SORRY SEMUANYA UDAH EONNI PERBAIKI


Chapter 7

Sehun bisa merasakan cahaya masuk dengan perlahan ke dalam kelopak matanya. Dirinya mengernyit, merasa risih dengan hal yang mengganggu itu. Merasa jika menutup matanya semakin membuat kepala Sehun pusing sendiri, akhirnya Sehun memutuskan untuk membuka sedikit matanya.

Sehun dapat melihat sosok yang tengah mendekapnya dalam tidur—sekarang ini sedang memandangi dirinya, sesekali ia juga merasakan elusan lembut pada sebelah pipi dan puncak kepalanya sendiri.

Jongin tersenyum ke arahnya, "Sudah bangun, hm?"

Sehun hanya menjawabnya dengan senyum tipis, Jongin mencium bibirnya sekilas.

"Bagaimana? Yang semalam itu... menyenangkan, bukan?" Jongin menaik-turunkan alisnya nakal, berniat menggoda Sehun. Hal itu membuat kedua pipi Sehun panas sendiri. Kalau begini caranya, Sehun bisa langsung sadar dari rasa kantuknya.

"Menyebalkan!" rengeknya sebal sambil menutup separuh wajahnya dengan selimut Jongin. Dan, Jongin malah tertawa.

Sehun langsung menyingkap selimutnya, "Kenapa kau malah tertawa? Tidak lucu, sialan!"

Jongin masih meneruskan kegiatannya sampai membuat Sehun benar-benar sebal.

"Jongin!"

"Apa sayang?"

"Ya! Jangan memanggilku seperti itu!"

"Hahaha..."

"Urgh!"

"..."

"Aku mau mandi!" seru Sehun final, dirinya hendak bangkit namun Jongin sudah terlebih dulu mendekapnya untuk bersandar di dada Jongin.

"Jangan kemana-mana." Kata Jongin lembut. Tangan besarnya mulai mengelusi ujung rambut Sehun, kemudian berjalan sampai ke kedua pipinya. Jongin mengangkat sedikit wajah Sehun untuk menatapnya.

Deg!

Deg!

Deg!

Sehun melebarkan kedua matanya.

Tidak...—Deg!

Aku tidak boleh salah ting—

Sehun langsung merengut, "Habisnya kau menyebalkan!"

Dirinya langsung menunduk dalam untuk menyembunyikan semburat merah samar di kedua pipinya yang pucat. Sehun tidak mau Jongin melihat dirinya dalam keadaan seperti itu.

Pemuda yang lebih tua terkikik geli, "Aku hanya bercanda, Sehun."

Sehun memajukan bibirnya sedikit, "Tidak lucu!" membuat Jongin menunduk untuk menatap wajah lucu Sehun yang memang sengaja di sembunyikan oleh pemiliknya. Jongin dengan gemas mengusak rambut Sehun sambil menciumi pelipisnya.

Cup!

Cup!

Cup!

Dan bertubi-tubi di pipinya.

"Jongin! Geli!"

Sehun mendorong-dorong wajah Jongin sambil tertawa kegelian, membuat Jongin semakin gemas dan semakin ganas mencium pipinya. "Jongin!"

Jongin melepasnya setelah puas lalu tertawa kencang. "Dasar menyebalkan!"

Sehun meneruskan aksi merengutnya dengan melipat kedua tangannya di dada, Jongin menggelengkan kepalanya melihat tingkah kekasihnya. Namun, Jongin memilih tidak banyak bicara dan memeluk Sehun hangat. Dirinya menoleh ke arah meja nakas di samping kasur, melihat ponsel hitamnya tergeletak seperti itu membuat Jongin...

Hmmm...

Mempunyai ide, yang menurutnya bagus saja.

Jongin langsung saja meraih ponselnya, mengutak-atik menu kemudian menutupnya lagi sambil mempertimbangkan lagi. Sehun masih berusaha tidak peduli.

Jongin masih terus seperti itu, dan parahnya lelaki itu kadang-kadang tertawa tidak jelas.

Sehun tidak tahan lagi.

"Apa yang kau lakukan?" Sehun bertanya ketus dengan posisi menyandarkan kepalanya di atas dada Jongin.

Asal kalian tahu saja, memperhatikan Jongin yang sedari tadi senyum-senyum sendiri membuat Sehun jadi risih juga. Di sisi lain, Jongin yang tengah mengutak-atik ponselnya dengan sedikit mengangkat-angkatnya membuat Sehun merasa... curiga.

"Tentu saja mengambil foto kita berdua, lalu akan ku unggah ke akun instagram." Seru pemuda itu santai sambil membuka menu kamera pada ponselnya.

Sehun melotot. Sehun langsung mendudukkan dirinya.

"APA?! Ya! Kau tidak bisa melakukan itu, aish dasar bodoh." Sehun berseru kesal sambil berusaha meraih-raih ponsel Jongin untuk menghentikan aksi gila kekasihnya itu.

Jongin sedikit kaget dengan respon Sehun, namun dirinya memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Jongin masih mencari angle yang bagus untuk kameranya. Hebatnya, ia bisa menghindar setiap kali tangan Sehun akan menyaut ponselnya. Aksi menghindar yang hebat, keahlian tersembunyi seorang Kim Jongin.

Benar-benar seorang Kim Jongin.

"Tenang saja. Aku ini sahabat Xi Luhan, dan kau adik ipar that ass bastard jadi kurasa kau tidak perlu khawatir dengan komentar orang-orang." Setelah berkata dengan santai, Jongin langsung menarik Sehun lagi ke dalam pelukannya.

"Kalau perlu aku tag juga Luhan dan kakakmu. Ayo senyum!"

"Yaak! Tidak!" Sehun berusaha membelot, membuat Jongin jengah sendiri.

"Ayo sayang, kita abadikan momen ini."

"Maksudmu mengabadikan momenku setelah bercinta denganmu, dan telanjang seperti ini?!"

Jongin menampakkan cengiran bodohnya, "Hehe, Tenang saja... kita akan terlihat lucu dan banyak orang akan merasa iri dengan kemesraan kita , ayo!"

"Tidak mau, Jongin!" Sehun berusaha menarik kepalanya dari dekapan Jongin itu.

"Ayo, Sehunna. Kalahkan si Luhan dan kakakmu yang selalu sok pamer kemesraan di media itu!"

"Tidak mau!"

"Sehun~~"

Yang benar saja, Jongin tidak mau menyerah untuk merayunya?

"Kau menjijikkan!"

"Kalau aku menjijikkan, kau tidak akan mau bercinta denganku, kan?" Jongin memasang senyuman miringnya yang sungguh menyebalkan itu. Sehun mendengus saat melihatnya.

"Ugh, Sialan kau!"

Akhirnya Sehun memilih diam saja saat Jongin mengajaknya berfoto. Ya Tuhan, kalau sampai kakaknya tahu...

Tamatlah riwayatnya.

.

.

.

3 Months Later...

Luhan bernafas lega sambil menyandarkan punggung tegapnya di kepala sofa. Jadwalnya kosong, hari ini dirinya benar-benar libur. Sungguh menyenangkan. Luhan ingin mengulanginya sekali lagi dengan berteriak kalau dirinya benar-benar bisa bernafas lega kali ini. Karena, sudah sangat lama dirinya tidak bisa bersantai begini. Yah, duduk berdua dengan Baekhyun yang bersandar pada dirinya adalah hal yang paling ia rindukan.

Dan keinginannya setelah sekian bulan menunggu akhirnya terwujud.

Baekhyun sekarang tengah mengusak-ngusak kepalanya di dada Luhan, sambil menikmati tayangan televisi di pagi hari. Mengistirahatkan kedua kakinya yang sedikit bengkak setelah agak banyak bergerak di dapur karena membuatkan kopi untuk Luhan.

Perut yang bertambah besar, sudah hampir masuk bulan ke-9. Sebenarnya Baekhyun enggan melakukan hal-hal sepele yang membuat tenaganya terbuang sia-sia, Luhan juga sudah melarangnya tetapi dengan keras kepalanya Baekhyun memaksa.

Ia berpikir, setelah sekian bulan Luhan menyelesaikan tournya ke berbagai kota—tidak seharusnya Baekhyun membiarkan Luhan mengerjakan hal-hal rumah karena suaminya itu juga sedang lelah. Dan kemarin adalah yang terakhir, Luhan akan benar-benar berada di sisinya sampai hari itu datang nanti.

Luhan membungkuk sedikit, mengambil cangkir kopi yang sudah tidak sepanas tadi lalu menyeruputnya sedikit kemudian meletakkannya lagi. Mereka berdua saling diam, pandangan keduanya sama—hanya mengarah ke layar televisi. Walaupun yang di lihat hanya tayangan tentang berita cuaca, tapi rasanya sudah lama sekali.

Tapi sekarang Luhan sudah lega—

"Hyung, aku mau stoberi." Seru Baekhyun tiba-tiba.

Sepertinya tidak bisa sepenuhnya.

"Sudah aku belikan kemarin, Baek." Luhan berusaha tenang.

"Tidak mau, aku mau stoberi yang biasa di beli ibu untuk membuatkan ayah cupcake di rumah."

Mulai lagi...

Urgh...

Sabar Xi Luhan...

"Bagaimana aku mencari yang seperti itu?!" Luhan mulai mengangkat sebelah alisnya, tanda-tanda dirinya akan kesal.

Mendengar jawaban suami nya yang seperti itu membuat Baekhyun langsung mendongakkan kepalanya. "Hyung~~ aku mencintaimu..." memasang wajah tidak berdosa seperti trik-trik licik sebelumnya.

"Ya Tuhan, berhenti merengek seperti itu, Xi Baixian."

Kali ini Luhan mulai menyandarkan kepalanya ke sofa dengan kasar—sebagai pengalihan saja.

"Nama menggelikan macam apa itu?!" seru Baekhyun tidak terima sambil merengutkan wajahnya lucu.

Luhan menatap Baekhyun sambil menghela nafasnya, "Terimalah kalau kau menjadi istri orang Cina, Baek." Katanya santai.

"Namaku, Byun Baekhyun!"

"Kau kan bukan milik Tuan Byun lagi... dirimu sudah menikah denganku, Baek."

"Ya! Tapi..."

"Baiklah, uhm... Xi Byun Baekhyun."

"Apa-apaan itu?!" Baekhyun melototkan matanya.

"Kau mau stroberi tidak?" Luhan mengangkat sebelah bibirnya, merasa menang dari istrinya yang lucu tapi kekanakan.

"Uhm.. itu.."

"Mau tidak?" godanya sambil mendekatkan wajahnya.

"Baiklah, baiklah!" Baekhyun memutuskan untuk menyerah, walaupun begitu toh dirinya tidak rugi karena pada akhirnya Luhan menuruti keinginannya.

Luhan tertawa melihat ekspresi Baekhyun, namun dirinya hanya bisa tersenyum setelahnya sambil mencium pelipis istrinya lembut. Baekhyun mengeratkan kedua tangannya untuk semakin rapat.

"Sudah lama sekali..."

"Uhm..." Baekhyun mengangguk untuk menanggapi perkataan suaminya. Baekhyun mengerti apa maksud Luhan, suaminya itu rindu saat-saat seperti ini.

"Aku sangat merindukanmu, kau tahu."

Baekhyun terkikik geli, "Aku tahu, hyung.."

"Aku benar-benar mencintaimu sampai rasanya aku gila saat kita berjauhan seperti 3 bulan terakhir ini."

Ya Tuhan, apa-apaan Luhan itu!

Bagaimana Baekhyun bisa tahan untuk tidak tertawa saat mendengarnya?

Luhan benar-benar menjadi sosok yang beda, secara keseluruhan sampai ke kepribadiannya. Tapi satu hal yang Baekhyun sangat berharap itu akan bertahan selamanya... Luhan yang tidak peduli akan segala hal kecuali dirinya. Suaminya memang mantan brengsek, tapi ia benar-benar menyayangi Baekhyun seperti membawa gelas kaca yang rapuh. Apalagi setelah pertengkaran saat itu, di awal kehamilan Baekhyun—yang dirinya ingat betul kalau kata-kata cerai sampai dirinya ucapkan ulang berkali-kali.

Itu sudah lama sekali, Baekhyun juga lupa akan hal itu kalau tidak sedang merenungkannya seperti sekarang.

"Ohya... apakah Jongin mentraktirmu makan malam atau sejenisnya?"

Mendengar ucapan Luhan barusan membuat Baekhyun langsung mengernyit bingung. "Apa maksudmu, hyung?"

Kali ini, giliran Luhan yang menautkan alisnya bingung. "Jadi, kau tidak di traktir makan malam atau sejenisnya?"

"Tentu saja tidak! Semenjak kau jarang di rumah, bertemu dengannya saja tidak!" jawab Baekhyun seadanya.

Luhan mulai menggertakkan gigi gerahamnya kesal, "Anak itu..."

Baekhyun memandangnya aneh, "Memangnya kenapa, hyung?" tanyanya hati-hati.

"Seenaknya jadian dengan adik iparku, tapi memberi traktiran pada istriku saja tidak mau."

"Ap—"

Baekhyun baru menyadari sesuatu. YAAA!

"APAA?! J-jadian?"

Luhan malah menatap bingung ke arah istrinya, "Kau..? Kau tidak tahu?"

Baekhyun langsung menggeleng cepat. "D-dia jadian? Jadian dengan..."

Belum sampai selesai, Luhan sudah memotongnya. "Iya, dengan Sehun."

"B-Bagaimana bisa?"

Sepertinya orang yang hamil kemungkinan untuk mudah merasakan shock adalah sangatlah tinggi .

"Mana aku tahu, yang jelas dirinya memajang fotonya dengan Sehun di akunnya."

"M-mungkin, hyung salah paham." Jawab Baekhyun pelan. Hati kecilnya masih belum bisa menerima.

Luhan menautkan alisnya lagi, "Hah? Mana mungkin aku salah paham! Foto itu menunjukkan dirinya dan Sehun setelah bangun tidur hanya dengan tertutup selimut di ranjang, dengan kata-kata yang menjijikkan. Lalu saat aku telpon untuk memastikan semuanya, dirinya tidak menyangkal akan hal itu. Bahkan berjanji akan mentraktirku, tapi aku bilang padanya untuk mentraktirmu saja karena aku sedang sibuk."

"..."

"Tapi si anak setan itu ternyata menipuku, sialan memang."

Baekhyun hanya diam, benar-benar tidak mengerti.

Sehun...

Jongin...

Berpacaran?

"Baek?"

Baekhyun langsung memfokuskan dirinya pada sumber suara walaupun otaknya masih bingung.

"Baek?"

"Hng?"

"Kau benar-benar tidak tahu, ya?"

Pemuda itu langsung menggelengkan kepalanya cepat. Luhan tidak mengerti bagaimana Baekhyun—yang semua orang tahu kalau dirinya adalah kakak Sehun, malah tidak tahu. Tetapi, Luhan langsung merogoh sakunya untuk mengambil ponsel yang belum sempat dirinya sentuh hari ini dan langsung membuka foto itu.

Dirinya menyodorkan kemudian menyodorkan ponselnya agar istrinya bisa melihat dengan jelas.

Dan...

"ARGH! ANAK ITU! SEHUN SIALAN! AKAN KU ADUKAN PADA IBUKU!"

.

.

.

"Hatchu!"

Sehun mengusap-usap hidungnya kasar.

"Kenapa?" Jongin bertanya heran sambil meletakkan sendoknya di atas meja makan.

Sehun menggeleng, "Entahlah. Perasaanku terasa tidak enak saja."

.

.

.

Baekhyun memandangi mereka berdua secara bergantian, dari atas sampai ke bawah. Melihat Sehun, lalu Jongin—tidak kurang satupun. Hal itu membuat Sehun merasa risih, tetapi susah juga untuk mengutarakannya saat ini. Yah, mood orang hamil itu sangat sulit untuk di tebak dan kemungkinan hal buruk akan terjadi padanya karena mengusik Baekhyun 99% bisa di pastikan benar-benar akan—

Sehun benar-benar jengah.

"Sebenarnya kenapa hyung memanggilku untuk kemari?"

Satu detik setelah ucapan Sehun di lontarkan, Baekhyun memundurkan wajahnya untuk menjauh dari mereka berdua. Maksudnya dari Sehun maupun Jongin yang sedari tadi diam saja dan tidak berani melakukan hal apapun—yang mungkin saja dapat menyinggung calon ibu seperti kakaknya itu.

"Kalian benar-benar berpacaran?"

Hah?

Apa?!

"Jadi, tujuanmu memanggil kami kemari hanya untuk it—"

"Jadi benar kalau kalian itu pacaran?" Baekhyun mengulang lagi pertanyaannya. Dengan tampang sok polos, tetapi menyembunyikan maksud yang mengintimidasi.

Deg!

Yah, kami memang berpacaran. Tapi kan tidak harus seperti in—

"Sehun?"

Deg!

Ya Tuhan, aku hars menjawab apa?

Deg!

"Sehunna?"

Deg!

"Yak! Bodoh! Jawab aku!"

Sehun menelan ludahnya sebentar sebelum berucap, "I-itu..."

"Ya, kami memang berpacaran." Potong Jongin lantang.

JONGIN BODOOOHHH!

Sehun tidak bisa berhenti mempelototi kekasihnya yang bodoh itu.

"Yang benar saja! Aku kira itu semua bohongan. Ya Tuhan, sudah kau apakan adik ipar ku sampai mau menerima lelaki jelek macam kau Jongin?!" seru Luhan dramatis sambil memegangi kepalanya, pura-pura pusing.

Jongin mengepalkan sebelah tangannya tidak terima. "Ya! Enak saja kalau bicara, kau Luhan! Aku satu tingkat lebih eksotis dari dirimu tahu."

Luhan mendengus, "Cih!Bilang saja kau hitam!"

Jongin melebarkan kedua matanya, "Aku tidak hitam, ini tan!"

"Tetap saja tan itu hitam!"

"ENAK SAJA KAU BO—"

"Kenapa jadi kalian yang ribut?!" teriak Baekhyun kesal sambil memegangi perutnya—yang rasanya ingin jatuh saja karena mengurusi hal seperti ini.

Luhan langsung merangkul pundak istrinya itu dengan lembut. "Oh, sayang maafkan aku. Kau tidak akan menerima Jongin sebagai kekasih adikmu, kan? Lihat, tampangnya mesum begini." Luhan menunjuk-nunjuk ke arah wajah Jongin seolah si hitam itu bukan manusia.

Jongin sudah menggeram kesal, tetapi dirinya memilih mengimbangi Xi Luhan yang sok sombong itu. "Oh, ku pikir di sini ada yang lupa kalau dulu dirinya bercerita meniduri anak di bawah umur." Serunya santai, bibir nya mulai miring sedikit.

HITAM SIALAN!

"Sialan, apa maksudmu, Jongin?" Luhan berlagak seperti anak tidak berdosa.

"Jadi selama ini kau bercerita tentang aktifitas kita di ranjang?!" Baekhyun hampir saja menggeplak belakang kepala Luhan saking kesalnya, namun suaminya itu sudah keburu menahan tangannya.

"Tidak sayang, aku—"

"Aku pernah mendengarnya, sekali waktu di telpon. Kalian menjijikkan." Sahut Sehun dengan memasang ekspresi sok jijik.

"Orang yang melakukan seks adalah orang yang pura-pura jijik untuk melakukannya." Jawab Luhan sambil memincing.

Melihat interaksi antara suami dan adiknya membuat kedua matanya melotot lebar.

"Kau benar-benar melakukannya?! Akan aku adukan pada ibu!"

"Aku tidak pernah mengadukanmu pada ayah!" seru Sehun tidak terima.

Yang benar saja, setelah sekian lama tidak bertemu kakaknya itu tiba-tiba memanggilnya dan Jongin untuk datang ke apartemen Luhan. Tetapi yang di dapatinya hanya pengadilan konyol seperti ini. Memangnya salah kalau dirinya berpacaran atau melakukan hal-hal seperti itu? Seperti Baekhyun tidak pernah melakukannya saja!

"Tapi setidaknya aku pernah di tampar, biarkan ini menjadi adil. Anak manja." Baekhyun berkacak pinggang.

"Baekhyun hyung, menyebalkan!"

"Enyah dari sini, akan aku telpon ibu."

"Jangan hyung~"

"Diam kau!"

Baekhyun langsung menyaut ponselnya yang terletak di sofa ruang tengah. Dengan ekspresi senang melihat Sehun menjerit-jerit histeris, dirinya tertawa sambil menekan speed dial—tentu saja yang paling atas setelah Luhan adalah nomor telepon ayahnya.

"HYUNG!"

"Lihat saja apa yang akan aku—"

Tuutt—tuttt—

"Baekhyun hyung kau—"

BRUK!

Ponselnya tiba-tiba saja terlepas dari genggaman Baekhyun, saat perutnya benar-benar terasa sakit. Sangat sakit. Pemuda itu mulai memegang perutnya, sampai jatuh terduduk untuk menahan sakit. Tidak sadar dengan telpon yang sudah terlanjur tersambung. Membuat Sehun yang tadinya hendak meneriakki kakaknya menjawab panik.

Luhan langsung berlutut di sebelah istrinya, "Baby... kenapa? Kau baik-baik saja?"

Baekhyun sibuk memeluk perutnya yang terasa sangat sakit seperti di tusuk-tusuk sambil meringis dengan sesekali merintih kesakitan. "Hyung..." Baekhyun berpegang pada pakaian Luhan di bagian lengan, sampai lama-lama merematnya kencang.

"Sa-sakit..."

"Baekhyun hyung?" Sehun mulai mendekat, begitu pula dengan Jongin yang mulai khawatir.

"Luhan hyung... s-sakit..." suaranya sangat lirih.

Hal itu membuat Sehun jadi berpikiran yang tidak-tidak seperti, apakah ini karena aku? Apakah ini karena aku membuat hyung stress? Dan sejenisnya.

"Jongin, tolong bukakan pintu. Aku akan membawa Baekhyun ke rumah sakit sekarang!" seru Luhan kencang lantaran panik. Jongin tidak bisa menjawab hal lain lagi selain menganggukkan kepalanya dengan cepat lalu melaksanakan apa yang Luhan serukan padanya.

Dengan cepat, Luhan langsung membopong tubuh kurus Baekhyun dengan perut besarnya untuk mengarah keluar pintu apartemennya.

"Annyeong haseyo,... ada apa Baekhyun-ah?"

Suara Tuan Byun di seberang sana, tidak ada yang mendengar. Sambungan telepon yang tadi.

"Cepat Jongin!"

"Apa Baekhyun hyung akan melahirkan?"

"Baekhyun-ah? Kau baik-baik saja?"

"Luhan jawab aku!"

"IYA! Hyung mu sepertinya akan segera melahirkan! Berhentilah bicara! Bantu aku menekan tombol liftnya." Lalu mereka keluar dengan suara pintu yang di tutup.

"Baekhyun-ah? Baekhyun!"

.

.

.

Dengan perasaan yang campur aduk, Tuan Byun dan Nyonya Byun langsung menelpon Sehun untuk memastikan keadaan anak sulungnya—mendengar kabar Baekhyun yang akan melahirkan mereka langsung cepat-cepat datang ke rumah sakit yang Sehun beritahukan tadi.

Di sana, Luhan tengah berjalan mondar-mandir di tempat yang sama—hal ini yang pertama untuknya. Terlebih, dokter bilang Baekhyun harus menjalani operasi caesar.

"Bagaimana?" Tuan Byun bertanya dengan panik.

Luhan hanya diam, dirinya masih melakukan hal yang sama. Hal itu memaksa Sehun untuk menjawab pertanyaan ayahnya, "Hyung sedang menjalani operasi untuk bayinya, jadi kita harus menunggu di sini sampai semuanya selesai."

Tuan Byun tidak bisa menyalahkan Luhan yang seperti itu. Dirinya tahu betul, menunggu istri yang tengah meregang nyawa di saat-saat seperti ini membuatnya tidak bisa diam. Bagaimana bisa? Rasanya segala hal tidak penting lagi jika istrimu sedang seperti ini tentu saja.

"Luhan, lebih baik kau duduk." Jongin berusaha menyarankan.

Luhan langsung menghentikan langkahnya, dengan wajah yang pucat dirinya berusaha menjawab. "A-aku tidak bisa. Tidak sampai operasi Baekhyun selesai."

Luhan tidak menyangka dirinya akan sebegitu khawatir akan seseorang sampai seperti ini. Membayangkan dirinya menikah seperti sekarang saja, dulu rasanya sangat tidak mungkin. Dirinya ini seorang brengsek. Tetapi saat mengenal sosok Baekhyun yang membuatnya tertarik secara seksual ternyata kalah dengan perasaan yang sebenarnya. Luhan mencintai Baekhyun, Luhan tidak mau melihat istrinya itu menangis apalagi karena dirinya, Luhan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika Baekhyun pergi meninggalkannya.

Baekhyun itu satu-satunya untuknya.

Ceklek—

"Dokter..."

Sosok pria paruh baya berjas putih keluar dari ruangan operasi. Sehun dan Jongin langsung bangkit dari duduknya. "Bagaimana?" Luhan langsung bertanya dengan tergesa. Ia benar-benar sangat khawatir, rasanya pikirannya mengeruh dan semakin kotor. Tidak bisa membayangkan hal bagus sedikitpun.

Tapi, senyuman dari pria itu membuat kekhawatirannya lenyap seketika. "Selamat Tuan Xi, Istri dan bayi laki-laki anda selamat."

"Ya Tuhan!"

"Terimakasih!"

"CUCUKU!"

"B-boleh aku ma—"

"Silahkan... tapi kami harap jangan membuat keributan. Istri anda sedang beristirahat."

Luhan langsung melangkahkan kakinya yang lemas ke dalam ruangan itu, dengan seluruh tubuh yang bergetar dirinya dapat melihat Baekhyun tengah terbaring di ranjang. Rasanya Luhan benar-benar ingin menangis.

"Mana bayiku?" tanyanya pada dirinya sendiri.

"Ini, Tuan..." seorang perawat tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya dengan menggendong seorang bayi laki-laki—yang tidak Luhan sangka bisa sangat mirip dengannya.

"I-ini,.. anakku?" tanyanya takjub. Dan suster itu hanya mengangguk lalu menyerahkannya kepada Luhan.

Pertama kalinya...

Aku...

Ya, benar.

Menggendong seorang bayi.

Luhan mulai merasakan kedua matanya panas.

Anakku...

Dirinya mendekatkan wajahnya, mengendus aroma anaknya yang tengah mendengkur halus.

Setelahnya, Luhan membawa bayi manisnya untuk duduk di sebelah Baekhyun. Luhan mencium kening istrinya itu sayang, dengan kedua mata yang sudah basah walaupun tidak bersuara.

"Ngh..."

"Sayang..."

"Hyung...?"

Baekhyun membuka kedua matanya dengan perlahan. Sedikit demi sedikit. Dan yang pertama kali dirinya lihat adalah suaminya yang memasang raut wajah seperti itu. Efek dari bius, membuatnya merasa ini seperti ini. "Kenapa kau menangis?" tanyanya dengan susah payah.

Luhan mengelus rambut Baekhyun dengan perlahan, lalu mengecup pelipis istrinya dengan perlahan.

"Terima kasih..."

"..."

"Terima kasih..., aku mencintaimu."

.

.

.

Prologue

Luhan merasa dirinya benar-benar sudah berbeda. Sangat jauh berbeda dari Xi Luhan di satu tahun yang lalu. Luhan yang mencintai seseorang sepenuh hati—sungguh bukan dirinya. Luhan yang penyayang—sama sekali bukan dirinya. Luhan yang bisa menahan emosi—benar-benar bukan tipe dirinya yang dulu. Luhan yang tidak arogan—sebenarnya sekarang masih walaupun sedikit, tapi hal itu rasanya takkan berubah sampai kapanpun kecuali di dalam rumah. Luhan yang mau mengorbankan apa saja demi seseorang.

Ya Tuhan...

Itu semua hanya satu orang, hanya karena satu orang.

Istrinya...

Yang sangat di cintainya...

Byun Baekhyun seorang.

Pagi ini, Luhan tengah mendudukkan dirinya dengan santai di sofa ruang tengah. Sesekali dirinya melirik koran dengan malah, dan memindah-mindah saluran televisi—yang jelas saja isinya hanya berita pagi, olahraga, atau cuaca langit Seoul. Tentu saja, membaca koran atau majalah bukanlah kebiasaannya walaupun Luhan bekerja di dunia showbiz. Dirinya tidak terlalu suka membaca media cetak, bisa di bilang hampir menjorok ke benci. Tapi walaupun begitu, Baekhyun tetap menyediakannya karena istrinya itu tipe-tipe orang yang suka membaca. Yah tahu sendiri, Baekhyun itu mahasiswa paling pintar satu angkatannya.

Ngomong-ngomong soal Baekhyun, kebetulan hari ini dirinya kosong. Tidak ada mata kuliah yang perlu di hadiri. Seingatnya, Baekhyun mengatakan dirinya sangat sibuk—hanya untuk besok saja. Istrinya itu sekarang ini tengah sibuk di dapur. Seperti biasanya, memasak sarapan dan membuatkan teh atau kopi yang suaminya minta.

Dan...

"Huweee!"

Luhan langsung mengalihkan pandangannya pada kamar mereka, begitu pula dengan Baekhyun yang kali ini menghela nafas lelah. Ini masih pagi, yang benar saja.

"Luhan hyung..." Panggilnya lembut. Membuat Luhan, mau tidak mau langsung menoleh ke arah Baekhyun yang ada di meja makan.

"Iya?"

"Tolong, bawa Yixing ke ruang tengah bersamamu. Kau lihat..." Baekhyun menunjuk ke arah meja makan dengan dagu, bermaksud mengatakan dengan tatapannya itu kalau dirinya tidak bisa karena sedang mengerjakan ini semua.

Luhan kemudian tersenyum, "Baiklah, baby."

Dirinya langsung bangkit, melangkah dengan cepat ke arah kamar mereka—menyadari kemungkinan anaknya akan mengamuk untuk beberapa jam ke depan jika tidak segera di tangani. Sesampainya di kamar, Luhan dapat melihat anaknya yang sedang menangis sambil menendang-nendang seperti biasanya. Ia tidak bisa menahan tawa karena melihat itu.

"Ohh... anak ayah, jangan menangis.." Luhan langsung menggendongnya dengan perlahan, masuk ke dalam pelukannya dengan hati-hati mengingat usia putranya itu masih 6 bulan.

Anaknya masih menangis, seluruh wajah putihnya memerah. Namun, sedikit demi sedikit tangisannya mulai mereda. Luhan menyeringai.

Kasih sayang ayah memang jitu. Batinnya penuh percaya diri.

"Hyung, sarapannya sudah siap!" seru Baekhyun kencang.

Luhan langsung berjalan menuju meja makan dengan tangan yang di penuhi oleh tubuh mungil putranya. Melihat suaminya yang tengah kerepotan untuk duduk, Baekhyun akhirnya menyalurkan kedua tangannya untuk meraih Yixing yang tengah memainkan hidung sang ayah.

"Yixing, ke sini... ikut ibu makan."

Luhan hanya tersenyum melihat ekspresi Baekhyun, "Tak apa, Baek. Kau makan saja. Lagipula kau sudah lelah mengurusinya seharian penuh saat kemarin, kan? Sampai menitipkannya ke Chanyeol saat ada kelas."

"Tapi..."

"Tak apa. Kau makan saja, lagipula aku rindu dengan Yixing. Iya kan, Tuan Xi kecil?"

Respon dari Yixing hanyalah kikikan kecil khas seorang bayi. Baekhyun akhirnya menuruti apa kata Luhan, dirinya mulai mengambilkan makanan pada piring suaminya terlebih dahulu. Luhan tidak bisa berhenti menatap ke arah sosok yang sangat di cintainya itu. Benar-benar cahaya dalam hidupnya. Kenapa Baekhyun harus merasa tidak enak padanya? Lagipula, mereka sudah sepakat untuk merawat Yixing secara bergantian saat salah satu di antara mereka berdua tengah sibuk.

Luhan merasa perkataan ibunya sepenuhnya benar. Karena perasaan ibu itu berbeda. Walaupun Baekhyun itu seorang laki-laki, tetapi tetap saja dirinya yang mengandung Yixing.

Begitulah...

Mereka menyelesaikan sarapan dengan canda tawa, juga gurauan. Terlebih Yixing sangat suka mengajak kedua orang tua nya bercanda. Kali ini mereka berdua tengah bercengkrama di atas sofa sambil memutar saluran anak-anak khusus untuk Yixing.

Baekhyun bersandar pada Luhan yang memeluknya dari belakang. Sesekali, Luhan mengecupi kening istrinya dengan sayang—atau sekedar mencuri-curi ciuman singkat di pipi istrinya. "Hyung!" Baekhyun menyikut perut suaminya gemas. Dan Luhan hanya bisa tertawa.

Keduanya berharap mereka bisa seperti ini, selamanya.

.

.

.

"Selanjutnya, akan ada berita tentang Xi Luhan dan istrinya yang baru saja pulang liburan dari Jepang bersama putra kecil mereka. Penasaran bagaimana? Ini dia liputannya..."

.

.

.

The End

.

.


Halooo long time no see. Pertama-tama eonni mau minta maaf karena udah berbulan-bulan-bulan-bulan lamanya ga update karena sibuk dan tiap mau lanjutin tuh otak rasanya blank. Entahlah kenapa. Beneran deh eonni minta maaf yang sebesar-besarnya huhuhu.. walaupun endingnya tidak ngefeel atau gimana (atau emang tulisan eonni daridulu gaada feelnya wkwkwk) tapi eonni hanya mau berbagi. Kalo ada yang baca alhamdulillah ga baca juga terserah kan. Hehe... tapi thanks banget buat yang udah baca, fav, follow, sampe apresiasi lewat review. Itu berharga banget. So...


Thanks To:

[PurpleGyu] [Fienyeol] [Guest1] [selulaz] [chanbaek0605] [JongOdult] [sumiyawu] [librapw5] [vivikim406] [izzsweetcity] [rincbskhs] [gaemgyu92] [wahyutri52035] [keepbeef chiken chubu] [cherry] [liex] [neli amelia] [eternalkim] [zy] [bublewk96] [eun810] [firda xmin] [hyuieyunnie] [ooh] [xiaorita oktavia] [shutupgeez] [choisyoo] [bellasung21] [dhantieee] [utsukushii02] [hamster xiumin] [viyomi] [nurul dfana] [egggyeolk] [chan] [achan] [septianaditya1997] [jung naera] [jonginie] [agus cakep 6991] [xiluhan89] [raineylova93] [naabila] [oliviassg11]


Wanna give me some reviews for the last time in this story?


See you in the next fanfiction!