Chapter 4: Insecure! –Luhan Version
Disclaimer: God and their self
Warning: Mature and Sexual content! Yaoi, BL, Typos, etc...
Rating: M!
Pair: Sehun x Luhan
Nevermind
by Luen
Pagi ini Luhan sudah terbangun di apartemennya di Korea dengan cowok tinggi merepotkan di sisinya. Berbagi ranjang dengannya. Luhan mendesah kesal dan bangkit terduduk.
"Kris! Kenapa kau tidur di ranjangku!?" Luhan berteriak, menggaruk leher dan membenarkan kaosnya. Kris tak bergeming, antara bangun dan tak mau bangun.
Luhan menggeram, kesal di abaikan. Ia sangat tahu kalau Kris sudah bangun karena sejak dulu cowok tinggi itu selalu bangun pagi. "Kris!"
Kris menggumam tak jelas, menutupi mata dengan lengannya.
Luhan mendelik, tertawa hambar sebelum menarik rambut Kris dengan keras. Kris berteriak dan tertarik, tangannya reflek menghalau tangan Luhan yang tak main-main menarik rambutnya.
"Ow! Heh! Kau gila! Jangan tarik rambutku!"
Luhan mengabaikan, ia tetap menariknya hingga wajah Kris terangkat dan cowok tinggi itu benar-benar bangun, menatapnya kesal.
"Yak! Berani sekali kau menyelinap ke ranjangku… !"
Kris memutar pandangan jengah. "Apa kau pikir aku mau tidur di sofa?"
"Ya tentu saja, aku menyuruhmu tidur di sana kan?"
Luhan menjawab santai, seakan menjawab warna langit itu biru di siang hari. Kris mendecih dan menepis tangan Luhan. Mendarat lagi di bantal dan mencoba melanjutkan tidur. "Sudahlah, buat ini mudah dan pura-puralah menyukai kunjunganku…"
Selanjutnya Kris berusaha melindungi dirinya dengan bantal karena Luhan melompat duduk di perutnya hingga Kris tersedak dan berusaha mencekiknya.
"Aku tak akan melakukan hal merepotkan seperti itu kalau membencimu adalah kebahagiaan bagiku!"
Luhan berteriak, bersemangat menyingkirkan bantal yang mendorongnya menjauh, tangannya berusaha menggapai wajah atau leher Kris dan menghalau tangan Kris lainnya.
Kris ikut berteriak, sekuat tenaga mendorong bantal untuk menjauhkan mahluk anarkis yang menyerangnya. "Luhan! Hentikan –Aw! Kuku tanganmu menggores lenganku! Yak! Begini caramu memperlakukan adikmu?"
"Adik mana yang tak pernah memanggilku hyung!?" Teriakan Luhan sedikit terendam bantal tapi tangannya hampir menjangkau wajah Kris.
"Ah! Kukumu! Jangan garuk wajahku dengan kukumu! Yah! Gege! Hyung! Luhan hyung!"
Kris menghela nafas dan sedikit terengah ketika Luhan akhirnya berhenti, bangkit dari perutnya yang mulai nyeri karena di duduki dengan anarkis. Ia menatap lelah Luhan yang turun dari ranjang dan mulai melepas kaosnya. Hendak mandi.
"Setidaknya bisakah kau pura-pura menyayangiku?"
Luhan menoleh, memberi Kris senyum menawan. "Aku maksudmu? Ini kan salah satu caraku menyayangimu." Dan menutup pintu kamar mandi begitu Kris melemparinya bantal.
…
Ponselnya bergetar ketika Luhan sedang di toserba terdekat dari apartemennya. Hendak membeli sikat gigi untuk Kris, setelah bertengkar lama yang berakhir kekalahan Luhan. Bagaimanapun ia tak ingin berbagi sikat gigi dengan Kris.
Sesuatu dari orang lain yang boleh masuk mulutnya kini hanya Sehun, maka ia tak akan mencemari hak istimewa Sehun hanya karena malas berjalan. Supermarket terdekat kan hanya di samping. Maka setengah hati, kini ia mengantri di depan kasir.
Promo akhir bulan membuat ibu rumah tangga sekian kali rajin belanja, dengan troli penuh mereka, Luhan tak tahu sudah berapa lama ia mengantri hanya untuk membayar sikat gigi dan beberapa roti tawar belanjaannya.
Luhan bersyukur ketika menemukan Sehun sebagai peneleponnya, ia mengangkat ceria. "Sehunnie…" tepat ketika antriannya maju selangkah. Di depan sana, kasir sebelah akhirnya dibuka.
Luhan terlambat menyadari kalah cepat dengan ibu-ibu dengan dua troli penuh yang langsung menghambur ke kasir sebelah. Melihat belanjaan segunung itu Luhan memilih tetap di antrian. Siapa yang tahu butuh berapa lama belanjaan ibu itu selesai.
"Hei…"
Tanggapan pendek dari seberang telepon, Sehun memang pendiam tapi tak biasanya menjawab dengan nada kehilangan jiwa.
"Hm… kenapa? Kau terdengar… sedih? –" Luhan baru akan bertanya lagi ketika troli di belakangnya mendorong punggungnya, ibu di belakang menyuruhnya maju. Antrian berjalan. Luhan maju selangkah.
"Aku hanya merindukanmu, kapan kau kembali?" Sehun membalas dan Luhan lupa tadi mau tanya apa. Teralihkan kebohongannya. Ia sudah dari awal berencana membohongi Sehun soal kepulangannya yang dipercepat, Kris tak akan meninggalkannya begitu saja kalau tahu ada yang seperti Sehun menyambutnya. Tidak bertemu lebih aman maka ia menjawab natural.
"Hahaha, kita sudah membicarakannya Sehunnie, aku akan kembali 3 hari lagi."
Luhan menatap ujung sepatunya, ia tahu berbohong bukan hal sulit untuknya. Ia bisa berbohong tanpa berpikir tapi kali ini tekanan berat seakan jatuh di bahunya. Nafasnya tertahan karena takut kelepasan menghela nafas.
Sehun belum membalas dan sebaiknya ia mengalihkan pembicaraan, namun lagi-lagi troli di belakang mendorongnya. Luhan menoleh—ponsel tak lagi mencium telinganya, menatap kesal ibu di belakang sebelum maju dua langkah. Antrian berjalan cepat karena beberapa ibu di depan beralih ke kasir sebelah.
Selanjutnya bunyi panggilan terputus yang didapatnya, tak terlalu dipikirkan karena mengira telah melewatkan ucapan Sehun. Luhan tak berusaha menghubungi balik karena ketika berbohong lebih baik tak membuat banyak kontak, selain seperti menyakiti Sehun itu juga akan menyakitinya.
Hanya 3 hari, bukan waktu yang lama… kebohongan ini akan menghindari masalah yang kemungkinan besar muncul karena Kris.
Karena ia tak menyadari bahwa Kris dan kebohongannya telah menjadi perpaduan masalah yang perlahan mengukir rasa sakit untuk kekasihnya.
…
Siang harinya, ia dibawa Kris entah kemana. Luhan tak benar-benar memperhatikan, yang pasti itu tempat-tempat yang ingin dikunjungi Kris selama ia di Seoul. Hari ini cerah seakan mengolok penderitaan Luhan.
Ini tak seperti Kris memalukan atau merepotkan, malah cowok tinggi itu selalu tenang sok keren kalau di tempat umum. Kini mereka berjalan di trotoar, mencari tempat untuk minum. Berjalan bersisian dengan tenang, rayban menutupi mata keduanya.
"Bagaimana kalau setelah ini kita melihat kampusmu?"
Luhan melirik Kris dari ujung matanya. Kris bertanya tanpa menoleh, sok keren seperti biasa. Maka Luhan juga tak menoleh ketika menjawab… "Lihat saja sendiri. Kau sudah menyeretku ke sana kemari, apa kau tidak lelah?" Luhan setengah menggerutu.
"Kau rusa kecil yang suka melompat mana mungkin sudah capek, bilang saja kalau tak mau." Kris setengah mencibir.
Luhan menahan diri untuk menghela kesal. Siapa yang dia sebut rusa kecil? Seriously, dia ini lebih tua kan? Kris tak pernah menggapnya kakak karena menurutnya dirinya lebih cocok jadi kakak untuk Luhan. Itu membuat hubungan mereka tak pernah harmonis.
"Oh ya, aku tak mau." Luhan menjawab aman, mengalah karena ingin percakapan ini berhenti.
"Kenapa? Kau takut aku menemukan kekasihmu?"
Luhan masih menatap trotoar di depannya tapi ia tahu Kris pasti menyeringai sekarang. Luhan berusaha biasa saja. "Aku sudah bilang aku sedang tak punya yang seperti itu sekarang…" menjawab bosan. Mulai lelah meyakinkan.
"Tentu saja, aku percaya kok…" Kris menjawab santai, meremehkan ucapan Luhan.
Luhan akhirnya kelepasan menghela nafas. "Baiklah, besok kita ke kampusku. Kebetulan aku harus konsultasi rencana studi dengan dosen pembimbingku. Kau bisa mengikuti seperti anak anjing tak punya rumah sesukamu."
Luhan langsung mempercepat langkahnya, meninggalkan Kris yang tergelak senang –merasa menang. Mereka akhirnya berhenti di sebuah café di komplek itu. Memesan minum dan merayu pelayan hingga Luhan ingin memukul dongsaengnya itu.
"Ne hyung…" Kris memanggilnya, langsung mendapat tatapan heran dari Luhan karena Kris sangat jarang memanggilnya hyung. "—seperti apa kekasihmu itu? Tidak biasanya kau bersikeras menyembunyikannya." Lanjutnya dengan senyum tipis.
Luhan masih bergeming. Ia tak tahu darimana Kris tahu dirinya punya kekasih tapi sepertinya ini memang tak bisa di sangkal lagi. Tapi ia juga tak akan mengakui, tidak jika itu berarti Kris tak akan berhenti sebelum berhasil menghancurkan hubungannya dengan kekasihnya.
"Menyerah sajalah…" Luhan menjawab keras, mulai kehilangan ketenangannya.
Kris menahan kekehannya sementara Luhan makin dongkol.
Kris mengangkat cangkir kopinya, hendak minum. "Aku ingin tau apa dia cowok atau cewek, cantik atau imut, tuan putri atau petualang, striptease atau…"
"Kau makin ngelantur. Kau tak akan pernah bisa menebaknya karena aku bahkan tak bisa menebaknya." Luhan memotong ucapan Kris, terpaku kehilangan nafas ketika sadar baru saja keceplosan mengafirmasi. Ingin menggigit lidahnya sendiri, Luhan tak berani menatap cowok di seberang meja.
Kris menaruh cangkirnya lagi, lupa mau minum karena terlalu senang. Ia menahan tawa dengan menggigit bibir dalamnya.
Sadar ketahuan, Luhan gelagapan, memutar otak mencari pengalih perhatian.
"Kau terlihat lucu kalau panik."
Luhan mendecih, tak menanggapi.
"Apa dia sangat berharga? Hebat di ranjang? Aku ragu bisa lebih hebat dari kekasihku sekarang."
Kris kaili ini meminum kopinya. Luhan teralihkan. "Kau punya kekasih?"
Kris tersenyum miring. "Hmm… dia sangat panas. Mau mencobanya, kalau aku yang memintanya, dia akan senang hati membuka kakinya untukmu."
Luhan kehilangan kata-kata, ia menyandarkan punggungnya dan menghela nafas pelan. "Kenapa kau pikir aku mau memakai bekasmu?" tanyanya merendahkan. Tak mengira tak ada perubahan positif dari adiknya ini.
"Tapi kita selalu melakukannya dulu. Apa kau jadi malaikat sekarang?" Kris sedikit terganggu dengan jawaban Luhan karena Luhan yang dulu tak akan ragu menggagahi kekasihnya. Apa 3 tahun cukup untuk membuat seseorang berubah sebersih ini?
Luhan tertawa, menikmati keadaan. "Dulu kita merebut kekasih satu sama lain, menggahinya hanya bonus dalam paket. Lagipula dulu yang kugagahi itu kekasihmu bukan pelacurmu."
Kris ikut tertawa pelan, "ah ya… kau benar juga, kekasihku sekarang seorang artis tapi dia memang lebih seperti pelacurku. Seriously, caramu mengatakannya sangat kejam, tadinya kukira kau sudah berubah ternyata kau masih iblis Luhan hyung."
"Kau jadi lebih toleran memanggilku hyung…"
Kris menegakkan duduknya, tawanya hampir berhenti. "Terpisah darimu membuatku sadar betapa kau mengajariku banyak hal sebagai kakak."
Luhan tak membalas, ia sedikit senang. Mereka menjadi saudara ketika ibunya menikah lagi di Amerika, mereka tumbuh bersama hingga sekolah menengah atas sebelum akhirnya Luhan memilih kuliah di Korea.
Saat itu tahun pertamanya di sekolah menengah pertama, di usia itu tidak mudah untuk menerima saudara baru yang seusia. Dari awal ia membenci Kris karena Kris tak mau jadi adik meski lebih muda dari Luhan. Mungkin beberapa bulan saja tapi tetap saja Luhan ingin tetap dianggap kakak.
Untuk akur tanpa masalah itu saja sudah sulit apalagi dengan masalah itu. Selain itu Kris lebih tinggi dan terlihat lebih dewasa membuat orang mengira Kris adalah kakaknya. Belum tentang wajahnya yang dinilai cantik. Waktu ke waktu keduanya selalu berusaha menjadi yang lebih dewasa.
Hingga entah kapan, mereka mulai merebut kekasih satu sama lain, menghancurkan hubungan cinta satu sama lain. Semakin dewasa, hubungan sulit itu jadi lebih membuat mereka dekat. Merebut kekasih menjadi salah satu cara mereka mengakui persaudaraan mereka.
Tapi itu dulu, masa lalu dan kali ini, Luhan tak akan membiarkan Kris menghancurkan miliknya. Ia tak akan memberi Kris celah. Tidak ketika Kris masih sama seperti dulu. Pikiran Luhan terputus ketika sosok familiar mendekati mejanya.
Terlalu familiar hingga dada Luhan serasa berhenti. Bagaimanapun ia tak berharap bertemu Sehun secepat ini. Rencananya adalah bertemu Sehun setelah Kris meninggalkan Korea dan itu lusa –kalau semua berjalan lancar.
Sehun jelas sedang menuju mejanya, tak diragukan akan menghampirinya. Hal yang patut di syukuri adalah karena Luhan sudah menyadari lebih awal maka ia bisa menyiapkan respon.
"Sehun… Lama tak ketemu…"
Luhan memuji bagaimana ia bisa setenang ini, iblis di seberang meja bisa mencium bangkai maka ia harus menebar bunga kan?
"Ah… hai…"
Kapan terakhir kali Luhan mendengar suara Sehun secara langsung, suara yang tak pernah gagal menjajah perhatiannya, tak pernah bisa ia lewatkan.
Luhan masih tersenyum, menatap lekat wajah Sehun dengan tatapan sebiasa mungkin. Mereka tak bertemu berminggu-minggu dan ia kira hal pertama yang didapatkannya ketika kembali ke Korea adalah melihat Sehun.
Kenyataannya itu hanya harapan karena sekarang ia di sini, duduk dengan serigala mencari makan di seberang meja dan daging harum berdiri di sisi meja. Menjerit padanya agar menerjangnya, melompat dan mencumbu kulitnya, merasakan hangat dan bertukar saliva lantas…
"Temanmu?"
Suara dongsaengnya diseberang meja mengembalikan kewarasannya, Luhan menjerit dalam hati. Kenapa dia malah berpikir mesum di saat seperti ini?! Lagipula Sehun mungkin mempertanyakan keberadaannya di sini.
Luhan tersenyum pada Kris. "Kris, kenalkan ini Sehun. Dia adik tingkatku di kampus dan teman masa kecilku dulu."
Sudah pasti ia tak mungkin bilang kalau Sehun kekasihnya. Cowok pucat itu pasti akan ditelan bulat-bulat oleh Kris. Bahkan jika perlu memakai kekerasan. Ia sangat mengenal Kris karena mereka saudara, Kris akan melakukan apa saja karena Luhan juga akan melakukan apa saja… Setidaknya dulu begitu.
Sekarang, Luhan tak peduli apakah Kris punya kekasih yang mencintai cowok tinggi itu setengah mati, seperti apapun bentuknya. Ia hanya ingin lari dari jangkauan Kris karena sekarang bukan waktu yang tepat untuk masalah datang dalam hubungannya dengan Sehun.
Namun tanpa disadarinya masalah itu sudah datang, menggerogoti cowok pucat yang coba diselamatkannya.
Selama Kris belum mengalihkan pandangan dari Sehun tanpa sadar Luhan juga tak mengalihkan pandangan dari Kris, memastikan dan khawatir Kris menemukan celah.
Sayangnya ia lupa dan melewatkan bagaimana cowok pucat di sisinya kehilangan pegangan dalam dirinya, terbakar oleh persepsi dari fakta yang ditelan emosi.
"Ah… ya Luhan hyung… aku baru ingat aku ada janji dengan seseorang. Aku tadi melihatmu dan kupikir sebaiknya aku menyapamu karena kita sudah lama tak bertemu. Lagipula kita–"
Luhan menoleh karena Sehun tak bisanya begitu banyak bicara yang tak penting tapi cowok pucat itu kehilangan kalimatnya. Clueless, Luhan memperkenalkan Kris. "Sehun, kenalkan ini Kris, dia…"
"Luhan hyung, aku harus pergi. Sampai jumpa!"
Luhan menatap heran sosok Sehun yang keluar dari café. Merasakan ada yang janggal karena Sehun tak biasanya memotong ucapannya. Dorongan untuk mengejar Sehun muncul dan ia hampir berdiri tapi Kris menarik perhatiannya lagi.
"Kau masih populer huh? Bagaimana kalian bertemu?"
Benar, ia tak bisa meninggalkan Kris untuk mengejar Sehun, Kris akan menerka dan meski terkaannya salah, cowok tinggi itu tak suka ditinggalkan, diabaikan dan dinomorduakan. Sehun pasti marah dengannya tapi seharusnya Sehun bisa membaca situasi kan?
Luhan menatap Kris bosan. "Kami pernah seapartemen."
"Bagaimana bisa? Kau sangat menyukai privasi." Kris membalas cepat.
Luhan kaku sesaat, baru sadar membuat kesalahan. Membiarkan seseorang tinggal dengannya adalah hal yang sangat tak biasa karena Luhan memang menyukai memliki ruang pribadinya sendiri.
"Kami teman masa kecil, orang tua kami dekat dan mereka yang mengatur." Sebisa mungkin menjawab acuh tak acuh.
"Mereka berhasil membuatmu berbagi ruang pribadimu?" Pertanyaan dongsaengnya belum habis dan Luhan semakin takut kelepasan saat bicara maka ia hanya menatap tak tertarik dan menyibukkan diri minum buble teanya.
"Aku iri dengan Sehun. Kau tak membiarkanku ke kamarmu dulu." Kris masih melanjutkan.
Luhan memutar mata jengah, kesal dengan ucapan Kris dan kesal pada kenyataan Kris masih menyinggung Sehun. "Karena dulu aku membencimu."
Percakapan itu terus berlanjut dan Kris terus menginvasi perhatian Luhan. Terlebih selama sisa hari itu Luhan tak ubahnya dengan paksa menjadi bayangan Kris.
Ia lupa kalau Sehun terlalu mencintainya untuk memahami cara berpikirnya, cowok itu pasti tenggelam dalam spekulasinya untuk berusaha dewasa. Cara berpikir mereka berbeda dan keduanya lupa untuk melihat dari dua sisi itu.
…
Seperti janjinya, keesokan harinya Luhan membawa Kris ke kampus lagipula ini sudah masuk tanggal penyusunan dan konsultasi rencana studinya dan terlebih lagi… Sehun sudah tahu tentang kepulangannya.
Hal buruk yang ada manfaatnya. Luhan tertawa sinis pada pikirannya yang berusaha optimis. Pagi ini Sehun tak membalas chatnya. Seperti seharusnya, Sehun mungkin sedang sangat marah padanya tapi Luhan juga tak berminat berbuat banyak sekarang.
Besok hari terakhir Kris dan setelah itu ia baru akan meluruskan semuanya. Ini bukan pertama kali Luhan berbohong maka Sehun harusnya tak terlalu marah kan? Luhan juga bisa membuat alasan manis untuk Sehun dan mereka kembali bahagia bersama.
Hhaha! Luhan dan pikirannya mulai ngelantur. Karena kenyataannya ia juga takut akan kemungkinan semuanya tidak seperti perkiraannya. Ketika dirimu terbiasa dihujani cinta kau tak akan tahu kapan hujan itu mereda karena kau lupa untuk menghujani yang lain dengan cinta.
Luhan bertemu dengan beberapa temannya di kampus tapi tak terlibat obrolan serius karena semua orang sibuk konsultasi rencana studi. Dosen pembimbing selalu sulit dijangkau kalau dibutuhkan. Sudah agenda wajib untuk mempersulit, seakan mempermudah mahasiswa membuat mereka cepat miskin.
Luhan menunggu, menunggu, menunggu, mengesalkan tapi di sisi lain Kris ikut menunggu dengannya. Menggerutu sepanjang waktu tentang efektivitas, efisiensi, pelayanan, konsistensi dosen dan entah apa lainnya.
Yang pasti Kris lebih kesal menunggu dibanding dirinya. Luhan sibuk menatap ponsel, berusaha mengabaikan Kris dengan bermain game online. Hingga sesuatu yang disebut kesialan datang ketika pintu kantor itu berayun terbuka.
Sekilas dan sudah mustahil Luhan tak mengenali kekasihnya sendiri. Mungkin lebih mudah kalau ia tak tahu saja. Pesan masuk ke salah satu akun media chat instannya. Chat pribadi dengan akun bernama Kris Wu.
-Cowok itu temanmu kemarin kan?
Luhan berusaha tenang, Sehun hanya diam, melihat sekeliling sebentar sebelum duduk di kursi tunggu di depannya. Luhan melirik Kris waspada, sialnya Kris menatap Sehun serius.
Luhan mengetik balasan.
-Kau ingat ternyata
Balasan aman, menyangkal akan menciptakan kecurigaan dan mengafirmasi akan terkesan menghindari obrolan. Ia harus menanggapi seperti biasa.
"Hai Sehun," Kris menyapa, cari teman mengobrol. Tapi Luhan tetap terganggu, tangannya berhenti bergerak dan ia kalah dalam game online yang dimainkannya. Sebaiknya ia mengirimi Sehun pesan, menyuruhnya mengabaikan Kris dengan alasan logis. Cowok berbahaya yang meniduri kekasih Luhan dimasa lalu mungkin.
Hha! Sehun akan makin tertarik pada Kris yang ada.
"Kau Sehun kan? Kau lupa aku? Kemarin kita bertemu di café. Kau menyapa Luhan kemarin. Tapi kalian hening sekali hari ini." Kris bicara lagi.
Luhan menahan dirinya untuk tak menghampiri Kris dan menganiaya cowok tinggi itu. Tapi yang lebih penting adalah… halaman chat Sehun terbuka tanpa riwayat pesan –Luhan menghapus agar tak ketahuan Kris.
"Diamlah, tak biasanya kau banyak bicara." Luhan memperingati Kris sambil mengetik pesan untuk Sehun…
-Jangan pedulikan Kris
Ia baru akan mengetik lanjutan pesannya untuk Sehun ketika pesan baru dari Kris masuk.
-Siapa tahu kami bisa berteman dan aku bisa menyuruhnya mengawasimu atau menggali siapa kekasihmu darinya
Luhan melotot, ia melirik Kris hambar dan Kris tertawa tanpa suara. Tanpa sadar laman pop up pesan Kris tertutup dan ia mengetik balasan Kris di laman pop up pesan untuk Sehun…
-Abaikan saja dia, jangan repot-repot mendekatinya.
Kirim dan Luhan langsung menutup semua halaman terbuka di ponsel pintarnya. Terlanjur kesal.
Pop up pesan Sehun…
-Kenapa?
Luhan menatap malas, malas memikirkan alasan. Alasan apa yang logis dak tak membuat Sehun tanya macam-macam? Ia balas reflek saja.
-Sulit dijelaskan
Luhan menggigit lidah sendiri, jawaban itu jelas menimbulkan pertanyaan kan? Bodohnya dirinya ini… pop up Sehun muncul lagi…
-Bisakah kita bertemu besok?
Luhan tak berpikir lama, jarinya reflek mengetik balasan karena dari awal semua sudah disusun dipikirannya kalau ia betemu Sehun setelah Kris pergi dan itu besok –sore.
-Tidak bisa
Terkirim dan langsung terbaca. Luhan menunggu balasan.
-Karena Kris?
Begitu sampai ia langsung membalas reflek.
-Ya
Luhan sadar itu terlalu tanpa alasan. Sehun mungkin tak seegois Kris yang tak ingin dinomorduakan tapi Sehun tetap harusnya diutamakan maka Luhan mengetik lagi…
-Bagaimana kalau lusa?
Lagi-lagi langsung terbaca tapi kali ini balasan yang didapatnya secara langsung ketika Sehun berdiri.
"Maaf aku ada urusan lain. Sampai jumpa Luhan hyung, Kris-ssi…"
Sehun meninggalkan ruangan, Luhan dan Kris bertukar pandang sebelum Luhan langsung mengetik pesan lagi untuk Sehun… Ia tak ingin Sehun salah paham. Bukan karena Kris lebih penting tapi karena itu waktu krusial.
-Sehunnie, ya! Kenapa pergi tiba-tiba?
-Kau marah?
-Besok aku harus memastikan Kris naik pesawat dan meninggalkan Korea.
-Aku janji akan melakukan apapun yang kau mau lusa!
Jarinya berhenti mengetik ketika tak satupun pesannya terbaca. Rasa takut mengalir tapi Luhan berusaha menepis.
-Besok malam kalau begitu…
-Sehunie… !
Ia berhenti mengetik ketika pintu ruang dosen pembimbingnya terbuka. Dosen dari fakultas lain yang Luhan tahu adalah dosen pembimbing Sehun keluar sementara dosen pembimbingnya memanggilnya masuk.
Konsultasi rencana studinya adalah bagian paling lancar sepanjang hari itu.
TBC…
Medsos instan yang dipake di sini Line ya… ga sebut merk di cerita biar ga iklan aja.. pop up line kan ga nampilin history chat jadi wajar banget kalo salah kirim… xD
Hahaha, Maaf telat, semalaman terhambat ipo, pagi ini berhasil setelah ganti ip dulu juga...Really sorry...
Sebenernya isi chapter ini cuma ganti POV Luhan aja, coz kemarin ada beberapa yang sepertinya berpikir Luhan jahat… Kan sayang jadi Luen ketik dari POV Luhan biar reader makin ngerti situasinya…
Kalo baca bener-bener mungkin reader juga dapat sense kalau dari chapter awal sampe sekarang semuanya konflik misunder sekali pake… Luen emang ga suka sama segitiga, ngeselin aja jadi ga mungkin Luen bikin cerita segitiga dimana cinta mereka ga punya konsistensi… #Halah
Bilang gitu tapi saya sendiri ga punya konsistensi, dulu katanya oneshot, terus nambah satu then nambah satu lagi, bilang terakhir nambah satu lagi… Haduh maafkan saya… kurang saya banyak dan dimana-mana
Cuma kebiasaan baca fanfik bahasa seberang yang chapternya banyak tapi pendek-pendek… Masterpiece banget sayangnya itu bukan fanfik screenplay jadi ga usah di bahas nanti dikira salah fandom… Hehe
This awesome chance –again… Thank you all, dear reader who keep silent or they who leave mark here… I give you all my super huge love regards #HugKiss… I can make it coz your only support –specially review… Thanks for all kind of your appreciation… :D
Feel so awesome to read various respond on your review… Thank you so much more!
This time, mind to give me your review… ?