Hari minggu, sekotak pizza double cheese dengan seliter botol cola.

Adalah perhiasan yang membuai bagi Tao. Menyesap betapa segarnya cola, membuat kerongkongannya yang kering menjadi sejuk. Sensasi karbon yang ada didalam cola membuat bibirnya berlekuk lucu. "Sudah lama sekali tidak melakukan ritual hari minggu seperti ini, hah rindunya!" pekiknya sembari menyuap sepotong pizza kedalam mulutnya. "Hmm, lezat!"

Tangan kirinya tidak diam. Menekan mouse untuk memplay sebuah film yang cocok untuk hari minggu berharga seorang Huang Zi Tao.

"Aku tidak tahu ini film macam apa, kata Luhan dan Baekhyun sunbae ini bagus. Yasudah, lets play!" katanya dengan girang. Menaikan volume hingga full, memaximize layar dan kini menyelonjorkan kakinya adalah syarat agar film yang ia tonton masuk kedalam logikanya.

Film diputar, dan mata gadis itu membola kaget. "Omo!" pekiknya panik. "Film macam apa ini!?" tanya entah pada siapa. Tangnya yang sudah bebas dari sepotong pizza yang kini berpindah ke dalam perutnya pun mengecek cover film tersebut. Lalu secepat kilat ia membuka google, si makhluk yang serba tahu guna menjaga kesucianya, ia mencari tahu film macam apa yang di sarankan oleh kedua seniornya itu.

White Bird In A Blizzard

Tao menaikan alisnya, membaca sinopsisnya hingga tuntas lalu memainkan filmnya lagi. "Ternyata begitu, ok, lanjut lagi!"

"Ah, aku bosan!"

Sudah pukul dua siang, dan itu wajar bagi Tao untuk merasa bosan. Sedari tadi ia hanya menonton film, main game dan makan. Ia bosan. Pergi keluar bukanlah hal yang bagus mengingat musim telah berganti menjadi musim terik alias musim panas, membuat Tao enggan membuat kulit eksotisnya menjadi lebih emas dari ini.

Kaki jenjangnya melangkah menuju kamar, mencari suatu benda yang membuatnya senyum.

Laptop. Itulah benda itu.

Kakinya melipat diatas sofa, ditemani sang laptop berwarna cyan metalik dan sekotak cokeat membuat Tao tidak kesepian untuk berselancar didunia internet.

Tanganya tidak tahu ingin memencet apa, ia juga dari tadi hanya membaca artikel tentang homosexual. Entah, gadis berambut hitam itu jadi sedikit tertarik dengan hal itu. Ingin saja ia memencet gambar seorang lelaki manis berambut madu yang tengah dicumbui mesra orang seorang pria kekar yang ada didepannya. Bibirnya sudah senyum-senyum mesum, namun sebuah ketukan pintu membuatnya menggeram kesal.

Ia meletakan laptopnya diatas meja, lalu berjalan menuju pintu.

"Siapa?" tanya Tao lewat sebuah lubang kecil dipintu.

Tao tidak dapat melihat orangnya, hanya terlihat dadanya saja dan itu memberinya jawaban siapa yang bertamu ke flatnya. "Pergi sana! Kau mengganggu hari minggu ku!"

Suara diluar tertawa, "Begitu kah caramu menyambut tamu? Oi, tamu itu raja. Ayo cepat buka."

Entah angin dari mana, tanpa a atau b, Tao membuka pintu itu dan mempersilahkan agar Kris masuk kedalam flatnya. Lelaki jangkung berambut pirang itu hanya tersenyum puas lalu mengusa rambut Tao lembut. "Kau harus sering seperti ini, manis sekali." Bisiknya.

Merah. Wajah Tao merah semua. "K-kau bicara apa hah!? Dasar gila!" lalu gadis itu melenggang pergi menuju dapur, mengamankan makanannya. Sementara Kris langsung menjatuhkan diri diatas sofa dan memejamkan matanya. Namun perhatiannya terkecoh dengan apa yang ia liat diatas meja kaca.

"Woah, dia punya selera yang bagus. Bukan kah ini laptop keluaran terbaru? Seleranya lumayan." Monolognya lalu menarik laptop itu menuju pangkuannya. "Dia berani sekali tidak mempassword laptop pribainya. Benar-benar gadis yang diluar dugaanku." Sambungnya lagi.

Bagitu layar laptop itu menyala, mata si pirang itu membelalak terkejut. "Ya Tuhan! Yah, Apa yang kau lihat!?" teriak Kris dari ruang tamu membuat si gadis langusng lari terbirit dari dapur menuju tempat dimana Kris berada.

Kris menatap dua bola mata hitam Tao dengan lekat, meminta jawaban dari si gadis tentang apa yang ada didalam layar laptop itu. "Apa-apaan kau ini? Siapa suruh buka laptop orang sembarangan! Sini!" pintanya paksa, namun Kris masih memegangnya dengan erat. "Kembalikan, itu privasi ku!"

"Kau suka yang melenceng?" tanya Kris. Gadis berkaki jenjang itu hanya mendengus sebal, tangan halusnya memukul bahu Kris keras lalu menendang tulang keringnya dengan keras. Kris meringis namun tidak seeprti biasanya, lelaki jangkung itu hanya meringis dalam diam lalu kembali stay dengan tampang aneh yang tidka pernah Tao lihat sebelumnya.

Ini aneh.

Namun Tao tidak ingin larut, Kris harus pergi dan mengembalikan laptopnya sekarang juga sebelum apa yang Tao unduh, Kris lihat dan membuatnya pingsan ditempat. Ia tidak ingin repot karena harus memindahkan tubuh raksasa Kris dari lantai menuju atas sofa, tidak mau.

"Memangnya kenapa? Inikan bukan urusan mu! Sini kembalikan!" jawabnya ketus. Tanganya masih berusaha merebut laptop dari tangan si jangkung. Tao yang lemah atau Kris yang terlalu kuat, yang jelas mata mereka saling menatap sekarang.

Tao menyerah. Dan ia kesal sekarang.

"Mau apa sih kau datang kemari?" lelaki itu masih diam. Tanganya bergeser untuk meletakan laptop si gadis keatas meja. Mata tajamnya terus memperhatikan dua kelereng indah Tao tanpa mengedip. Ini aneh. "Hey, aku berbicara dengan mu!" sebal, Tao berteriak guna menyadarkan lamunan si jangkung, Kris.

Lelaki itu kenapa? Batin Tao terus berkeliaran tanda tanya.

Datang kemari saja sudah menjadi pertanyaan ditambah sikapnya yang sekarang aneh membuatnya pusing mencari jawabannya. "Hei" tanganya bahkan sudah melambai didepan dua bola mata Kris tapi lelaki itu belum juga sadar dari lamunanya. Dia ini kenapa? Tao bingung.

"Aku butuh bantuanmu." Satu kata yang keluar dari mulut Kris, namun banyak pergerakan yang membuat Tao menggelinjing dari atas hingga bawah.

Kris menggendongnya menuju dalam kamar dan menguncinya. Tao panik, tubuhnya terasa panas. Sama saat pertama kali Kris datang didepan pintu rumahnya dan mengusak rambutnya dengan telapak tangan lebarnya. Ada sensasi lain yang Tao rasakan ketika tubuh mereka saling merespon.

"Berhenti, jangan lakukan yang lebih." Interupsi Tao ketika Kris sudah menindihnya diatas kasur. Wajahnya datar tanpa ekspresi, matanya menajam seperti belati dan itu membuat tubuh Tao menggigil serta dilanda rasa takut juga cemas yang berlebihan. Tao rasa ada yang salah dengan situasi ini. Tanganya menahan agar bahu mereka tidak saling menempel. Entah, Tao tidak tahu pasti, tapi semuanya terasa asing.

"Jangan takut, bukan kah sudah biasa?" bisik Kris tepat ditelinga.

Bulu kuduknya meremang, ini bukan Kris! Batinya yakin. "Kris, sadarlah! Kau kan tidak suka gadis 19 tahun, cepat lepaskan!" pintanya. Namun Kris malah mendekatkan mulutnya menuju lekukan leher Tao yang terekspose begitu saja. Kaus yang Tao gunakan berleher v, bukan hal yang susah bagi Kris untuk menjelajah bagian sensitive setiap gadis itu.

"Jangan lupakan hari ini Tao, ini adalah sebuah perintah." Suara Kris, memecah keheningan ruangan. Mata gadis itu membola, ini berbeda. Bukan Kris, ini bukan Kris.

Tao memegang kedua pipi Kris, menatap lekat-lekat kedua kelereng cokelat tua itu dalam tangis yang perlahan mulai menderu. "Kau, siapa?" tanyanya ketakutan. Tao ingin menyepaknya namun seakan setiap sendinya kaku, ia hanya mampu melakukan ini.

Seseorang itu menatap Tao dengan sorot mata yang dalam, lalu memeloroti celananya dengan cepat. Melebarkan pahanya dan menggesekan sesuatu yang tegang pada permukaan kewanitaan Tao. Gadis itu menangis, namun ia tetap diam.

Hanya membiarkan air matanya yang jatuh, tidak suara pilu yang sudah sesak ia tahan didadanya. Lelaki yang mengaku 'kris' itu menyeringai dengan bengis, lalu meraih bibir peach Tao seakan bibir itu adalah daging yang diciptakan untuk dikoyak.

Rasa anyir juga terasa pada lidah Tao. Salivanya tercampur dengan darah. Tao hancur saat ini juga.

"Jangan takut, bukankah ini sudah biasa?" ulang pria itu lagi. Otak Tao bekerja keras mengingat kata-kata itu, namun buram. "Kita selesaikan ini secara halus, kau tidak ingin liang peranakanmu robek dan menyisakan ini untuk 'Kris' bukan? Tenang saja, dia pasti bisa mengecap betapa nikmatnya rasamu, Zitao."

Lelaki itu menggerekan pinggulnya, menghasilkan linagan darah yang perlahan menetes dari liang Tao. Gadis itu meringis dalam diam. Ia berteriak dalam hatinya, meminta agar Kris segera datang dan menyeret orang ini kedalam zona tidak aman milik Kris.

"Kau cengeng, Zitao." Bisik orang itu meremehkan, tanganya melucuti baju atas Tao hingga polos. Gundukan besar itu naik turun seiring gerakan yang lelaki itu pompa. Badan Tao melejit naik, sesuatu bergejolak didalam perutnya yang terasa penuh. "Ayo, Zitao, tumpahkan saja." bisiknya lagi.

Gadis itu memejam, merasakan sakit yang amat sangat bersamaan dengan cairan putiih bercampur dara h yang mengalir keluar dari liangnya. Lelaki itu mencolek cairan yang bahkan tidak pantas untuk ia jilat. Tao bersumpah akan memenggal kepalanya dan membawanya kedalam lemari kaca museum. "Sudah selesai, saatnya aku pergi." Katanya cuek.

Lelaki mirip Kris itu mengenakan pakaiannya lagi lalu mengusap pipi Tao pelan. Menelusuri tiap inci tubuh indah gadis yang ia idam-idamkan selama ini. "Menagapa kau begitu indah?" tanyanya. "Tapi sayang kau malah pergi menuju Kris ketimbang lari kepelukan ku, dasar bodoh." Ujarnya.

"Dengar ya, Zitao. Aku akan memperhatikanmu sampai ajal menjemput dirimu dan terkulai lemas diatas dinginya bumi. Kau tahu? Seharusnya kau tidak usah muncul dan mencari perkara dengan ku. Kau tidak tahu? Kau terlalu naif. Jika kau tetap bersama Kris, akan kupastikan tidak akan ada yang selamat diakhir minggu ini, mengerti? Kau memang anak yang manis, Zitao."

Cup

Bibir tebal lelaki itu mengecup pucuk kepala Tao dengan sayang. Lalu menoel pucuk puting susu Tao yang menegang dengan gemas. "Jangan menangis, kau tidak mendengarkan aku ya?" Tao tidak bergeming. Ia masih berdiam dalam tangisnya. Badanya yang polos membuat lelaki itu harus berkali-klai menahan hasrat agar tidak memompa liangnya lebih keras dari yang tadi.

"Aku Kevin, jangan abaikan perkataanku yang tadi jika kau ingin selamat. Jangan beritahu siapapun tentang aku meracuni liang perawan mu dengan pedang kesejatianku, oke? Aku pergi."

Harusnya ia menyadari ini dari awal.

Kris, tidak akan pernah mengusap kepalanya dengan cara yang seperti itu. Kris juga tidak memiliki iris cokelat gelap, dan dia juga tidak mungkin tidak mengintilinya dan malah memilih mendiamkan dirinya diatas sofa ketimbang membuat Tao lebih kesal dari yang tadi itu.

Ia bodoh, ia merutukinya sekarang. Ia baru paham, ia baru ingat. Lelaki itu bukan Kris, itu jelas. Sebejad-bejadnya Kris, ia tidak akan mungkin memaksanya melakukan 'this-n-that' dengan cara yang seperti itu. Tao bodoh, dan ia sadar jika banyak yang dalam bahaya karena dirinya.

"Kris, maafkan aku."

Satu yang ia mohon pada Tuhan, jangan biarkan Kris mati ditangan seseorang yang bernama Kevin. Ia berharap, Kris akan tetap hidup dan menghampirinya dengan sikap menyebalkannya seperti biasa. "Ini sakit." Keluhnya sambil mengusap area kewanitaanya. "Ini berdarah, sakit." Katanya lagi dan air matanya semakin deras berderai.

Tao memang bodoh. Sampai kapan ia ingin tertidur disana?

.

.

Ini sebuah riddle untuk Junmyun.

Bagaimana bisa gadis itu berubah menjadi pribadi yang pendiam setelah kejadian dirumah sakit beberapa hari lalu. Gadis itu menjadi menutup dirinya, menjadi lebih sopan dan juga dia bersikap seperti tidak mengenal Kris, padahal sebelumnya semua orang tahu jika mereka bagaikan 'tom-n-jerry' yang selalu kejar-kejaran tentang hal yang sangat tidak normal.

"Junmyun," oh ternyata Kris. "Ada apa ?" jawab Joonmyeon santai.

Mereka berada dihalaman depan kantor mereka yang akhir-akhir ini mendadak ramai karena kasus pembantaian yang menyeret nama Kris Wu dan juga Huang Zi Tao yang merupakan agen berbakat dirank paling atas dan itu membuat semua awak media menjadi tertarik untuk menguak kebenarannya melebihi Junmyun yang merupakan inspektur tertinggi disini.

"Apa yang kau ingat sejauh ini ?" Kris menggeleng tanda tidak ada apapun yang dia ingat hingga hari ini. Nafas Junmyun menghembus berat, sampai kapan ingatan Kris akan terus membeku ? semua tengah menunggu ingatan itu cair dan memecahkan semua tanda tanya serta jawaban dari semua kasus ini.

"Bagaimana dengan Tao ?" kini Junmyun yang menggeleng.

"Keadaannya bagaimana ?" tanya Kris dengan sebatang rokok ditangan kanannya yang ia ambil dari saku sebelah kirinya. Mata Junmyun memperhatikannya dengan seksama.

"Dia sehat, hanya saja ada perubahan sedikit pada sifatnya. Bahkan terbalik" Alis Kris menaik, "Maksud mu ?" tanya Kris lagi. Kris menyalakan rokok itu dan menghisapnya dengan asap yang terlepas setelah beberapa lama terdiam didalam rongga paru-parunya dan terhembus keudara bebas dengan ringan. Mata Junmyun masih memperhatikannya dengan seksama.

Suara derap sepatu hak terdengar dibelakang mereka.

Ternyata itu Tao, sedang membawa sekotak kertas hvs dari ruangan dokumen menuju ruangan Yixing digedung b yang bersebrangan dengan gedung ini. Wajahnya pucat, sorot matanya menuju bawah lantai dan langkahnya sangat buru-buru. Junmyun langsung menghampirinya tanpa berfikir apa yang akan terjadi selanjutnya jika dia melakukannya.

"Tao-yah !"

Gadis itu menoleh dengan mata merah, dia menangis. "Ada apa ?" tanya Junmyun pelan, namun Tao masih teridam dan terus berjalan. "Apa ada orang dari gedung ini yang mengerjai mu ?" gadis ini menggeleng lagi dan makin mempercepat langkahnya.

GREP

Tangan Kris menggenggam pergelangan Tao dengan erat dan membuat barang yang Tao bawa berjatuhan kebawah. Wajahnya menjadi panik, entah mengapa, tapi Junmyun rasa seperti ada perasaan 'beware' ketika ia melihat Kris mendekatinya. Junmyun paham.

"Lepaskan aku" katanya pelan sambil berusaha melepaskan diri dari Kris yang keras kepala terus menggenggam tangannya erat. Mata Kris tertuju pada kedua bola mata Tao yang terlihat lain. Seperti ada sebuah perasaan takut yang mendalam padanya. "Apa yang kau takutkan dari ku, nona Huang ?" tanyanya jelas tepat didepan wajah Tao yang sudah bercucuran keringat.

Ini aneh,

"Huang Zi Tao, kau takut dengan aku ?" gadis itu berusha melarikan diri dengan sekuat tenaganya. Junmyun menaikan alisnya bingung. "Tao," panggilnya,

"Mengapa kau tidak menggunakan wushu mu, dan juga, sejak kapan aku memiliki tato yang sama dengan Kris ? apa kalian pasangan sekarang ?"

Benar. Kris baru sadar, dileher Tao ada sebuah tato dengan kata yang tidak dia mengerti.

"WAH-9391025 ?" Kris berfikir, sementara Tao melarikan diri entah lari menuju arah mana. Seketika kepalanya pusing, dan punggungnya terasa berat. Ia seakan mengingat sesuatu namun susah untuk dia katakan pada Junmyun. "Kau kenapa ? pusing mu kambuh lagi ?" Kris menggeleng,

"Ada apa di leher ku ?" Junmyun memperhatikan leher Kris dengan seksama. "Tato yang sama seperti Tao. Apakah kalian sedang bertengkar ?" Kris mendecih kesal, mengapa dia baru sadar.

"Junmyun,"

"Hm ?"

"Kurasa, kita kalah satu langkah dari musuh kita." Junmyun menaikan alisnya bingung, "Maksudnya ?" Kris menunjuk tatonya dengan mata menajam kesal, "Ini adalah kode. Kode dengan racun yang masih aku belum ketahui jenisnya dan kurasa Tao juga terkena."

Mata Junmyun membulat, "Apa aku serius !? ya Tuhan, bagaimana bisa !?" katanya frustasi dan mengikuti Kris yang sudah berlari meninggalkannya mencari keberadaan Tao yang tadi melarikan diri. Mereka sudah benar-benar kalah satu langkah besar musuh mereka. Junmyun, the brain, benar-benar sangat bodoh saat ini.

Dia bahkan tidak tahu racun apa yang tengah tertanam didalam tubuh dua agen berharganya yang akan membawa sebuah bencana yang bahkan lebih korosif dari bahan kimia berbahaya.

Sesorang didalam sedan itu tersenyum puas, dengan senyuman tipisnya seakan-akan semuanya tengah dibawah kendalinya yang mutlak. Gadis di sebelahnya hanya berdiam diri dan memperhatikan layar yang memantau seorang gadis lain dengan surai gelapnya, Tao.

Gadis itu sedang merintih kesakitan didalam kamar mandi perempuan staff gedung c. Wajahnya sangat merah dan keringatnya bercucuran sangat banyak. Dia tergelatak dengan tangan yang memeluk perutnya dengan isakan 'sakit'.

Ia juga menangis dengan sesekali memanggil-manggil nama Kris. Dan itu sebuah tanda tanya besar untuk gadis dengan rambut pirang yang tengah menyaksikan Tao merintih kesakitan diatas dinginnya lantai toilet. "Apa ada masalah, sica ?" gadis itu menggeleng, "Hanya saja aku tidak mengerti, Kevin"

Kevin –nama pemuda itu- menaikan alisnya bingung, lalu mengalihkan pandangannya kearah Jessica yang duduk tak jauh darinya. "Hm ? ada apa ?" Jessica menunjukan rekamannya pada pemuda yang ia panggil dengan nama 'Kevin'. Matanya memicing melihatnya, dan menyuruh supirnya untuk melaju menuju gedung c tersebut.

"Aku tidak menyangka jika zat 'itu' masih tertanam didalam tubuh gadis itu."

Kening Jessica mengkerut, "Apa yang kau kutipkan dalam kata 'itu', Kevin ?" pemuda itu hanya diam dan terus memandangi rekaman gadis dengan rintihan sakit itu dengan gemeretak giginya, kesal. Tanganya mengepal dengan keras. Dalam sepi, Kevin menggumam,

"Setidaknya dia tidak akan pernah menjadi dirinya yang pernah Kris kenal lagi." Lalu seringaian melukis dengan manis diatas bibir tipisnya. Mengingat betapa manisnya tubuh itu, membuat giginya bergemaltuk gemas. Satu kali tidak akan cukup, salahnya sendiri menaruh dosis yang amat tinggi pada gadis itu.

Dosis diatas normal yang membuatnya mabuk kepayang dan bahkan ia tidak dapat tidur dengan tenang karena gerakan dua benda kenyal Tao berkeliaran didalam imajinasinya.

Jessica menautkan alisnya bingung, "Kau kenapa? Tidak apa-apa bukan?" seseorang itu menatap dua iris jernih Jessica dengan senyuman, lalu mengangguk. "Aku tidak apa-apa, cepat urus si gadis itu dan bawa dia padaku. Jangan sampai terjadi apapun pada tubuhnya." Perintah pemuda itu.

"Tenang saja, aku akan mengurusnya. Dan juga tentang Kris, dalam hitungan jam, ia akan merasakan sakit yang teramat, apalagi jika ia tidak bisa menemukan gadis itu. Bagaimana jika kau sekalian bunuh saja Kris didepan gadis itu?" saran Jessica membuat mata terpejam lelaki itu membuka.

"Aku ingin dia hidup lebih lama, paling tidak sampai ingatan mereka kembali lagi." Sahut lelaki itu sambil meraih cerutu yang tak jauh darinya. Asap yang berpola 'o' melayang bebas lewat kaca disampingnya, "Jangan bunuh mereka. Biarkan mereka merasakan sakit seperti apa yang dia rasakan saat mereka kehilangan ingatannya."

Dan bibir tebalnya itu menyeringai lagi lalu memerintahkan agar memboyong Tao untuk disekap pada kediamannya.

.

.

.

Kris berlari dari sana kesini, namun gadis itu belum juga bisa ia temukan. Rasa cemas menggerogoti hatinya yang sedari tadi mencoba tegar dan tidak panik.

Joonmyun langsung berlari mencari bantuan dan meminta Kris agar mencari Tao lebih dulu. Ia juga tidak ingin gadis yang penting itu hilang atau bahkan yang terburuk dibunuh. Joonmyun tiba-tiba menjadi bodoh.

Mengapa ia tidak meminta bantuan Minseok? Wanita itu bukankah ahli dibidang semacam itu? Bukankah banyak yang ia ketahui tentang racun dan hal-hal lain yang berhubungan tentang tubuh manusia.

Harusnya, harusnya Joonmyun membawa keduanya ke Minseok jauh dari hari ini. Namun nasi sudah menjadi bubur, dan Tao juga sudah menghilang. Terlebih gadis itu hilang dengan sikap yang membuat kepala Joonmyun jempalitan mencari jawaban dan intuisi untuk ia teliti lebih lanjut.

Kuncinya adalah kode yang ada dileher keduanya. Namun itu terlalu rumit untuk dijabarkan sekarang. Menemukan Tao hidup-hidup adalah opsi terbaik daripada menjawab kode yang bahkan hanya digunakan sebagai penanda dan juga sebagai bom waktu. "Sial! Aku bertindak lambat! Dasar bodoh!" makinya pada diri sendiri.

Kakinya berlari menuju ruangan Minseok, mendobrak pintu itu hingga membuat yang ada disana menujukan matanya kearah Joonmyun seorang. Minseok menautkan alisnya bingung, "Ada apa Joonmyun? Ada masalah?" tanya Minseok khawatir.

"Besar, Minseok nuna. Bahaya, dua bawahan ku sedang dalam bahaya. Tolong bantu aku, panggilkan divisi Chanyeol dan Sehun untuk membantuku. Suruh Jongin untuk melaporkan ini pada ketua dan selidiki mobil yang terkakhir datang menuju bangunan ini. Aku mohon, nuna."

Minseok mengerti dan langsung melakukan apa yang Joonmyun minta.

Lelaki berambut cokelat itu langsung melesat pergi menuruni tangga dan berlari mengejar jejak yang tersisa. "Jika bersih, maka aku akan membuatnya kotor. Latar belakang keduanya adalah jawaban dari teka-teki yang membuat kepala ku ingin pecah. Siapa mereka sebenarnya?"

Langkahnya terhenti, suara erangan dari beberapa pilar diparkiran membuatnya penasaran. Kakinya terus mengukuti suara itu berasal dan matanya membulat. Apa yang ia lihat tidak bisa dipercaya. Tubuhnya menengang begitu saja, luka yang ia curigai ternyata memang benar, ia merutuki kebodohannya yang membawa petaka bagi dua orang berharga.

Joonmyun, menyelakai dua orang secara bersamaan. Tubuhnya banjir keringat, dalam hitungan detik mungkin nyawanya akan terbang menuju pintu nirwana.

"Kris!?" kakinya melangkah besar-besar, tanganya mencoba membopong tubuh Kris menuju ruangan Minseok yang mustahil bisa membawa Kris sampai sana dengan keadaan yang seperti ini. "Bertahanlah!" pintanya dengan panik.

Lelaki jangkung itu hanya megap-megap seperti ikan. Tanganya terus saja mencengkram lehernya dan kakinya meringkuk seperti udang. Joonmyun butuh Minseok sekarang.

Jika tidak, ia dengan tidak langsung membunuh dua orang yang menjadi kunci dari misteri hilangnya marga 'Wu' dari peradaban.

"Jo-joonmyun.." suara Kris terdengar pilu, nafasnya tersengal-sengal, "Jangan lepaskan..tanganmu dari Tao..selamatkan dia.." suaranya lemah, Joonmyun mendengarkannya sambil mengirmi Minseok pesan bantuan. "Katakan saja Kris, akan aku kabulkan," ucapnya pada Kris yang matanya setengah terbuka.

Bibirnya mengulas senyum, lalu mengusap bahu Joonmyun sesaat. "Kau memang yang terbaik, Joonmnyun. Atasan terbaik, kau.."

Tutup. Kris menutup matanya. Nafasnya terhenti dan itu membuat Joonmyun kalangkabut, panik. Ia menepuk pipi Kris agar tersadar, namun tidak berguna. Kris masih memejamkan matanya.

"Aku, bukan seorang pembunuh, 'kan?"

Joonmyun, memegangi pipi Kris yang dingin. Memandanginya hingga hari gelap. Joonmyun benar-benar tidak bisa berfikir jernih. Kris mati, sudah pasti Tao juga mati. Ia dapat memastikan itu. "Kris, jangan mati sekarang." Ucapnya. "Kau belum merasakan bagaimana rasanya gadis, jangan mati dulu."

"Lalu kapan dia harus mati, Sunbae?"

Dari situ, ia menyimpulkan, seekor kelinci yang dirawat dalam kandang tidak menangkis fakta jika dia bisa berubah menjadi seekor serigala. "Tidak ingin megucapkan selamat tinggal pada jasad teman yang kau bunuh, Joonmyun sunbae?"

Mata Joonmyun tidak salah lihat, dan Joonmyun harus merevisi ulang intuisinya yang tadi itu. Tentang jika Kris mati maka Tao akan mati juga. Namun kini, gadis itu sudah berdiri menantang dan mengarahkan moncong pistolnya kearah kepala Joonmyun. "Tao, apa yang kau lakukan?" tanya Joonmyun masih dengan posisi yang sama.

"Membalaskan dendamku, padanya." Ucapnya dingin. "Minggir atau kau akan mati juga." Namun Joonmyun masih tetap diam dalam posisinya. Tak bergerak sedikitpun menuruti perintah bawahannya, Tao, yang kini malah berdiri menatang dibelakangnya lengkap dengan sebuah pistol dalam genggaman tangan kanannya. "Jadi kau tidak ingin menyerahkan mayat temanmu itu ya? Yasudah, bye."

Dan dalam hitungan detik, semua yang Joonmyun lihat hanyalah bayangan blur yang abu-abu. Sayup-sayup ia bisa mendengar suara pelatuk pistol dan sesutau yang jatuh tak jauh dari sana. Lalu semuanya menghitam, gelap gulita.

Joonmyun, jatuh kedalam tidurnya yang panjang.

Tbc

.

Maaf, lama banget apdetnya. Masih ada yang nungguin gak nih? Huhu, sedih deh. Yosh, ini udah ada konfliknya, beberapa chap berkutnya bakal final.

Hehe doain ya supaya cepet end ini fict wkwk

.

Boleh dong minta reviewnya?

Thank you so much~