Hahaha.. ayo kejar aku Hinata! yang terakhir sampai ke kursi taman, besok harus mencium Naruto-kun di sekolah" Teriak seorang gadis berambut merah muda kepada sahabatnya.

"Tunggu aku, Sakura-chan!"

Sakura dan Hinata. Kedua sahabat karib itu sedang asik bermain kejar-kejaran di taman kota yang kini tengah dihujani ratusan kelopak bunga sakura. Matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat tak menjadi masalah, baik Sakura maupun Hinata, keduanya sama-sama menikmati suasanya sore itu. Kegembiraan membuat mereka melupakan segala beban yang ada pada diri masing-masing.

Terutama Hinata. Gadis berambut indigo itu tak lagi peduli akan kondisi-nya saat ini. Penyakit leukimia yang sudah sebulan terakhir ia idap terlupakan begitu saja dari pikirannya. Yang ada hanya kebahagiaan.

Hhh.. andai selamanya bisa seperti ini. Namun terkadang kenyataan memang berbeda dengan apa yang kita harapkan.

Setetes cairan berwarna merah menetes jatuh ke tanah yang dipenuhi kelopak sakura, diikuti dengan tetesan lainnya.

Merah muda dan merah. Warna indah itu membuat Hinata menghentikan langkahnya. Ia terpaku ditempat sambil terus menatap pemandangan di bawahnya. Sadar akan keadaannya, gadis Hyuuga itu segera menutup hidungnya dengan kedua tangannya. Ia melangkahkan kakinya perlahan, mencoba untuk mengejar Sakura yang berada jauh di depannya. Hinata sedikit mendengakkan kepalanya keatas, berharap agar darah yang menetes dari hidungnya berhenti mengalir. Belum selesai dengan mimisan-nya, sekarang sakit luar biasa menyerang kepala Hinata. Tubuh mungilnya ambruk seketika.

"Yeeeee, aku menang! hahaha..." pekik Sakura sambil mendudukkan diri di kursi taman. Ia tertawa keras sambil berusaha mengatur nafas.

"Besok kau harus mencium Naruto-kun Hinata. Hahaha..."

...

Tak ada respon.

Sakura menoleh kebelakang ketika Hinata tak kunjung membalas sorakan kemenangannya. Emerald gadis 15 tahun itu melebar saat ia mendapati pemandangan tak mengenakkan yang ada di belakangnya.

"Hinata!"

Kaki Sakura bergetar hebat ketika ia beranjak dari tempat duduknya, lalu berlari menghampiri tubuh Hinata yang tergeletak tak berdaya di tengah taman. Darah segar mengalir menuruni pipi Hyuuga bungsu itu.

"Hinata. Hinata, bangun!" panggil Sakura sambil mengguncang pelan bahu Hinata. Namun iris amethyst Hinata tak kunjung terlihat.

Keadaan taman kota yang sepi membuat Sakura semakin kebingungan. Ia meraih Iphone merah muda dari saku bajunya. Jari-jemari gadis cantik itu bergetar ketika ia mencari nomor telepon yang bisa ia hubungi untuk dimintai pertolongan.

"S-Sasuke-kun.."

"..."

"Tolong aku. Hinata... Hinata pingsan di taman kota. C-cepatlah kesini, aku tidak tau harus berbuat apa sekarang"

"..."

"Hmm. Arigatou"

Sakura meletakkan kembali Iphone miliknya setelah menutup panggilan. Hanya Sasuke, kekasihnya sekaligus sahabat Hinata yang bisa ia hubungi. Gadis musim semi itu terlalu takut untuk menghubungi keluarga Hinata secara langsung.

Beberapa saat kemudian, Seorang pemuda berambut raven berlari kearah Sakura dan Hinata. Sakura menghela nafas lega ketika orang yang ia tunggu telah datang.

"Apa yang terjadi?" tanya Pemuda yang tak lain adalah Sasuke itu. Onyx kelam-nya melebar ketika melihat keadaan Hinata.

Sementara itu, Perasaan gugup menyelimuti hati Sakura. Ia bingung harus menjawab apa. Sasuke pasti akan marah kalau ia menjelaskan semuanya, mengingat pemuda itu sangat menyayangi Hinata. Bahkan mungkin rasa sayangnya pada Hinata melebihi rasa sayangnya pada Sakura yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.

"Apa yang terjadi, Sakura?" Sasuke mengulangi pertanyaannya. Nada bicaranya sedikit meninggi.

"H-Hinata.. Hinata dan aku tadi be.. bermain kejar-kejaran, jadi..."

"Kau pikir apa yang kau lakukan, hah? kau kan tau Hinata sedang sakit parah, dia tidak bisa terlalu lelah! kenapa kau malah mengajaknya bermain?" bentak Sasuke dengan nada rendah, namun sarat akan kemarahan.

"Gomen ne Sasuke-kun. Aku tidak sengaja" gumam Sakura sambil menunduk dalam.

"Tch"

Sasuke berdecak pelan sebelum mengangkat tubuh lemah Hinata dan membawanya pergi, meninggalkan Sakura yang tengah menitikkan air mata di atas tanah merah muda taman kota.

.

.

.

My Lovely Doctor

.

Present by Ly Melia

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

Warning : OOC, Typo dimana-mana, Alur gak jelas, dan kekurangan lainnya.

.

Don't Like? Don't Read!

.

.

.

6 years later...

"...sebenarnya rasanya enak, tapi terlalu manis. Kau tau tidak kenapa rasa es krim-nya terlalu manis?" oceh seorang gadis berambut pirang kepada teman merah muda-nya yang kini sibuk membaca buku.

Flap

Flap

"Emm.. karena gulanya terlalu banyak" jawab si gadis berambut merah muda sambil terus membolak-balikkan lembaran skripsi miliknya.

"Ck. Bukan itu, Sakura"

"Lalu?" tanya Sakura -si gadis berambut merah muda- datar tanpa minat.

Ino terkikik geli. Pipi gadis bermarga Yamanaka itu sedikit memerah ketika mendengar pertanyaan Sakura.

"Tentu saja karena aku memakannya bersama Sai-kun!"

"Ck" Sakura berdecak sambil memutar kedua bola matanya.

"Dulu pas kau masih pacaran dengan Shikamaru kau juga mengatakan itu saat makan pancake bersamanya" Ino mendesis pelan, kesal karena Sakura mengungkit-ungkit lagi masa lalunya bersama Shikamaru yang sudah menjadi mantan pacarnya sejak 5 bulan lalu.

"Bisa tidak kau tidak membicarakan dia lagi? aku kan sudah putus dengannya. Lagipula kali ini berbeda tau! Sai-kun sangat perhatian padaku, dia bahkan membersihkan sudut bibirku yang terkena es krim dengan jarinya! ahhh... manis sekali. Rasanya aku ingin makan es krim dengan Sai-kun sekali lagi" jerit Ino histeris tanpa memperdulikan seisi perpustakaan yang kini tengah memusatkan perhatian mereka padanya.

"Baguslah kalau kau memakannya lagi. Kau akan terkena diabetes karena kadar gula darahmu terlalu tinggi, lalu kau masuk rumah sakit dan aku bisa lebih konsentrasi belajar karena kau tidak bisa menggangguku" kata Sakura sarkastik.

Pletakk

"A-awww" Sakura meringis tertahan ketika Ino menjitak kepalanya lumayan keras.

"Teganya kau menyumpahi sahabatmu sendiri" umpat Ino tak terima.

"Kau juga sih! aku tidak bisa konsentrasi kalau kau terus mengoceh. Sebentar lagi aku akan di sidang, Pig!" omelan Sakura sukses membuatnya mendapat teguran dari salah satu mahasiswa di perpustakaan. Gadis Haruno itu segera menundukkan kepalanya beberapa kali sebagai tanpa permintaan maaf.

"Haissh.. tiba-tiba aku jadi malas" ucap Sakura yang kini telah kehilangan mood untuk belajar. Ditutupnya lembaran hvs yang sedari tadi menjadi fokus perhatiannya.

Berbeda dengan Sakura yang wajahnya ditekuk 10, Ino malah tersenyum lebar. Akhirnya, gadis pirang itu punya teman untuk mengobrol, hihi..

"Santai saja, Forehead. Kau kan baru selesai menulis skripsi, kau butuh sedikit.. err.. refreshing" ungkap Ino dengan entengnya, seakan beban mereka sebagai mahasiswa berakhir setelah skripsi selesai ditulis.

"Arggh.. terserah kau sajalah"

"Ngomong-ngomong, kau tau Matsuri kan? mahasiswi jurusan ekonomi ituuu..." ucap Ino mencoba mengganti subjek pembicaraan.

"Hmm. Dia temanku. Aku sering kok bertemu dengannya, memang kenapa?" Ino ber-gasping ria ketika mendengar pernyataan Sakura.

"Kau berteman dengannya? kok aku tidak tau?!" Sakura hanya mengangkat bahunya sebagai tanggapan atas pertanyaan Ino.

"Demi Tuhan.. Sakura, kau akan terkejut kalau mendengar kabar terbaru mengenai Matsuri. Temanmu itu..."

"Ahh.. sudahlah. Tidak usah dibahas. Aku malas menggosip. Lagipula..."

"Matsuri baru saja jadian dengan Gaara"

Deg

Sakura terdiam. Perlu beberapa detik untuknya mencerna kata-kata sahabatnya barusan.

"Maaf, Forehead. Aku juga baru mengetahuinya kemarin. Gaara sendiri yang memberitahukannya padaku"

"T-tapi.. aku.. dia.. Matsuri.. a-aku... Ahhhhh" Sakura mengakhiri kalimat tidak jelas-nya dengan helaan nafas panjang. Bagaimana bisa?!

Gadis bermarga Haruno itu menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangannya. Ia kembali terdiam, tapi kali ini lebih lama. Ino hanya bisa menatap iba sahabatnya, tak ada niat di hatinya untuk menginterupsi kegiatan Sakura. Bagaimanapun juga, gadis itu perlu waktu untuk menenangkan diri setelah mendengar pujaan hatinya sudah menjadi milik orang lain.

"Hebat, sekarang aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi" gumam Sakura sembari menyingkirkan tangannya dari wajah cantiknya. Tak ada setitik-pun air mata yang menetes dari emerald gadis itu, hanya senyum kecut yang kini terpatri di wajahnya.

"Gadis itu.. Matsuri. Dia tipe gadis yang diam-diam menghanyutkan. Bisa-bisanya dia pacaran dengan Gaara-kun! padahal dulu dia yang selalu mendukung dan menyemangatiku saat aku berusaha menarik perhatian Gaara-kun. Tch, sial!" rutuk Sakura pada dirinya sendiri.

"Sudahlah, Sakura. Aku yakin kau akan segera move on dari Gaara. Dulu kau cuma butuh 1 minggu untuk jatuh cinta pada Gaara setelah Neji menembak Tenten di hadapan matamu" oceh Ino asal tanpa mempertimbangkan kondisi hati Sakura saat ini.

"Tch. Aku akan membunuhmu kalau kau berani menyebut nama si N sekali lagi dihadapanku"

"Jangan marah Forehead, hihi.. ternyata kau masih melakukannya" lanjut Ino yang tak menghiraukan nada dingin dari ucapan Sakura sebelumnya.

"Melakukan apa?"

"Menangis sambil menutupi wajahmu dengan tangan. Dari dulu sampai sekarang kau selalu melakukannya saat sedang sedih" Sakura menatap Ino heran sebelum menjawab,

"Begitulah. Tapi sekarang aku tidak menangis lagi saat melakukannya. Aku sudah terlalu sering sakit hati. Kurasa air mataku sudah kering sejak beberapa tahun lalu" jelas Sakura asal. Emerald-nya menerawang jauh ke masa lalu.

"Karena dia kan?"

"Hm? siapa?"

.

.

.

Hinata menutup kedua mata beriris amethyst miliknya. Ia tersenyum tipis ketika dirasakannya semilir angin pergantian musim membelai lembut pipi mulusnya.

"Sasuke-kun" panggil gadis berambut indigo itu. Matanya terbuka bersamaan dengan kembalinya hati dan pikirannya ke kenyataan.

"Hn?" tanggap pemuda 23 tahun yang kini tengah duduk di kursi taman rumah sakit, tepat disamping Hinata yang duduk diatas kursi rodanya.

"Ini adalah musim semi ketujuh semenjak aku sakit"

"Hn"

"Apa kau pikir aku punya harapan untuk sembuh?"

Sasuke, pemuda berambut raven yang berprofesi sebagai dokter itu menatap lurus kearah sepasang mata amethyst disampingnya. Tak ada perubahan signifikan yang terjadi pada ekspresi datar lelaki tersebut. Hanya saja senyum tipis yang jarang sekali ia tampakkan itu kini terpampang jelas di wajah tampannya.

"Hn"

Lagi lagi hanya 'hn' yang keluar dari mulut Sasuke. Tanpa sadar, Hinata menitikkan air matanya. Ia menatap tanah hijau taman rumah sakit, membiarkan air matanya jatuh ke atas tanah yang mulai berganti warna menjadi merah muda itu.

"Tuhan memang tidak adil hiks.. kenapa dari sekian banyak p-pendonor yang bersedia mendonorkan sum-sum tulang belakangnya untukku hiks.. tak satupun dari mereka yang golongan darahnya sama sepertiku, hiks.. hiks.."

"Tidak seharusnya kau bicara seperti itu" kata Sasuke datar, namun sarat akan kasih sayang.

"Kau cantik, kaya raya dan punya keluarga yang menyayangimu. Apa itu yang namanya tidak adil?"

"Sasuke-kun tidak mengerti bagaimana perasaanku! aku mungkin punya segalanya, tapi.. tapi aku tidak bisa hidup normal karena penyakit ini! hiks.. aku tidak bisa kuliah seperti orang lain, aku tidak bisa pergi jalan-jalan seperti orang lain, aku tidak bisa.."

"Ssst" Sasuke meletakkan jari telunjuknya diatas bibir tipis Hinata, "Kau tidak akan sembuh kalau setiap hari yang kau lakukan hanya menangis" Lanjut dokter muda itu sembari mengapus air mata gadis disampingnya.

"Aku berjanji, aku akan menemukan pendonor dengan golongan darah yang cocok denganmu" tukas pemuda bermarga Uchiha itu.

Sepasang amethyst milik Hinata balas menatap sepasang obsidian milik Sasuke. Sasuke tidak pernah mengingkari janjinya, itulah yang Hinata ketahui. Perlahan, senyum tipis terukir di atas wajah cantik gadis berdarah Hyuuga itu.

"Kau sudah makan?" tanya Sasuke, mencoba untuk mengganti topik pembicaraan. Hinata menggeleng pelan.

"Kalau begitu kita harus kembali kedalam. Lagipula jam makan siang akan segera berakhir" Sasuke beranjak dari kursinya, lalu mendorong kursi roda Hinata memasuki rumah sakit kepunyaan kakaknya tersebut.

Usai mengantar Hinata kembali ke kamarnya dan memastikan gadis itu memakan makan siangnya, pemuda beriris onyx itu melangkahkan kaki menuju ruangannya. Namun langkahnya terhenti ketika seorang suster datang menghampirinya.

"Uchiha-san..."

.

.

.

Sasuke yang mendapat panggilan untuk menangani seorang pasien dari Unit Gawat Darurat tak membuang banyak waktu lagi, ia segera melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit, melewati pintu-pintu otomatis UC Hospital dengan diikuti oleh seorang perawat yang membuntutinya dari belakang.

Tangan Sasuke bergerak mendorong salah satu pintu Unit Gawat Darurat nomor 159. Di dalam sana, terbaring seorang gadis muda yang Sasuke ketahui sebagai seorang mahasiswi, terlihat dari jas biru tua dan name tag yang ia kenakan. Tapi tentu saja, Sasuke tidak punya waktu untuk mengamati name tag si gadis, ia terlalu sibuk memeriksa keadaan gadis muda tersebut.

"Ugghh.." antara sadar-tidak sadar, lenguhan pelan keluar dari mulut gadis itu ketika Sasuke memeriksa detak jatungnya dengan stetoskop. Sesekali pemuda bermarga Uchiha itu melirik wajah si gadis yang sebagian besar tertutup helaian rambut. Satu-satunya yang membuat Sasuke tidak nyaman adalah warna rambut si gadis yang sangat tidak asing baginya.

"Pasien mengeluh mual dan sakit di perutnya sebelum jatuh pingsan, ia sempat muntah saat perjalanan kesini tadi, ia juga kehilangan cairan sebanyak 2% dari berat badan dan suhu badannya 37,8 derajat celcius, dokter" laporan beruntun dari perawat yang membantunya berhasil menyadarkan Sasuke. Tch, ini bukan saat yang tepat untuk melamun, benarkan Uchiha?

"Uuughh.." lagi-lagi gadis muda itu melenguh ketika Sasuke menekan salah satu sisi perutnya. Tidak salah lagi.

"Hn, aku tau. Dia terserang maag dan mengalami dehidrasi, cepat kau siapkan infus untuknya" perintah Sasuke tanpa intonasi.

Sementara perawat diruangan itu menjalankan tugasnya, Sasuke kembali memperhatikan wajah gadis yang terbaring tak sadarkan diri di depannya. Berantakan. Itulah yang ditangkap mata kelam pemuda 23 tahun itu. Tanpa berpikir dua kali, dokter muda itu menyibak helaian merah muda yang menutupi wajah pasiennya.

.

.

.

Hai hai, Lya kembali dengan penname yang berbeda B) *terus?* O.o

Ini fic Naruto pertama Lya dan jujur Lya agak kesulitan bikin fic ini. Maklum, masih bocah, belum ngerti dunia mahasiswa apalagi dunia kedokteran, jadi fic ini akan rada-rada ngaco dan kemungkinan besar Sasuke melakukan malpraktek terhadap pasien-pasiennya *abaikan*.

Makasih buat yang sudah berkenan membaca fic Lya :D Bagaimana chapter 1? membosankan kah? huhuhu, maaf kalau ia, Lya janji akan bikin yang lebih menarik di chapter selanjutnya.

So, readers? mind to review?

~Ly Melia

.

.

.

Preview next chapter :

"Jadi, dokter yang merawatku adalah.. Itachi Uchiha?"/"Maaf, tapi bukan dia Haruno-san, sekarang dokter Itachi tengah bertugas di luar kota. Saat ini kendali rumah sakit ada di tangan adik dari dokter Itachi. Nah, beliau lah dokter yang merawat Haruno-san"/"Adik dari dokter Itachi?"

"Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"/"Baguslah kalau kau masih mengingatku... Sasuke-kun"/"Apa yang sedang anda bicarakan?"

"Uchiha-san!"/"Apa alasannya?"/"Kau... apa alasanmu meninggalkan aku 6 tahun lalu?"

Deg.

Obsidian Sasuke memicing...