Chapter 1 : Prolog

[REMAKE] A Romantic Story About Naruto by Santhy Agatha

Genre : Romance, Hurt

Cast : Sasuke Uchiha, Naruto Uzumaki, Gaara Sabaku and others

[SASUNARU]

Rated : M

.

Disclaimer : JTK me-remake novel yang nurut JTK pribadi bagus dan lumayan menyentuh dari Santhy Agatha. Jadi JTK bukan penjiplak atau plagiat, JTK hanya me-remake dan merubah sedikit menyesuaikan alur. Udah ijin sama yang punya novel ini, asalkan nama pengarang aslinya dicantumin itu gapapa. Kalian bisa baca versi aslinya di wattpad. Jadi ini cerita bukan milik JTK, JTK hanya me-remake doang. Dan sekali lagi JTK enggak plagiat.

Dan ini JTK remake jadi versi Yaoinya.

.

DON'T LIKE DON'T READ

HAPPY READING^^

SEKALI LAGI INI YAOI, YAOI. COWOK SAMA COWOK. JADI JANGAN BASH ATAU FLAME KALO GAK SUKA CERITA/CHARANYA. GAK SUKA GAK USAH MAKSA BACA CUMAN DEMI FLAME.

Damai itu indah bro, seindah tonjolan selangkangannya Uchiha Sasuke. *digampar*

.

.

.

.

.

"Dalam hidupnya, Impian Naruto hanyalah ingin menjadi laki-laki yang biasa-biasa

saja. Dia ingin menikah dengan Gaara kekasihnya, membentuk keluarga kecil

yang bahagia, lalu seperti akhir kisah klise lainnya: bergandengan tangan di usia

senja, melangkah menuju matahari terbenam.

Tetapi ternyata apa yang dia inginkan meskipun sederhana, tidak semudah itu

menjadi kenyataan. Kecelakaan itu telah merenggut semua yang diimpikannya,

orang tuanya, merenggut rencana pernikahannya dengan Gaara yang kemudian

tak berdaya dan membuatnya harus berjuang sendirian, dan menghancurkan

semua mimpi-mimpinya yang sebelumnya terbungkus dalam rencana masa

depan yang telah tersusun rapi.

Semuanya hancur.

Dalam perjuangannya untuk bangkit itulah dia harus berhubungan dengan

Sasuke, seorang taipan kaya yang sombong, arogan, suka memaksakan

kehendak, dan...

Punya obsesi seksual terpendam terhadap dirinya.

Naruto membutuhkan Sasuke lebih demi menyelamatkan Gaara, sedangkan Sasuke membutuhkan Naruto untuk

memuaskan hasrat obsesif yang terus menerus menyiksanya terhadap Naruto.

Dua manusia yang seharusnya tidak pernah bersilang jalan inipun dipertemukan

oleh keadaan. Dua manusia yang saling membenci satu sama lain tetapi

dikalahkan oleh hasrat dan kebutuhan. Hubungan mereka panas membara, luar

biasa sampai mereka bisa terbakar habis di dalamnya. Mereka menjalin

hubungan karena keterpaksaan, yang lama kelamaan menjadi hubungan saling

membutuhkan, saling merindukan dan saling memuaskan dan….. akhirnya

menyerah untuk saling mencintai.

Sampai kemudian tiba saatnya Naruto harus memilih antara Hasratnya pada

Sasuke, lelaki arogan yang terus menerus menyakitinya tetapi berhasil

merenggut hatinya, atau cintanya kepada Gaara, lelaki yang baik, yang pernah

meninggalkannya untuk berjuang sendirian, tetapi tetap menjaga janjinya dalam

sebentuk cincin pertunangan di jari manisnya."

.

.

.

Chapter 2

" Terima kasih sudah hadir di hidupku, terima kasih

sudah mengajari aku mencintai dengan begitu dalam,

terima kasih sudah menyentuh hatiku yang gelap dan

jahat sehingga bisa merasakan indahnya mencintai

seseorang, dan yang terpenting terima kasih sudah mau

mencintaiku."

[Sasuke Uchiha]

.

.

Naruto menarik nafas dalam sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat mewah dan berkuasa seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya.

Sambil menenangkan debar jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Naruto tersenyum kecut.

Seperti akan mendapatkan hukum mati saja , desisnya dalam hati.

Ketika masuk Naruto menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana dalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari disainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan di ruangan ini.

Temperaturnya dibuat senyaman mungkin dan samar- samar tercium aroma cendana yang menyenangkan. Semua ada di ruangan ini sungguh menyenangkan.

Ups!Salah, semua menyenangkan kecuali satu hal,

dan satuhal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak dibalikmeja dengan keangkuhan yang mencerminkan seolah-olahdirinyalah pusat dunia.

Lalu tatapannya itu, sangat mengerikan. Mata hitam itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.

Naruto membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu. Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara

mereka. Naruto mengangkat dagunya dan melempar tatapan. " Well , aku sudah disini, sekarang apalagi?" kepada lelaki itu.

Si mata kelam mengerutkan alisnya gusar melihat tingkah

berani Naruto, mulutnya menipis.

"Kudengar kau menyebabkan kekacauan proyek ini."

Akhirnya, Naruto menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka laki-laki itu.

"Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan." Sebenarnya Naruto tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu mau tak mau mengeluarkan sisi defensif dari dirinya.

"Menyelamatkan keadaan katamu?" lelaki itu tampak begitu murka mendapat jawaban Naruto. "Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang untuk menyelamatkan keadaan?" Naruto membalas tatapan garang itu dengan tatapan tak

kalah garang. "Orang yang anda bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut, apakah menurut anda, saya, sebagai supervisor hanya boleh diam saja dan tidak membelanya?"

Tatapan mata meremehkan dari mata kelam itu benar- benar membuat Naruto sebal.

"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukan mengusirnya." Jawab lelaki itu tenang.

"Jadi menurut anda saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?"

"Moralitas selamanya tidak akan mendapatkan keuntungan dalam hal apapun." Si mata kelam mengangkat bahu dengan bosan.

Cukup sudah! Naruto menarik napas dalam-dalam.

"Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang anda akan mendapatkan surat pengunduran diri dari saya."

Sejenak suasana menjadi begitu hening, dan kalau pun si mata kelam itu kaget dengan hasil keputusan Naruto, dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena

ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Naruto dengan ekspresi menilai.

Suasana terasa semakin hening, dan Naruto menunggu. Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus. Lalu, sebuah senyuman muncul di sudut bibir lelaki itu,

walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.

"Tidak semudah itu Uzumaki Naruto, mungkin saya adalah pemimpin tertinggi sekaligus pemilik perusahaan ini, tapi bukan berati saya tidak mengetahui setiap detail terkecil pegawai di sini."

Lelaki itu menatap dengan tajam sebelum menjatuhkan bom-nya.

"Kau memiliki pinjaman yang belum selesai pada perusahaan ini senilai 40 juta, katakan sekarang Uzumaki Naruto, apakah kau bisa melunasi pinjaman itu saya dengan senang

hati meluluskan permohonan pengunduran dirimu."

Wajah Naruto benar-benar pucat pasi, dalam kemarahan tadi, sama sekali tidak terpikirkan tentang pinjaman itu. Dan si mata kelam tadi menanyakan apakah dia bisa

membayar pinjaman secara tunai? Tanpa sadar Naruto mengernyit seolah kesakitan, Ya Tuhan, itu tidak mungkin, bahkan sekarang dia dalam kekalutan besar dan membuktikan lebih banyak uang untuk-, cepat- cepat dihapusnya pikiran itu sebelum melayang begitu jauh.

Si mata kelam mengendus menghina melihat kebekuan Naruto.

"Oke, saya asumsikan tidak dapat membayar tunai pinjaman itu, meskipun saya sedikit bertanya-tanya kenapa pria seperti anda bisa menghabiskan uang sebanyak itu, tapi toh itu bukan urusan saya." Senyum di sudut bibir lelaki itu langsung menghilang dan tatapannya berubah menjadi dingin.

"Jadi selama kau masih berhutang dengan perusahaan ini dan belum bisa menyelesaikan kewajibanmu, jangan seenaknya mengira kau bisa mengundurkan diri dari perusahaan ini. Hanya sayalah yang bisa memutuskan apakah kau layak dipertahankan atau disingkirkan, jadi kembalilah bekerja dan singkirkan moralitasmu yang munafik itu."

Naruto menatap lelaki itu dengan kebencian yang meluap- luap.

"Hanya pinjaman itu yang menahan saya di sini, dan jika saya berhasil melunasi pinjaman itu, saya akan langsung angkat kaki dari perusahaan ini. Sekarang mohon ijin permisi, saya akan kembali bekerja.".

.

.

Sasuke menatap pintu yang tertutup dengan agak keras di depannya. Dia menunggu beberapa saat, lalu mendesah sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik, dengan letih dia bersandar kembali di kursi sambil memejamkan mata.

Bukan salah pria itu jika sekarang tubuhnya terasa panas, tidak. Bukan cuma panas, kau sekarang benar- benar terbakar man !

"Uzumaki Naruto."

Sasuke menggumankan nama itu bagaikan mantra, lalu matanya membuka dengan penuh perhitungan.

Well, jangan harap kau bisa semudah itu pergi dari sini,karena aku tidak akan membiarkanmu pergi, Naruto,gumamnya dalam hati.

Sasuke mengingat saat pertama kali melihat Naruto, biasanya dia tak pernah memperhatikan pria, Sasuke dikenal sebagai kekasih yang sangat dingin. Dia selalu berjaga jarak tidak membiarkan siapapun terlalu dekat.

Kalau ditanya, apakah Sasuke gay? Jawabannya ya.

Naruto, pria itu sudah dua tahun bekerja sebagai supervisor lapangan di sini, yang Sasuke bahkan belum pernah bertemu dengannya.

Ya tentu saja! Sasuke mengendus.

Seorang CEO tidak ada urusannya dengan supervisor lapangan.

Entah nasib sial apa yang menghinggapinya ketika pertama kali dia bertemu dengan Naruto, ketika itu dia sedang menjamu tamu penting di lokasi yang berdekatan dengan proyek pemasaran yang sedang berlangsung, maka secara implusif diputuskannya untuk mampir.

Manajer pameran langsung tergopoh-gopoh menyambutnya.

Lalu pria itu muncul.

Dengan tubuhnya yang lumayan berisi, pakaian kerja,kulit tan, Naruto jelas-jelas kalah jika dibandingkan dengan pacar-pacarnya yang berasal dari kelas atas. Tapi tubuh Sasuke bagaikan

disadarkan ketika melihat Naruto, dan ketika mereka bersalaman, tangannya bagaikan disengat listrik, gairah langsung meletup dari ujung kepala sampai ke kakinya

begitu menggebu-gebu sampai membuat kepalanya pening.

Kenyataan bahwa Naruto sama sekali tidak memperhatikannya kecuali sebagai bos sama sekali tidak membantu.

Sasuke menyadari dia mulai terobsesi terhadap Naruto, dimanapun dia berada, kapanpun ia ada, dia selalu mencari pria itu. Tak mau seharipun dilewatinya tanpa menyempatkan diri melihat Naruto, hingga seolah-olah pria itu merupakan eksistensi kehidupannya. Bahkan demi

hal itu, sekarang dia mendapati dirinya mulai memanipulasi beberapa proyek yang sedapat mungkin melibatkan divisi Naruto semata-mata agar dia bisa sering melihat Naruto.

Mungkin ini kegilaan sesaat, atau mungkin alamiah. Sasuke pernah membaca bahwa ada orang-orang tertentu yang memang dapat membuatmu sangat bergairah, entah

karena hormon, aroma atau yang lain-lainya, mungkin Naruto salah satu diantaranya.

Ini hanya masalah nafsu, dan akan segera hilang begitunafsu ini dipuaskan, gumam Sasuke dalam hati.

Dengan dahi dikerut dipandanginya laporan pinjaman karyawan di mejanya.

Yah sepertinya ini akan sangat mudah, melihat besarnya pinjaman Naruto, pasti pria ini suka menghamburkan uang atau mempunyai hutang yang amat sangat banyak. Dengan sedikit pengeluaran ekstra pasti sangat mudah menarik pria itu ke ranjang, dan setelah dia dipuaskan,

pasti akan lega sekali bisa lepas dari obsesi yang menyiksa ini.

.

.

"Bagaimana kondisinya noona ?" Naruto baru saja sampai, di luar hujan deras sekali, dan

air menetes-netes di rambutnya. Perawat – yang dipanggil noona- itu memandanginya dengan penuh kasih, sudah 2 tahun dia mengenal Naruto.

"Kondisinya baik-baik saja Naruto. Tekanan darahnya normal dan detak jantungnya stabil, itu bagus, dia begitu tenang seharian ini, dia tidak mengalami serangan, jadi tidak perlu merasa kesakitan."

"Dia tidak mengalami serangan?" mata Naruto melebar bahagia. "Terima kasih Sakura noona , kalau begitu aku akan melihatnya dulu."

Naruto memasukin ruangan putih sederhana itu, dipandangnya ranjang yang menjadi pusat di ruangan itu. Di atas ranjang terbaring sosok yang lemah, tubuhnya terhubung dengan selang yang terjalin ke mesin-mesin.

Naruto duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan yang terhubung dengan jarum infus, sebuah cincin emas melingkar di jarinya, lelaki ini adalah Gaara, tunangannya yang terbaring koma sejak lebih dari dua tahun yang lalu.

"Apa kabarmu sayang?" gumamnya penuh perasaan. Sosok itu tetap diam dan ruangan terasa hening, hanya suara mesin-mesin pemonitor detak jantung dan desisan alat pengatur oksigen yang terdengar.

Naruto mengecup cincin di jari lelaki itu, ingatannya menerawang kembali masa dua tahun lalu dimana hidupnya yang indah dan bahagia berubah menjadi tragedi.

Saat persiapan pernikahan mereka, Gaara sudah cukup mapan dan sangat mencintai Naruto, dan Gaara tidak mempunyai keluarga, lelaki itu dibesarkan di panti

asuhan lalu berjuang mandiri hingga bisa menjadi pengacara handal yang cukup sukses.

"Aku sebatang kara di dunia ini sebelum bertemu denganmu." Begitu ucapan syukur Gaara dulu ketika Naruto menerima lamarannya. Naruto begitu bahagia waktu itu, dia begitu dicintai dan kedua orang tuanya begitu mendukungnya, sebagai anak tunggal orang tuanya

memang sedikit protektif padanya dibandingkan orang tua lainnya, tapi mereka bisa melihat ketulusan hati Gaara dan menerima Gaara dengan tangan terbuka.

Lalu pagi yang penuh tragedi terjadilah, Naruto sedang menyiapkan pernikahan mereka yang tinggal satu bulan lagi. Ketika itu Gaara menelpon, karena Naruto meminta tolong padanya untuk menjemput orang tua Naruto di bandara.

Sebenarnya merupakan tugas Naruto menjemput mereka, tetapi karena supir keluarga sedang cuti, Naruto meminta bantuan Gaara. Gaara tidak pernah merasakan mempunyai orang tua, jadi dia sangat menyayangi kedua orang tua Naruto, begitu pula sebaliknnya, jadi, tugas

sepele menjemput orang tua di bandara sangat menyenagkan baginya.

" Kau tahu, aku tidak sabar bertemu mereka. Aku merindukan mereka." Lelaki itu tersenyum lalu menutup telepon setelah mengucapkan satu-satunya janji yang tidak bisa ditepatinya.

" Aku janji, segera setelah dekat dengan tempatmu, aku akan menelponmu, jadi kau bisa siap-siap di depan, bye calon pengantinku, I Love You."

Itulah saat terakhir kali Gaara menelponnya. Sama sekali tidak ada firasat hari itu, sama sekali tidak ada pertanda bahwa pagi itu akan menjadi mimpi paling buruk dalam hidupnya, dan telepon itulah awal dari reretan bencana.

Yang menelponnya kemudian bukanlah Gaara yang dicintainya, melainkan petugas rumah sakit. Mobil yang dikendarai Gaara menjadi salah satu korban tabrakan beruntun, Ayahnya meninggal di tempat, ibunya dalam kondisi kritis dan Gaara sudah tak sadarkan diri karena benturan keras di kepalanya.

Naruto menjalani semuanya seorang diri, hari itu dia bergerak bagai robot mengurusi makam ayahnya sekaligus khawatir kondisi ibu dan tunangannya, tak ada waktu untuk menangis, dan kemudian keesokan harinya ibunya meninggal menyusul ayahnya, Naruto menanggung kepedihan memakamkan kedua orang tuanya dalam dua hari berturut-turut seorang diri, lalu malam itu, ketika dokter memutuskan bahwa Gaara mengalami koma yang tidak diketahui kapan akan sadar, ketegaran Naruto runtuhlah sudah, semua kepedihan bertubi-tubi menerjangnya sudah tidak dapat ditanggungnya lagi, dia pingsan dan ketika sadar dia hanya bisa menangis.

Lalu suster Sakura datang, seorang perawat yang sangat keibuan. Suster itulah yang membantu Naruto agar tidak terpuruk, yang membuatnya sadar bahwa dialah satu-satunya yang dimiliki Gaara untuk membantunya bertahan hidup. Dengan cepat Naruto bangkit, menyadari bahwa dia

sendiri yang harus berjuang demi Gaara, lelaki yang sangat dia cintai. Dia mengetahui bahwa biaya perawatan Gaara tidak murah, Naruto segera bergerak

cepat, dijual rumah keluarganya dan dikumpulkan semua aset yang dimilikinya lalu pindah ke tempat flat kecil, lalu dia pindah pekerjaan dengan gaji yang lebih bagus.

" Berjuanglah untuk bertahan Gaara, karena aku akan berjuang untukmu." Tekad Naruto dalam hati waktu itu. Namun sekarang lebih dari dua tahun berlalu, seluruh aset yang dimiliki Naruto sudah habis, bahkan dia sudah menaggung hutang pada perusahaan untuk menutup biaya perawatan Gaara, dan tunangannya tercinta masih belum sadar juga.

"Kau tahu tadi pagi aku bertengkar dengan bosku." Naruto memulai kebiasaannya, mengobrol satu arah dengan Gaara, menceritakan kehidupan sehari harinya pada Gaara. "Matanya kelam dan dia sangat menyebalkan, dan kau tahu?dia sama sekali tak menghargai moralitas, kau pasti akan bertengkar hebat dengannya karena sebagai pengacara kau sangat menjunjung moralitas."

Naruto terkekeh membayangkan hal itu, lalu merebahkan di ranjang sambil mengamati wajah Gaara. "Aku merindukanmu tahu, sudah lama aku tidak mendengar suaramu, sampai kapan kau mau tidur terus? Awas ya, jangan salahkan aku kalau suatu saat kau memanggilku di tempat ramai dan aku tidak mengenali suaramu."

Di luar pintu, suster Sakura yang mendengar percakapan itu menutup mulutnya dengan tangan,

matanya berkaca-kata. Betapa tegarnya pria itu, betapa hebatnya dia, selama dua tahun dia berjuang dan belum mendapatkan jawaban, tapi semangatnya

sama sekali tidak pernah surut. Selama hampir dua jam Naruto bercakap-cakap searah

dengan Gaara, lalu ketika suster Sakura mengingatkan bahwa waktu sudah menunjukan jam 9 malam, Naruto bangkit dari duduknya, dikecupnya dahi Gaara penuh kasih sayang.

"Sudah dulu ya, aku akan pulang dan tidur, besok aku akan kesini menengokmu lagi, aku mencintaimu Gaara"

Naruto lalu menemui suster Sakura yang menunggunya diluar, suster itu menyerahkan kantong plastik pada Naruto.

"Ini makanan untukmu, kau tadi buru-buru kesini karena hujan, kau pasti belum sempat makan malam."

"Terima kasih noona ."

"Wajahmu pucat, kau pasti kecapekan, jangan terlalu memaksakan diri, Naru,"

Naruto menarik napas letih tapi tetap mencoba tersenyum riang.

"Aku harus terus bekerja noona , apalagi sudah hampir tanggal lima."

Tanggal lima adalah tanggal rutin Naruto harus melunasi biaya perawatan Gaara yang makin membengkak setiap bulannya.

Suster Sakura memandang Naruto dengan hati-hati.

"Kau tahu, ada beberapa cara yang lebih ringan, dokter memperbolehkan Gaara dirawat di rumah."

"Tidak." Naruto memandang Suster Sakura dengan ngeri.

"Gaara sering mengalami serangan, aku tidak mau Gaara kenapa-kenapa, di sini adalah tempat Gaara akan mengalami penanganan yang paling tepat, dan aku akan berjuang berapapun biayanya."

Suster Sakura memandang Naruto dengan penuh kasih sayang, menyadari betapa keras kepalanya Naruto jika sudah punya kemauan.

"Ya sudah, pulang dan istirahatlah, jangan lupa makan, dan ingat Naruto kalau kau kekurangan uang, aku punya simpanan uang yang-" Ucapan Sakura terhenti.

Naruto memeluk suster Sakura dengan penuh kasih sayang.

"Anda tahu noona , bantuan noona sudah cukup selama ini, saya tidak tahu bagaimana lagi saya harus berterima kasih."

.

.

Pagi itu hujan deras sekali, Naruto menunggu di halte bus dengan panik, hujan deras yang menyebabkan macet parah, dan sampai sekarang bus yang dia tunggu tak kelihatan. Sementara itu hujan turun semakin deras hingga pandangan di depannya makin kabur, orang- orang mulai menyingkir karena halte itu tidak dapat lagi melindungi mereka dari terpaan hujan, dan Naruto masih berdiri mencengkram payungnya erat-erat, menahan tiupan angin yang makin kencang. Matanya bergantian melirik jam tangannya dan ujung jalan dengan harap- harap cemas, dia pasti akan terlambat hari ini, manajer lapangannya yang galak pasti akan marah besar karena pagi ini dia dijadwalkan meeting pagi dengannya, lelaki itu sangat tepat waktu dan tidak suka menunggu.

Tiba-tiba sebuah mercedes hitam legam yang sangat mewah meluncur mulus berhenti tepat di depan Naruto. Mulanya Naruto tidak menyadari kalau mobil itu berhenti untuknya karena perhatiannya terlalu terfokus pada ujung jalan, tetapi ketika pintu mobil itu mendadak terbuka, Naruto hampir terlonjak karena kaget.

"Masuklah." Mulanya Naruto ingin mencaci-maki siapun pengemudi mobil itu yang dengan seenaknya mengira Naruto adalah

pria gampangan' yang mudah dibawa, tetapi ketika Naruto merasa mengenali suara lelaki itu, dengan ragu ditundukannya kepalanya untuk memastikan bahwa pengemudi itu sesuai dengan dugaannya.

Mata kelam yang tajam itu membalas tatapannya, yah kalo tidak bisa dibilang sedang sial, setidaknya dugaanya tidak salah.

"Ayo masuk, kau akan basah kuyup jika berdiri terus disitu, kita kan searah." Sasuke agak berteriak mengalahkan derasnya suara hujan dan petir yang bersahut-sahutan.

Naruto masih berdiri ragu-ragu, perjalanan ke kantor jauh dan lama, Naruto merasa enggan dan tak tahu apa yang dibicarakan dengan lelaki itu sepanjang jalan, lagi pula... Naruto melirik cemas ke arah payungnya basah kuyup dan menetes-netes dan interior mobil itu

sepertinya sangat bagus, jika kena air-

"Masuklah, Naruto! Aku tak peduli dengan payung basah itu. Kau akan membuat kita berdua terlambat, masuk, atau akan sendiri yang akan menyeretmu." Suara geram Sasukelah yang menyadarkan Naruto dari keraguannya, dengan cepat dia memasuki pintu yang terbuka dan duduk di sebelah Sasuke.

Satu detik setelah pintu tertutup, Naruto langsung menginjak gas dan menjalankan mobilnya, seolah takut Naruto berubah pikiran. Sasuke melirik sedikit pada Naruto yang memandang cemas pada payung yang meneteskan air di tangannya.

"Taruh saja di tempat di belakang, pengurus mobilku akan membersihkannya dan pasang sabuk pengamanmu."

Secara otomatis Naruto menoleh kebelakang dan menemukan wadah plastik slinder di tengah jok

belakang, mungkin tempat koran atau semacamnya, tapi wadah itu kosong dan Naruto meletakan payung itu di sana, lebih baik dari pada payungnya meneteskan air membasahi kursi kulit yang mewah atau karpet tebal mobil ini. Setelah memasang sabuk pengamannya, Naruto menyadari

bahwa sudut mata Sasuke melirik ke arahnya.

"Terima kasih Direktur ." Gumamnya demi menjaga kesopanan.

Sasuke tersenyum miring

"Pasti kau bingung apakah ini kesialan atau keberuntungan karena akulah yang memberimu

tumpangan." Gumamnya tenang.

Naruto membuka mulut hendak membantah, tetapi akhirnya menutup mulut lagi. Tidak menyadari napas Sasuke yang mendadak lebih cepat ketika memperhatikan gerakan mulutnya.

"Rumahmu di daerah sini ya?" Suara Sasuke entah kenapa menjadi serak sehingga

secara otomatis Naruto menoleh ke arahnya, tetapi lelaki itu tidak sedang menatapnya melainkan memandang lurus ke depan.

"Iya, flat saya di daerah sini." Suaranya setengah melamun dan tersentak ketika Sasuke mendadak menoleh kepadanya.

"Flat?" kenapa informasi itu sampai terlewatkanolehnya? "Kalau begitu dimana orang tuamu?"

"Orang tua saya sudah meninggal, saya hidup sendirian." Jawab Naruto otomatis. " Direktur mungkin sebaiknya saya diturunkan agak jauh dari kantor, nanti saya berjalan kaki saja."

Sasuke mengerutkan dahinya, tak suka ide itu.

"Kenapa harus begitu?"

"Tempat parkir khusus direksi kan sangat mencolok, saya tidak mau orang melihat saya turun dari mobil anda akan berpikiran yang tidak-tidak."

"Seperti kita melakukan sex yang hebat semalam dan pagi ini berangkat bersama-sama?"

Wajah Naruto memucat mendengar ucapan Sasuke yang sangat vulgar itu.

"Dengar Tuan Naruto, kau dikenal sangat menjunjung moralitas di kantor, jadi orang tidak mungkin berpikiran yang tidak-tidak dengamu." Suara Sasuke terdengar sinis

dan mengejek. "Lagipula-" kali ini Sasuke sengaja membiarkan tatapan matanya menelusuri Naruto dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Semua orang tahu siapa aku, semua orang tahu aku gay, dan tahu seperti apa pacarku, mereka tahu percis bahwa kau bahkan tidak masuk ke dalam kategori tipe pria kesukaanku, walaupun aku gay, aku tidak akan mungkin kan suka padamu, jadi gosip apa yang akan timbul?"

Detik itu juga Naruto menyadari bahwa dia tak akan pernah suka bosnya yang satu ini. Dengan geram Naruto menggertakan giginya lalu mengalihkan pandangannya ke jendela luar.

Setelah itu tidak ada lagi percakapan di antara mereka.

Ketika Sasuke memarkir mobilnya di parkir direksi, Naruto segera turun dan mengucapkan terima kasih dengan kaku, lalu berlari kecil menembus hujan, meninggalkan Sasuke yang masih di mobil.

Untuglah lobby sudah sepi, hanya petugas keamanan dan resepsionis yang ada di sana jadi tak perlu khawatir akan terjadi gosip. Tapi ketika Naruto melihat jam besar di lobby dia langsung mempercepat langkahnya, dia terlambat, manajernya pasti akan marah besar.

Ketika sampai di ruangnya rekannya menatapnya sambil

mengangkat alis melihat penampilan Naruto yang acak- acakan dengan rambut dan baju setengah basah.

" Manager menunggumu, dia bilang kalau ka datang langsung saja ke ruangannya."

Naruto mengangguk, hanya mampir sebentar meletakan barang-barangnya dan langsung mengetuk pintu ruangan manajernya.

"Masuk." Gumam suara dari dalam.

Naruto melangkah masuk sambil membersiapkan dirinya untuk mendengarkan ocehan panjang lebar tentang kedisiplinan yang menjadi ciri khas bosnya itu.

"Saya mengerti kenapa kau terlambat Naruto, tadi CEO kita menelpon dan menjelaskan bahwa kau ikut mobilnya, yah saya tidak menyalahkanmu, cuaca sangat buruk pagi ini kan?"

Naruto hanya tertegun menatap senyum bosnya yang begitu lebar. Ternyata cuma sampai disitu arti kedisiplinan yang digembar-gemborkan Manager, begitu kekuasaan berbicara, maka semua tak ada artinya lagi.

"Eh iya, tadi saya tak sengaja berpapasan dengan Direktur ketika saya sedang menunggu bus dan

Direktur menawari saya tumpangan."

"Hebat Naruto, hebat. Ternyata insiden kecil kemarin yang menyebabkan Direktur sendiri sampai turun tangan memanggilmu itu malah menguntungkan bagi

devisi kita. Pempinan perusahaan tertinggi kita, bayangkan! Dia mengenalimu bahkan menawarimu tumpangan."

Naruto merasa muak melihat kegirangan bosnya yang tak wajar itu, memang Sasuke itu siapa? Memang dia CEO perusahaan ini dan merupakan pimpinan tertinggi perusahaan ini di Korea Selatan. Perusahaan mereka merupakan perusahaan terkenal dengan nama sama di Canada. Dan Sasuke sebagai salah satu pemegang saham terbesar sekaligus CEO yang handal di salah satu

perusahaan mereka di Canada, menawarkan diri untuk mengisi jabatan di Jepang. Gosipnya lelaki itu menganggap bahwa memimpin cabang mereka di Jepang dengan berbeda budaya dan segala keeksotisannya merupakan tantangan sendiri baginya. Tetapi lelaki itu kan manusia juga sama seperti mereka? Harusnya Manager tidak perlu segirang itu.

"Kalau begitu saya ijin kembali sebentar untuk mengambil bahan meeting kita pagi ini." Gumam Naruto memotong kalimat bosnya yang masih berceloteh tidak

jelas tentang kelebihan-kelebihan Uchiha Sasuke dan betapa beruntungnya Naruto.

Ketika Naruto hampir melangkah pergi, bosnya seperti baru mengingat sesuatu.

"Oh iya Naruto, tadi Direktur berpesan kalau ada barang milikmu yang tertinggal di mobilnya, dia ingin kau mengambilnya nanti jam 3 sore di ruangannya."

.

.

Tbc ke chapter selanjutnya *ketawa nista*

.

.

Coeeeeg :v ngedit dari hape karena yang di pdf bagian ini mungkin halamannya copot. Beneran -_- ngelesin coeeg :v *efek anak meme*. Oke, kalo review tembus 10 kalo bisa lebih, bakal update kilat dalam waktu 2-3 hari. Segala review diterima, mau kritik, saran asal bukan bash dan flame serta tetek bengeknya, juga review yang tidak bermoral seperti menyertakan kata-kata kebun binatang. JTK menganggap semua review itu adalah tanda cinta dari kalian semua, meski remake beneran susah. Karena cerita aslinya straight dan JTK adalah fujoshi -_-

So, mind to review?^^