mulut istrinya.

"Jangan bicara yang tidak-tidak."

"Mau aku bicara apapun, kau memang tidak pernah mendengarkanku!"

"Kau sudah tau itu! Sebelumnya kau juga mengungkit-ungkit keinginanmu belajar ke luar negeri. Lalu kau bilang sekarang tiga tahun? Kapan kita akan punya anak kalau begitu?"

Perasaan Jaejoong hancur seketika saat melihat tatapan suaminya. Yunho seakan melihatnya seperti remaja delapan belas tahun. Terluka, Jaejoong membalas dengan suara meninggi.

"Kita kan bisa bertemu saat aku liburan. Memangnya bumi akan hancur kalau tiga tahun tidak bertemu, hah? Apa kau tidak berpikir, apa yang ku lakukan kalau kau sedang sibuk dengan pekerjaanmu? Apa kau tidak peduli? Bukankah kita jarang bertemu saat kau sibuk? Bagimu itu tidak masalah, tapi kenapa kau mempermasalahkan aku pergi belajar? Mana ada hal seperti itu? Apa bagimu istri hanya bisa diam di rumah saja, menunggu suaminya pulang, memasak dan memuaskan suaminya?"

Perkataan tajam istrinya juga menghancurkan hati Yunho. Dan setiap perasaannya memburuk, tatapan serta nada bicaranya selalu berubah menjadi sangat tajam

"Sampai sekarang skenariomu belum juga diterima, tapi nanti pasti ada saatnya. Kalau memang belum bisa juga, mungkin karena kemampuanmu belum cukup. Karena itu tidak seharusnya kau melampiaskan kemarahan padaku."

Kalau Yunho sudah mulai begini, tamatlah sudah. Apalagi dia menambahkan kata-kata bonus yang tak terlupakan.

"Lalu, kalau kau tidak bisa menyelesaikannya disini apa dengan pergi ke luar negeri semuanya akan beres? Buang pikiran bodohmu! Aku bosan mendengarnya."

Begitulah, mereka bertengkar tanpa menemui titik terang. Karena marah mereka saling memunggungi.

Beberapa jam yang lalu, saking senangnya Jaejoong bergegas datang ke kantor perusahaan perencana setelah mendapat telepon. Ternyata akhirnya, dia hanya mendengar orang itu menanyakan kabar suaminya. Dengan hati yang agak sedih, Jaejoong langsung berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Akan tetapi, saat Jaejoong turun dari lantai tujuh ke lantai dasar, Ia ingat jaketnya tertinggal di kantor tadi. Ia pun bergegas kembali ke kantor tersebut. Namun setibanya disana, sebuah percakapan tertangkap telinga Jaejoong.

"Wanita yang datang tadi itu istrinya Yunho?"

"Iya, aku sudah mendengar gosipnya. Ternyata seperti itu orangnya. Skenario yang dibawanya biasa saja."

"Tapi nasibnya bagus. Sebenarnya aku sudah ingin mengembalikan skenarionya sejak dia baru tiba ke sini. Tapi ternyata Yunho menelpon langsung ke kepala bagian. Hmm... memang ya di Korea ini kalau mau berhasil, orang harus punya koneksi. Kalau tidak, mana mungkin dia bisa."

"Oh ya, gosip itu benar tidak sih? Dengar-dengar belakangan ini Yunho kepergok selingkuh dengan Jessica Jung? Dan karena itu dia berniat untuk berpisah dengan istrinya."

Selama satu menit, Jaejoong terus berpikir apakah ia harus masuk ke ruangan itu atau tidak. Tapi ia sudah capek-capek naik lagi demi mengambil jaketnya, tidak mungkin doa tidak masuk. Akhirnya, Jaejoong menghela nafas panjang dan masuk ke ruangan tersebut. Wanita itu melewati orang-orang yang menatap kaget padanya, mengambil jaket tak lupa skenario yang ada di atas meja.

Di hari itu juga Jaejoong bicara pada Yunho.

.

.

.

"... apa itu alasan seorang Jaejoong ingin menghapus Yunho dari kehidupannya?"

Mendengar cerita Jaejoong, dada Yunho terasa sesak. Dia bingung, apa hanya karena itu Jaejoong minta cerai? Sekarang mereka berada dalam situasi hening yang sangat serius. Dalam keheningan itu terdengar suara Jaejoong.

"Tentu saja bukan hanya karena itu. Kau pikir perceraian itu mainan?"

Walau tidak sampai pada tahap perceraian, waktu itu Jaejoong memang sangat marah. Ia pun melanjutkan ceritanya, kembali tenggelam dalam flashback.

Jung Yunho langsung menelpon kepala bagian... Memang ya, di korea ini harus punya koneksi... Mana mungkin dia bisa.

Jaejoong tidak percaya, bagaimana mungkin Yunho melakukan itu padanya? Yunho membuat Jaejoong mengakui dirinya tak punya kemampuan. Mungkin karena Yunho tak ingin Jaejoong pergi ke luar negeri, makanya ia melakukan hal itu di belakang Jaejoong. Hari itu Jaejoong sangat marah sampai tak mau pulang ke rumah. Jaejoong mencoba menelpon Yunho tapi tak diangkat, akhirnya ia menelpon Yoochun yang saat itu sudah menjadi manager suaminya. Ia menanyakan keberadaan Yunho, kemudian pergi ke stasiun televisi tempat Yunho berada.

Sambil bergegas naik ke lantai lima—tempat Yunho berada, Jaejoong memikirkan apa kiranya yang ia harus bicarakan nanti. Namun saat ia sudah menemukan Yunho, ia tak bisa mengatakan apa yang ia inginkan karena saat itu Yunho sedang bersama orang lain.

"Bagiku oppa adalah orang yang jahat. Oppa tau itu?"

Jaejoong tidak tau akan menemukan Yunho semudah ini. Saat itu Yunho bersama dengan seorang wanita. Hal itu yang membuat Jaejoong semakin marah.

Wanita berusa dua puluh tahunan yang digosipkan dekat dengan Yunho—bahkan dikabarkan berpacaran itu kini berada di samping Yunho. Wanita itu juga yang mengantar Jaejoong ke rumah sakit saat ia kehilangan bayinya. Dia adalah wanita yang selalu ada di sekitar Jaejoong dan Yunho. Dua orang itu sedang bercakap-cakap.

Oh ya, gosip itu benar tidak sih? Dengar-dengar belakangan ini Yunho kepergok selingkuh dengan Jessica Jung? Dan karena itu dia berniat untuk berpisah dengan istrinya.

Saat mendengar itu, Jaejoong hanya tertawa. Waktu pertama bertemu, sekitar sepuluh tahun yang lalu Yunho memang sudah dikelilingi banyak wanita. Tapi nyatanya hanya ada satu wanita yang Yunho sukai, yang membuatnya rela berhenti merokok dan mengurangi sifat buruknya. Wanita itu adalah Jaejoong.

Jaejoong percaya pada Yunho sehingga ia memutuskan untuk menikah dengan pria itu. Selain itu, Yunho juga menepati janji-janjinya. Tapi waktu itu, ketika sedang berurusan dengan Jessica, Jaejoong tak melihat Yunho yang dingin serta cuek seperti yang biasa dia lakukan pada wanita-wanita lain. Tatapan itu tidak dingin. Sebaliknya, tatapan yang ia berikan pada Jessica adalah tatapan yang biasa diberikannya pada Jaejoong.

"Walaupun kau meminta dengan cara apapun, aku tetap tidak bisa memenuhi keinginanmu. Jadi, kau jangan terlalu serakah."

"Kenapa tidak bisa? Memangnya kalau oppa memenuhi keinginanku, oppa akan merasa bersalah pada orang itu? Itu kan bukan kesalahan kita. Kumohon, oppa."

Jaejoong tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Yang ia lihat hanya wanita itu menangis di hadapan Yunho, sementara Yunho hanya mengatakan bahwa dirinya tidak bisa dengan wajah tenang. Berkali-kali Yunho menolak hingga Jessica mengancam.

"Akan ku katakan pada orang-orang. Aku akan mengatakan arti keberadaanku bagi Yunho oppa."

Saat itu Jaejoong ingin sekali bertanya pada Jessica sebenarnya dia itu siapanya Yunho? Belum juga sempat melakukannya, Yunho menggapai tangan Jessica dan menggeram,

"Coba saja kau bicara. Kita berdua akan tamat."

Kalau Jessica mengungkapkan semuanya, hubungan keduanya akan berakhir. Tapi hubungan macam apa sebenarnya yang mereka bicarakan? sungguh tak bisa ditebak dari apa yang sedang berlangsung. Situasinya bahkan lebih serius dari sebuah drama. Masalahnya pemeran utama drama ini adalah suaminya sendiri jadi Jaejoong mulai jengkel dan marah. Ia tak tahu, sampai kapan ia harus memperhatikan mereka.

Jessica yang terpukul mulai menangis. Ia sangat sedih dengan apa yang Yunho katakan. Tak lama kemudian tangan Yunho mulai mengelus punggung Jessica.

Yunho hanya mengelus punggung wanita itu, bukan memeluk atau mencium. Tapi Jaejoong tampak begitu sensitif. Baru pertama kali ia lihat suaminya seperti itu. Akhirnya Jaejoong tak kuat berada disana, jadi ia memutuskan untuk pergi dari tempat itu.

Ia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri dengan berkata hal itu bukan apa-apa. Tapi percakapan mereka kadung menempel di otaknya. Apa mungkin di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa? Karena bagi Jaejoong, tindakan Yunho mengelus punggung Jessica adalah hal yang tidak biasa.

Malam harinya, Yunho pulang dengan tampang biasa. Sebaliknya, Jaejoong terus menatap curiga pada suaminya.

Wanita itu sebenarnya ada hubungan apa denganmu?

Jaejoong ingin sekali bertanya langsung pada Yunho, tapi tidak semudah itu dia bisa mengatakannya. Saat ini Jaejoong merasa seperti seorang wanita yang memergoki suaminya berselingkuh di luar. Padahal yang dilihatnya bukanlah ciuman atau pelukan, hanya tangan Yunho yang mengusap punggung Jessica.

Sebelumnya Jaejoong tidak pernah menanyakan hal semacam itu, karena itu menjatuhkan harga dirinya. Tapi bukankah Jessica selalu menjatuhkan harga diri Jaejoong? Bahkan ketika Jaejoong kehilangan anaknya, orang yang mendampinginya saat itu adalah Jessica.

"Kau, apa pernah menyentuh wanita lain selain diriku di belakang kamera?"

Jaejoong tidak tau bagaimana eksperisnya sekarang, tapi Yunho menyuruhnya untuk tidak bicara aneh-aneh.

"Tidak pernah."

"Benar tidak pernah?"

"Sepertinya belakangan ini kau benar-benar sedang bosan, ya? Aku tidak tau darimana kau dengar gosip itu, tapi aku belum pernah melakukan itu. Aku memang masih belum lupa soal pertengkaran kita belakangan ini, tapi aku tidak akan berbuat hal yang tidak-tidak."

Merasa istrinya menyembunyikan sesuatu, Yunho hanya menatapnya. Akhirnya Jaejoong langsung mengatakan intinya.

"Apa hari ini kau bertemu Jessica?"

Dalam hati, iavmemperingatkan Yunho untuk jujur jika masih ingin tinggal bersamanya. Tapi hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Beberapa detik kemudian, Yunho menjawab dengan enteng dan penuh keyakinan. Sayangnya jawaban itu bukan yang ia harapkan.

"Tidak, aku tidak bertemu dengannya."

Jaejoong merasa emosinya meluap. Semuanya—cinta, kepercayaan, kesetiaan—telah selesai. Kini Jaejoong tidak mau peduli lagi suaminya tidur dengan Jessica atau tidak. Apalagi ekspresi Yunho kelewat santai, mungkin karena dia aktor jadi mudah saja membohongi orang lain. Jaejoong merasa putus asa dan kecewa pada Yunho yang sudah ia kenal lebih dari sepuluh tahun.

Mendadak ia sangat membenci Yunho yang ia percaya tak akan melakukan perbuatan serendah itu. Ia teringat akan hal yang sudah ia buang sejak memutuskan untuk bersama lelaki itu: kebebasan, mimpi, harga diri. Yang tersisa hanya kebanggaan karena pernah mencintai Yunho.

Jaejoong tidak tahan lagi. Akhirnya, ia mencoba menguji dirinya sendiri. Apakah ia bisa mandiri tanpa Yunho dan terbebas darinya? Jaejoong mengirim naskah skenario buatannya pada Siwon dan beberapa hari kemudian, ia mengatakan hal yang mengagetkan pada Yunho,

"Aku ingin jadi janda."

.

.

.

Sampai di situlah Yunho mendengar cerita yang diingat Jaejoong.

"Kenapa kau tidak mengatakannya?"

Mungkin karena Jessica jauh lebih muda dan cantik daripada Jaejoong. Alasan lainnya, karena ia pikir Yunho menikahinya karena ia hamil. Yang lebih kekanakan lagi, Jaejoong merasa pesimis, tak percaya diri, lelah, dan terganggu dengan semua itu.

waktu itu Yunho meminta alasan kenapa Jaejoong mengajaknya bercerai, tapi yang Jaejoong ucapkan hanya ia lelah bersama Yunho. Mungkin jawaban itu mewakili semua alasannya.

"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau punya adik perempuan yang cantik? Seharusnya kau bilang padaku."

"Aku tidak tau kalau kau akan berpikir begitu."

Yunho merasa stres dan malu. Kalau ia tidak sedang sakit, ia pasti akan memukul dirinya sendiri. Tapi akhirnya ia lanjut berbicara,

"Dia terlalu cantik. Perasaanku menjadi buruk setiap melihatnya, sama seperti saat melihat ibuku. Aku malu karena berpikiran kekanakan seperti itu. Dan lagi aku tidak ingin memberitahu siapa-siapa."

Suara Yunho terdengar lembut dan malu-malu, tidak seperti biasanya. Ternyata mereka memang berjodoh, alasan yang tidak bisa mereka ungkapkan ternyata mirip dan semuanya membuat salah paham.

"Dari dulu aku sudah tau kau seperti anak kecil."

Mendengar jawaban angkuh itu, Yunho mencubit pelan pipi istrinya kemudian memeluk Jaejoong erat-erat.

"Mulai sekarang kita harus saling bicara lebih banyak."

Yunho mengusap bahu istrinya, "Katakan padaku saat kau bahagia ataupun sedih. Akupun akan mengatakannya padamu juga. Aku hanya ingin hidup bersamamu, tidak pernah sekalipun aku berpikir inging bersama orang lain. Bagiku hanya ada kau."

Untuk kedua kalinya, Yunho mengatakan hal yang memalukan itu secara gratis pada Jaejoong. Rasanya seperti besok matahari akan terbit dari barat. Sebenarnya masih banyak yang ingin Jaejoong katakan tapi ia menyimpannya untuk lain waktu.

Tiba-tiba ia teringat Junsu yang pernah menghitung hari pertemuannya dengan Changmin.

"Aku sudah bertemu Changmin selama 3.567 hari ternyata. Kalau unnie dengan Yunho oppa sudah bertemu selama 4.319 hari."

Waktu itu Jaejoong hanya mentertawai Junsu. Tapi sebenarnya sejak saat itu ia terus menghitung dan sekarang sudah 4.322 hari.

Mungkin selama itu juga Jaejoong sudah mencintai Yunho. Ia ingin Yunho terus memeluknya seperti sekarang, dan ia berdoa agar lebih banyak kebahagiaan yang mereka dapat. Ia hanya berpikir tak sanggup meninggalkan pria itu dalam keadaan apapun. Bahkan dalam keadaan tidak ingat apa-apa.

Sayup-sayup Yunho mendengar bisikan Jaejoong yang mulai tertidur,

"Aku sudah menyimpanmu di hatiku selama 4.322 hari."

.

.

18 vs 29

.

.

Tujuh bulan kemudian, di ruang latihan klub teater Kwangdae.

"Ophelia, cintaku. Katakan padaku kapanpun saat kau senang ataupun sedih. Aku juga akan mengatakan hal yang sama padamu. Tak pernah sekalipun aku berpikir untuk tinggal bersama orang lain. Bagiku, hanya ada dirimu oh Ophelia-ku."

Tahun lalu, klub teater ini menampilkan drama Romeo and Juliet. Kali ini, mereka menampilkan karya Shakespeare yang lain yaitu Hamlet and Ophelia. Hari pertunjukan sudah semakin dekat dan saat ini seluruh pemain dan sutradara sedang sibuk berlatih.

Saat nama pemeran utama diumumkan, semua memberi respon yang sama,

"Mana mungkin?"

Masalahnya yang menerima pemeran utama menjadi Hamlet adalah Jung Yunho, musuh bebuyutan dari pemilik teater, Choi Siwon.

"Ada apa sebenarnya? Kok bisa?" Junsu mewakilkan diri, menyuarakan pikiran orang-orang disana.

"Kenapa? Aku mau tampil karena karyanya cukup bagus. Akupun bisa di segala bidang dan lagi Hamlet kan peran pertama yang ku dapat saat dulu di teater."

Mendengar jawaban Yunho, Junsu jadi berpikir mungkin saja memang seseorang yang akan menjadi Ayah akan banyak berubah.

"Kalian berdua aneh, padahal film kalian sukses besar meski harus mengganti posisi Woobin, bahkan ku dengar perusahaan ingin menawarkan kerjasama lagi tapi kenapa sekarang malah fokus di teater?"

Kali ini Jessica yang sejak tadi juga bingung.

"Dan kau. Bukannya kau akan pergi ke luar negeri?" Gadis itu bertanya pada Siwon yang ada di sebelahnya.

Jessica bicara dengan banmal—tidak formal, tapi Siwon sama sekali tidak marah. Sifat temperamennya sudah berkurang drastis. Sambil mengemut permen pengganti rokok, ia menjawab,

"Masih ada lain waktu, aku akan mengumpulkan uang lagi. Lagipula aku bebas bolak-balik ke luar negeri selama belum mempunyai istri."

Sedikit banyak, Siwon menyindir kakak dark gadis itu.

"Lalu kalau kau pergi, bagaimana dengan klub teaternya?"

"Sudah ku titipkan pada orang yang sangat terpercaya, jadi jangan khawatir. Oh, atau kau sedih jika aku pergi?" goda Siwon.

"Yang benar saja. Aku sudah bosan pada pria. Apalagi kalau sampai melakukan hal bodoh seperti Kim Woobin."

"Bosan dengan pria? Itu bukan ucapan yang harusnya diucapkan oleh wanita dua puluh tahunan."

Jessica tersenyum, "Tapi kalau ada orang sekeren Yunho oppa dan sebaik Changmin oppa mungkin aku akan berubah pikiran."

Well, sepertinya Jessica sudah terserang sindrom Brother Complex. Saat sedang sibuk berbincang, salah satu kakak Jessica justru berteriak di tengah-tengah latihan.

"Aku menolak dialog ini. Masa Hamlet yang penuh kharisma dan keren harus mengucapkan dialog menggelikan seperti ini pada Ophelia?!"

Si sutradara perempuan yang ternyata istrinya sendiri segera menyahut,

"Aku berusah payah menyusun skenarionya jadi tolong hargai aku dengan menyingkirkan pemikiran kunomu itu."

"Dipikir-pikir sepertinya aku pernah tau dialog ini... 'Katakan padaku saat kau sedih ataupun senang...' jangan-jangan kau..."

Yunho menatap tajam pada Jaejoong, sang sutradara baru di teater Kwangdae.

"Ekhem— ini di tempat kerja, tolong hargai aku dengan memanggil 'sutradara', memanganya aku kesini sebagai istrimu?"

"Oh, begitu ya.. Ibu sutradara."

Lelaki itu mendadak terlihat patuh pada istrinya. Junsu yang melihat itu jadi berpikir sepertinya ia harus hamil juga supaya Changmin mau menuruti perkataannya. Tapi saat sedang asik melamun, suara kakak iparnya itu menyadarkannya.

"...kalau kau pikir aku akan patuh padamu, utu salah. Cepat ganti dialog ini. Mengingat hubungan pribadi kita sebagai suami istri aku mau main tanpa dibayar tapi kau malah menyuruhku mengucapkan dialog menggelikan begini."

Sebenarnya itu rahasia, alasan kenapa Yunho akhirnya ikut di casting sebagai pemeran di drama ini.

"Tolong hargai kebebasan berkreasi. Kau juga harus menghargai teater sebagai tempat yang sudah melahirkanmu. Lagipula bukannya dialog menggelikan juga salah satu bakatmu..."

Belum selesai bicara, Jaejoong merasa ada yang tidak beres. Ia merasa ada cairan yang merembes melewati kakinya. Ia pun berteriak dan membuat Yunho ikut melihat ke kaki Jaejoong.

"Astaga! Apa air ketubannya pecah?"

"Sepertinya begitu..."

"Sial! Kan sudah ku bilang batasi aktivitasmu." Yunho buru-buru menggendong Jaejoong menuju mobilnya.

Mendengar kata "sial" dari mulut suaminya, Jaejoong cemberut sambil mengulurkan tangan.

"Kau sudah berjanji tidak akan mengeluarkan kata-kata kasar. Anak kita dengar nanti, mana denda karena bicara kasar?"

Di saat seperti ini istrinya sempat bercanda tentu saja membuat Yunho ingin tertawa. Tapi melihat keringat yang mengalir di kening istrinya dan ekspresinya yang menahan sakit membuat Yunho hanya mampu mengecup kening Jaejoong dan berbisik,

"Kau akan baik-baik saja, Jaejoongie."

Sebentar lagi Yunho akan menjadi seorang Ayah, dia mengerti istrinya takut karena akan melahirkan apalagi melahirkan anak pertama mereka. Wajar ia bercanda untuk mengatasi ketakutannya.

"Tak apa-apa, kau pasti bisa mengatasinya. Nanti sore kita pasti sudah bertiga dengan anak kita jadi jangan takut. Aku akan ada disampingmu."

Mendengar itu, Jaejoong tersenyum dan membisikan kata cinta pada suaminya.

"Aku mencintaimu, Yunho. Terima kasih."

"Aku juga sangat mencintaimu."

Mereka mengatakan itu bertepatan dengan Junsu yang duduk di belakang kemudi. Ia sampai merinding mendengarnya. Padahal sudah beberapa tahun menikah tapi mereka bermesraan begitu di depannya dan Changmin yang duduk di sebelah Junsu.

Yunho pun segera menyuruh Junsu untuk segera menuju ke rumah sakit.

"Ayo cepat ke rumah sakit, dan Changmin tolong kabarkan pada kakek soal ini. Ah ya, minta Yoochun batalkan semua jadwalku hari ini juga."

Mobil mereka pun meninggalkan area parkir, Siwon dan Jessica menggunakan mobil lain untuk menyusul.

"Dasar orang-orang yang bahagia."

Gumam Siwon yang ditanggapi dengan senyum setuju oleh Jessica.

.

.

.

Junsu yang akan segera mempunyai keponalan kebagian tugas mengendarai mobil. Ia jadi berpikir keponakannya nanti pasti akan jadi anak yang sangat bahagia karena terlahir di keluarga yang masih romantis meski sudah menikah bertahun-tahun.

Lalu saat lampu lalu lintas berubah merah, ia pun berhenti. Junsu menoleh pada Changmin yang duduk di sebelahnya. Ia mulai berkhayal lagi tentang Changmin yang membawanya ke rumah sakit ketika akan melahirkan. Ia yakin Changmin akan lebih keren dari kakak iparnya itu.

Gadis itu terlalu asik sampai lupa dilarang melamun saat berkendara. Ia baru sadar saat Yunho menegurnya,

"Kim Junsu! Cepat, lampunya sudah hijau. Kau memikirkan apa sih?"

"Iya, iya... maaf. Ini mau jalan kok."

Aku juga ingin hamil. Eh, tidak deh. Urutannya diganti, aku ingin mencintai.

.

.

.

.

THE END

.

Hola!

akhirnya saya berhasil bawa chapter akhir dari seri ini, maaf sampai haru menunggu saaaangat lama :"

Terima kasih juga bagi yang masih mengikuti cerita ini. Kali ini saya tidak akan membuat sekuelnya dan sekali lagi saya katakan cerita ini bukan milik saya. Saya resmi akan pindah ke wattpad sekarang, bagi yang berkenan mari mampir ke Cherrserenity di wattpad.

Thanks so much, guys. Maaf juga kalau ada review yang belum saya balas btw dan sampai jumpa di lain kesempatan!