HALLO, Readers... THIS IS MY FIRST TAEJIN FANFICTION! Sebenernya dari dulu udah suka banget sama nih couple tapi bingung mau bikin FF ato enggak soalnya masih focus sama FF yang lain *LOL*. Oke jadi ekarang aku beraniin diri untuk buat FF ini.

NOTE!: This is ma first BTS fanfiction so I really need ur reviews guys…

ATTENTION!: Contain rude and dirty talk, self harm, gore and physiologic!

Gak pake basa basi dan banyak cincong lagi, HAPPY READING!

.

.

.

"Oscar in Opera, begitu aku menyebutnya. Kau tersenyum dan menangis di balik kedokmu yang berlawanan dengan kenyataan. Berjalan tak menentu melawan waktu dan kenyataan, hanya mengandalkan nalurimu. Begitu, aku menyebutmu…"

.

.

Waktu telah menunjukkan pukul 2 pagi. Bulan dan bintang memenuhi langit malam agar tak terihat terlalu hampa. Gemerlap dunia malam kota Seoul telah di mulai. Dentuman musik di pub-pub begitu terdengar, bergema hingga memenuhi beberapa pelosok komplek.

Namja bersurai dirty brown itu masih melangkah lunglai di keramaian kota Seoul. Tatapannya kosong, seakan tak ada sisa nyawa yang bersemayam di dalam tubuhnya. Beberapa kali, tubuh kurusnya bertubrukan dengan pejalan kaki lain sehingga mau tak mau, ia harus mendengar gerutuan pejalan kaki yang ia tabrak itu.

Entah sudah berapa kali hal seperti ini terjadi, Taehyung tak dapat lagi menghitungnya. Bahkan mungkin, kemampuannya untuk mengenal angka dari 1 hingga 10 harus mulai dipertanyakan. Ia telah lelah berlari mengejar orang yang berbeda hanya demi pencariannya terhadap 'namja itu'. Kejadian tragis itu kembali berputar di kepalanya.

"Aku kembali mengejar namja yang mirip sepertimu… Lagi…"

BRUK…

"Maafkan aku…", suara lemah Taehyung terdengar bak lirihan. Matanya sama sekali tak berniat membuat kontak mata dengan seseorang yang telah ia tabrak. Ia meneruskan langkah lunglainya.

Namja yang Taehyung tabrak tadi berdiri, membersihkan debu yang berada di celananya. Suara decihan terdengar sebelum akhirnya sebuah kalimat terucap dari sosok namja yang telah Taehyung, "Apakah kau masih mengharapkannya ada di sisimu?".

Langkah Taehyung terhenti.

Ia kenal betul suara itu.

Ia berbalik untuk memastikan bahwa sosok namja ia telah tabrak itu masih menatapnya. Benar saja, namja itu memang menatapnya.

"Sehun…", lirih Taehyung tak percaya.

Namja yang dipanggil Sehun itu hanya terdiam namun ia terlihat tengah memikirkan sesuatu, terlihat dari sorot matanya.

Tangan Taehyung mengepal keras di dalam saku celananya hingga bergetar. "Apa yang sebenarnya kau berusaha katakan?", tanya Taehyung seraya menatap tajam.

Sehun masih terdiam namun dengan seringaian yang terpatri wajah pucatnya.

Taehyung melangkahkan kakiku mendekati Sehun. "Katakan padaku, apa kau dalang dari kejadian itu? Atau ayahmu? Katakan padaku, di mana mereka menyembunyikannya?!", seru Taehyung seraya menarik kerah baju Sehun.

NIHIL.

Sehun masih terdiam di tempatnya, menyeringai dan menatap tepat ke arah manik mata Taehyung yang mulai tenggelam dalam kristal air matanya.

"Katakan padaku! Jangan hanya memikirkannya!", teriak Taehyung seraya melayangkan sebuah tinjuan tepat ke arah pipi Sehun.

Sehun tersungkur ke tanah dingin Seoul untuk kedua kalinya. Taehyung tak dapat melepaskan Sehun begitu saja saat itu. Tinjuan dan tendangan melayang begitu sempurna ke tubuh Sehun yang telah tersungkur ke tanah. Sehun jelas kalah telak namun dibalik itu, Taehyun tahu bahwa Sehun merencanakan sesuatu. Taehyung hanya ingin tahu bagaimana permainan ini akan membawa di masa depan nanti.

"Aku akan meladeni ajakan bermainmu, Oh Sehun!", teriak Taehyung seraya melayangkan tinjuan ke wajah Sehun.

Semua pandangan tertuju pada Taehyung dan Sehun. Taehyung tak peduli bagaimana orang-orang menatap miris dan kasihan padanya, ia tak perlu itu untuk hidup. Baginya, pendapat orang lain bukanlah sesuatu yang benar-benar menguntungkan untuk dirinya bahkan justru menghambatnya.

Suara sirine mobil polisi terdengar. Sehun menyeringai dengan sudut bibir yang mengeluarkan begitu banyak darah. Seorang namja dengan perawakan tak terlalu tinggi dan surai hitam pekat beranjak dari dalam mobilnya, segera menjauhkan Taehyung dari Sehun yang 'terbaring' tak berdaya di dinginnya tanah Seoul.

"LEPASKAN AKU! LEPAS! BIARKAN AKU MENGHAJARNYA!", ronta Taehyung seraya berusaha melarikan diri dari pegangan sang polisi.

Polisi itu mendekapnya paksa, menariknya menuju mobil polisi. "Taehyung, tenanglah! Ini tempat umum, kau tak bisa seperti ini terus!", ujar sang polisi seraya menarik tubuh Taehyung yang kukuh meronta ingin dilepaskan.

"LEPASKAN AKU, HYUNG! DIA PRIA BRENGSEK! KAU BRENGSEK, SEHUN!"

Polisi itu melepaskannya namun tak membiarkan Taehyung kembali menghajar Sehun. Sang polisi bergegas membuat Taehyung menghadap ke arahnya dan detik berikutnya, entah bagaimana, sebuah tamparan keras telah melayang ke pipi rapuh Taehyung. Surai panjangnya seketika menutupi setengah bagian wajahnya.

Kristal air mata seketika jatuh dari pelupuk matanya.

"Maafkan aku, Taehyung... Ikutlah bersamaku… Kita harus bicara.", lirih polisi itu seraya menggiringnya menuju mobil polisi. Taehyung tak menolak namun dalam hati, ia tidak juga menerima keadaan ini.

Beberapa orang berusaha menolong Sehun tanpa terlalu memperhatikan bagaimana Sehun sempat tersenyum kemenangan atas kelicikannya.


Namja itu masih tertidur dengan nyenyaknya di atas kasur empuknya. Bunga tidurnya menggiringnya untuk lebih lama terlena dalam tidurnya. Wajar saja, ini baru pukul setengah 3 pagi dan ini merupakan waktu-waktu penting baginya ketika ia mendapatkan waktu tidur di antara pekerjaan yang menumpuk. Ia merasa seperti menemukan surga di dunia.

Namun, rasanya setan dari neraka telah tiba. Seketika bunyi ponselnya menyeruak ke seluruh sudut ruangan hingga masuk ke indra pendengarannya. Ia terbangun saat itu juga dengan wajah kusut dan amarah yang membara di dalam benaknya. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin di kamarnya.

"Yeoboseyo…", ucap namja itu dengan suara serak khas orang yang baru terbangun dari tidurnya.

"Yeoboseyo, Seok Jin hyung…"

"Eoh…"

"Bisakah kau datang ke kantor polisi sekarang? Aku sedang dalam perjalanan menuju kantor polisi sekarang bersama seseorang. Aku butuh dirimu untuk orang ini."

Namja yang dipanggil Seok Jin itu seketika melirik jam dinding yang terpajang tak jauh darinya. "Apa? Jangan bercanda, Hoseok! Kau…oh tidak…ini pertama kalinya dalam 1 minggu aku mendapat waktu tidur malam dan…"

"Aku mohon, Hyung…"

Seok Jin menghela nafas. Setidaknya ia dibayar untuk masalah ini oleh pihak kepolisian atau mungkin oleh 'seseorang' itu. "Baiklah…"

"Hyung, aku punya 1 permintaan lagi…"

Sejujurnya Seok Jin mulai geram dan sangat kesal dengan permintaan-permintaan yang telah terlontar, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Apa lagi?", tanya Seok Jin datar.

"Tolong cari seseorang bernama Jeon Jungkook di sebuah rumah di sebelah rumahku. Bisa, kan?"

Seok Jin mengkerutkan keningnya, "Untuk apa? Kau sudah cukup menyulitkanku dengan menyuruhku datang subuh seperti ini dan kau bahkan menyuruhku menjemput orang yang tak aku kenal? Orang akan berpikir aku seorang penculik!"

"Jebal…."

Ia akan meminta bayaran lebih atas keputusan bodohnya ini. "Ne, akan kujemput orang itu."

"Gomawo, Hyung… Aku akan menunggumu di kantor polisi…"

Jaringan telepon terputus seketika. Seok Jin hanya bisa meratapi nasibnya. Oke, ia baru tidur sekitar 4 jam dan seperti inikah akhirnya? Inikah akhir dari sebuah mimpi indah yang ada dalam mimpinya?

Ia menatap taburan bintang di langit lewat jendelanya ia belum ia tutup dengan korden. Terlihat indah baginya.

"Jeon Jungkook?"


Langkahnya mulai tidak seimbang sejak turun dari mobilnya. Mantelnya tak cukup tebal untuk membalut dan mengusir dingin dari tubuhnya. Wajah kusut dan mata bengkaknya menambah sulit perjalanannya. Ia menyusuri kompleks perumahan tersebut.

Matanya beralih pada sebuah rumah bertingkat 2 dengan gerbang hitam di depannya. Ada suara rebut-ribut gonggongan anjing dari sana. Itu rumah Hoseok.

Hanya ada 1 rumah di samping rumah Hoseok. Rumah bernuansa sederhana walaupun rumah itu bertingkat dua. Ada banyak tanaman yang menambah indah rumah itu dengan air mancur di pojok halamannya. Namun, bukan itu menjadi pusat perhatian Seok Jin. Ada seorang namja yang tertidur di kursi dekat halaman rumah itu.

"Mungkinkah itu…Jeon Jungkook?"

Oke, ia memberanikan diri masuk tanpa ijin ke dalam rumah itu hanya demi mencari seseorang bernama Jeon Jungkook yang bisa jadi hanyalah seorang bocah. Ia harus bersiap-siap untuk kehancuran masa depannya setelah ini.

Ia berada tepat di hadapan sosok bocah sekitaran usia 8 tahun yang tengah tertidur itu. Parasnya tidaklah asing bagi Seok Jin. Mungkin ia melihatnya saat menjemput keponakan Hoseok beberapa hari terakhir.

Seok Jin menepuk pundak bocah itu, membuatnya terbangun dari tidurnya dengan wajah kusut, tak berbeda jauh dari dirinya beberapa menit yang lalu.

"Apa kau Jeon Jungkook?", tanya Seok Jin pelan, takut membuatnya terkejut.

Bocah di hadapannya mengerutkan keningnya, menatap intens pada Seok Jin. "Seok Jin hyung?"

"Kau kenal aku?"

Entah sejak kapan, sosok bocah yang baru ditemuinya itu telah memeluknya erat. Ia dapat merasakan mantelnya mulai basah. Apa mungkin bocah ini menangis?

"Apa kau Jeon Jungkook?"

Suara tangisan mulai terdengar, "Jangan bercanda, Hyung! Aku sudah menunggumu selama 3 tahun! Kau tidak tahu bagaimana Taehyung hyung sangat sedih. Ke mana saja kau, huh? Ke mana?!", bocah itu meraung di pundak Seok Jin, membuat indra pendengarannya berdengung seketika.

"Apa yang bocah ini maksud?"

"Ke mana saja kau setelah insiden itu, huh? Ke mana? Aku merindukanmu, Hyung! Sangat!", imbuh sosok itu seraya memukuli punggung Seok Jin.

"Insiden apa? Memangnya aku kenapa? Dia mengenalku?"

Bocak yang Seok Jin pastikan bernama Jeon Jungkook itu masih menangis meraung-raung di pundak Seok Jin, mendekap Seok Jin begitu erat. Hingga, beberapa menit berlalu, Seok Jin tak mendengar suara apapun bersamaan dengan dekapan bocah yang mungkin bernama Jeon Jungkook itu merenggang.

"Tertidur…", gumam Seok Jin seraya menggendong Jungkook ke mobilnya. Ia bisa melihat bekas tetesan bening air mata yang masih membasahi pipi Jungkook. Ia tak tega melihatnya, terlihat begitu malang.


Ruangan itu terlihat biasa bagi Taehyung. Ruangan itu penuh dengan meja-meja dan dokumen-dokumen bertumpuk-tumpuk di hampir setiap sudut ruangan. Rangkaian besi membentuk sebuah kotak yang memungkikan 4 orang berada di dalamnya. Kotak itu terdapat di pojok ruangan tersebut, tak jauh dari tempat Taehyung terduduk sekarang. Seseorang duduk di hadapannya, menatap dengan….intens dan sedikit miris kepadanya.

"Kau…masih sadar kan kalau ini adalah ke-delapan kalinya kau berakhir di sini dalam jangka waktu 5 hari? Apa kau tak menghitungnya?", tanya seorang polisi ber-nametag 'Jung Hoseok' itu.

Taehyung masih tertunduk dan tak bergeming, terduduk manis seraya memainkan jarinya di pahanya.

"Taehyung, dengarkan aku, aku tidak menjebloskanmu dengan semena-mena sejak penangkapan pertamamu 5 hari yang lalu karena aku mengerti bagaimana keadaanmu. Ini memang sedikit sulit tapi, bisakah kau mulai mengatur emosimu? Maksudku…"

Taehyung menatap mata sang polisi, memberikannya tatapan dengan linangan air mata, "Jika kau mengerti, mengapa kau membawaku ke tempat ini? Kenapa tak langsung membawaku ke rumah? Adikku di rumah….sendirian. Dia mungkin masih menungguku. Ini sudah jam 3 pagi dan kau masih mengunciku di sini dengan segala pertanyaan yang bahkan bisa kau tanyakan di rumah atau di mobil. Aku baru pulang bekerja. Seperti ini yang kau sebut 'mengerti'?", tanya Taehyung dengan linangan air mata yang merembes dari pelupuk matanya. Setiap detiknya, suaranya semakin bergetar, membawa kesan bagaimana ia sangat tertekan dengan kehidupannya sekarang.

Hoseok tak bisa menjawab dengan perkataan apapun, mulutnya terkunci. Ingin rasanya ia memberitahu tapi, bagaimana jika ia justru semakin memburuk dan justru membuat kerusuhan sehingga berujung di penjara? Hoseok sudah bersumpah pada dirinya sendiri untuk tidak mempersulit kehidupan Taehyung. Hoseok sudah mengenal Taehyung bahkan ketika mereka baru mengenal susu, tangis dan popok.

"Adikmu sudah datang…", ucap Hoseok seraya menunjuk ke arah pintu masuk.

Taehyung seketika terlonjak ketika melihat Jungkook berada di gendongan seorang pria tinggi dengan keadaan terkulai lemah seperti itu.

"Jungkook!"

Ia berlari menghampiri sosok namja yang menggendong Jungkook itu, seketika mengambil alih Jungkook dari gendongan sang pria yang mungkin tak dikenalnya itu. Ia menatap panik ke arah Jungkook yang berada di gendongannya.

"Tenanglah, ia hanya tertidur."

Taehyung mendongakkan kepalanya, menatap sosok namja tinggi yang ada di hadapannya tersebut. Ketika ia sadar siapa yang ada di hadapannya, nyawanya seakan melayang seketika. Kakinya melemas bahkan benteng pertahanannya seakan runtuh seketika.

Seok Jin tak terlalu memperdulikan tatapan Taehyung. "Ia menangis meraung-raung sambil mendekapku. Ia mengomeliku bahkan memukuliku. Apa mungkin ada seseorang yang–"

"Seok Jin…", lirih Taehyung akhirnya bersamaan dengan setetes kristal air mata yang menitih dari pelupuk matanya, mengundang rasa bingung dan terkejut dari Seok Jin.

"Kau….juga mengenalku?"

Taehyung menatap tepat ke manik mata pria itu, menyelami hingga bagian terdalam demi mendapatkan jawaban yang ia butuhkan. Tubuhnya sedikit bergetar.

"Tidak… Aku hanya melihat di nametag-mu.", ucap Taehyung seraya berusaha menyeka air matanya namun tangan tak cukup panjang untuk itu (ada Jungkook di gendongannya).

Seok Jin mengalihkan perhatiannya pada nametag-nya. Oke, ada namanya di sana.

"Taehyung ah…", suara Hoseok mengalihkan atensi Taehyung dan Seok Jin. Hoseok menepuk pundak Taehyung.

"Untuk sementara, kau dan Jungkook harus tinggal bersama Seok Jin hyung. Keadaan di sekitarmu sudah tidak kondusif ditambah keadaanmu yang semakin buruk setiap hari. Aku tak mau kau menjejakkan kakimu kembali di kantor ini besok atau seterusnya. Jadi, kumohon, tinggalah bersama Seok Jin hyung untuk sementara. Setidaknya kau bisa belajar mengendalikan dirimu, Taehyung ah..", jelas Hoseok.

Taehyung hanya bisa tercengang di tempatnya sementara Seok Jin hanya bisa menganga lebar. Walaupun Taehyung bukan pasien pertamanya tapi Taehyung adalah pasien pertama yang akan tinggal di rumahnya tanpa pengamanan dari pihak kepolisian. Seok Jin bergidik ngeri membayangkan bagaimana ia menjadi korban dari kebejatan Taehyung.

"Aku tidak sebejat itu, Brengsek…", gerutu Taehyung dalam hati seraya menatap Seok Jin yang berdiri di sampingnya.

"Jadi?"

"Baiklah, ia dan adiknya itu akan tinggal di rumahku dalam jangka waktu hingga ia sembuh. Aku akan berusaha. Kau harus membayarku untuk ini.", ucap Seok Jin seraya memegang pundak Taehyung, membuat Taehyung merasa semakin tidak nyaman.

"Itu bukan masalah, Seok Jin hyung…", jawab Hoseok.

Seok Jin kemudian membawa Taehyung dan adiknya menuju ke mobilnya dalam keheningan malam. Taehyung duduk di kursi penumpang belakang dengan paha yang menjadi tumpuan sang adik yang tengah tertidur.

Seok Jin mulai melajukan mobilnya di aspal jalan kota Seoul. Ia melirik Taehyung yang terdiam di kursi belakang.

"Tidakkah dingin hanya memakai kaos tipis seperti itu di malam yang dingin ini?", tanya Seok Jin memecah keheningan.

"Tidak.", jawaban yang sangat datar meluncur dari mulut Taehyung.

"Kenapa kau berada di kantor polisi? Kesalahan apa yang kau perbuat? Seperti Hoseok sangat mengenalmu."

"Memukuli seseorang di jalanan. Hoseok adalah sahabat karibku."

Seok Jin mengangguk bahwa ia mengerti maksudnya. "Jadi, aku sedikit tak mengerti mengapa adikmu mengira bahwa aku adalah hyungnya. Apa aku semirip itu?"

Taehyung melirik spion mobil Seok Jin hingga dapat melihat wajah Seok Jin dengan jelas. "Memang apa urusanmu?"

Seok Jin mengedikkan bahunya. "Bukan masalah jika kau tak ingin bicara. Jadi apa masalahnya hingga Hoseok harus memanggilku?"

"Memang kau siapa? Aku hanya harus menumpang di rumahmu, kan?"

Seok Jin menghela nafas panjang, tak habis pikir dengan sosok baru ini. "Aku psikiater yang akan menanganimu, Taehyung."

"APA?"

.

.

.

TBC

Lanjut atau Delete nih, guys? Hadeh… maaf ya kalo nih FF hancur dan gak nyambung banget -_-". Ini gaje n banyak typo(s) pula. Boleh marah-marah kok kalo mau asal gak ngebash aja *maksud lho?*. Saran dan komentar sangat diperlukan, Guys! I NEED UR REVIEW(S), GUYS! SARANGHAE *lambai2 bareng Jimin oppa ^^* *dibakar ARMY*