Tittle : Dark Hours (Two Shoot)

Writer : NaraYuuki& Jae Sekundes

BettaReader : Hanabusa Hyeri

Genre : Modern Fantasy/ Supranatural/ Romance/ Angst (dikit)

Rate : -M

Cast : Member DBSK and Other friends

Disclaimer :Semua Chara milik individu bersangkutan, cerita ini punya Yuuki & Bea

Warning : This is a Yaoi Fan Fiction (Boys Love). Kesalahanejaandanpemilihan kata harapdimaklumi, Miss Ty bertebaran, Penceritaan ngebut.

Summary : "Kim Jaejoong... sayang sekali. Padahal aku menyukainya." Lidah yang basah lagi lunak itu menjilat permukaan belati yang berlumuran darah. "Benar-benar sangat disayangkan... Aku membayangkan darahnya pasti sangat manis dan harum."

.

.

.

.

.

Terinspirasi dari Game Persona 3 Kesukaan Bea aka Jae Sekundes :p

.

.

.

.

.

Jaejoong siswa pindahan dari kota tetangga karena ayahnya mendapatkan tugas dari pejabat pemerintah untuk menyelidiki fenomena dark hour yang terjadi di kota Sunny. Kota Sunny merupakan kota istimewa sekaligus aneh. Istimewa karena memiliki menara kristal yang sangat tinggi berbentuk seperti pohon natal yang digunakan sebagai gedung sekolah, aneh karena setiap pukul 00.00-03.00 dini hari terdapat fenomena tidak lazim yang terjadi di kota Sunny yang diberinama dark hour oleh warga setempat. Dark hour sendiri merupakan fenomena yang menyebabkan langit menjadi berwarna hijau, bulan terlihat hijau, air berubah menjadi sewarna darah. Terlepas dari semua itu yang paling mngerikan adalah kejadian yang menimpa para manusia yang masih berada di luar rumah ketika dark hour terjadi, para manusia itu akan secara otomatis berubah menjadi peti mati dan baru kembali normal setelah dark hour terlewati. Hal aneh lainnya yang Jaejoong baca dari situs resmi pemeritah yang sangat rahasia adalah mengenai rumors kota Sunny adalah kemunculan makhluk yang oleh masyarakat setempat diberi nama Shadow dan Arcana. Membayangkan ayahnya akan menyelidiki kasus aneh ini membuat Jaejoong merinding, terlebih teman sekolah barunya yang menurutnya sedikit aneh, Jaejoong melihat mereka ketika mendaftar sekolah kemarin.

"Kata Ayah menara tinggi aneh itu bernama Tartarus?" mata sebening mutiara rusa betina itu menatap sinis pada bangunan berbentuk seperti pohon natal yang menjulang tinggi, sangking tingginya hingga terlihat seperti menembus langit. "Bukankah itu nama yang aneh untuk sebuah gedung sekolahan? Tartarus Building High School? Terdengar seperti nama monster berlendir yang sangat menjijikkan." sinisnya.

"Yah Kim Jaejoong! Ayah tidak pernah mengajarimu bicara seperti itu!" Kim Hyunjoong, pria berkaca mata yang sibuk dengan stirnya itu melirik putra semata wayangnya yang kadang bisa sangat bermulut pedas. "Berhentilah bermain game dan membaca komik. Sepertinya dua hal itu sedikit mengubah pribadimu."

"Ayah memaksaku ikut ketempat antah-berantah yang sangat aneh dan mengerikan ini, memaksaku berpisah dengan teman-temanku, membuatku tidak bisa lagi bertemu dengan ibu." ucap Jaejoong, "Semuanya salah Ayah!"

Hyunjoong melirik putranya sesaat sebelum kembali fokus pada jalan raya yang pagi ini sangat padat. "Ibumu sudah menikah dan sebentar lagi akan melahirkan anak dari suami barunya. Kau pikir Ayah akan membiarkanmu tinggal dirumah yang tidak akan menyediakan kasih sayang untukmu?"

Jaejoong mencibir dan melirik malas pada ayahnya.

"Wae? Jangan melihatku seperti itu, Anakku!" keluh Hyunjoong yang sudah hapal betul dengan kebiasaan putranya bila kalah dalam perdebatan mereka. Kebiasaan yang muncul sejak dirinya bercerai dengan Ibu Jaejoong sepuluh tahun lalu.

Jaejoong menurunkan kaca mobilnya, membiarkan angin pagi yang sedikit dingin itu membelai wajahnya. Jaejoong malas berdebat dengan ayahnya mengingat karena ayahnyalah dirinya terpaksa pindah ke kota yang menurutnya sangat aneh ini. "Biasanya yang menjadi hiasan sebuah gedung sekolah adalah pamflet ataupun poster raksasa yang bertuliskan moto institut pendidikan bersangkutan. Tapi kenapa Tartarus Buliding High School itu justru dihiasi kristal raksasa yang snagat mencolok seperti itu? Tidakkah itu aneh? Bagaimana kalau ada perampok yang membajak gedung untuk mengambil kristal itu? Tidakkah itu menjadi masalah?"

Hyunjoong mengusap kepala Jaejoong perlahan. "Kau bisa menanyakannya pada teman-teman barumu, wali kelas barumu, gurumu yang baru atau bahkan kepala sekolahnya."

"Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil, Ayah!" keluh Jaejoong.

"Sebentar lagi kita sampai. Tersenyumlah!" ucap Hyunjoong ketika semakin lama mobil yang dikendarainya semakin mendekati gedung bernama Tartarus itu. Dari Dekat gedung itu terlihat sangat megah dan indah, sangat tinggi hingga terlihat seolah-olah menembus cakrawala.

"Aku berharap tidak pernah sampai ke sana!"

"Yah! Mana boleh bicara seperti itu? Dasar!"

3 #3

"Tan Hankyung, Kepala Sekolah. Kim Heechul wakil kepala sekolah sekaligus wali kelas 3-5, kelas VIP hanya berisi 14 orang ber-IQ diatas 200 saja merupakan kelas yang..." gumam Jaejoong yang sedang membaca papan pengumuman di depan pintu masuk gedung Tartarus sambil menunggu ayahnya yang sedang memarkirkan mobil di halaman samping yang difungsikan sebagai tempat parkir.

"Kau Kim Jaejoong? Murid baru itu?"

Jaejoong tersentak kaget dan mundur beberapa langkah ketika seorang pemuda tampan lagi gagah yang sedikit lebih tinggi darinya dan memiliki mata setajam mata musang peliharaan sahabatnya yang bernama Jihan itu menyapa dirinya.

"Ah, maaf mengejutkanmu." Pemuda yang memakai seragam sama seperti yang Jaejoong pakai itu mengulurkan tangan kanannya, "Namaku Jung Yunho. Aku adalah ketua kelas 3-5 sekaligus ketua OSIS Tartarus High School."

Ragu-ragu Jaejoong menjabat tangan pemuda yang ternyata sebaya dengannya itu, "Ne... Kim Jaejoong. Sepertinya itu masih namaku sampai saat ini."

"Ternyata kau lucu juga..." Yunho tersenyum, membuat matanya nampak serupa bulan sabit. "Ayo ku ajak berkeliling! Heechul seosengnim sudah menunggu kedatanganmu."

"Heechul seosengnim?" tanya Jaejoong yang sepertinya pernah membaca nama Heechul sebelumnya.

"Heechul seosengnim sangat suka dengan wajah androgini sepertimu ini. Jadi berhati-hatilah..." bisik Yunho.

"Ah!" Pekik Jaejoong yang teringat siapa sebenarnya Heechul. "Apakah yang kau maksud Heechul seosengnim itu..."

"Ne. Kim Heechul, wakil kepala sekolah sekaligus wali kelas kita yang juga menjabat sebagai istri kepala sekolah."

"Eh? Istri kepala sekolah? Satu kelas?"

"Akan ku tunjukkan kelas kita padamu!" tanpa sungkan Yunho menarik tangan Jaejoong.

"Hei tunggu! Tunggu dulu! Aku sedang menunggu ayahku!" pekik Jaejoong ketika Yunho terus menariknya memasuki gedung Tartarus. "Dan apa maksudnya satu kelas? Jelaskan padaku!"

3 #3

Jaejoong melirik gelisah isi kelas barunya yang terdiri dari 16 orang saja, satu orang guru perempun sedang menjelaskan tentang logaritma di depan kelas sedangkan 15 sisa lainnya berstatus murid termasuk dirinya. Jaejoong tidak pernah menduga sebelumnya bahwa dirinya akan dimasukkan ke dalam kelas 3-5, kelas VIP yang kesemua siswanya memiliki IQ diatas 200. Seingat Jaejoong dirinya tidak memiliki IQ setinggi itu. Yang Jaejoong herankan, tidak satu pun siswa di kelas 3-5 yang memperhatikan penjelasan dari seosengnim. Kesemua siswa termasuk dirinya sibuk dengan urusan masing-masing. Bila Jaejoong sibuk mengamati isi kelas barunya, teman-teman barunya justru melakukan hal-hal yang tidak dia duga sama sekali. Ada yang melukis di atas buku gambar dengan krayon seperti anak TK, ada yang bermain game, membaca komik dan novel bergantian, ada yang makan, ada yang bermain dengan handphone dan laptop mereka, ada yang minum teh, ada yang merajut dan menjahit telinga boneka beruang, ada yang mendengarkan musik melalui headset, ada yang menari di pojok ruang kelas, bahkan Jung Yunho yang tadi menarik paksa Jaejoong ke kelas pun sibuk mengelap pedang anggar miliknya.

"Kau juga bisa melakukan apa yang kau suka." ucap seorang perempuan yang Jaejoong ketahui bermana Melanie Lee. Melanie begitu tadi Yunho mengenalkannya pada Jaejoong itu sedang menuangkan teh ke atas gelas yang berada di depan sebuah boneka barbie."Kau suka suka memasak, kan? Minta saja pada Chulie seosengnim untuk memasangkan kichenset di kelas. Chulie seosengnim sangat menyukaimu, ku rasa dia tidak akan menolaknya bila kau memintanya."

Jaejoong hanya tersenyum kaku mendengar penuturan Melanie. Benarkah bila dirinya meminta kichenset pada wali kelasnya itu akan diberikan? Terdengar tidak masuk akan bagi Jaejoong.

"Aku tahu kau suka memasak. Kau tahu? Aku bisa membaca pikiran semua orang di dalam kelas ini." tambah Melanie. "Seosengnim di depan sana sebenarnya sangat marah dan kesal pada kelas kita tapi tidak bisa melakukan apa-apa karena kelas kita sangat istimewa."

"Berhenti mengganggunya, Melanie!" Juliane Alfieri itu berujar namun tidak melepaskan perhatiannya dari telinga boneka beruang yang sedang dijahitnya. "Jaejoong sshi adalah tanggung jawab Yunho! Biarkan Yunho yang memberi tahu semua yang boleh diketahuinya, jangan ikut campur atau kau akan dihukum!"

"Ah, aku lupa. Terima kasih karena sudah mengingatkanku, Juli." sahut Melanie yang kemudian meminum tehnya.

Jaejoong menautkan alisnya. Jaejoong berpendapat, satu bulan bergaul dengan anak-anak yang menurutnya aneh ini bisa membuatnya masuk rumah sakit jiwa.

Jung Yunho, Park Yoochun, Kim Junsu, Shim Changmin, Melanie Lee, Juliane Alfieri, Lee Minji atau yang sering disapa Minsoa, Lee Sung Jong, Lee Byun Hun yang sering dipanggil dengan nama L Joe, Tia Cuevas, Lee Jeong Min, Ahn Niel, Jung Jessica dan Meng Jia adalah nama-nama teman sekelas Jaejoong yang entah kenapa bisa diingatnya dengan mudah ketika tadi Yunho mengenalkannya satu per satu pada mereka. Melihat apa yang teman sekelasnya lakukan membuat Jaejoong kembali berpikir bahwa keberadaannya di kelas 3-5 adalah sebuah kesalahan. Dan mungkin saja Jaejoong harus segera bicara soal ini pada kepala sekolah sebelum dirinya benar-benar gila.

3 #3

"Chulie seosengnim adalah kakak dari 'ibu' Jung Yunho." ucap Jia yang dengan senang hati menemani Jaejoong makan di kantin Tartarus yang lebih mirip restoran hotel bintang 5.

"Eh?" Jaejoong nyaris menyemburkan milkshake yang sedang diminumnya. Jung Yunho adalah keponakan wali kelas mereka? Benarkah?

"Jung Siwon, ayah Yunho dan Kim Kibum, ibu Yunho adalah pemilik saham terbesar di Tartarus ini." Jia menunjuk lukisan dua orang yang dipajang pada salah satu sisi dinding kantin.

"Ah... kini aku mengerti kenapa Jung Yunho bisa setampan itu." gumam Jaejoong.

"Bukan hanya kau yang menganggapnya tampan. Tapi nyaris semua orang di Tartarus ini menganggapnya tampan. Sayang dia tidak terlalu ramah pada orang yang tidak disukainya."

"Ehhhh?" Jaejoong terperanjat, teringat kembali betapa ramah dan sok akrabnya Yunho padanya tadi pagi.

"Jaejoongie, apa yang kau lakukan pada malam hari?" tanya Jia.

"Malam hari? Tidur?" Jaejoong balik bertanya, "Tapi sejak aku pindah ke kota ini aku susah tidur. Kadang aku baru bisa terlelap menjelang pagi. Entahlah... Kota ini membuatku merasa tidak aman dan memaksaku untuk selalu waspada pada hal yang sepele sekali pun." gumam Jaejoong lebih kepada dirinya sendiri.

Jia hanya mengulum senyum tipisnya. Perhatiannya dialihkan pada jendela kaca besar yang berada disisi kirinya yang tidak hanya menunjukkan keindahan langit biru siang ini tetapi juga hingar-bingar kota mengingat kantin Tartarus berada di lantai 15 dari 500 lantai.

"Malam ini akan menjadi malam yang berat karena malam ini bulan akan purnama dan Priestess akan menunjukkan dirinya..." lirih Jia tanpa disadari oleh Jaejoong.

3 #3

Menjelang waktu istirahat usai Jaejoong berjalan sendirian menusju kelasnya, tanpa Jia karena Jia harus berhenti di toilet terlebih dahulu. Ketika nyaris membuka pintu kelasnya, Jaejoong tersentak oleh suara yang sepertinya berasal dari teman sekelasnya dan obrolan itu jelas mengangkut dirinya yang berstatus sebagai siswa baru.

"Kau tidak harus terlibat dengan anak baru itu, Yunho! Dia hanya orang biasa yang akan menghambat kita!" Jaejoong menduga itu adalah suara Jung Jessica, saudara kembar Yunho yang memiliki rambut berwarna golden brown ikal berkilauan.

"Tidak! Aku tidak bisa mengabaikannya Sica. Aku ingin selalu berada didekatnya untuk memantau keadaannya dan memastikan dia baik-baik saja!" Kali ini Jaejoong yakin Yunholah yang bicara.

"Kalau kau gegabah, dia bisa menusukmu! Tidak ada yang menjamin kalau dia bukan salah satu dari para 'tikus got' itu!" suara Jessica terdengar menajam.

"Dia tidak berbahaya, Sica. Aku sudah membacanya. Dia manusia biasa yang terpaksa datang kemari karena ayahnya ditugaskan untuk menyelidiki dark hour." Kali ini pun Jaejoong yakin bila Melanielah yang bicara. Dan apa maksudnya manusia biasa?

"Kenapa tidak masuk?"

Jaejoong terlonjak kaget. Diliriknya namja jangkung yang diketahuinya bernama Shim Changmin yang berada di sebelah kanannya dan Ahn Niel di sebelah kirinya. Entah mengapa Jaejoong tidak mendengar langkah kaki keduanya sehingga tidak menyadari keberadaan teman sekelasnya itu jikalau mereka tidak menegurnya.

"Kau pasti menungguku membukakan pintunya untukmu, kan?" goda Niel yang langsung menggeser pintu kelas 3-5.

Jaejoong yang masih terpaku tersentak kaget ketika Niel menarik pergelangan tangan kanannya dan mengajaknya masuk. Hanya ada Melanie, Yunho, Jessica saja di dalam kelas. Yang lainnya baru masuk satu detik setelah bel masuk selesai berbunyi.

"Jauhkan tangan kotormu darinya, Niel!" perintah Yunho seperti menahan amarah.

Niel melepaskan pegangannya dari Jaejoong, "Kau pun tidak lebih bersih dariku, Ketua..." ucap Niel sebelum duduk di bangkunya.

"Jaejoongie, ayahmu tadi menelpon sekolah. Katanya pulang sekolah nanti ayahmu tidak bisa menjemputmu karena harus mengurus sesuatu." ucap Yunho sambil tersenyum ceria.

"Ah..." Jaejoong menunjukkan wajah murungnya ketika berjalan menuju bangkunya sendiri.

"Kalau kau mau aku bisa mengatarmu. Arah rumah kita sama." Yunho menawarkan bantuannya.

"Ani. Tidak perlu. Aku tidak mau merepotkanmu." ucap Jaejoong. "Aku akan pulang naik kereta saja."

"Sayang sekali... Padahal aku ingin main ke rumahmu."

Jaejoong tersenyum pada Yunho, "Mungkin lain kali ketika kita mendapatkan banyak PR."

"Tentu..." sahut Yunho dengan suara antusias.

"Dan kita tidak akan pernah mendapatkan banyak PR kecuali membersihkan para 'tikus got' yang sangat merepotkan itu." keluh Jessica yang mendatangkan raut bingung dari Jaejoong.

"Jangan mendengarkannya karena dia memang seperti itu." Juliane menepuk-nepuk bahu Jaejoong sebelum mendudukkan dirinya di bangkunya.

Jaejoong hanya mengangguk paham walaupun merasakan keanehan dari sikap teman-temannya itu. Mengeluh dalam hati agar pelajaran Geografi ini cepat selesai sehingga dia bisa segera pulang.

3 #3

Jaejoong menggerutu kesal sepanjang trotoar jalanan yang akan membawanya menuju bangunan apartement yang menjadi rumahnya. Niat hatinya untuk pulang sekolah menggunakan kereta karena ayahnya tidak bisa menjemputnya pupus sudah karena tidak satu pun kereta yang siang tadi beroperasi akibat ambrolnya jalur rel sepanjang 5 kilo meter. Jaejoong pun memilih naik bus yang terpaksa berhenti di tengah jalan akibat kecelakaan lalu lintas hingga membuat putra Kim Hyunjoong itu harus berjalan sejauh 3 kilo meter untuk sampai ke rumahnya.

Jaejoong mengeluh ketika melihat angka yang tertera pada jam dinding rumahnya ketika dirinya berjalan melewati ruang tamu menuju dapur. Nyaris pukul 6 sore.

"Aku semakin membenci kota ini!" rutuknya ketika membuka pintu kulkas untuk mengambil jus kalengan dan sebuah apel merah yang langsung digigitnya karena lapar yang tiba-tiba saja mendera perutnya.

Jaejoong menghela napas panjang saat mendudukkan dirinya di atas kursi, sambil mengunyah apelnya Jaejoong membaca sekali lagi sms yang beberapa saat lalu ayahnya kirimkan padanya. Pada pesan singkat itu Hyunjoong mengatakan bahwa dirinya akan pulang sedikit larut dan berpesan agar Jaejoong menyiapkan sendiri makan malamnya serta tidak lupa menutup pintu dan jendela rumah mereka.

"Apartemen ini ada di lantai 25. Perampok yang nekat sekali pun akan berpikir ulang untuk merampok kemari." keluh Jaejoong yang meletakkan kepalanya di atas meja. Rasanya pening dan lelah sekali. Akan sangat menyenangkan bila dirinya bisa memejamkan mata walau hanya sesaat.

3 #3

"Kau tidak harus terlibat dengan anak baru itu, Yunho! Dia hanya orang biasa yang akan menghambat kita!"

"Tidak! Aku tidak bisa mengabaikannya Sica. Aku ingin selalu berada didekatnya untuk memantau keadaannya dan memastikan dia baik-baik saja!"

"Kalau kau gegabah, dia bisa menusukmu! Tidak ada yang menjamin kalau dia bukan salah satu dari para 'tikus got' itu!"

"Dia tidak berbahaya, Sica. Aku sudah membacanya. Dia manusia biasa yang terpaksa datang kemari karena ayahnya ditugaskan untuk menyelidiki dark hour."

Jaejoong tersentak kaget. Diedarkannya pandangannya kesekeliling. Masih di dapur rumahnya. Jaejoong mengeluh dingin dan menggerutu kecil akibat pegal yang menjalari kaki dan sekujur tubuhnya, mata indahnya melirik jam yang berada pada layar LCD handphonenya pukul 00-15.

"Ayah belum pulang? Kenapa tidak menelponku? Dasar orang tua menyebalkan!" keluh Jaejoong yang langsung bangun dan menyeret langkah kakinya menuju kamar tidurnya.

Jaejoong membeku di mulut pintu kamarnya ketika melihat sosok tinggi besar bertudung hitam tengah menatap tajam padanya menggunakan mata merah menyala itu. Wajahnya tidak bisa Jaejoong lihat karena pencahayaan di dalam kamarnya gelap, namun mata merah darah itu mampu membuat tulang kaki Jaejoong melemas, membuatnya jatuh terduduk dengan keringat dingin dan badan bergetar ketakutan. Jaejoong bahkan tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk sekedar berteriak, kerokongannya terasa sangat kering seperti gurun pasir yang pernah dikunjunginya tahun lalu.

Entah manusia ataupun mahluk apapun itu yang jelas mahluk itu tiba-tiba saja berteriak nyaring, melengking tinggi hingga membuat jendela kaca kamar Jaejoong pecah berserakan, membuat hiasan dinding kamar Jaejoong jatuh membentur lantai. Jantung Jaejoong terasa berhenti ketika mahluk tinggi besar itu berjalan mendekat ke arahnya. Jaejoong nyaris menangis ketika hawa dingin itu menyergapnya, membuat bulu kuduknya meremang namun dalam hitungan detik sosok hitam besar itu melompat cepat meninggalkan balkon kamar Jaejoong, bagai bayangan kelelawar yang tiba-tiba menghilang meninggalkan kekacauan.

Jaejoong melirik was-was ke sekeliling kamarnya, alih-alih (sekiranya) muncul mahluk serupa dari sudut ruangan atau dari bawah kamar tidurnya. Setelah memastikan dirinya hanya sendirian di dalam kamarnya, Jaejoong berdiri. Dengan tangan gemetar dinyalakannya lampu kamarnya untuk melihat seberapa parah kerusakan yang sudah ditimbulkan oleh mahluk yang tidak ia ketahui namanya itu.

"Ayah pasti memotong uang jajanku!" jerit Jaejoong dalam hati.

Jaejoong menolehkan kepalanya menuju jendela yang sudah tidak memiliki kaca lagi ketika angin dingin yang sangat kencang berhembus dari sana. Mata indah selegam mutiara betina miliknya itu membulat ketika dirinya melihat 12 sosok hitam besar berdiri dengan angkuhnya di atas gedung perkantoran yang tidak begitu jauh dari gedung apartemen Jaejoong. Siswa baru Tartarus itu disergap ketakutan aneh yang membuatnya memilih tidak pernah dilahirkan kedunia ini.

"Kau akan mati ditanganku, Jaejoongie!"

Perlahan-lahan Jaejoong menoleh ke belakang, tubuhnya terlonjak kaget ketika sosok hitam besar bermata merah itu sudah menghunuskan sebuah kapak besar berwarna merah ke arahnya. Dengan ketakutan luar biasa Jaejoong berjalan mundur. Jantungnya memacu cepat, napasnya tidak beraturan dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Jaejoong tidak ingat dirinya pernah berbuat salah pada orang lain hingga membuatnya berada dalam situasi yang mengerikan seperti ini.

"MATI KAU!"

"ANDWEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!" Jerit Jaejoong sekuat tenaga tanpa peduli suaranya akan habis. Sebelum Jaejoong merasakan tubuhnya tercabik dan terlempar kedalam jurang yang gelap nan dingin, hanya suara ayahnya yang memanggil-manggil namanyalah yang terngiang ditelinga Jaejoong.

"Jaejoong! Kim Jaejoong... YAH KIM JAEJOONG BANGUN!"

Seketika Jaejoong terlonjak dan berdiri dengan linglung di samping tempat tidurnya dengan keadaan sangat berantakan. Matanya yang masih mengantuk dipaksanya untuk melihat ke sekeliling kamarnya, berharap mahluk menyeramkan itu sudah pergi dari sana.

"Ayah memanggilmu dari tadi, apa kau tidak dengar? Apa suara wekermu yang berteriak sejak pukul 5 pagi itu juga tidak kau dengar? Apa kau tidak sadar kalau sekarang sudah pukul 9 pagi dan kau baru bangun tidur?! Cepat mandi sebelum Ayah memandikanmu, pemalas!" omel Hyunjoong.

Mata Jaejoong berkaca-kaca melihat ayahnya. "Hueeee Ayah..." Jaejoong menubruk tubuh ayahnya, memeluk pria berkaca mata itu erat seperti seorang anak yang baru saja kembali ke rumah orang tuanya setelah satu bulan lamanya diculik.

"Yah! Yah! Apa yang kau lakukan, huh?"

"Joongie diserang perampok. Hueeeeeeee..." Jaejoong benar-benar menangis ketika mengadukan kejadian yang terasa nyata baginya itu pada ayahnya.

"Tidak ada perampok, anakku!" walaupun bingung Hyunjoong tetap berusaha menenangkan anaknya yang sepertinya sedang dilanda kepanikan, "Ayah bisa pastikan tidak ada perampok yang masuk ke rumah kita. Ayah pulang pukul 8 malam dan menemukanmu terlelap di dapur. Ayah berusaha membangunkanmu tapi kau tidak mau bangun terpaksa ayah menggendongmu sampai kamarmu dan mengantikan bajumu dengan piayamu." Hyunjoong menceritakan apa yang semalam terjadi agar Jaejoong bisa sedikit tenang.

"Tapi... tapi... Monster besar itu mau memutilasi Joongie dengan kapaknya, Ayah..."

Merasa anaknya bicara semakin tidak masuk akal, Hyunhoong segera mencubit kedua pipi Jaejoong. "Segera mandi dan bersiap. Walaupun terlambat tapi kau tetap harus berangkat sekolah." ucapnya, "Ayah akan menyiapkan sarapan untukmu karena sepertinya semalam kau tidak makan."

"Ayah..." Jaejoong merinding ketika ayahnya benar-benar meninggalkannya sendirian di dalam kamar, tubuhnya menegang dengan mata yang selalu waspada melirik kesana-kemari. "Mimpi? Semalam aku bermimpi? Tapi kenapa terasa sangat nyata?" gumamnya. Di liriknya gedung perkantoran yang semalam menampakkan visual 12 bayangan hitam besar bermata merah. Tidak ada apa-apa di sana kecuali pagar pembatas yang terbuat dari kawat besi. Mengacak-acak rambutnya Jaejoong segera berlari menuju kamar mandi sebelum ayahnya memarahinya lagi.

Tanpa Jaejoong sadari sebuah bayangan tiba-tiba muncul di atas atap gedung perkantoran yang tadi sempat dilihatnya.

3 #3

Masih memikirkan dalam kebingungannya kejadian aneh yang serasa nyata namun tidak nyata pula yang semalam menimpanya membuat Jaejoong sedikit linglung selama perjalanan menuju Tartarus tadi. Bahkan Jaejoong tidak begitu memedulikan ayahnya yang meminta maaf pada wali kelasnya karena pagi ini Jaejoong terlambat datang sekolah. Toh wali kelasnya tidak marah. Jaejoong justru mendapat cubitan gemas dari wali kelasnya. Dan lagi, Jaejoong sama sekali tidak memusingkan sikap wali kelasnya yang menurutnya sangat konyol itu. Jaejoong hanya bingung pada kejadian yang serupa ilusi yang sudah menimpanya semalam.

Sepanjang perjalanan menuju ruang kelasnya Jaejoong terus melamun, tidak acuh (memedulikan) kasak-kusuk yang terjadi disekitarnya, bagaimana para siswa saling berbisik dan para guru berjalan tergesa usai mengajar.

Srak!

Jaejoong tersentak ketika Lee Minji atau yang sering dipanggil Minsoa, teman sekelasnya yang tiba-tiba berlari keluar kelas sambil menangis tersedu-sedu. "Eoh? Ada apa dengannya?" tanya Jaejoong pada dirinya sendiri.

"Jia dan Jeong Min meninggal semalam." ucap Tia Cuevas sebelum berlari mengejar Minsoa.

"MWO?!" Jaejoong memekik, membuatnya menjadi perhatian siswa-siswa lain yang kebetulan lewat di depan ruang kelas 3-5.

"Meng Jia dan Lee Jeong Min meninggal karena ditusuk oleh perampok saat keduanya pulang dari tempat les." ucap Junsu dengan wajah sedihnya.

"Me... meninggal?" tanya Jaejoong sekali lagi yang mendapat anggukan lemah dari Junsu.

Yunho segera menarik Jaejoong masuk ke dalam kelas dan mendudukkannya pada kursi terdekat dari pintu, kursi yang hari sebelumnya diduduki oleh Lee Jong Min. Jaejoong yang kebingungan atas kabar mendadak ini menatap nanar Yunho seolah minta penjelasan.

"Perampok yang kejam. Selain mengambil barang berharga Jia dan Jeong Min, perampok itu pun menikam keduanya berulang-ulang hingga isi perut mereka tercecer di jalananan." jelas Yunho.

Jaejoong nyaris menangis mendengar apa yang ketua kelasnya itu sampaikan padanya. Padahal Jia sangat baik padanya, padahal senyum Jeong Min sangat ramah dan menyenangkan. Mereka pun baru kemarin berkenalan namun harus berpisah karena maut sudah membawa keduanya pergi ke tanah keabadian yang entah dimana letaknya.

"Apa yang terjadi pada Juliane dan L Joe?" tanya Jaejoong ketika melihat tangan kiri Juliane digips dan perban yang melilit kepala serta leher Lee Byun Hun alias L Joe.

"Joe jatuh dari motor karena mengebut semalam. Sedangkan Juliane ku dengar dia terjatuh saat hendak menyelamatkan kucingnya yang terperangkap diloteng rumahnya sore kemarin." jawab Yunho.

"Kalau sakit sebagiknya mereka tidak perlu masuk sekolah dulu." gumam Jaejoong.

"Harusnya seperti itu..." sahut Yunho.

"Eh? Kita tidak melayat ke rumah Jia dan Jeong Min?"

Yunho tersenyum dan mengusap puncak kepala Jaejoong perlahan, "Keluarga Jia berasal dari daratan Cina karena itu pagi ini jasatnya akan dikirim ke Cina. Sedangkan Jeong Min... karena kedua orang tuanya tinggal di Amerika nanti siang jasatnya akan di kirim ke Amerika melalui kedutaan luar negeri. Kita tidak akan diijinkan datang ke sana." Yunho menjelaskan.

"Apa kita tidak bisa mengirimkan doa untuk mereka?"

Yunho menunjuk sisi belakang kelas. Terpajang foto Jia dan Jeong Min di depan pintu loker milik mereka. Terdapat untaian bunga yang tersemat menghiasi foto mereka. "Kami sudah melakukannya pagi tadi."

"Ah, aku datang terlambat jadi tidak bisa ikut." sesal Jaejoong. "Biar aku mengirim doa juga untuk mereka!" Jaejoong beranjak dari duduknya dan berjalan menuju loker. Ketika melewati kursi Jessica, Jaejoong bisa melihat luka memar yang tersamarkan oleh make up menghiasi pipi saudara kembar Jung Yunho itu. Entah karena apa.

3 #3

Sepanjang sisa hari ini Jaejoong sama sekali tidak menunjukkan semangatnya. Wajahnya murung, pikirannya kacau akibat kelebatan bayangan kejadian –mimpi yang semalam menimpanya. Entah mengapa tiba-tiba saja pikiran bawah sadar Jaejoong ingin menghubungkan hal itu dengan kematian dua teman kelasnya sekaligus.

"Dark Hour..." gumam Jaejoong tanpa sadar.

"Huh? Kau bicara sesuatu?" tanya Yunho yang baru datang membawa nampan berisi dua mangkuk sup ikan hangat dan 2 gelas milk shake vanilla. Yunho memang sengaja meminta Jaejoong menemaninya makan di kantin walaupun bel pulang sekolah sudah berdering sejak tadi. Yunho pun berjanji akan mengantarkan Jaejoong pulang sebagai imbalannya.

"Yunho... kau tahu soal dark hour?" Untuk sesaat Jaejoong yakin senyuman Yunho sempat luntur sebelum kembali berkembang.

"Dark hour? Apa kau juga mempercayai mitos itu?" tanya Yunho sambil mulai memakan sup ikannya.

"Entahlah... tidak begitu yakin. Hanya penasaran saja." gumam Jaejoong.

Yunho mencondongkan tubuhnya lebih mendekat pada Jaejoong dan mulai berbisik dengan suara pelan, "Aku pernah mencuri baca dari email yang didapat ayahku mengenai dark hour dari salah satu temannya yang bekerja dipemerintahan." Yunho melirik ke kanan dan kiri dengan waspada sebelum melanjutkan ceritanya, "Dark hour merupakan fenomena yang menyebabkan langit menjadi berwarna hijau, bulan terlihat hijau, air berubah menjadi berwarna merah darah. Tapi tidak ada bukti kuat untuk membuktikan fenomena dark hour yang katanya hanya terjadi di kota Sunny ini."

"Karena itukah ayah diminta menyelidiki fenomena dark hour itu?" gumam Jaejoong.

"Kajja makan supmu sebelum dingin! Atau kau ingin aku yang menyuapimu?" goda Yunho.

"Seisi Tartarus akan menghajarku bila kau melakukannya..." Jaejoong tertawa kecil. Tidak seperti yang pernah almarhum Jia katakan padanya, bahwa Jung Yunho adalah sosok yang sedikit dingin. Menurut Jaejoong Yunho adalah orang yang ramah dan menyenangkan. Ya, setidaknya itulah pendapatnya sekarang.

3 #3

Matahari nyaris tergelincir ke barat ketika Yunho membawa Jaejoong pergi meninggalkan pelataran tempat parkir Tartarus Buliding High School menggunakan mobil sport mewahnya, bergabung dengan hingar-bingar keramaian jalan sore itu.

Bersama dengan berlalunya mobil yang Yunho dan Jaejoong tumpangi, muncul dua sosok bertudung hitam dengan mata merah menyalanya, "Manusia biasa itu harus dilenyapkan!"

"Kim Jaejoong... sayang sekali. Padahal aku menyukainya." Lidah yang basah lagi lunak itu menjilat permukaan belati yang berlumuran darah. "Benar-benar sangat disayangkan... Aku membayangkan darahnya pasti sangat manis dan harum."

3 #3

"Kita harus segera menemukan Priestesssang ArchanaDeath untuk melenyapkan para hama itu dari sini. Bukan hal yang mudah namun kita harus tetap berusaha sampai QueenPersona bangkit dari tidur panjangnya."

"Akan kita lakukan, sayang! Akan kita lakukan..."

Kedua orang yang sedang berada di halte bus itu bergandengan tangan erat seolah-olah itu adalah kesempatan terakhir mereka untuk melakukannya...

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

TBC

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

3 #3

Saturday, January 24, 2015

4:38:46 PM

Yuuki & Bea