Love Unilateral
Disclaimer: Naruto Milik Masashi Kishimoto Sensei
Pairing : NaruHina
Ganre : Romance, Hurt /Comfort
Rated : T+
Warning : OOC, Typo(s), EYD, Newbe, AU, Dll
.
.
.
"Cinta ku hanya ada pada diri mu, apa itu salah?"
"Kau tidak salah, tapi... Cintamu itu hanya akan menyakiti kita berdua."
"Ta-Tapi, ak-aku sangat mencintaimu Na-ru-to-kun!"
"Cinta tidak akan bisa dipaksakan."
"Kau hanya MILIKKU."
"Aku bukan milik siapa-siapa!"
***
Pagi yang mencengkam bagi semua orang yang berada dikediaman Namikaze, seorang perempuan bersuami sudah mengeluarkan aura-aura kurang mengenakan dirumah itu. Dia menatap tajam seorang wanita muda yang datang bertamu dikediaman Namikaze, sang menantu dari Minato dan Kushina tidak suka kalau suami tercintanya harus bersama seorang wanita bukan dirinya.
"Naruto-kun." ujar manja Hinata pada suaminya yang tengah ngobrol dengan seorang teman semasa SMA dulu.
"Iya." jawaban dingin suaminya, berbeda sekali dengan obrolan dengan teman wanitanya yang santai dan sedikit tegang karena Hinata terus menatap tajam wanita yang Hinata tau memilki hati pada suaminya.
Hinata pov
"Naruto-kun." ujar ku manja, seolah Naruto hanya milikku.
"Iya." ujar Naruto-kun dingin, tapi aku berusaha untuk tidak mengindahkan nada tidak sukannya padaku 'Aku tidak peduli, Naruto-kun hanya milikku' pikir Hinata, kutatap tajam wanita yang berani-beraninnya mendekati Naruto ku, sambil berkata dengan tatapanku 'Naruto adalah M-I-L-I-K-K-U'
"Sepertinya aku ada urusan Naruto-san." ujar wanita itu akan beranjak dari tempat duduknya, namun tangan itu.
"Kenapa buru-buru." ujar Naruto-kun sambil menahan wanita itu pergi.
"Aku hanya mampir, lain waktu kita bisa bertemu lagi." ujar wanita itu lagi dan menyeringai padaku.
"Tidak boleh." ujar ku yang akhirnya muak dengan obrolan mereka. "Ayo Naruto-kun." seretku pada Naruto.
Hinata pov end
"Hinata, apa yang kau lakukan?" bentak seorang pria dibelakang Hinata melepas paksa tangan gadis itu, dan menaap tajam kearah Hinata yang masih setia membelakanginya.
"Ak-aku benci Naruto-kun." ujar Hinata berbalik menghadap kearah Naruto, air mata hampir jatuh kalau saja pemuda itu tidak melanjutkan ucapannya.
"Aku muak, kau tau..." ujar pemuda itu lagi. "Kau tau aku mencintainya, tapi kau..." pemuda itu menatap tajam Hinata yang menunduk menyembunyikan air mata yang sudah jatuh karena Naruto lagi-lagi menyalahkannya atas segalannya.
"Maaf." ujar lirih Hinata dan berjalan kearah Naruto dan memeluknya dengan erat. "Maaf, maaf." ujar Hinata lagi, mengulang ucapan kata maaf.
"Aku tidak butuh maaf mu." ujar Naruto dingin, tapi tidak melepaskan pelukan Hinata dari tubuhnya.
"Aku..." ujar Hinata tidak bisa melanjutkan kata-katanya dan perlahan-lahan melepas pelukan dari pria itu.
Keesokan harinya
"Naruto-kun." Ucap wanita itu gembira karena Naruto mau menemaninya mencari barang yang dia suka.
"Hn." ujar Naruto acuh, dia kesini juga karena diseret oleh Hinata, bila dia bisa dia akan menolak dan memilih menemani sang pujaan hati yang sedang belajar diperguruan tinggi konoha.
"Naruto-kun, lihat itu... Ayo kita kesana." ujar Hinata langsung menyeret Naruto ke toko yang dia suka.
Lima jam mereka menghabiskan waktu untuk berbelanja, selama itupun Naruto terus berkomentar tidak suka, namun semua yang Naruto tidak suka Hinata beli dengan kartu kredit yang diberikan ayahnya saat ulang tahunnya yang ke-17 satu tahun yang lalu.
"Aku senang." ujar gembira wanita yang sudah berumur 18 tahun, dia hanya tidak percaya bahwa akhirnya setelah lulus Sekolah Menengah Atas dia bisa bersanding dengan pemuda yang sekarang sudah menjadi suaminya.
"Cih, cepatlah." ujar pemuda yang menenteng sedikit belanjaan karena pemuda itu hanya membeli sedikit barang sedangkan Hinata hampir kerepotan karena barang bawaannya yang sangat banyak dan sangat sulit untuk berjalan.
"Naruto-kun bantu." ujar Hinata dan terus memohon agar Naruto mau membantunya, namu Naruto terus berjalan meninggalkan Hinata lagi dalam rasa sakit.
"Aku tidak bisa melepaskan mu." ujar lirih Hinata dan mengusap wajahnya yang hampir menangis. "Jangan menangis Hinata." gumamnya lagi menyemangati diri dan berjalan sempoyongan karena terlalu banyak bawaan yang dibawannya.
"Kau lama sekali." ujar Naruto menatap tajam Hinata, 10 menit dia menunggu Hinata, dan salakan sendiri pada dirinya yang tidak mau membantu Hinata membawa barang-barang belanjaan sang wanita.
"Gomen, hehe" ujar Hinata sambil tertawa kaku karena tatapan tajam yang Naruto arahkan padanya, sebenarnya Hinata merasakannya 'Sakit dibagian jantungnya' setiap Naruto menatapnya selalu dengan kebencian, disini hanya Hinatalah yang bahagia atau merasa sakit diwaktu yang bersamaan, karena cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, cinta sang pemuda hanya untuk teman semasa SMA.
"Sudahlah, aku benci menunggu." ujar Naruto langsung melesat masuk kedalam mobil yang dikendarai sendiri.
"Hai." ujar Hinata buru-buru masuk dan menjatuhkan barang belanjaannya dijok paling belakang.
Mobilpun melaju dengan sangat kencang, dan kebetulan jalanan sepi karena waktu sudah menunjukan jam 7 malam.
"Ini gara-gara kau, seharusnya kau jangan lama-lama disana." ujar Naruto kesal sambil memukul stir mobilnya dengan kesal
"Gomen." hanya kata itu yang bisa Hinata ucapkan, karena dia tau kalau dia berbicara yang lain, maka hatinya akan sakit lagi, karena Naruto akan mengatakan hal yang Hinata benci yaitu 'Gadisnya Naruto' Hinata lebih memilih melihat jalanan yang sepi dan pepohonan ketimbang melihat wajah kesal suaminya yang sedang marah kepadanya.
"Apakah kau tidak akan jatuh cinta padaku." gumam pelan Hinata saat melihat pantulan wajah Naruto dari kaca disampingnya.
Naruto-kun." ujar Hinata melirik suaminya yang sudah diam dari unek-uneknya.
"Hn." ucap singkat Naruto.
"Aku... Ingin kau tau, aku sangat mencintai mu." ujar Hinata lagi dan mendadak kendaraan yang mereka kendarai berhenti, tepatnya mereka sudah tiba dihalaman depan rumah kediaman Namikaze.
Hinata menikahi Naruto dengan melakukan segala hal, pertama dia menjebak Naruto, kedua membuat orang tua Naruto untuk segera menikahkannya dengan Naruto, ketiga selalu mengikuti kemana pun Naruto pergi selama liburan akhir semester.
Dan dirumah ini... Seorang Hyuuga Hinata tidak pernah diterima, walaupun dia sudah menyandang nama Namikaze. Mereka membenci Hinata karena melakukan hal paling licik dan membuat Naruto terluka.
Naruto tidak pernah menjawab pernyataan cintanya, dia selalu pergi dan seolah tidak pernah mendengar pernyataan cinta Hinata.
Deg
'Sakit'
Tes
Tes
'Air' menatap langit Hitam yang mulai menurunkan kesedihannya, seolah langit pun mendukung suasana hatinya, Hinata bergegas kekediaman Namikaze dan sesuatu hal yang Hinata benci selalu terjadi, wanita itu, wanita yang Hinata benci seumur Hidupnya, senyuam itu, senyuman yang ingin Hinata dapatkan untuk dirinya bukan untuk orang lain.
"Sakura-chan, kenapa tidak bilang?" tanya Naruto dengan senyum yang menawan.
Deg
'Sakit' Hinata memegang dada kirinya yang sakit, dia beranjak meninggalkan ruang tamu yang memuakkan, dan menyakitkan. 'Apa aku akan sanggup seperti ini terus' pikir Hinata yang sudah menjatuhkan kristal beningnya dari mata indahnya.
"Kau saja yang kelamaan, Sakura-chan sudah disini dari jam 5 sore tadi." ujar Kushina menangapi ucapan putranya.
Dag
'Sakit' pikir Hinata lagi saat mendengar suara mertuannya yang terus bersemangat karena 'Wanita itu' datang kekediaman Namikaze.
Hinata sudah tinggal disini selama 7 bulan dan setiap hari Hinata tidak pernah mendapatkan perlakuan istimewa seperti 'Wanita berambut pink itu' namun cinta bisa meruntuhkan apa pun, itu menurut Hinata.
Menutup kamar dengan pelan dan merosot meringkuk meratapi kemalangan nasibnya, yang tidak pernah memihak kepadanya selama Hinata hidup.
"Aku... Mencintai Naruto-kun." ujar Hinata menahan suara tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya.
Hinata berdiri, meringkuk dibalik selimut tebal, berharap hari ini ingatannya hilang, dan dia tidak mau makan malam, seperti biasa karena ada 'wanita itu' jadi Hinata tidak lebih memilih menangisi nasibnya, dan tertidur lelap setelahnya.
"Hinata mana yah Bibi?" tanya gadis berambut pink seolah ramah.
"Entahlah, paling dia malas untuk makan, nanti juga kalau dia lapar akan makan sendiri... Dia bukan anak kecil lagi buka... Haha!" ujar Kushina santai dan melanjutkan makannya dan melirik suaminya yang dari tadi diam dan lebih memilih bungkam dari obrolan ini.
"Sayang." ujar Kushina pada Minato yang dari tadi diam saja.
"I-Iya." ujar Minato kaget karena tepukan pelan sang istri membangunkan lamunannya.
"Kau tak apa sayang?" tanya cemas Kushina pada Minato karena dari tadi Minato tidak benyak bicara.
Flasback beberapa jam yang lalu
"Apa?" Tanya Minato pada anak buahnya.
"Kebangkrutan Perusahaan Hyuuga sudah didepan mata Minato-sama." ujar anak buah atau informan terpercaya Minato.
"Kau dapat info dari mana?" ujar Minato yang ingin tau detail tentang perusahaan orang tua menantunya, bisa saja mereka akan merepotkan dikemudian hari kalau dibiarkan merengek dibawah kaki perusahaan Namikaze, dan Minato bersyukur bahwa Anaknya menikah dengan anakdari Hyuuga tidak banyak orang yang tau, jadi sewaktu-waktu bila gadis itu melakukan sesuatu yang membahayakan dia bisa melenyapkannya, tapi... Apa dia sanggup?
Flashback off
"Tentu saja aku baik-baik saja sayang, kau tak perlu khwatir." dengan senyum seperti biasa Minato meyakinkan istrinya, namu seseorang yang mengenal ayahnya siapa tau ada sesuatu yan disembunyikan ayahnya.
Keesokan harinya
Saat makan pagi
"Hinata aku ingin bicara sebentar dengan mu." ujar Minato tegas setelah semua orang sarapan, Hinata yang disebut pun kaget dan heran, tidak biasannya mertuannya ini mau susah-susah berurusan dengan Hinata.
"Hai." jawab Hinata semangat, walau dia tidak akan tau apa yang akan mertuannya katakan padanya.
Diruang kerja Minato pukul 7 : 30 pagi
"Apakah kau tau, ayah memanggil mu kesini untuk apa?" tanya Minato berbasa basi sebelum To The Poin.
"Hmm... Entahlah, sepertinya Nata tidak bisa menebak." ujar Hinata binggung.
"Apa kau bisa menghubungi keluarga mu?" tanya Minato lagi, dan tambah membuat heran dan cemas Hinata.
"Ap-apa maksud Ayah... Bagaimana bisa Ayah tau, aku tidak bisa menghubungi orang tua ku." ujar Hinata lagi yang heran dan tambah cemas akan lanjutan ucapan ayah mertuannya.
"Keluargamu telah bangkrut." ujar kalem Minato dan membuat syok Hinata. "Tenanglah, aku tidak akan mengusirmu, bisa-bisa anak ku merasa iba pada mu." ujar Minato dengan datar, dan memberi tatapan meremehkan pada Hinata.
"Lalu... Ap-apa yang Ayah inginkan dari ku? Bukannya kalian ingin aku pergi dari sini." ujar Hinata pelan sambil menahan tangisannya lagi, menggigit bibir bawahnya dan memberi semangat pada dirinya sendiri bahwa ia pasti bisa tegar.
"Kau harus angkat kaki sediri dari rumah ini, dan kau tidak boleh mengatakan hal sebenarnya pada anakku tentang kau dan keluarga mu..." ujar Minato mentap meremehkan lagi kepada Hinata. "Dan aku akan berikan alamat rumah baru orang tua mu." ujar minato lagi dan melemparkan beberapa kertas keatas meja dan menampakkan beberapa foto dan tulisan sebuah alamat rumah orang tua Hinata.
Naruto pov
Semenjak obrolan Hinata dan Minato, aku merasa ada gelagat aneh, Hinata tidak lagi bermanja-manja denganku, dan tidak ada lagi Hinata yang terus mengekor dibelakang ku, harusnya akau senang dia tidak lagi mengganggu kehidupan ku, dia tidak lagi membuat aku marah, tapi... Aku merasa kehilanga, entah sejak kapan sudah dua minggu ini Hinata jarang ku lihat dikediaman Namikaze.
Dan bodohnya aku karena gengsiku aku tidak pernah bertanya pada Hinata yang jelas-jelas sekarang didepan ku, dia sedang menghitung uang, aku tidak peduli.
Tapi uang itu bukan uang banyak, uang itu hanya uang receh entah Hinata dapat dari mana? Aku tidak peduli, bukan tapi aku berusaha tidak peduli akan semua hal yang Hinata lakukan.
Naruto pov end
"Hai... Kau tidak tidur, taruh buku dan uang lusuhmu itu." ujar geram Naruto karena sudah mauk melihat tingkah aneh Hinata selama 2 minggu ini.
"Eh, gomen." ujar Hinata. 'Akukan tidak bersuara, seharusnya aku tidak mengganggunya.' pikir Hinata lagi, dan membereskan kertas-kertas dilantai dan merapihkannya. tapi, bukannya segera tidur Hinata memilih keluar kamar dan menyelesaikannya malam ini juga.
Hinata hanya gadis bodoh yang lebih memilih cinta ketimbang meneruskan sekolah, walau sedikit menyesal Hinata tidak akan menyalahkan takdir, dia belajar untuk menerima kemalangan nasibnya yang tidak pernah berpihak padanya.
Naruto Heran apa sih yang Hinata kerjakan, disuruh tidur malahan keluar, berusaha tidak pedulu, namu gagal, karena penasaran Naruto keluar kamar dan mencari Hinata, dan Naruto melihat Hinata yang serius dengan kertas dan pensil seperti sedang mengerjakan sesuatu.
Setelah selesai mengerjakan beberapa soal Hinata akhirnya tertidur karena kelelahan, Hinata yang notabennya orang bodoh harus belajar dengan tekun, untuk membantu orang tuannya yang sedang susah, dengan cara belajar lagi, dan mencari pekerjaan beberapa bulan lagi, setelah dia keluar dari kediaman Namikaze, pikir Hinata.
"Kau sedang apa sih Hinata?" gumam Hinata bertanya namun tidak mungkin akan dijawab oleh Hinata.
'Inikan!' pikir Naruto 'Kertas ujian.' Naruto melirik Hinata, yang sedang nyaman tertidur namun tempat untuk tidurnya kurang nyaman, jadi Hinata sedikit mengubah posisi tidurnya, Naruto yang kasian membereskan kertas-kertas Hinata, dan tanpa sengaja Naruto melihat diary yang biasa Hinata bawa kemana-mana. Naruto tau apa yang Hinata tulis karena dulu dia pernah diperlihatkan buku yang persis seperti ini, entah setan apa yang merasuki Naruto untuk membaca buku diary Hinata, dulu dengan senang hati Hinata akan memberikan bukunya walau Naruto tidak ingin membaca sedikit pun tulisan Hinata yang benar-benar terobses dengannya.
Baru dua lembar saja membuat Naruto muak, namu buka yang dia pegang rasanya berbeda, mungkinkah karena 2 minggu ini dia tidak terus bersama Hinata?
15 februari
/Kyaaa, Naruto-kun mau mengantarku belanja... Senangnya
Senang bersama Naruto-kun.../
Ditulis dengan bolpan merah dan diakhir tulisan ada gambar dua orang wanita dan laki-laki tersenyum.
16 Februari
/Aku mencoba melupakan semalam, jadi hari ini semangat Hinata.../
17 Februari
/Aku harus tegar.../
18 Februari
/Apa aku sanggup.../
Diakhir tulisan ada gambar gadis mengekuarkan air mata.
19 Februari
/Aku harus mencari pekerjaan mulai saat ini... Semangat Hinataaaaa/
diakhir tulisan ada gambar yang berusaha tegar.
20 Februari
/Lelahnya, Naruto-kun Tidur sangat manis.../
Diakhir tulisan ada gambar seorang gadis memperlihatkan senyum yang mengenbirakan.
Sebenarnya Naruto ingin menghentikan membaca diary Hinata, tapi entah kenapa dia ingin membaca apa yang Hinata lakukan selama dia tidak bersama Hinata.
21 Februari
/Sudah dua hari aku bekerja di Kafe Kakashi Sensei, lelah.../
/Tapi ada seorang yang sangat baik... Dia selalu membantuku saat aku kesulitan beradaptasi... Arigatou Gaara-kun/
Deg
'perasaan ini' Naruto melirik Hinata yang mencoba menyamankan posisi tidurnya.
"Apa yang kau lakukan?" entah kenapa tangan Naruto terjulur kearah wajah Hinata mengibaskan rambut yang menghalangi wajah tenang Gadis itu. "Kau membuatku tidak bisa tenang." ujar Naruto dan membaca lagi tulisan Hinata.
22 Februari
/Aku tau... Sekarang aku bukan lagi orang yang bisa membeli apa pun lagi, jadi Hinata berhematlah.../
urat didahi Naruto mengkerut. 'Apa maksudnya' pikir Naruto dan melirik lagi Hinata yang masih tertidur.
23 Februari
/Apakah... Aku sanggup berpisah dengan Naruto-kun.../
24 Februari
/Bila aku pergi dari rumah Naruto-kun pun tidak akan ada yang mencegahku bukan?.../
Deg
'Ap-apa-apaan tulisan ini' pikir Naruto yang mulai merasa sesuatu yang buruk akan terjadi
25 Februari
/Dia datang setiap hari, mungkin saat aku pergi dari rumah ini, dia yang akan menggantikan aku.../
26 Februari
/Naruro-kun tidak biasanya menyapa.../
27 Februari
/Naruto-kun tersenyum, apa aku sedang bermimpi... Apa disini ada Sakura...?... Sepertinya aku sedang bermimpi, karena disini tidak ada gadis itu.../
28 Februari
/Naruto sepertinya marah... Apa aku mengganggunya.../
Naruto menutup buku diary Hinata dan menaruh ditumpukan soal yang sudah Naruto bantu untuk menyelesaikannya, dan Naruto mengankat Hinata ala pengantin.
Membaringkan tubuh langsing Istrinya diranjang mereka, dan untuk beberapa saat Naruto terpaku karena Hinata memeluknya seperti guling yang siap jadi korban tidurnya, tapi entah kenapa jantung Naruto tiba-tiba berdetak dengan cepat dan tanpa Naruto sadari dia sudah jatuh kedalam pesona Hinata.
Pagi menjelang, burung-burung berkicau dengan merdu, dua insan sedang tertidur lelap terganggu dengan sinar yang menyusup masuk berusaha tidak peduli dan menyamankan posisinya membelakangi sinar matahari, dan memeluk sesuatu yang empuk dan bukan sebuah bantal guling, yang hangat dan...
Mata gadis indigo itupun terbuka dengan paksa melihat apa ayang dia peluk, bukan sesuatu yang benda mati, tapi sesuatu benda yang bernyawa, seorang manusia yang Hinata tau dia adalah suaminya, namu kalau suaminya tau dia memeluknya seperti ini bisa-bisa... Hinata bergegas duduk dan mengatur nafasnya, teringat kejadian pertama kalia Naruto dan dirinya satu kamar, Naruto langsung membuat Hinata jatuh dari kasur King size yang mereka tempati sekarang tanpa belas kasih dari Naruto, mengadus dan meratapi bokongnya mencium kramik yang berlapis karpet berbulu, walaupun tidak terlalu sakit tapi kagetnya itu yang membuat dia kapok dan menghilangkan kebiasaan buruknya itu memeluk boneka beruang besar yang dibelikan ayahnya saat usia 7 tahun.
"Kalau Naruto-kun tau, akau bisa mati." gumam Hinata dan langsung beranjak menuju kamar mandi terdekat.
"Sepertinya hari ini aku selamat." ujarnya lagi sambil melihat kaca didalam kamar mandi yang luasnya seperti dua ruangan dirumah baru orang tuannya. Bukan Hinata mau membandingkan kamar mandi dengan rumah sederhana orang tuannya, tapi untuk mengatakan pada dirinya bahwa dia tidak pantas bersanding dengan lelaki seperti Naruto.
"Dia tidak ada!" heran Naruto yang melihat tempat tidur istrinya telah kosong ditinggal sang pemiliknya. "Sepertinya dia ada dikamar mandi!" ujarnya lagi sambil menyeringai dan berdiri menuju kamar mandi,
cklak
'Terkunci.' pikir bodoh Naruto. 'Dimana yah kunci cadangannya.' pikir usil Naruto mulai berjalan kearah lemari, membukannya dan membuka laci dalam terdabat berbagai macam jenis kunci untuk ruangan ini.
"Hinata." ujar pelan Naruto. "Bersiap-siaplah." berjalan denga santai dan mencoba membuka pintu kamar mandi.
Cklak
'Terbuka.' pikir mesum Naruto dan mengendap-ngendap masuk mengintip Hinata yang tengah menggosok tubuhnya dengan sabun yang Naruto beli beberapa minggu yang lalu, entah kenapa Hinata mengambil sabun yang bukan miliknya itu, berhubung sabun yang dia punya sudah habis belum membelinya, terpaksa dia harus meminta sabun Naruto tanpa izin sang pemilik, bila Naruto tau dia memakai Sabunya, cepat-cepat Hinata membuang pemikiran tentang Naruto, Hinata tidak ingin membayangkan amukan Naruto padanya saat mengetahui bahwa dia sudah mencuri sedikit sabun mandinya, dia lebih fokus dengan kulit yang beberapa minggu ini bekerja paruh waktu di kafe Kakashi Sensei mantan guru SMA Hinata dulu.
"Kau sepertinya menikmati sesuatu bukan milik mu." ujar suara berat memasuki gendang telinga Hinata.
"Si-siapa?" tanya Hinata dan berusaha mencari suara dibelakngnya dengan melirik patah-patah kearah belakang, dengan mata yang masih melotot Hinata kaget karena Naruto ada dikamar mandi ini, dan perasaan dia sudah mengunci pintu sebelum masuk, pikir Hinata lemot.
Naruto berjalan menghampiri Hinata dengan handuk yang meliliti pinggangnya, memasuki tempat mandi yang sudah tersedia berserta Hinata yang syok karena melihat Naruto beserta tubuh setengah telanjangnya.
"Ka-kau sedang apa disini, Naruto-kun?" tanya Hinata gugup, Naruto yang tengah memegang pinggulnya di dalam air yang berbusa dan menyamankan kepalanya dipundak Hinata, terlalu kaget Hinata tidak bisa menggerakan tubuhnya walau untuk lari dari tempat yang membuat jantungnya harus terus bekerja keras bila berdekatan dengan Naruto.
"Na-Naruto." ingin Hinata dia bisa menghentikan waktu, dan membuat keadaan seperti ini terus, namun Hinata sadar ini bukan negri dongeng, jadi tidak mungkin Naruto akan berpaling kepadanya, setidanya dia tau siapa yang akan Naruto cintai sampai kapanpu. Hinata menatap dinding-dinding atap yang putih, berpikir waktu ingin rasanya kuhentikan namun waktu itu akan terus berjalan seiring waktu.
'Tak bisahkan aku pergi dengan tenang.' pikir Hinata kalut diperlakukan tidak seperti biasa. 'Apa Naruto-kun terbentur sesuatu yah?' pikir Hinata lagi melirik pemuda yang tengah menyamankan kepalannya diperpotongan leher Hinata.
Satu jam berlalu
"Naruto-kun." ujar Hinata lirih sebenarnya dia tidak ingin mengganggu Naruto. tapi, tubuhnya sudah mulai keram karena terlalu lama berendam, dan airnya mulai dingin, busa-busa yang mulai hilang memaksa Hinata agar menutup tubuhnya agar tidak terlihat, walaupun samar.
"Naruto-kun." Hinata mengguncang tubuh Naruto pelan, agar Naruto tidak kaget.
"Eng." ujar Naruto masih menyamankan kepalannya di perpotongan leher Hinata.
"Naruto-kun." ujar pelan Hinata lagi. "Sudah terlalu lama, kita berendam." ujar Hinata pelan dan akhirnya sang pemuda mulai menampakan manik permata birunya yang memabukan.
"Hinata." Ujar Naruto setelah mereka berganti pakaian.
"I-iya!" seru Hinata gugup karena Naruto berbicara sedekat ini dengannya.
"Kau mau pergi?" tanya Naruto menatap curiga kearah Hinata.
"Eh, I-Iya, aku ada urusan." ujar Hinata mencoba berbohong, walau tidak semua ucapannya sebuah kebohongan.
"Aku ikut." ujar Naruto menatap tajam Hinata, dengan tatapan 'Aku harus ikut'
Dan akhirnya Hinata harus mengajak Naruto pergi keluar rumah, tapi bukan untuk bekerja, tapi untuk mengelabui Naruto bahwa Hinata tidak memiliki masalah yang menimpannya.
"Kita kesini?" tanya Naruto heran karena Hinata mengajaknya ketempat taman rekreasi.
"Iya." ujar Hinata tersenyum lalu melenggang santai didepan Naruto, Naruto mengikuti Hinata dari belakang melihat punggung gadis yang entah sejak kapan telah mencuri hatinya. Buru-buru Naruto menyamakan jalannya, dan melihat-lihat sekitar area bermain bagi orang-orang yang datang.
"Kau tau, aku tidak tau kau suka dengan seperti ini." ujar Naruto saat mereka di stand permainan lempar bola untuk mendapatkan boneka beruang besar, yang sudah Hinata incar dari bertahun-tahun yang lalu.
"Ya, begitulah... Aku tidak pernah dapat boneka beruang itu, padahal aku sudah banyak mengeluarkan uang setiap kesini." ujar Hinata cemberut yang membuat Naruto terkekeh karena tingkah merengut Hinata, entah sejak kapan dia sangat rindu dengan semua tingkah Hinata. "Kau malah menertawakan ku." ujar Hinata yang melihat Naruto tertawa.
"Kau tau, aku bahkan bisa mendapatkan boneka itu dengan muda, tanpa harus bersusah payah disini." ujar Naruto yang ingin menyombongkan kekayaannya.
"Tapi... Aku tidak suka mendapatkan sesuatu tanpa kerja keras." ujar lirih Hinata, entah kenapa pendengaran Naruto sangat tajam kalau bersama Hinata, jadi saat Hinata berkata seperti itu Naruto agak panik dan Hinata menunduk, lalu Naruto pun menyesal.
.
.
.
TBC