Chapter 4
.
Disebuah castil di tanah Inggris, sesosok pria yang mengenakan jubbah hitam panjang itu menatap langit malam yang tampak dengan murka. Matanya yang berwarna keemasan itu berkilat tajam.
"Brengsek! Keberadannya menghilang lagi!" teriaknya murka. "Bahkan aku hanya merasakan keberadaannya dalam beberapa menit saja!"
Dengan kepala tertunduk dalam, salah satu dari kumpulan sosok berjubah hitam lainnya menyahut. "Benar tuan. Jiwa mereka telah terikat—sangat kuat. Aku rasa, tak lama lagi si Moonoe itu akan dirubah menjadi vampire." Katanya hampir menyerupai bisikan.
"Sialan! Namikaze memang brengsek!" umpat laki-laki, yang diyakini sebagai pemimpin di kumpulan orang-orang berjubah hitam itu. "Tak akan ada kesempan kita untuk membangkitkannya." Detik itu juga, raut wajahnya berubah total. "Jika sudah begini, mau bagaimana lagi. Kita sudah kalah start." Katanya dengan ruat wajah putus asa.
.
.
.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Romance, Family, Supernatural
Pair : Uzumaki Naruto X Uchiha Sasuke
Rating : M
Warning : YAOI, OOC! Typo(s)! M-preg!AU!
Don't like Don't read !
.
.
.
Chapter 4
.
.
Sebuah bias cahaya mentari yang masuk melalui celah gorden menerpa wajah cantiknya yang merona merah, membuatnya mengerang pelan karena merasa terusik. Ia mengerjab-ngerjabkan mata dengan imut, membuat seorang pemuda pirang yang berbaring miring disampingnya mengecupinya ringan karena gemas.
"Engh~" remaja bersurai raven itu menggelengkan kepalanya ke kanan dan kekiri dengan kelopak mata yang belum terbuka sempurna, mencoba menjauhkan sesuatu bertekstur kenyal yang mengecupi wajahnya.
"Morning, love.." pemuda pirang itu menyapa dengan tangan kekarnya yang bergerak mengelus pipi putih yang merona milik si pemilik suarai raven dengan lembut.
Mendengar sapaan lembut dari seseorang, kelopak mata sang raven terbuka sempurna, memperlihatkan bola mata hitam yang nampak berkaca-kaca. "Morning too," jawabnya tanpa sadar. Kepalanya menoleh ke samping, dan ia mendapati seorang pemuda berambut pirang yang tengah tersenyum hangat padanya.
Cup~
Pemuda pirang itu mengecup bibir merah sang raven lama, membuat sang pemilik bibir membeku. Fikirannya terasa blank selama sesaat. "Na—naru?" suaranya tercekat saat dirinya mengingat siapa pemuda pirang tersebut.
"Hn, bagaimana perasaanmu Sasuke-chan?" tanya pemuda pirang tersebut aka Naruto.
Sasuke tak menjawab, lebih tepatnya tak kuasa menjawabnya. Bayangan tentang kejadian panasnya bersama Naruto malam tadi berputar-putar di kepalanya bagaikan kaset rusak. Wajahnya yang merona merah sukses bertambah merah padam. Ia segera menundukkan kepalanya dan menyembunyikannya pada dada bidang Naruto yang telanjang.
Pemuda pirang itu terkekeh geli melihat reaksi lucu Sasukenya. "Tak perlu malu seperti itu, Sasu-chan. Kau juga akan terbiasa nantinya," kata Naruto dengan serigai mesumnya.
"I—Itu pertama bagiku," Sasuke menyahut dengan suara lirih. Wajahnya bertambah merah saat mengetahui kalimat terakhir yang diucapkan Naruto menjurus pada perbuatan mesum.
"Hahaha—manis sekali kau ini," goda Naruto dengan bahu sedikit berguncang karena tawa lepasnya.
"Ish! Jangan mentertawaiku, Naruto." Sasuke mengangkat wajahnya dan menatap mata biru Naruto dengan pandangan kesal. "Aku ini tampan, tahu."
"Hmm, kau memang tidak manis. Tapi lebih dari itu, kau itu cantik. Cantiiik sekaliii~" godanya.
"Yak!" protes Sasuke tak mau kalah. Bola matanya memicing tajam memandang Naruto, menambah kesan imut pada wajah cantiknya.
Naruto menggeram rendah karena gemas. Jemari pianis Naruto mengamit dagu Sasuke dan membawanya mendekat ke wajahnya.
Awalnya ia hanya mencium lembut bibir merah Sasuke, namun bertambah ganas seiring dengan libidonya yang mulai menggelegak naik.
Sasuke tak menolak. Ia dengan senang hati membalas lumatan Naruto sebisanya. Sasuke membuka celah bibirnya saat lidah basah Naruto mengetuk-ngetuk bibir bawahnya ingin masuk, membiarkan organ lunak itu mengeksploitasi rongga hangatnya. Mengabsen deretan gigi yang rapi, berputar menggelitik titik sensitivenya di langit-langit mulutnya, dan juga mengajak lidah pasif Sasuke untuk bergulat dengan seru.
"Mmnphh—ngnhhh ..ah," suara erangan merdu Sasuke dan kecipak basah dari percumbuan panas mereka, semakin membuat nafsu Naruto membuncah.
"Narhh..u—" lengan putih nan ramping itu memeluk leher Naruto dengan mesra. Kelopak mata putihnya terpejam erat, begitu merasakan rasa yang ia dapatkan semalam menghampirinya lagi, sangat memabukkan dan menjeratnya.
"Sasu—mnhh.." ia begitu mabuk merasakan ciuman manis dengan Sasukenya. Rasa yang melebihi apa yang ia bayangkan selama ini.
Ia melepas cumbuannya dan menatap onix Sasuke dalam. "God! Aku benar-benar merindukanmu, Sasuke", ia menatap onix didepannya penuh perasaan yang membuncah.
Senyuman cantik menghiasi wajah merona Sasuke. "Aku juga merindukanmu, Naruto", balasnya seraya mengecup singkat bibir merah pucat Naruto.
Kaget. Itulah reaksi yang Naruto tunjukkan disaat Sasuke mengatakannya. Kedua netra birunya melebar tak percaya. "Sasuke—kau?"
"Ya," angguk Sasuke memberi kepastian. "Aku mengingatmu, Naruto. Insiden yang menimpaku ketika aku berumur delapan tahun membuatku hilang ingatan."
"Setelah kejadian penculikan itu, berani sekali kau meninggalkanku," raut wajah Sasuke menampilkan kekecewaan yang menyiratkan kemarahan. "Kau tidak tahu betapa aku sangat terpukul ketika aku membuka mata setelah kejadian itu, aku tak menemukan keberadaanmu. Saat aku bertanya pada tou-san dan kaa-san, mereka hanya berkata kau telah pergi." Lanjut Sasuke dengan butiran bening yang mulai mengalir dari mata onix-nya.
"Sasuke.." lirih Naruto merasa amat bersalah.
"Kau—sama sekali tak tahu! Aku hanya bisa menangis dan mengurung diri dikamar berhari-hari. Setelah apa yang telah kau lakukan di malam itu, aku mulai berfikir bahwa kepergianmu karena adalah karenaku. Aku membuatmu terluka, benar?"
"Tidak, Sasuke. Kau sa—"
"Aku melihatnya, Naruto! Sebelum aku kehilangan kesadaran, ada api yang besar. Ada api dimana-mana. Terlalu besar, sangat bes—"
"Sasuke, cukup!"
"Tidak Naruto. Kepergianmu adalah salahku–Hmphhnmmm!" perkataan Sasuke terputus begitu saja ketika lagi-lagi bibir Naruto membungkamnya. Naruto merasa dirinya tak berguna. Membuat Sasuke tenggelam dalam kesedihan karena mengganggap dirinya sendiri sebagai penyebab kepergiannya. Naruto lah yang bersalah. Ia tiba-tiba menghilang dari kehidupan Sasuke tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bahkan sekedar ucapan 'Selanat tinggal' tak ia ucapkan.
"Pasti berat ya?" kata Naruto setelah melepaskan cumbuannya. Ia mengusap lelehan air mata yang menggenang di pipi putih Sasuke yang memerah karena menangis, bibirnya membentuk senyuman getir.
Sasuke memalingkan muka. Benar. Sasuke kecil sangat terpuruk akan kepergian Naruto sebelas tahun yang lalu. Hari-harinya ia habiskan dengan menangis dan menangis. Hingga pada suatu hari kedua orang tuanya harus pindah karena tuntutan pekerjaan.
Suasana baru cukup efektif untuk menghilangkan kesedihan Sasuke. Perlahan-lahan lingkungan barunya membuat Sasuke kecil mulai kembali tertawa. Sasuke kecil mulai mendapat banyak teman di rumah barunya.
Usianya delapan tahun kala itu. Semua berjalan dengan baik, sesuai dengan rencana. Tou-sannya bekerja di kantor yang cukup dekat dengan rumahnya, sedangkan kaa-sannya tetap berada di rumah menjaga dirinya. Namun, kebahagian mereka berubah menjadi bencana, ketika Sasuke sepulang sekolah dari sekolah dasar, mengalami insiden kecelakaan yang cukup parah yang membuat Sasuke hilang ingatan. Ia bahkan tak bisa mengenali dirinya sendiri, begitu pula orang tuanya. Tubuhnya mengalami cidera parah.
Layaknya seperti bayi baru lahir, ia kembali belajar untuk hidup. Ia menjalani terapi untuk belajar berbicara, berjalan, dan belajar mengenal keluarga beserta diri sendiri di bawah pengawasan rumah medis. Semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit, membuat kekayaan keluarga Uchiha tersebut semakin berkurang setiap harinya.
Akan tetapi pengorbanan mereka tak sia-sia. Sasuke kembali sehat. Ia sudah bisa berbicara dengan baik, berjalan bahkan berlari. Ia juga telah mengenal dirinya sendiri dan mengenal orang tuanya.
Melihat kesembuhan putra kecilnya, pasangan Uchiha tersebut merasa sedih sekaligus senang. Senang karena Sasuke bisa kembali tertawa, namun sedih karena dengan kecelakaan itu, kenangan Sasuke tentang Naruto terlupakan dari memorinya. Sangat disayangkan, mengingat jika rasa sayang yang diberikan Naruto untuk Sasuke terlupakan begitu saja.
"Aku disini, Sasuke", kata Naruto meyakinkannya. "Aku tak akan meninggalkanmu lagi. Aku janji," ia mendekap Sasuke erat. Tubuh mungil itu bergetar hebat dalam dekapan hangatnya.
"Hiks—hiks..kau—breng—sek, hiks—!" maki Sasuke dalam sela isakannya. Ia memukul-mukul punggung Naruto lemah.
Naruto tak merespon. Ia hanya memejamkan matanya dan tersenyum getir.
"Kau benar. Aku memang brengsek, Sasuke." Naruto merasakan getaran tubuh Sasuke dalam dekapannya mereda perlahan. "Tapi, satu hal yang harus kau ketahui, bahwa …
…Aku, Namikaze Naruto, selalu mencintaimu—Uchiha Sasuke. Dulu, sekarang, dan selamanya." Ia mengeratkan dekapannya dengan senyum tulus terpatri di wajah tampannya.
Deg!
Untuk sesaat tubuh Sasuke menengang mendengar ucapan Naruto.
Dan—tangis Sasuke yang sempat mereda kini kembali lagi. Ia meraung dan menangis keras di pelukan Naruto bagaikan anak kecil yang takut ditinggal ibunya.
"Jangan tinggalkan aku, Naruto. Kumohon .." lirih Sasuke.
Bibir pucat Naruto membentuk senyum tulus. "Tentu," katanya seraya mendekap tubuh Sasuke dalam rengkuhannya.
.
=line break=
.
Dengan langkah tertatih, Sasuke melangkah menuruni tangga dibantu Naruto yang mengamit pinggang rampingnya.
Setelah acara saling-peluk beberapa saat tadi, Sasuke baru menyadari satu hal, bahwa; Kenyataan bahwa kedok penjara yang ia tempati adalah rekayasa. Naruto yang mengatakannya.
Kesalahan yang dibuatnya menghancurkan toko minuman di malam itu memang benar-benar murni tanpa rekayasa. Di persidanganpun, itu juga nyata. Hukuman penjara itu juga jatuh padanya.
Tapi ia tak tahu. Tanpa sepengetahuannya, ia dibebaskan dengan tebusan_yang tentu saja, dilakukan oleh Naruto.
Cerita panjang lebar yang ia dengar dari Naruto, seolah kunci segala hal yang terjadi padanya, terutama kasus hukuman penjara. Naruto berkata padanya jika saat itu ialah waktu yang paling tepat untuk 'menjemputnya'.
Penjara kurungan besi itu sungguh nyata, dan Naruto tak memungkiri jika ia memang menempatkan Sasuke dalam penjara yang terletak dibawah tanah rumahnya, rumah keluarganya.
Sasuke fikir Naruto mulai mengalami gangguan kejiwaan, kejam. Dimana ia dengan sadis menempatkan dirinya dalam kurungan besi sebagai tempat pertemuan mereka setelah belasan tahun tak jumpa.
Dan lagi, tanpa persetujuan dari dirinya, Naruto menyetubuhinya dengan brutal. Beralasan dengan rasa rindu dibalik kata vulgarnya di pergumulan panas mereka tadi malam.
'Tak apa, jika kegilaanku dikarenakan dirimu, Sasu-chan.' Itulah yang Naruto katakan padanya. Seolah tak menyangkal tentang kegilaannya, Naruto menanggapinya dengan bumbu senyum lebar. Terlihat sangat tampan dan mempesona, secara tak sadar membuat hati Sasuke menghangat, serta rona merah yang hinggap di pipi putihnya.
Terimakasih kepada Naruto, karena berkat dia, Sasuke benar-benar tak sadar bahwa tadi pagi ia terbangun di ranjang yang berbeda dan kamar yang berbeda. Berbeda dengan ruangan 'penjara' kemarin yang bernuansa merah maroon, yang dilihatnya tadi ialah kamar mewah dengan nuansa perpaduan warna biru dan putih. Tubuhnya juga sepenuhnya bersih, dibalut sebuah kemeja putih yang sangat besar untuk tubuh mungilnya dengan bawahan sebuah celana pendek berwarna hitam. Setidaknya, Naruto cukup bertanggung jawab dengan kejadian semalam.
"Selamat pagi, Sasu-chan." Sebuah suara lembut itu menyapanya ketika mereka memasuki sebuah ruangan luas bernuansa serba putih.
Saat Sasuke mengarahkan pandangannya ke depan, ia mendapati tiga orang tengah menatapnya dengan ramah. Senyum hangat tak lepas dari ketiga wajah itu. Dua laki-laki dan satu wanita.
"Se—selamat pagi." Jawabnya berusaha tersenyum sewajarnya. Dirinya sama sekali tidak mengenal mereka. Tapi mengingat jika dirinya berada di rumah Naruto —keluarga Namikaze— Sasuke menyakini jika tiga orang didepannya adalah keluarga Naruto.
Sasuke merasakan tangan kekar yang memeluk pinggangnya itu mengerat. Ketika ia menoleh, sebuah kecupan seringan kapas mendarat di bibirnya. "Mereka, adalah keluarga barumu." Ujar Naruto disertai senyum tampan.
Pipi putih itu kembali merona, cantik sekali. Dan yang Sasuke tahu, tiga pelukan hangat dari orang yang berbeda, ia dapatkan. Dirinya tak sadar, jika setetes cairan hangat meluncur mulus dari pelupuk matanya.
=Line Break=
"Hey, Naru. Berapa lama kita tidak bertemu?"
"Hmm—kurang lebih sebelas tahun. Memangnya kenapa, Sasu-chan?"
"Eh? Sebelas tahun? Sekarang, berapa umurmu?"
"…"
"…"
"Kenapa kau memandangku seperti itu? Kau membuatku sedikit takut—jika kau mau tahu."
"Aku sungguh heran. Kau sama sekali tak berubah, tetap muda seperti dulu. Dan jangan lupa, kau semakin tampan, kau tahu."
"…"
"Naru, kau marah aku bertanya seperti itu? Jangan marah. Aku tidak mencelamu, sebaliknya, aku itu memujimu. Setidaknya, katakan sesuatu, jangan diam saja."
"Sasu—sejujurnya, aku bukan manusia."
…
"Kalau kau bukan manusia, lantas kau itu apa? Alien, begitu? Hahaha—lucu sekali."
"Aku itu Vampire, makanya aku tetap muda. Aku mahluk abadi."
"…"
"Sasuke?"
"Huh? Kau—apa?"
"Aku Vampire. Kemuargaku juga. Kami, para Namikaze adalah keluarga Vampire."
"Ha-ha. Kau fikir dirimu Edward Cullen di film twilight? Sungguh lelucon yang bagus."
"Aku serius, Uchiha Sasuke. Aku, bukan manusia. Lihatlah ini. Manusia tidak akan punya taring sepanjang dan setajam ini."
"…"
"Sasuke—?"
"K—kau?!"
"Maafkan aku karena baru memberi tahumu sekarang."
"…"
"Sa—SASUKE! HEY SASU—SADARLAH!"
=Line Break=
Masih teringat jelas dimemorinya. Itu adalah hari ketiga ia tinggal satu atap dengan keluarga Naruto. Pengakuan Naruto sungguh memutar balikkan kewarasannya, hingga membuat dirinya kehilangan kesadaran detik itu juga.
Vampire. Mahluk immortal yang ia ketahui hanyalah sebuah mitos. Mahluk berdarah dingin dengan gigi taring yang tajam guna mencari makanan, darah. Tubuh telah mati, tak bernafas. Memiliki keistimewaan yang tak manusiawi; kecepatan super, ketangkasan, kejeniusan. Ialah sang pemangsa.
Itu adalah batasan yang ia tahu tentang Vampire. Itupun ia mengetahui, setelah ia melihat film; twilight. Selebihnya, ia tak tahu. Bahkan dirinya bertanya-tanya, kenapa tubuh Naruto tidak bersinar seperti Kristal ketika terpancar cahaya matahari, persis seperti yang dialami Edward Cullen.
Ia mengingat itu, masa kecilnya bersama Naruto, saat dirinya tengah bermain di halaman rumahnya dulu, bermain di bawah teriknya sinar matahari. Sungguh tidak ada bedanya dengan kebanyakan orang, berkeringat dan berkilat.
Melihat dua taring tajam yang menyembul dari balik celah bibir milik Naruto, memang sedikit menakutkan baginya. Ia tak bisa membayangkan, jika, kedua taring itu menancap pada leher seseorang. Lalu dengan ganas Naruto menghisap darah orang itu hingga kering, tak tersisa.
Tapi, ketakutan itu harus ia tepis. Ia harus melawan rasa takut itu. Karena cepat atau lambat, dirinya pasti menjadi seperti Naruto; Vampire.
Tinggal menghitung hari, ia akan menjadi bagian dari keluarga Namikaze. Yah… Naruto melamarnya. Kemarin malam, ketika pesta barbeque di halaman belakang rumah. Didepan ketiga Namikaze lain, yaitu; Minato—Kushina, dan Kyuubi. Dengan meraih sebelah tangannya, Naruto bersujud kepadanya. Mengatakan kata-kata romantis yang sukses membuat pipinya merona. Selanjutnya, sebuah kecupan-pun mendarat di punggung telapak tangannya.
Sasuke tidak pernah berfikir bahwa seorang vampire bisa bersikap sedemikian romantis, mengingat jika di pertemuan mereka setelah belasan tahun tidak bertemu, Naruto memperkosanya. Yah, walaupun pada akhirnya Sasuke—tidak, keduanya saling menikmati.
Vampire dan manusia. Dua mahluk yang secara keseluruhan berbeda. Naruto juga mengatakan, jika upacara pernikahan telah dilangsungkan, semuanya tak lagi sama.
Ia harus buang jauh-jauh kata The golden's age. Itu adalah resikonya.
Sasuke, sama sekali tak keberatan dengan semua itu. Asalkan dirinya selalu berada disisi Naruto, itu sudah cukup banginya. Dan sejujurnya, Sasuke sempat berfikir bahwa menjadi vampire itu sangat.. keren.
Entahlah. Sasuke juga terlalu bingung memikirkan hal yang membuat dirinya begitu menginginkan Naruto disisinya. Cinta. Mungkin itulah jawabannya. Sasuke tidak dapat memungkiri hatinya yang telah jatuh dalam jerat pesona pemuda pirang itu.
Ia tak bisa menolak, ketika Naruto melumat bibirnya dihadapan Namikaze lain. Bahkan, ketika dirinya digendong ala bridal, hanya dalam sekejap dirinya telah dilempar lembut di atas ranjang king size.
Gejolak cintanya, percikan gairah dengan hormone tinggi miliknya tak bisa terkendali.
Sentuhan dan rangsangan lembut dari Naruto membuatnya terbuai.
Sekali lagi, dirinya tak menolak, ketika Naruto memasukinya berkali-kali. Hentakan kuat dan dalam itu menggoncang tubuhnya. Membuat dirinya kembali merasakan puncak, lagi dan lagi. Bukan hanya dirinya, Sasuke menyadari jika Naruto juga tak jauh berbeda, tenggelam dalam kenikmatan. Benih hangat yang menyembur jauh dalam tubuhnya, ialah buktinya. Tiada yang bisa Sasuke dengar selain suara sendiri dan Naruto. Rintihan, desahan, dan lenguhan, berbaur menjadi satu padu dalam percintaan mereka. Bersatu sepanjang malam, tak mempedulikan tubuh yang dipenuhi peluh.
Lelah bukanlah suatu alasan bagi Naruto untuk mengakhirinya. Ia tidak akan lelah, setelah akhirnya yang ia tunggu selama bertahun-tahun menjadi nyata. Menunggu waktu yang tepat. Itulah yang Naruto tanamkan dalam batin ketika rasa rindunya pada Sasuke memberontak.
Mendapatkan Sasuke dalam pelukan dan rengkuhannya. Maka, sempurnalah kehidupannya.
=Line Break=
(Naru's mind)
Ini sudah terhitung satu bulan semenjak aku menikah dengan Sasuke. Seperti yang telah kukatakan pada Sasuke sebelumnya, dirinya kini telah menjadi sosok yang baru.
Menjadi seorang vampire bukanlah suatu hal yang mudah. Kemungkinan besar hal itu juga mungkin berlaku pada Sasuke-ku. Lihat, dengar, bau, rasa, dan peraba.
Awalnya aku sedikit takut, jikalau dihari pertamanya, Sasuke tidak bisa mengendalikan dirinya. Rasa haus. Rasa lapar. Dua makna yang merong-rong sepersekian jam setelah tubuh manusianya menjadi mesin pemangsa, bisa lepas kendali kapan saja.
Sesungguhnya, aku benar-benar bersyukur karena ketakutanku tidaklah menjadi nyata.
Pernikahan antara manusia dan vampire adalah sebuah ritual. Pengikatan darah. Biasanya kami menyebutnya seperti itu.
Tidak. Sasuke hanyalah bocah polos, sekalipun telah menjadi vampire. Ketika ia terbangun setelah sesi ritual pengikatan darah—
.
Kelopak mata putih itu sedikit mengerjab, hingga akhirnya terbuka sempurna.
"Sasuke.. kau bangun."
Pemilik tubuh mungil itu mendengar namanya diucap. Ia pun menoleh, mencari siapa gerangan yang memanggil namanya. Ia mendapati seorang pemuda pirang, yang sangat familiar, menatapnya dengan raut wajah lega.
"Na.. Naru—to?" ia berkata, amat lirih.
Senyum di bibir pucat Naruto itu pun mengembang. "Kau bisa bangun?" tanyanya, yang melihat Sasuke tak juga beranjak seinchipun dari ranjang.
Hanya gelengan kecil yang Sasuke berikan. "Aku lapar." Mata berwarna merah ruby itu menatap Naruto dengan iba.
Naruto pun membantu Sasuke untuk menyandarkan diri di kepala ranjang.
Naruto kembali bergerak, ia meraih salah satu cangkir besar yang berada di atas meja nakas di samping ranjang nya. "Ini, minumlah."
"Ugh.. kepalaku pusing, Naru."
"Tak apa. Nanti sakitnya juga hilang dengan sendirinya. Sekarang, minumlah ini. Kau lapar bukan?"
"Hmm," Menurut, itulah yang bisa Sasuke lakukan. Seteguk demi seteguk, cairan kental berwarna merah yang berada dalam cangkir keramik itu ia teguk hingga tak tersisa.
"Sekarang, apa sudah kenyang?" Tanya Naruto was-was.
Sasuke diam sejenak, sebelum menjawab. "Belum,"
Dengan sedikit berfikir, Naruto kembali meraih cangkir kedua dan memberikannya lagi pada Sasuke. Berbeda dengan yang tadi, kali ini Sasuke meminumnya dengan sedikit.. rakus.
"Ini," Sasuke mengembalikan cangkir yang telah kosong itu pada Naruto.
Mata biru Naruto menatap Sasuke, sangsi. "Apa sekarang sudah kenyang?" Tanya Naruto—lagi, semakin was-was.
"Belum,"
Deg!
Naruto pun sukses mengeluarkan setetes keringat dingin. "B—baiklah. Ini, menumlah yang terakhir."
Sasuke hanya menunduk, tanpa menerimanya. "Na, a—ku ngak mau itu l—lagi." Kata Sasuke terbata.
Deg! Deg!
"Kenapa tidak mau, sayang? Ini adalah makanan(minuman) bagi mahluk seperti kita."
"Aku tidak mau,"
"Ya, aku tahu. Tapi kenapa?" Naruto berusaha sabar.
Kepala Sasukepun mendongak, dan, "TIDAK MAU YA TIDAK MAU!
AKU TIDAK MAU ITU!
TAPI AKU MAU YANG ITU!" dengan wajah manisnya, ia berteriak. Tak jauh beda dengan seseorang yang tengah depresi.
Deg! Deg! Deg!
"Ap—apa maksudmu, sayang? Kau tidak mau ini," Narutopun mengangkat cangkir ditangannya, lalu meletakkannya kembali diatas meja nakas. "Tapi kau bilang mau itu. Itu apa?" Tanya Naruto tak mengerti. Ia juga bingung, kenapa Sasuke membentaknya?
"I—itu.." dengan dagunya, Sasuke menunjuk perut bawah Naruto, singkat. Sasukepun berpaling, menyembunyikan rona merah yang seketika hinggap di pipi putihnya yang gembil.
DEG! DEG! DEG! DEG!
Jawaban innocent itu sukses membuat Naruto hampir terjengkang dari duduknya. Tapi tak lama setelahnya, serigaian lebar mengembang lebar di bibir pucatnya.
Sasuke merasakan tubuhnya ditindih tiba-tiba. "Ugh, Naru~ kau berat. Minggir sana," ujarnya terganggu.
"Hey, bukankah kamu tadi yang memintanya, sayang?" serigai Naruto dengan netra birunya yang menatap lawan bicara, intens.
Biru dan hitam malam.
Warna merah tadi telah lenyap, dan kini tergantikan oleh warna hitam malam, warna asli milik bola mata Sasukenya, begitu hitam dan mempesona. Dan sejujurnya, Naruto lebih menyukai warna mata Sasuke yang asli.
"Me—memang benar, sih." Sasukepun gelagapan.
"Nah, kau tidak lupa untuk memberi jatah pada suami-mu ini, kan?"
"Ak—aku—"
"Satu hal lagi, kita ini dalam masa bulan madu, lho~"
"…?"
"Honey moon, sayang~"
"H—huh? Honey moon?" beo Sasuke, masih dengan wajah innocentnya. Dengan sedikit anggukan, Sasuke berujar lagi. "Hmm, baiklah. Tapi, beri aku makan yang banyak, ne?" Sasuke mengedipkan sebelah matanya yang, err—sedikit nakal.
"Yes, my sweetheart.
I'll feed you, more and more. And then, I will eat you up 'till you can't leave this bad during one week to the fore. Khekhekhe.."
Mendengar kalimat itu meluncur mulus dari bibir Naruto, tubuh mungil Sasuke terkesiap.
"He—hey, apakah harus seminggu penuh?" panik Sasuke. Vampire itu mahluk kuat, Naruto juga sangat kuat, tentu saja. Tapi, Naruto tidak mungin bercinta selama seminggu penuh, bukan?
"Tentu. Aku ingin menanam benihku banyak-banyak. Siapa tahu dalam sebulan kedepan akan tumbuh?" ujar Naruto, gila. Ingatkan Naruto bahwa Sasuke adalah laki-laki.
"Yak! Aku laki-laki, Baka-Naru!" protes Sasuke tak terima.
Naruto pun hanya menganggapi dengan gendikan bahu. "Kita harus terus mencoba, mungkin.
Sekarang, Let's have fun toghether!" ujar Naruto penuh semangat. Iapun merendahkan dirinya, dan menyerang leher putih Sasuke yang terekspos karena gaun putih yang Sasuke kenakan. Menjilat dan menghisap, hingga meninggalkan tanda merah yang kentara di kulit putih itu.
"Tungg—Hmmph!"
Ahh` sunggu bulan madu yang sangaat panjang.
.
—Haha. Sasuke memang sangat manis.
"Naru~" suara lembut milik istriku itu terdengar, bersamaan dengan suara derap langkah kaki yang makin dekat.
"Aku disini, sayang." aku bersuara.
Sosok mungil itu menyembul dari balik pintu kamar. "Naruto, dari tadi aku mencarimu, tahu." Ujarnya dengan nada sedikit kesal.
"Ada apa denganmu? Kenapa kesal begitu, kau marah padaku?" tanyaku.
Sasuke hanya menggeleng sebagai jawaban. Langkah kaki kecilnya kembali berderap menghampiriku. Wajah putihnya terlihat letih dan tak bertenaga. "Aku lelah," ia berujar pelan, seraya mendudukkan diri di pangkuanku. Tangan-tangannya memeluk erat leherku.
Aku mengerutkan dahi, sedikit bingung. Lelah? Seorang vampire hampir tak pernah, man! Yah, kecuali jika dalam keadaan tertentu. Bertarung dan bercinta, misalnya. "Ada apa, heum?" tanganku bergerak mengelus punggung sempitnya, berharap bisa sedikit menenangkannya. "Apa kau lapar?"
Sasuke menggeleng—lagi. "Tidak. Aku hanya lelah, itu saja." Ia menenggelamkan kepalanya ke ceruk bahuku. Salah satu tangannya bergerak turun, merambat menuju perutku. Jemari lentiknya bermain disana, berputar dan menekan lembut. Jujur, itu sangat menggoda, man!
"Naru~" entah hanya perasaanku saja, jika Sasuke jadi.. manja?
Kenapa dengan Sasuke-ku? Aku mencengkeram lembut dagunya dengan sebelah tangan, lalu mengarahkan wajahnya tepat pada wajahku. "Kau sakit?" Ha—! Apa yang telah kukatakan?! Hell yeah! Vampire tidak mungkin sakit!
Alis miliknya menukik, dengan kedua mata yang menatapku tajam. "Hey—hey. Apa aku salah bicara?" kataku tak yakin. Mengapa Sasuke bersikap aneh? Ada yang salah disini. Aku yakin itu.
"Naru, cium aku~" pintanya, masih dengan tatapan mata tajamnya.
What the—?!
Menyerah. Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya. Sikapnya sungguh aneh. Tak ingin memikirkan lebih jauh, aku pun menuruti keinginannya. Lagipula, Sasuke tak pernah se-aggressive ini. Dan kufikir—
—He is so damn sexy!
"Mhhmnn~~"
Kukecap rasa manis bibir plumnya, lalu memanggutnya intens, membuatnya mendesah seksi. Lidah merahnya kutarik keluar dengan lidahku, membawanya masuk dalam rongga mulutku. Meski dengan gerakan serampangan, lidahnya mencoba melakukan apa yang selalu kuperbuat padanya ketika kami berciuman. Menjelajahi rongga mulutku dengan mengabsen deretan gigi rapi-ku, dan bergerak lagi menggesekkan lidahnya dengan langit-langit.
Kebas, lidah merah itu hendak menarik diri, mengakhiri cumbuannya yang serampangan. Namun, belum sempat lidah itu keluar dari rongga mulutnya, aku segera melilitkan lidahku dengan lidahnya, dan menarik lidah itu masuk lebih ke dalam rongga mulutku.
Tubuhnya tersentak, "Mnnh—!", erangnya kaget. Tapi setelahnya tubuh itu kembali rileks, dan kami saling bergulat lidah dalam rongga mulutku.
Tubuhnya yang berpangku miring diatas pahaku bergerak memutar menghadapku, dan membuatnya mengakang dalam pangkuanku. Harus kuakui, posisi ini lebih memudahkanku dalam menjelajahi tubuhnya.
Kedua lengan kecilnya masih memeluk leherku erat, dan kamipun masih saling mencumbu.
Dengan perasaan lapar, tanganku menyusup diantara tubuh kami yang saling berhimpitan. Dengan kemeja longgar yang ia kenakan, sungguh memudahkanku untuk meraih nipple kesukaanku.
Berbeda dari biasanya, aku merasakan ada hal yang berbeda dari tubuhnya. Salah satunya; yang saat ini kumainkan. Walaupun tanpa melihatnya langsung, aku bisa merasakan jika nipple yang selalu kuemut dan kugigit ketika kami bercinta, sedikit melebar dari biasanya. Dan aku takkan salah, saat kurasakan dada Sasuke sedikit lebih.. berisi?
Hahaha. Apa yang telah kupikirkan?! Memangnya Sasuke perempuan, yang memiliki payudara?!
Man! Ini pasti karena aku terlalu sering meremasnya kuat-kuat. Ya, pastinya. Lagipula, kemarin aku melihatnya biasa-biasa saja. Tidak mungkin'kan, jika Sasuke tiba-tiba berubah menjadi perempuan dalam semalam? Nonsense.
Mencoba mengeyahkan pikiran itu, aku melakukan apa yang biasanya kulakukan. Aku memilin nipple-nya, dan menekannya kuat-kuat.
"Mh~ Nghh~ mhhckkhh~~"
Good! Ini menyenangkan sekali.
Deg!
Tubuhku tersentak—kaget, amat kaget. Bahkan aku melepas cumbuanku dalam seketika. Aku merasakan sesuatu yang basah dan lembab pada jari-jari tanganku yang baru saja memilin nipple-nya. Padahal, aku sangat yakin jari-jariku dalam keadaan kering.
"Naru?" dengan suara rendah, Sasuke memanggilku. Ia menatap netra biruku dengan raut wajahnya menunjukkan kebingungan.
Aku memajukan kepalaku hingga sejajar dengan daun telinganya. "Aku ingin memastikan sesuatu, sayang." Bisikku.
"Ap—
SRAKKK!
—NARU!"
Tanpa menunggu persetujuannya, aku merobek kemeja yang ia pakai. Kancing-kancing dari kemeja merah itu terlepas, berhamburan begitu saja di lantai dengan suara tak mengenakkan.
Untuk sesaat, ruangan ini menjadi hening. Aku mengamati dadanya dengan jeli, memastikan apa yang terjadi dengan tubuhnya.
=Line Break=
(Sasu's mind)
Aku melotot—kaget, sangat.
Apa yang kau lakukan, Naru? Kenapa kau merobek kemejaku? Seputar pertanyaan menghampiri fikiranku.
Aku memperhatikannya, ekspressi wajahnya. Wajah itu terlihat sangat serius dengan pandangan intens. Dahi itu sedikit mengeryit, lalu kedua matanya menyipit. Dan juga, hidung bangirnya mengendusku berkali-kali. Tangannya bergerak mengelus perutku, sangat lembut. Tu—tunggu! Saat aku memperhatikannya lebih jeli, aku baru menyadari kemana arah pandangannya. Tak lain dan tak bukan ialah; dadaku dan perutku!
"A—apa yang kau lihat, hah! Baka-Naru!" sentakku. Akupun menyilangkan kedua tanganku di depan dadaku, untuk menutupinya dari tatapan intens Naruto.
Seakan tersadar, Narutopun memandangku. Dan kali ini, aku bersumpah tatapannya jauh lebih serius dibandingan ia menatap dadaku tadi.
A—apa ada yang salah denganku? Dengan tubuhku; dadaku?
"Sasuke," ia memanggilku dengan baritone rendahnya, sungguh menggetarkan dan sanggup membuatku meleleh kapan saja.
"A—apa?" gagapku.
"Boleh aku menyusu?" Iapun tersenyum lebar, dengan raut wajah persis seperti seseorang yang tengah memenangkan sebuah undian besar.
Aku melongo.
"H—huh?"
Ia mendengus pelan. "Aku bilang, bolehkah aku menyusu, sayang?" ujarnya lagi.
"Aku dengar itu, Naru." Kataku. "Tapi, aku tak punya susu." Jujur, aku sedikit jengkel mengenai hal ini. Susu. Itu wanita sekali. Dan semua orang tahu jika aku laki-laki.
"Kau punya, sayang. Disini." Tangan tan-nya menangkup sebelah dadaku dan meremasnya. "Disini juga." Katanya lagi, tapi kali ini ia meremas bagian dadaku yang lain. "Aku yakin ada banyak sekali. Ayolah, biarkan suamimu ini mecicipinya." Ia bersuara lagi, persis seperti rengekan seorang anak kecil yang meminta permen.
What the—!?
Plaakk!
"Aww!"
Akupun menggeplak kepala pirangnya—pelan. Sungguh, itu tidaklah sakit. Membuatku bertanya-tanya kenapa dia mengaduh.
"Kau menghinaku, ya? Aku ini laki-laki, Baka-Naru. Dan semua orang tahu jika laki-laki takkan bisa menghasilkan susu. Hanya wanita yang bisa menghasilkan susu, itupun hanya diproduksi setelah wanita itu melahirkan bayi." Akupun memberinya penjelasan, dengan penekanan disetiap kata susu, wanita, dan bayi. Apakah kepala Naruto terbentur sesuatu? Dimana Naruto sang jenius, yang memilik gelar master, jika hal seperti ini saja dia tidak tahu? Dasar Naru-Dobe!
Tak tahukah kau, Naru-sayang~
Sejak pagi tadi mood-ku buruk sekali!
Bahkan aku tadi membentak Kyu-nii, hanya karena dia menggodaku—seperti hari-hari sebelumnya. Padahal sebelumnya, aku tak pernah membentaknya.
Kyu-nii.. maafkan aku.
Jangan marah dengan adik iparmu ini, ya?
"Aku serius, Namikaze Sasuke. Kau memiliki susu." Lagi, baritone rendah miliknya sanggup menggetarkan diriku.
Naruto memanggilku dengan nama lengkap. Itu menandakan jika Naruto tidak sedang main-main dengan ucapannya. Walaupun aku baru menjadi err—istrinya, sebulan, tapi aku telah mengetahui kebiasaannya. Itu kerap terjadi ketika Naruto mengajakku bercinta, dan aku menolak. 'Namikaze Sasuke, aku menginginkannya.' Itulah yang ia katakan. Bagaimana tidak menolak, jika, ketika kami bercinta, Naruto selalu melakukannya selama berjam-jam, bahkan seharian. Akibatnya, aku hampir tak bisa bersuara karena terus-terusan mendesah, bahkan, menjerit. Tapi harus kuakui; aku menyukainya. Karena uhh—itu nikmat sekali.
Aku menatap netra birunya tajam. "Huh! Jangan bercanda!" sangkalku, masih tidak mempercayai perkatannya.
m
"Baiklah. Akan kubuktikan, jika kau punya susu."
Greb!
Wuushh!
Dalam satu kedipan mata, kini aku telah berpindah tempat. Aku berada di depan cermin besar di kamar kami, dengan Naruto yang melingkarkan sebelah lengannya diperutku yang terpapar. Tak lupa, seperti biasa, dagunya bersandar pada bahuku sempitku.
"Lihatlah ke cermin." Katanya.
Seperti perkataannya, aku melihat pantulanku di cermin. Sejujurnya, aku malu sekali. Melihat pantulan diri sendiri didepan cermin dalam keadaan tanpa busana(kemeja Sasuke telah robek, dan saat ini Sasuke topless), ohh.. itu sangat memalukan. Apalagi, sedari tadi Naruto memperhatikaku dari pantulan cermin secara intens.
Aku melihat sesuatu yang berbeda. Daerah disekitar nipple-ku sedikit lebih.. berisi?! Apa aku salah lihat?!
"Perhatikan baik-baik."Sebelah tangan Naruto yang bebas meraih sebelah nipple-ku, dan memilinnya serta meremas dadaku.
"Ahh~~ mh~" desahan kecil lolos begitu saja dari celah bibirku yang memerah karena cumbuan Naruto tadi.
Oh God! Aku bersumpah, aku melihat cairan bening keluar dari nipple-ku!
"Benar bukan." Ujar Naruto membanggakan diri. Sudut bibirnya ditarik, membentuk sebuah serigaian tipis.
Aku punya susu?! "I—ini pasti mimpi." Lelucon macam apa ini? Siapapun, tolong bangunkan aku dari mimpi gila ini!
"Ini nyata, Sasu-sayang~" Naruto membawa tangannya yang basah karena cairan-entah-apa itu menuju mulutnya. Dengan gerakan sensual, Naruto menjilatinya. "Hmm, bahkan rasanya sangat manis."
Ini lebih membuatku terkejut, jika dibandingkan, ketika aku berada di pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara beberapa waktu lalu.
Aku kembali mengikuti kemana tangan itu bergerak. Sama. Ia kembali meraih nipple-ku, memilin dan meremas dadaku. "Mmhh~~" itu tersasa sangat geli, hingga tanpa sadar aku mendesah—lagi. Dari pantulan cermin ini, dengan ketajaman penglihatanku, aku kembali menyaksikan bagaimana nipple berwarna plum-ku yang-entah-mengapa terlihat sedikit melebar, mengeluarkan tetesan-tetesan cairan bening, hamper seperti titikan air embun di pagi hari. Cairan itu keluar semakin banyak, hingga membentuk sungai kecil yang mengalir melewati sela-sela jemari Naruto hingga ke telapak tangannya yang kekar.
"Cobalah,"
Berbeda dengan yang tadi, kali ini Naruto membawa tangannya yang basah dengan cairan dari nipple-ku menuju mulutku. Dari jarak yang cukup dekat, aku bisa mencium aroma manis yang menguar dari cairan bening itu. Aku tak menolak, ketika Naruto mengoleskan cairan itu ke belahan bibirku. Dengan sedikit ragu, aku menjilati jemari panjangnya. Sesuai kata Naruto, rasanya memang manis. Bukan seperti gula, atau apalah. Rasa manis dari cairan ini sangat menyegarkan. Dan juga.. entahlah. Aku juga tak bisa mendeskripsikannya.
"Manis bukan?" aku mengangguk, membenarkan ucapannya.
Sekarang, aku percaya bahwa aku punya susu. Benar-benar susu milikku, yang diproduksi oleh tubuhku sendiri, atau dengan kata lain; dadaku.
=Line Break=
Blush!
Seketika, pipi putih Sasuke memerah. Benar-benar keseluruhan hingga ke telinganya.
"Satu hal lagi, kita akan punya bayi, sayang~" Naruto berbisik mesra tepat di telinga Sasuke.
Deg! Deg! Deg!
Kali ini, Na—Naruto benar-banar bercanda kan?
Dan kali ini, rona merah di pipi serta telinga Sasuke lenyap begitu saja, tergantikan oleh warna putih pucat dan pias. "Ap—apa maksudmu? Aku laki-laki, tidak mungkin hamil!"
"Kau adalah sebuah keajaiban, Sasuke." bisik Naruto dengan nada amat lembut. "Kau hamil anakku. Aku jadi ayah, dan kau jadi ibunya."
Sasuke menggeram rendah, sama sekali tak cocok, dan membuatnya tampak sangat—menggemaskan. "Namikaze Naruto, katakan padaku, apa saja yang tidak kuketahui." Desisnya—jujur saja, terdengar sangat lucu di telinga Naruto.
"Oh.. jangan marah dulu, sayang. Lihatlah, bahkan kau mengalami moodswing," ujar Naruto, kali ini, Naruto sama sekali tak berniat menggoda istrinya—yang mungkin saat ini mengalami mood yang berubah-ubah karena kehamilannya. Naruto sedikit menunduk dan menempatkan tangannya, guna menggendong Sasuke ala bridal.
Sasuke masih diam dengan alis-alis yang ditekuk tajam. Tubuhnya digendong Naruto menuju sofa—lagi, dan ia duduk di pangkuan Naruto.
Sebelum sempat berkata, Naruto menyempatkan dirinya untuk mengecup singkat bibir merah Sasuke, membuat Sasuke mendelik tajam. "Yang pertama—
—aku merasakan ada sesuatu yang beda dengan nipple-mu ketika aku memainkannya. Lebih lebar dan menonjol. Dan juga, terasa basah dan lembab di tanganku. Maka dari itu aku, aku pun membuktikannya dengan mataku sendiri."
"Tapi kau tidak perlu merobek kemeja-ku, Naru." Protes Sasuke tak terima.
"Uh—oke, maafkan aku. Aku hanya.. um—sedikit tak sabaran." Jawaban dari Naruto sukses membuat Sasuke membuang muka. Naruto meringis, menyesali tindakan bodohnya yang membuat Sasuke marah. Naruto baru ingat jika kemeja berwarna merah yang dirobeknya tadi, merupakan kemeja kesayangan Sasuke. Kemeja pemberian dari Kyuu, yang merupakan hadiah pernikahan mereka. "Setelah melihat cairan itu, aku belum terlalu yakin jika itu susu. Tapi, ketika aku mencium aromanya—yang ternyata manis, aku percaya bahwa itu susu. Dan lagi, ketika aku merasakannya(menjilatnya), aku yakin seratus persen bahwa itu susu."
Walaupun Sasuke tak menatap Naruto secara langsung, akan tetapi Sasuke berkonsentrasi penuh dengan tiap kata yang Naruto ucapkan. 'Oh, begitu ya..' batin Sasuke.
"Yang kedua—
Sasuke masih belum mau menatap Naruto.
—aku memiliki kemampuan, yah… sebut saja—kemampuan istimewa, dimana, aku bisa melihat semuanya yang ada dalam seseorang. Dan aku melihat janin yang bergerak di perutmu." Papar Naruto dengan wajah sumringah, yang saat ini berhasil mengembalikan perhatian Sasuke padanya.
"Ja—janin? Diperutku?!" Tanya Sasuke tak yakin. Sasuke sangat tahu bahwa dirinya laki-laki, yang tidak mungkin hamil layaknya perempuan.
"Benar." Kata Naruto, yakin. Masih dengan wajah sumringah, Naruto membayangkan rupa anaknya kelak, yang saat ini masih berada dalam perut Sasukenya. Hidupnya akan seratus kali lebih sempurna. Naruto sangat yakin akan hal itu. "Sekarang, tutup matamu, sayang. Cobalah untuk memusatkan seluruh indramu pada satu titik, yaitu; perutmu." Arahan dari Naruto itu Sasuke respon dengan sangat baik. Ia pun menutup matanya dan mencoba memusatkan seluruh indranya pada satu perutnya, persis seperti apa yang Naruto katakan.
"Apa yang bisa kau rasakan?" bisikan lirih dari Naruto itu terdengar sangat jelas di telinganya.
Kelopak mata putih itu masih tertutup rapat, ketika bibir merah Sasuke bergerak lambat, "Bergerak… suara keciprak air, dan.. dan.. uh—" dan Sasuke tak lagi sanggup mengatakannya. Kebahagiaan yang membuncah itu membuat lidahnya kelu untuk sekedar bergerak.
"Aku tidak pernah berbohong, sayang. Ini sungguh berita besar." Satu ciuman dalam itu Naruto berikan pada calon ibu dari anaknya.
Tak lama kemudian, ciuman itu terlepas, dan Sasuke kembali membuka matanya. "Naruto—
Ada jeda cukup panjang, sebelum Sasuke melanjutkan kalimatnya.
—aku hamil."
Dengan senyum bahagia, keduanya saling berbagi cumbuan. Lagi dan lagi.
=End=
Wah… akhirnya Suzy bisa selesaikan lanjutan fic ini. Udah berapa lama ya, Suzy telantarin fic ini? Haah—berbulan-bulan deh kayaknya. T_T #gomen
Sebenarnya mood-ku udah hilang buat nge-lanjut fic ini. Disamping hanya ada sedikit waktu buat nge-lanjut, Suzy juga lagi males.
Tapi, mood-ku buat nge-lanjut fic ini ada lagu, setelah baca manga, judulnya; Kudan no Kuroneko by Mizukami shin. Ada yang udah pernah baca belum? Manga ini tuh, so damn great!
Yang membuat aku suka tuh, ini fic mpreg, guys! MPREG! Oh my! Ngak nyangka aja, ternyata, bukan Cuma fanfiction aja yang bisa jadi mpreg. Nyatanya, ada juga di manga ini! Selain itu, baik ide cerita maupun gambar-gambar di manga ini bagus-bagus. Sangat menarik. Untuk ide cerintanya. Untuk gambarnya, ada dua kata, yaitu; tampan dan cute(menurut saya, yang paling cute di manga ini adalah Maya, sang tokoh utama).
Bagi kalian yang belum pernah baca, baca ada di MangaPark. Klik aja judul tersebut di kotak pencarian, dan bacalah. Pss; semua manga di MangaPark berbahasa inggris.
Nah, bagi yang menunggu fic Suzy yang judulnya 'My Name Just Sasuke!', harap bersabar. Masih dalam proses kok. ^_^
Dan bagi para penduduk dunia ff, baik author maupun readers, add fb saya, ya? Namanya 'Suzy Onix'. Saya baru saja membuatnya.
Terimakasih untuk semuanya. Maaf ada typo(s) dan juga kesalahan yang lain. Jangan lupa, tinggalkan review setelah membaca Omake di bawah ini.
.
.
=Omake=
.
.
Lima tahun kemudian
.
Suara derit halus dari pintu disebuah kamar luas itu membuat pria bersurai pirang yang tengah duduk disofa sembari membaca buku memberi perhatian. Kedua netra biru miliknya mendapati sosok mungil yang keluar dari pintu bercatkan putih. Sosok mungil itu sedang mengusak rabut hitamnya yang basah menggunakan handuk.
Tanpa menoleh padanya, "Ingin berburu?" sosok mungil itu padanya. Kini, sosok mungil itu berada di depan cermin, mematut rambutnya yang setengah kering menggunakan sisir.
Naruto bergumam pelan, lalu menyahut. "Tidak." Jawabnya singkatnya.
Alis-alis Sasuke menggerut, heran. Iapun mencoba memastikan, "Terakhir kali kita berburu, satu minggu yang lalu. Memangnya kau tidak lapar?"
"Aku lapar, kok." Sahut Naruto. Netra birunya memandang sosok mungil itu yang dibalut kaos polos berwarna putih, dengan jeans biru selutut sebagai bawahannya.
"Huh?" dahi putih itu berkerut, bingung. "Apa maksudmu, Naru? Aku tidak bercanda. Aku serius, tahu." Katanya dengan bersedekap dada.
"Siapa bilang aku bercanda. Aku serius, Sasu—sayang~" Naruto beranjak, lalu berjalan mendekat dengan langkah ganjil. Tingkahnya sungguh tak jauh beda dari seorang predator yang ingin menerkam mangsanya. "Aku lapar, sayang~" Sudut mata itu mengerling nakal.
Sosok mungil itu—Sasuke, yang merasakan adanya tanda bahaya, seketika langsung berwajah pucat. Iapun berjalan mundur perlahan. "H—hey, ini masih pagi, Na—naru." Ujarnya terbata, panik.
"Aku ingin minum susu, Sasu-chan." Naruto, mengetahui jika Sasuke telah terperangkap antara dirinya dan tembok, mengembangkan serigaiannya. "Dari sini." Bisiknya seduktiv. Sebelah tangan kekarnya menepuk lembut dada sebelah kanan Sasuke.
"Tidak sek—mphhh!"
Terlambat. Sebelum satu kalimat Sasuke ucapkan, bibirnya telah dibungkam oleh benda kenyal yang selalu memanjanya. Benda kenyal itu memanggut bibirnya, lalu melumatnya. Masih mempertahankan kelembutan disetiap gerakannya yang ahli.
"Mmh—Narhuh!—hh,"
"Apakah calon bayi-ku baik-baik saja?" disela-sela cumbuannya, naruto berujar.
Tangan Naruto merambat kebawah, menyusup dari balik kain putih yang membalut tubuh pasangannya. Tangan tan itu merambat, mengelus perut Sasuke yang sedikit membesar dengan lembut dan penuh perasaan. Setelahnya, ia meraih salah satu tonjolan kembar di dada Sasukenya, lalu menekannya kuat. Seketika itu pula, Naruto merasakan jemari tangannya menjadi basah dan lembab.
"Ahh~" desahan merdu Sasuke makin kencang, bersamaan dengan tangan nakal Naruto yang memelintir putingnya ganas, dan cumbuan dibibirnya yang makin liar.
Lidah Naruto yang masuk dalam rongga mulut Sasuke, menjelajahi isinya, dan mengaduknya liar. Naruto terlalu terbuai dengan rasa manis Sasukenya, hingga tak sadar jika disudut ruangan, sepasang mata biru polos memandang kegiatannya dengan rasa keingin-tahuannya.
"Papaaa~~ Mamaaa~~"
Braakkk!
De javu. Baik Naruto maupun Sasuke ingat betul jika mereka, sering mendapati kejadian ini. Secara reflek, Naruto menjauhkan dirinya dari keintimannya dengan Sasuke.
"A—ada apa, Menma-kun?" dengan suara gugup, Sasuke—sang mama, bersuara. Diambang pintu kamar mewah miliknya dan suaminya, seorang bocah—nampak seperti bocah berusia dua belas tahun, dengan rambut hitam jabrik sedang bersedekap dada. Hidung bangir bocah itu berkedut pelan, tampak sekali jika ia sedang menahan amarah.
"Paman Kyuuu..."
Mendengar suara tanpa daya itu, membuat alis pirang Naruto terangkat, heran dengan tingkah putra pertamanya. "Paman Kyuu? Memangnya ada apa, heum?" Tanya Naruto. Ia melangkah pelan mendekati putranya, lalu ia berjongkok untuk menyamakan tingginya. Siapa sangka jika putranya yang masih berumur empat tahun lima bulam, telah tumbuh menjadi seperti bocah yang telah berusia dua belas tahun? Naruto melupkan fakta, bahwa ketika dirinya kecil, juga mengalami hal yang demikian. Sungguh pertumbuhan yang sangat cepat bagi mahluk vampire. Tapi, tentu tidak dengan mental mereka. Walaupun Menma—nama putra pertamanya, tumbuh besar, tapi mentalnya masih anak-anak. Sangat labil, apalagi mengenai hal yang disukai atau tidak disukai.
"Papa~" mata biru turunan dari sang papa itu berkaca-kaca menatap Naruto. "Paman Kyuu merebut Ita-chan dariku~~" kepala itu menunduk, meyakinkan orang tuanya bahwa saat ini, ia sedang bersedih, amat sangat. Ita-chan. Begitulah keluarga Namikaze memanggil bocah cilik itu, yang merupakan putra keduanya, lahir dua tahun yang lalu. Nama lengkapnya adalah Namikaze Itachi. Rambut hitam panjang, dengan bola mata hitam yang bulat dan berkaca-kaca. Sungguh mirip dengan Sasuke.
Inilah yang sering terjadi. Bocah berparas cantik itu sangat lengket dengan Kyubi, dan terkadang membuat Menma iri, karena sedikit kesempatannya untuk bisa bermain dengan sang adik.
Disisi lain, semua keluarga Namikaze tahu. Jika disuruh memilih antara Kyubi dan Menma, tanpa fikir panjang pun Itachi pasti akan memilij Kyubi, sang pamannya daripada Menma, kakak kandungnya sendiri. Entahlah, Itachi memang sangat condong dengan Kyubi. Walaupun pada kenyatannya, sifat Kyubi sedikit arrogant terhadap bocah cantik itu.
Sasuke, yang masih berdiri di tempatnya, tersenyum kecil. Ia pun berjalan mendekati putranya. Dalam sekali gerakan, tangan putih nan lembut miliknya telah berpindah di atas kepala sang anak. "Hey, apakah mama mengajarimu untuk bersedih?"
Kepala hitam itu menggeleng pelan.
"Nah, bukankah lebih menyenangkan jika kalian bertiga bermain bersama-sama?" Sasuke mengusak gemas suari hitam putra pertamanya.
"Tapi, apakah paman Kyu dan Ita-chan mau, bermain denganku?" Tanya Menma sedikit gelisah.
Naruto yang sedari memperhatikan, tersenyum lebar. "Tentu mereka mau. Tidak akan ada yang bisa menolak kehadiaran putra papa yang sangat tampan, ini."
Melihat raut semangat dari kedua wajah papa dan mamanya, kedua mata biru Menma berbinar. "Yokatta! Kalau begitu, papa dan mama juga harus ikut Menma bermain~" Seru Menma girang.
"Chhouu… choss!—brrrttthh!" Suara bayi yang mencoba berbicara—namun gagal, tak jauh dari ketiganya, menggema di kamar mewah itu.
Sekejap, tubuh Sasuke tersentak mendengarnya. "Ah! Boruto sudah bagun!" serunya. Dengan langkah cepat, Sasuke menghampiri box bayi yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Oh~ putra mama sudah bagun?" Sasuke berkata, seraya mengangkat tinggi-tinggi bayi berambut pirang itu, persis seperti milik papanya. Bukannya takut dengan ulah sang mama, bayi itu tampak senang. Ia tertawa lebar dengan suara keras, cukup untuk memperlihatkan gigi susunya yang baru tumbuh empat; dua diatas dan dua di bawah.
Namikaze Boruto. Putra ketiganya yang berambut pirang serta bermata biru. Sangat lucu dan menggemaskan. Banyak yang berkata jika Boruto merupakan Naruto junior, karena memiliki kesamaan fisik. Hanya saja, kulit Boruto seputih susu, bukan berwarna tan seperti milik Naruto. Ia baru berusia empat bulan, akan tetapi telah mampu merangkak dan berjalan.
"Boruto lapar? O~ chh cu~ cu~~" dengan nada lucu, Sasuke bertanya pada bayinya. Ulahnya tak pelak membuat sang bayi yang telah berada dalam gendongannya tertawa semakin keras.
Masih dengan mengajak putranya bercanda, Sasuke kembali mendekati suami dan putra pertamnya yang sedari tadi memperhatikan kelakuannya dengan senyum geli.
"Ayo kita ke ruang keluarga, pasti semuanya ada disana." Ajak Sasuke.
"Yosh!" seru Menma girang. "Aku ingin bermain kejar-tangkap dengan paman Kyu dan Ita-chan!"
"Tentu, sayang." Respon Naruto, singkat.
.
.
"Yak! Jangan tarik rambutku, Itachi!" ya, hanya Kyubi yang tidak memanggil Itachi dengan embel-embel 'chan'. "Aww! Itu sakitt, dasar bocah! Yak! Berhentik kataku—aww!"
Bagi Kyubi, suffix itu hanya ditujukan bagi bocah dengan kelakuan manis. Tidak seperti Namikaze Itachi yang kelakuannya tak jauh berdeba dengan iblis—menurut Kyubi.
"Ahah-haha! Lebih cepat, paman Kyuu! Haha-haha!" suara tawa renyah Itachi membuat pasangan Minato-Kushina yang duduk di sofa ruang tamu itu, melebarkan senyum gelinya.
"Cucuku sangat hiperaktif," ujar Minato bangga.
"Ya.. siapa sangka jika Sasuke bisa hamil?" Kushina menimpali dengan raut wajah bahagia. "Ini adalah sebuah keajaiban." Minato mengangguk setuju dengan pemikiran istrinya.
Bagaimana tidak, jika saat ini, Kyubi tengah merangkak, dengan Itachi yang duduk di atas punggungnya, bergaya ala cowboy yang menunggangi kudanya. Tangan mungil Itachi tak tinggal diam, melainkan meremat dan menarik-narik rambut jingga miliknya dengan kuat, kalau boleh jujur, itu sedikit sakit.
"Ita-chan!"
Suara lembut yang ke-ibuan itu membuat telinga Kyubi berkedut pelan. "Sasu—! Jauhkan Itachi dari—kkhhh!" belum sempat Kyubi menyelesaikan ucapannya, tubuh kecil Itachi yang menunggangi punggunya berulah, melonjak keatas dan kebawah sesuka hati.
"Astaga, Ita-chan!" seru Sasuke kaget, melihat Itachi yang berulah lagi terhadap Kyubi. "Turun dari punggung Kyu-nii, Ita-chan." Perintah Sasuke dengan nada tegas.
"Eh?" Mendengarnya, tubuh Itachi berhentik melonjak. "Tidak mau!" tolak Itachi, dan kembali melonjak di atas punggung Kyubi.
"Khhh—aww! Punggungku sakit, boc—aw! Berhent—aw—adoww!" Kyubi berujar kepayahan.
"Ita-chan, Menma juga ingin main!" seru Menma, dalam pandangannya, hal yang dimainkan pamannya dan adiknya sangat menarik. Ia sedikit berlari menghampiri keduanya.
Itachi sedikit memajukan tubuhnya di atas punggung lebar Kyubi, bermaksud memberi ruang untuk kakaknya agar bisa duduk di punggung Kyubi. "Ayo naik, kaka!" girangnya.
"Ad—aduh, jangan naik naik, Menma, atau aku nanti ak—
Bukkk!
—KHhh!"
Terlambat. Sebelum Kyubi mengancam Menma dengan hal yang aneh-aneh, Menma sudah terlebih dahulu mendudukkan dirinya di atas punggung Kyubi.
"Hiaaa! Ahahaha!Ayo jalan, paman Kyu!" mereka berdua berteriak bersamaan, tak lupa dengan tubuh yang melonjak saling berlawanan arah. "Yang cepat—cepat! Hahaha—hahah!" gerakan mereka berdua semakin menggila, semakin membuat Kyubi kepayahan, pula.
"A—cho.. hhhprttt!—yah!" tak mau kalah, Boruto yang berada dalam gendongan Sasuke pun ikut melonjak keatas dan kebawah.
"Aduhh—ghhhrr!"
Bruk!
Tubuh Kyubi pun terjerembab jatuh, lemas seketika harus menahan gerakan menggila dari dua tubuh di atas punggungnya, hanya dengan bertumpu pada tangannya dan siku kakinya.
"Naruto, anak-anakmu memang iblis.." lirih Kyubi merana.
"Kok berhenti, pamaaaan! Kok loyo? Mana pamanku yang super kuat? Hahah—" ujar Itachi, masih tetap melonjak-lonjak.
"Iya paman… ayo jalan lagiiiiii!" Menma menimpali dengan gemas.
"Turun dari punggungku, bocah seta—"
Bukk!
Sebuah bantal yang dilempar itu mengenai Kyubi, tepat di kepala surai jingganya, membuat sang empunya mendelik ganas. "Apa yang kau lakukan, bastard!" sembur Kyubi—murka, pada pelaku pelemparan, yang tak lain adalah adiknya sendiri.
Naruto mengangkat kedua tangannya ke-udara, "Ups! Tanganku licin, Kyuu.." dan berujar dengan menampakkan wajah tanpa dosa. Naruto memasang wajah sepolos mungkin.
"Kau—
"Sudahlah, Kyu-nii. Maafkan Naruto. Dia hanya bercanda, kok." Suara lembut Sasuke menengahi. "Mammmaaamm—pftrr!" Sasuke sedang duduk disofa mewah di ruang tamu iu, berseberangan dengan sang mertuanya. Ia nampak tertawa kecil ketika Boruto yang berada dipangkuannya berhasil berbicara, walaupun tidak terlalu jelas.
"Putraku memang pintar," Naruto berujar bangga. Ia mengambil alih Boruto dari Sasuke, dan mendudukkan Naruto junior itu dipangkuannya.
Melihat keharmonisan kelurga putranya, membuat pasangan MinaKushi tersenyum lebar. "Kyuu, cepatlah cari pendamping. Aku bosan melihatmu yang tak kunjung mendapatkan pasangan," dengan ekspresi yang dibuat murung, Minato bersuara.
"Benar juga. Lihatlah Naruto dan Sasuke, mereka bahkan, sebentar lagi memiliki putra keempat." Disebelahnya, Kushina ikut menimpali.
Kyubi yang mendengar penuturan ayah ibunya menghela nafas, lelah. Bukan hanya satu kali orang tuanya menyuruhnya untuk mencari pasangan hidup, tapi sudah entah keberapa kalinya. Kyubi tak tahu, dan tak mau tahu. "Baiklah—baiklah, aku akan segera mencari pengantin. Sesuai permintaan kalian." Kyubi menyerah. Mungkin tidak brurk juga, jika dirinya memiliki pasangan hidup. Mungkin saja hari-harinya akan lebih berwarna dan menyenangkan? Walaupun saat ini, Kyubi sudah merasa sangat bahagia. Dikelilingi bocah cantik dan menggemaskan, yang tak lain adalah si Ita-chan, dan sejujurnya, Kyubi tak akan pernah mau mengakuinya. Di lain itu, juga ada si tampan Menma dengan tingkah kekanakannya, yang selalu berhasil membuat mood nya berubah-ubah.
Mendengar penuturan pamannya, si bocah cantik itu berhenti melonjak. Ia terdiam sesaat, sebelum berkata. "Paman Kyu tidak boleh mencari pengantin." Katanya lugu.
Perkatannya, sontak membuat seluruh keluarga Namikaze terdiam, kecuali Boruto. "Eh, kenapa tidak boleh, Ita-chan?" Sasuke bertanya heran. Kenapa tidak boleh?
"Apa maksudmu tidak boleh, Itachi?" Tanya Kyubi—penasaran.
Si cantik itu menampakkan senyum sejuta watt. "Karena—Paman Kyu akan menjadi pengantinku!"
Hening.
Hening.
He—
"E—Eeeeeeeeh?!"
"Paman Kyu harus jadi pengantinku. Tidak ada penolakan." Nada suara Itachi terdengar sangat mutlak, diikuti dengan wajah innocentnya.
"Ee—eeeeeeeeeee?!"
"—mommaaah..ptfft.. mmmh,"
"TIDAAAAAAAAAAAAKKKK!" Kyubi berteriak tak terima.
Setelahnya, suara tawa renyah memenuhi ruang tamu keluarga vampire Namikaze tersebut, tak terkecuali Boruto yang semakin melonjak kegirangan—cukup membuat Naruto sedikit kewalahan.
.
.
.
Aku tak pernah menyangka, jika kebahagiaan ini benar-benar telah kudapatkan. Aku sangat mencintaimu, Namikaze Sasuke. Terimakasih telah mencintaiku dan mau menerimaku menjadi pendamping hidupmu. —Naruto.
.
.
.
Aku sungguh bahagia dengan kehidupanku saat ini. Rasa sakit yang kurasakan ketika melahirkan tidak sebanding dengan apa yang kurasakan saat ini. Naruto.. tetaplah disisiku. Aku mencintaimu. —Sasuke.
.
.
.
=TAMAT=