18 VS 29—

a YunJae fanfiction presented by Cherry YunJae.

.

Jaejoong, Yunho, Other casts will be revealed later.

YUNJAE.

T-M Rated.

Drama/Romance.

WARNING! GENDERSWITCH! Typos everywhere! Out of Character!

.

DON'T LIKE, DON'T READ! Told ya before!

.

.

[ © Sebuah remake dari novel milik Ji Suhyun dengan judul yang sama(2003), cerita sepenuhnya milik Ji Suhyun hanya beberapa yang saya potong & ubah termasuk pemeran dan latar untuk keperluan cerita. ]

.

.

.

.

Prolog.

.

.

.

"Aku ingin jadi janda!"

Melihat kemarahan istrinya yang tidak ada habisnya, seketika Yunho merasa ragu. Awalnya Yunho berpikir bahwa istrinya, Kim Jaejoong, hanya bercanda.

Janda?!

Kata 'Janda' yang aku tahu mengarah pada wanita yang suaminya meninggal. Dengan kata lain, wanita di hadapanku ini berharap suaminya meninggal? Seandainya bercanda pun, bagaimana bisa ia berkata sejauh itu?

"Jangan bicara yang tidak-tidak!" tukas Yunho. Jaejoong tidak memedulikannya dan langsung melontarkan bom kedua.

"Kalau kau menolak bercerai, aku akan bunuh diri. Makanya, sebelum itu terjadi, lebih baik kita akhiri saja!"

Yunho terus memandang mata istrinya, yang selama dua tahun imi makan, bertengkar, dan berbagi selimut dengannya.

Hening selama tiga menit.

Akhirnya Yunho sadar istrinya tidak sedang bercanda. Pertanyaan-pertanyaan serius mulai muncul dalam pikirannya.

"Alasannya apa? Aku punya salah padamu?"

"Aku benci wajah tampanmu yang menjijikan itu."

Huh? Rupanya dia merasa terganggu dengan wajah tampan Yunho yang selalu dipuji-puji?

"Kau tidak bisa menjadikan itu sebagai alasan perceraian! Carilah alasan yang lebih masuk akal!"

Misalnya karena selingkuh, tidak memenuhi kewajiban, atau apapun yang bisa diterima hakim. Paling tidak juga cari alasan yang bisa ku terima.

Setelah beberapa saat, Yunho mulai bertanya pada Jaejoong layaknya orang yang sedang mencari jawaban ujian.

"Apa karena waktu itu aku tidak mengizinkamu belajar ke luar negeri?"

Hanya itulah satu-satunya kemungkinan yang bisa Yunho pikirkan tapi sebenarnya ia tak yakin.

"Meskipun aku ingin belajar ke luar negeri, tapi hal seperti itu tidak mungkin sampai menyebabkan perceraian. Kau tahu sendiri kan, di Korea ini seorang Janda akan lebih sulit melanjutkan pendidikannya."

"Lalu apa alasanmu sebenarnya?!"

Sebelum mengungkit masalah perceraian, Jaejoong sudah dapat membayangkan reaksi gelisah Yunho. Akhirnya, ia memberi tahu alasan yang sudah ia persiapkan sejak kemarin malam.

"Kau tahu sebutan apa yang pantas bagi seorang wanita biasa yang berhasil menikahi pangeran tampan sepertimu di dunia yang bukan dongeng ini? Pe-nyi-hir! Aku sudah muak menerima panggilan itu dari para penggemarmu!"

Jawaban itu menusuk hati Yunho, raut wajahnya berubah. Yunho tak suka dengan jawaban yang baru saja Jaejoong ucapkan.

"Cuma itu? Aneh sekali kau menuntut cerai hanya karena alasan seperti itu."

"Kalau kau takut reputasimu tercemar, kau bisa mengatakan pada media bahwa kau lah yang menceraikanku. Bagiku itu tak masalah."

Yunho, yang selama ini sabar kini mulai marah.

Perceraian tidak masalah katamu?

"Siapa takut hah?! Baik, kalau itu maumu. Kita cerai! Tapi jawab, apa salahku?"

Yunho benar-benar ingin mendengar alasan itu. Sudah hampir sepuluh tahun lebih ia mengenal Jaejoong, tepatnya sejak mereka masih di sekolah menengah atas. Sebelum menjadi istrinya, Jaejoong tidak pernah meledak-ledak seperti ini.

Yunho justru berpikir Jaejoong lah yang berkhianat dan itu membuatnya tertekan.

Saat Yunho meminta Jaejoong menjawab, wanita itu malah menitikan airmata dan Yunho bisa melihat jelas itu.

Kau menangis? Seorang Kim Jaejoong menangis?

Tangisan Jaejoong lebih membuatnya panik dibanding ketika istrinya itu mengatakan ingin bercerai.

Jaejoong terus meneteskan airmata seolah-olah dialah yang sedang dituntut cerai. Lalu akhirnya ia menjawab pertanyaan Yunho.

"Aku tidak tahu. Saat ini aku sudah terlalu lelah untuk terus berada di sampingmu. Sekarang, aku sangat membencimu sampai rasanya ingin melupakan namamu."

Yunho tak bisa lagi menerima keadaan ini. Pernyataan Jaejoong bahwa wanita itu ingin melupakan namanya sudah memperjelas keinginannya untuk berpisah.

Kemudian, Yunho menyalakan rokok. Sebelum menikah, ia pernah berjanji pada Jaejoong akan berhenti merokok di hadapan istrinya.

Situasi berubah menjadi sangat kacau. Jaejoong hanya bisa diam memandangi suaminya yang sengaja merokok di hadapannya. Saat rokok itu sudah tinggal setengah, Yunho angkat bicara.

"Apa kau benar-benar sadar dengan apa yang kau katakan sekarang? Kalau memang itu maumu, terserah. Kau tidak akan bisa hidup bersama denganku lagi untuk yang kedua kalinya. Apa kau bisa hidup tanpaku?"

Namun Jaejoong tahu, sinar mata Yunho mengatakan, Aku hitung sampai tiga. Cepat bilang kalau semua yang kau katakan ini hanya bercanda!

Sayangnya, Jaejoong tidak sedang bercanda dan tidak berniat menarik kembali kata-katanya. Yunho hanya memandangi Jaejoong sambil menunggu jawabannya.

Dengan tegas, Jaejoong menjawab.

"Tentu saja. Aku bisa hidup tanpamu."

.

.

18 VS 29—

.

.

Sejak hari itu, Yunho dan Jaejoong tidur di kamar terpisah. Mereka mengajukan surat permohonan cerai, lalu menandatanganinya. Setelah itu Yunho mulai merokok lagi

"Untuk sementara waktu, wartawan pasti akan heboh. Kau sudah mempersiapkan diri kan?"

Jaejoong tahu, para wartawan bisa sangat menakutkan kalau sedang mengejar-ngejar objek beritanya. Dia mengangguk.

"Aku sudah siap."

Menurut data yang tertera dalam dokumen perceraian, kini secara hukum, logika dan fisik mereka berdua sudah bukan suami istri lagi.

Yunho memandang istri yang sudah dua tahun tinggal bersamanya itu, ia kini melihatnya seperti wanita lain dan akhirnya ia mengangkat tangan untuk bersalaman dengan Jaejoong.

"Hiduplah dengan baik, Kim Jaejoong."

Jaejoong menerima jabatan tangan dan ucapan Yunho sebagai salam perpisahan mereka.

"Kau juga, hiduplah dengan baik. Semoga kau bisa menikah lagi dengan wanita yang jauh lebih baik."

Mendengar itu, Yunho kembali memasang ekspresi dinginnya. Ia melepas jabatan tangan mereka dan tersenyum dengan senyuman yang sulit diartikan.

"Dalam hidupku, menikah hanya sekali."

Jaejoong tahu Yunho akan berkata seperti itu. Setelah itu, ia memberi ciuman terakhirnya di pipi Yunho. Ciuman itu membuat mata Yunho sedikit membesar.

Setelah melepasnya, Jaejoong tersenyum seolah tak ada beban.

"Kau bilang ingin melupakan namaku kan?" ucap Yunho. Jaejoong tersenyum lebar sampai memperlihatkan deret gigi rapi miliknya.

"Ya, pasti... Aku akan melupakanmu."

.

.

18 VS 29—

.

.

Pagi yang cerah.

Sesuai yang dijadwalkan, hari itu adalah hari dimana Yunho dan Jaejoong harus mengantar dokumen yang nantinya akan mengesahkan perceraian mereka di Pengadilan Negeri.

Harusnya mereka pergi bersama, tapi karena Yunho ada urusan di lokasi syuting, Jaejoong pergi dengan mobilnya sendiri. Dalam perjalanannya, ia teringat kenangan sebelas tahun yang lalu.

Kali pertama ia bertemu seorang Jung Yunho.

.

.

.

Musim semi tahun 2003.

Jaejoong ingat ketika ia melihat wajah pria itu untuk pertama kalinya—pria tampan yang terkenal karena tabiat buruknya di Myeongseong High School.

"Hmm... Dia tampan."

Namun ketika So Eun—teman Jaejoong menyatakan cinta dan mengajaknya berpacaran, pria itu menjawab dengan satu kalimat ketus.

"Tidak mau."

Seharusnya seorang pria bisa menolak pernyataan cinta seorang wanita dengan cara baik-baik. Misalnya dengan beralasan sebentar lagi mau ujian, mereka terlalu muda, atau memang sedang tidak ingin berpacaran.

Yang pasti, jangan sampai menyakiti perasaan si wanita. Tapi, pria itu tampaknya tidak peduli dengan perasaan orang lain.

"Aku tidak ada waktu dan tidak terpikir juga untuk berpacaran dengan wanita sepertimu."

Jaejoong tak habis pikir dengan apa yang dilihatnya itu.

"Ternyata ada ya orang semenyebalkan itu!" gumam Jaejoong, yang menyaksikan langsung bagaimana temannya ditolak. Merasa tidak senang dengan pria dingin yang suka menyakiti perasaan wanita itu, ia berseru "Cukup!"

Yunho membalikkan tubuh, mencari suara yang setengah berteriak itu. Jaejoong lah yang pertama kali dilihatnya, seorang wanita cantik yang sesungguhnya tak ada hubungan dengan kejadian ini.

"Ada apa? Mau minta tanda tangan?" ejek Yunho.

Jaejoong mengangkat bibirnya asimetris, menunjukan ekspresi jijik.

"Menggelikan."

Selesai berbicara, Jaejoong melempar penghapus papan tulis yang sejak tadi ia bawa karena sedang piket.

Penghapus itu melayang tepat ke wajah Yunho dan yang dilempar masih bengong seperti orang bodoh.

Banyak yang bertanya, siapa wanita yang berani melakukan hal itu pada pria yang tak punya hati bernama Jung Yunho ini. Mereka seakan tak percaya dengan apa yang mereka lihat, penghapus papan tulis penuh bubuk kapur mengenai wajah pangeran yang terkenal seantero Myeongseong.

Mereka saling menatap sengit.

Baik Yunho, maupun Jaejoong tak pernah berpikir bahwa delapan tahun kemudian, mereka akan menikah dan menjadi sepasang suami istri.

.

.

.

Kenangan sebelas tahun yang lalu itu membuat Jaejoong tersenyum sendiri. Tapi seharusnya ia tak memikirkan hal lain saat menyetir, karena bisa saja ada anak kecil yang berlari di depan mobilnya seperti yang terjadi sekarang.

"Astaga!"

Jaejoong berusaha sekuat tenaga membanting stir agar tak menabrak anak kecil itu. Ia beruntung karena peristiwa mengerikan itu dapat dihindarinya.

Tapi sayang, ia tak dapat menghindari pohon di depannya. Mobilnya menabrak pohon itu dengan keras hingga membuat tubuhnya terguncang dan kepalanya terbentur, lalu semuanya berubah gelap.

Jaejoong harus menyerahkan dokumen perceraiannya sebelum matahari terbenam, tapi ia merasa tak kuat lagu.

Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, yang muncul di kepalanya hanyalah pertanyaan Yunho.

Apa kau bisa hidup tanpaku?

Sebenarnya saat itu Jaejoong ingin menjawab "Iya, aku sanggup berpura-pura bisa hidup tanpamu."

Ternyata, di hari ketika ia tak bersama Yunho, Jaejoong justru mendapat kecelakaan.

Ia tak mengira bahwa perceraian yang sebelumnya ia inginkan mungkin tidak bisa menjadi kenyataan.

.

.

18 VS 29—

.

.

Mana mungkin ahjussi jahat itu adalah suamiku? Aku masih delapan belas tahun dan belum menikah! Bisa-bisanya ia bilang aku sudah dua puluh sembilan tahun. Tapi aku kaget saat melihat wajahku sendiri di cermin... benarkah ini aku? Rambut panjang, wajah yang sangat dewasa... Ah! Yang jelas aku tidak akan peduli pada orang yang mengaku-ngaku sebagai suamiku itu. Aku akan tetap bersikap seperti anak umur delapan belas tahun. Suka atau tidak suka. — Kim Jaejoong.

.

.

Waktu itu, dia bilang ingin melupakanku. Dan itu terjadi; dia kecelakaan, hilang ingatan, dan mengira dirinya masih delapan belas tahun. Bagaimanapun aku bilang bahwa aku suaminya dan umurnya dua puluh sembilan, ia tetap tak percaya. Baiklah, kita lihat saja nanti, Kim Jaejoong. Aku akan membuatmu mengingat dan memanggil namaku lagi. Aku akan membuatmu hidup bersamaku lagi. Suka atau tidak suka. —Jung Yunho.

.

.

.

.

Prolog END.

.

.

.

Yuhu~

Proyek baru dari novel yang juga menarik perhatian saya. Meski ratingnya jauh lebih menarik the Last 2% tapi saya juga suka novel ini.

Bahasanya saya sederhanain karena jujur di novel itu rada susah dicerna—menurut saya. Dan, sabar ya buat tokoh Yunho yang disini bener-bener bertabiat buruk. Sekali lagi, cerita ini milik Ji Suhyun dan saya hanya me-remakenya.

Jja, ada yang berminat lanjut?

.

Ok, see ya in the next chap guys! :*

.

.

.

.

Sign,

Cherry YunJae.