Krikk..

Kriikk..

Alis pemuda itu terus berkedut dengan raut wajah yang tak bisa di deskripsikan. Dagunya bertumpu diatas meja menatap layar computer dihadapannya. Beberapa saat kemudian ia mengangkat kepala dan membanting-bantingkannya diatas meja sambil berteriak 'sadarlah Xi Luhan' hingga mengundang perhatian pegawai lain

Merasa diperhatikan, Luhan menghentikan kelakuan anehnya itu dan berganti membaringkan pipi kananya diatas meja sambil menghela napas panjang.

Luhan tau, ini pasti akan berpengaruh pada pekerjaannya dan Luhan mengerti apa alasannya.

TING!

Sebuah E-mail masuk membuat Luhan mengangkat kepala dengan malas-malasan menatap layar komputer hingga matanya terbuka lebar melihat siapa yang mengirim E-mail.

Disana tertera nama Oh Sehun dan sebuah foto serta pesan 'tolong mampirlah untuk melihatnya. Aku menunggumu'

Bodoh!

Umpat Luhan dalam hati. Jelas ia tidak akan pergi

Karena…

Karena…

Karena…

Tiba-tiba bayangan di café pinggir kota tadi malam terbayang dalam benak Luhan membuat pemuda berperawakan mungil itu menghela napas dan memasang raut wajah tak habis pikir

Yeah… sejak saat itu, hanya kejadian itu yang ada dipikiran Luhan. Terimakasih untuk Oh Sehun yang sudah memporak-porandakan isi kepalanya hingga Luhan tak bisa memikirkan hal lain selain itu

Kejadian itu..

Ke..

Ja..

di..

an..

i..

tu..

Kejadian… Sehun menciumnya

.

.

.

Demo, kitto kore wa hatsukoi nandaro

(mungkin, ini yang namanya cinta pertama)

.

.

HunHan

.

.

Romance, fluff, yaoi, sad

.

II

.

E

.

"Luhan." pria itu sedikit tersentak dari lamunannya menoleh kesamping menatap kepala redaksi yang berdiri disana sambil mengulurkan tangan kearahnya. "dokumennya."

"eh?" bingung Luhan tampak tidak mengerti

"proposalnya, bukankah dikumpul hari ini?"

Luhan membelalakan mata panic berdiri dari kursinya dan mulai menggeledah meja kerjanya hingga beberapa kertas berhamburan dilantai sebelum akhirnya ia berbalik menghadap kepala redaksi sambil mengatupkan tangan diatas kepala membungkuk berkali-kali

"jeohseonghamnhida… joseonghamnhida saya lupa soal itu—" dengan cepat ia kembali berbalik duduk dikursinya dan mulai mengetik sesuatu. "—saya akan menulisnya sekarang!" kepala redaksi terlihat menghela napas sebelum berkata

"baiklah, serahkan itu sebelum pulang." Setelah kepala redaksi beranjak pergi meninggalkan Luhan dengan raut wajah panic mengerjakan proposalnya

"dimengerti!" ucap Luhan sebelum Kris—kepala redaksi—benar-benar pergi namun beberapa saat kemudian ia kembali seraya meletakan beberapa dokumen disamping Luhan. "bisakah kau periksa semua ini?"

"ya letakan saja disitu." Ucap Luhan tanpa melepas fokus pada layar computer, namun, beberapa saat kemudian ia berhenti mengetik dan memandang tempat dimana Kris berjalan tadi.

Luhan merasa benar-benar buruk. Orang itu, kalau dipikir lagi tidak pernah melakukan kesalahan sepertinya. yeah, kalaupun dia melakukan kesalahan. Dengan segera ia akan memperbaikinya. Luhan jadi merasa malu, padahal, Kris sendiri lebih muda darinya tapi ia bisa menangangi semuanya dengan baik

Hhh…

Luhan mengambil buku terbarunya untuk melihat sejenak. Menurut Luhan, bukunya juga menarik. Tapi, Luhan rasa kalau hanya meranik pasti tidak akan cukup laku dipasaran. Tapi, tapi….

Hhh…

Luhan jadi berpikir, mungkin, kalau bukan dia yang menulis buku ini…. mungkin saja buku itu bisa terjual lebih banyak seperti buku-buku kepala redaksi

Eh?

Apa?

Apa yang baru saja kau pikirkan Xi Luhan?!

Dengan segera pemuda itu meletakan bukunya diatas meja dan memukul pelan kepalanya yang telah berpikiran negative. Ia kembali mengetik proposal berniat fokus, namun kali ini isi E-mail Sehun terus menari-nari dikepalanya membuat Luhan berperang bantin untuk membalas E-mail Sehun atau tidak.

Ah sudahlah, tidak dibalas juga tidak apa-apa

Benaknya, terlihat senang saat proposal itu telah selesai dan tinggal menyimpan saja. ia tersenyum sambil menekan tombol enter untuk memilih cancel, no atau yes saat sebuah jendela bertuliskan

'dokumen telah diubah. Apa anda ingin menyimpannya?'

No

"MWOYAAA?! ANDWEEEE!" Dan yang selanjutnya terjadi adalah teriakan frustasi Luhan membahana diruang kerja.

.

.

.

.

Ahh~ rasanya aku ingin pingsan saja.

Book's Marimo

Dan sebelum Luhan menyadarinya, ia sudah berdiri didepan gedung ini. Tapi, Luhan rasa tidak apa 'kan kalau hanya berkunjung. Lagipula, sudah lama ia tidak mengunjungi toko buku ini. Hanya saja, Luhan tidak ingin bertemu orang itu. Jadi, mungkin ia hanya akan sebentar dan cepat pulang.

Luhan melihat sekelilingnya memperhatikan setiap orang dan bersyukur tidak melihat orang itu disana. Bisa gawat kalau dia bertemu dengannya, Luhan tidak tau harus bicara apa. Apa lagi mengingat kejadian waktu itu.

Hhh…. Mungkin dia tidak masuk kerja—

"oh, Luhan-sii"

JDARR~

Bulu kuduk Luhan langsung meremang dengan raut wajah panic berhenti pada tempatnya saat suara hentakan sepatu seseorang berjalan mendekatinya

"hei…" Luhan bisa melihat orang itu menampilkan raut wajah bahagia sementara dirinya sudah sangat tidak jelas harus berekspresi seperti apa dengan kedua tangan terkepal kuat. "tadi aku mengirim E-mail, apa kau sudah melihatnya?" dengan kikuk Luhan menjawab

"eh.. a-ah, yeah.. su-sudah." Luhan melihat Sehun mengangguk sebelum berjalan mendahuluinya

"aku ingin menunjukan sesuatu." dan Luhan hanya diam mengekorinya. "baru selesai kerja?" Luhan bingung dengan maksud Sehun namun ia tetap menjawab dengan kikuk

"a-ah begitulah."

Selama perjalanan. Luhan berpikir, apa Sehun sengaja melakukannya? Bersikap seperti biasa setelah apa yang terjadi. Atau mungkin, baginya itu bukanlah hal penting yang harus dipikirkan. Mungkin, memang seperti itu

.

Skip!

Kedua pemuda itu berdiri dengan raut wajah berbeda. Luhan tampak memasang raut wajah tanpa ekspresi sementara Sehun tampak berbinar-benar

"err… Sehun-sii, menurutku ini sedikit berlebihan."

"eh? Benarkah? Menurutku ini masih banyak yang kurang."

Mereka diam beberapa saat dan Luhan terus saja melihat rak kecil dengan ukiran bunga-bunga dan hello kitty serba pink juga renda-renda bentuk hati yang meriah menampung buku edisi terbaru miliknya. Sesuatu yang ingin Sehun tunjukan

"ah, tepat sekali." Sehun melirik jam tangannya sementara Luhan tetap tidak merespon dengan wajah tanpa ekspresi. "ini akan muncul tiap satu jam sekali."

Dan selanjutnya, sebuah boneka hello kitty keluar dari pintu yang ada di tengah-tengah rak sambil membawa salah satu buku diringi lantunan music meriah. Lalu si hello kitty berkata 'jam 9 jam 9' dalam bahasa Inggris

Luhan hanya menganga menyaksikan kejadian itu sementara para pengunjung perempuan mulai berkerumun untuk melihat atraksi si Hello kitty atau membeli buku yang ada dirak khusus itu.

"bagus bukan?" Sehun tampak berbinar-binar

"e-eh? Itu… bukannya aku tidak suka, tapi… setidaknya kau tidak perlu repot-repot melakukan ini, aku merasa jadi tidak enak." Sehun menoleh menatap Luhan

"soal itu tidak usah dipikirkan. Aku membuatnya demi orang yang sudah membuat buku yang kusukai." Matanya tak lepas dari Luhan yang kini juga beralih menatapnya. "aku hanya terlalu bersemangat." Luhan langsung memalingkan wajhnya yang sedikit merona. "apa Luhan-sii sibuk akhir-akhir ini? Luhan-sii jarang datang kesini lagi." dengan kikuk Luhan menggaruk belakang lehernya untuk menghilangkan rasa gugup

"ah ya, akhir-akhir ini a-aku memang sangat sibuk." Ia lalu berpura-pura melihat jam yang melingkari tangannya. "jja, kalau begitu aku permisi dulu." Namun, baru beberapa langkah seseorang menahan tangannya membuat Luhan berhenti dan menoleh dengan semburat merah dikedua pipinya karna ia tau siapa yang baru saja menyentuhnya

Ia ingin marah pada Sehun yang membuatnya seperti ini namun tidak jadi dan malah berkata "ada apa?" yang ia rutuki setelahnya

"itu, sebentar lagi jam kerjaku selesai. Bisakah aku meminta waktumu sebentar?" Luhan ingin menolak dan berkata ia sibuk tak punya waktu tapi..yang keluar dari mulutnya

"ke-kenapa."

Hening sesaat diantara mereka sebelum Sehun kembali bicara

"soal yang waktu itu…. aku ingin membicarakannya." Luhan tidak melihat ekspresi Sehun karna ia sibuk menyembunyikan kedua pipinya yang semakin merah hingga dua orang pengunjung perempuan meneriaki nama Sehun membuat keheningan diantara mereka pergi

Sebelum pergi, Sehun berbisik ditelinga Luhan. "tunggu aku di café yang waktu itu." tak sempat Luhan membalas ucapannya, Sehun sudah berjalan dan mengobrol bersama gadis-gadis itu.

Luhan memperhatikan mereka dan sadar seberapa populernya Oh Sehun..

.

.

.

.

Luhan duduk pada pembatas jalan sambil memikirkan apa yang akan Sehun bicarakan menyangkut hari itu. Mungkin, Sehun akan minta maaf atau memberikan alasan lain kenapa ia mencium Luhan. Usia yang jauh, sama-sama seorang pria, selain itu, Sehun juga adalah pria popular yang bisa memilih siapa saja yang dia inginkan. Cinta dalam kenyataan itu… tidak mungkin bisa berjalan lancar seperti dalam manga.

Hhh…

Luhan menghela napas berat meremas kartu nama yang ada ditangannya dan memasukannya kekantong celana

Tap…

"hei." Luhan menoleh kesamping mendapati sepasang sepatu mengkilap disana sebelum beralih menatap sipemilik sepatu yang langsung merubah ekspresi wajah Luhan. "aku tidak mau putus denganmu." Luhan berdiri dengan cepat mengeratkan genggaman pada tas ranselnya

"k-kenapa kau…." Luhan menunduk coba menguatkan diri menghadapi lelaki keras kepala ini. "maaf kau salah, kita bahkan tidak pernah berpacaran sebelumnya." Dengan tidak terima Kai membantah

"Tapi hari itu—"

"agar tidak ada masalah diantara kita, bukankah dari awal kita sudah sepakat kalau itu hanya sementara?" Kai tampak mencerna ucapan Luhan. "jika ini menyebabkan salah paham, aku minta maaf." Luhan berbalik berniat melangkah pergi. "aku tidak bisa. Jadi tolong berhentilah." Ia berjalan meninggalkan Kai yang bersikeras mengejarnya sambil berteriak

"Kenapa?! Kenapa tidak bisa?!" Luhan sangat terganggu karna mereka mulai menjadi pusat perhatian orang sekitar. "kau menyukaiku 'kan? Aku tau itu Xi Luhan!" dengan emosi Luhan menghentikan langkahnya memalingkan wajah untuk melihat Kai dibelakangnya

"hanya wajahmu! Aku hanya menyukai wajahmu! Aku sudah pernah mengatakannya bukan?! Jadi berhenti dan carilah orang lain yang benar-benar menyukaimu!." Balas Luhan penuh emosi. Ia balas berteriak tidak perduli orang-orang berhenti untuk memperhatikan mereka "aku tidak akan pernah benar-benar menyukai seseorang. Jadi, jangan berharap yang aneh-aneh padaku!" ia hendak melangkah pergi sebelum ucapan Kai selanjutnya menghentikan langkah Luhan

"cih! Jadi, sekarang kau menyukai wajah pegawai toko buku itu, eoh?" Luhan terkejut namun ia cepat menyembunyikannya dengan berbalik membelakangi Kai. "kulihat setiap hari kau bolak-balik ke toko itu. Apa kau sudah melakukannya?" wajah Luhan memerah menangkap maksud dari ucapan Kai

"apa yang kau pikirkan? Aku tidak akan melakukannya!" balas Luhan pelan. Kai berjalan mendekatinya

"apa maksudmu?" Kai menyeringai licik. "ah, aku lupa. Dilihat bagaimanapun juga, dia itu straight bukan?" Luhan sempat meliriknya sebentar mendengar perkataan Kai yang tampak menampilkan senyum kemenagan. "kalau begitu, biar aku yang mendatanginya dan memberitaunya." Kai berbalik pergi dan Luhan panic untuk menghentikannya. Ia tidak ingin Sehun tau

"yak! Kim Jong In! Ini tidak ada hubungannya denganmu!." Luhan menarik lengan Kai hingga Kai menghadapnya. Kai tampak memasang wajah serius sementara Luhan memasang wajah memelasnya membuat Kai menghela napas panjang menghentikan niatnya

"Luhan, kau tidak pernah benar-benar menyukai seseorang bukan?" Luhan menunduk. "kalau begitu, cepat lakukan dan selesaikan semuanya."

Tidak! Tidak bisa, Luhan tidak bisa melakukan itu pada Sehun.

Luhan masih diam menunduk hingga membuat Kai muak. "sebegitunyakah kau tidak ingin dia tau?!" teriak Kai dan Luhan mendonggak kembali tersulut emosi untuk membalasnya

"sudah jelas bukan?!" Kai menggertakan gigi penuh emosi menggenggam kedua bahu Luhan hingga pemuda itu sedikit mundur kebelakang.

"kalau begitu, kau harus mengikutiku—"

Puk…

Sreett…

Brrukkk!

Sebelum Kai menyelesaikan kalimatnya, seseorang telah menarik kerah belakang jas yang Kai kenakan dan membanting pemuda itu hingga terkapar diatas trotoar membuat orang-orang yang lewat makin memperhatikan mereka

Luhan hanya bisa diam dengan mata melotot memandangi Kai tidak percaya. Tadi itu terlalu cepat sebelum ia menyadarinya.

Sementara orang yang membuat Kai seperti itu berdiri memandang Kai tanpa ekspresi dengan kedua tangan didalam saku mantelnya. Luhan menoleh menatap orang itu dengan raut wajah tak terbaca

"Se-Sehun—" Luhan belum sempat melanjutkan ucapannya, Sehun melangkah lebih dekat menghampiri Kai yang mengumpat seraya bangkit dari posisinya

Sehun berjongkok untuk mensejajarkan posisi tubuhnya dengan Kai yang tengah terduduk diatas trotoar.

"ah~ apa kau baik-baik saja?" jelas itu bukan sebuah kekhawatiran, tapi sebuah ejekan membuat Kai mengeram dengan raut wajah menantang menatap Sehun "begini, aku hanya ingin meluruskan sesuatu." ia sedikit melirik Luhan yang masih berdiri diam pada tempatnya. "sepertinya kau salah paham. Aku dan Luhan sekarang dalam hubungan yang sangat harmonis dan mesra-mesranya." Sehun memasang senyum yang terlihat bahagia dan semanis mungkin melihat ekspresi kaget Kai

"a-apa yang—"

"setiap hari sepulang kerja Luhan datang menjemputku. Jadi karna sudah tau, tolong menyingkirlah." Sehun masih mempertahankan senyum palsunya tak memberi kesempatan siapapun yang ingin menyela ucapannya. "jika 'hyung' melakukan hal yang lebih dari ini…dan mungkin nantinya akan menyebabkan banyak masalah, kenapa tidak sebaiknya 'hyung' pergi dari sini?" Sehun masih tersenyum mengatakan semua ucapan penuh maknanya itu

"Kau pikir aku taku—" Kai menantang namun dengan raut wajah memperingati Sehun menyela

"Sekarang." Suaranya yang semula bicara dengan ramah tiba-tiba berubah mencekam dengan raut wajah mengintimidasi. "kuperingatkan, mulai sekarang jangan pernah dekati Luhan lagi."

Kai yang mendengarnya hanya bisa meneguk air liurnya dengan kasar berusaha memendam amarah sebelum berdiri dan berlari meninggalkan tempat itu. Ia tidak tau apa yang terjadi, tapi Sehun benar-benar terlihat menakutkan. Sehun hanya menatap punggung Kai yang menjauh dengan raut wajah tanpa ekspresi sebelum berbalik dan tersenyum menatap Luhan yang terdiam kaku

"apa Luhan-sii terluka?" ia berjalan mendekati Luhan.

"ah, eh… itu.. tidak.." kikuk Luhan

"ah, baguslah." Sehun memasang raut wajah semanis mungkin. "soal tadi, maaf sudah ikut campur."

"ah, tidak apa-apa. maksudku, itu—" Luhan gelagapan mencari alasan sebelum Sehun menyelanya. Bagaimana kalau dia mendengar yang tadi?

"bagaimana kalau kita pergi saja?"

"eh?" Luhan mendongak. Entah perasaannya saja atau Sehun memang terlihat sedikit berbeda

"disini banyak pejalan kaki." Luhan rasa, Sehun mungkin mendengarnya. Tolong biarkan Luhan mati saat ini juga. "sudah jam segini, mungkin café itu sudah tutup." Luhan mendongak mendengar gumaman Sehun. "rumahku disekitar sini, apa mau kesana saja?" Luhan tersentak dengan kedua pipi merona..

.

Rumah

.

Sehun?

.

.

.

.

"maaf, seperti yang kau lihat, seperti inilah rumah laki-laki yang tinggal seorang diri."

"eh? Itu tidak apa-apa." ucap Luhan berjalan memasuki ruang tamu rumah Sehun dan duduk dislah satu sofa. Rumah itu lumayan besar tanpa pembatas ruang tamu dan kamar tidur. Sedangkan dapur hanya dibatasi tembok kamar mandi dan lemari besar berisikan sejumlah buku

"hanya ada teh dan kopi, Luhan-sii mau minum yang mana?" Luhan yang sudah berdiri dari sofa berjalan ke lemari besar untuk melihat buku-buku disana.

"kopi saja.."

Sementara Sehun sibuk menyiapkan minum, Luhan sibuk melihat-lihat. ada banyak karton putih, kertas kasa, kuas lukis, pencil berbagai macam dan semua yang berhubungan dengan seni. Luhan ingat kalau Sehun pernah bilang ia mahasiswa jurusan seni jadi wajar kalau barang-barang itu ada disana.

Tiba-tiba mata Luhan menangkap jejeran manga yang ada disalah satu rak buku. Ia berjalan menddekati rak itu dan mengamatinya

"ini, apa kau pernah menanyakannya pada Baekhyun-sii?" teriaknya membuat Sehun yang berada di pantry sedikit menoleh keasal suara. "semua ini manga yang pernah kutangani."

"eh? Benarkah?" Sehun balik bertanya membuat Luhan tersentak kaget dengan kebetulan itu

"kau tidak tau?" Sehun mengangkat sebelah alisnya membuat Luhan sedikit khawatir berpikir mungkin ia sudah mengatakan sesuatu yang tak menyenangkan. "ah, iya. Terimakasih yang barusan. Maaf sudah merepotkanmu sampai harus berbohong segala." Jelas Luhan ingin mengalihkan pembicaraan. Ia lalu berjalan kembali duduk disalah satu sofa yang memelakangi ranjang menghadap televise.

"bohong?" tanya Sehun yang berjalan mendekatinya sambil membawa dua cangkir kopi

"tidak, maksudku… kau bilang aku kekasihmu.. dan… dan hal-hal lainnya…" ia melepas mantelnya dan meletakannya dilengan sofa

"ah, yang itu." Sehun kembali berbalik kedapur untuk mengambil setoples kue. Luhan sedikit meliriknya

"jadi, kira-kira sudah sejauh mana kau mendengar…nya?" gugup Luhan memelankan suara diakhir kata.

" 'apa kau sudah melakukannya?' atau 'apa kau belum melakukannya?' yeah kira-kira dibagian itu." Sehun datang meletakan toples diatas meja dan duduk disofa sebelah kanan Luhan.

"o-oh.. be-begitu yah?" entah bagaimana mendeskripsikan raut wajah Luhan saat ini yang sedang menggigit bibir bawahnya dengan alis berkerut memalingkan wajah kesamping kiri tidak mau menatap Sehun. "ah, mu-mungkin, tidak ada hubungannya denganmu… tapi, ye-yeah… orang se-seperti itu memang ada…" kerutan dialis Luhan makin dalam. "anggap saja sebagai 'pengalaman dalam hidup'.." bahu Luhan merosot kebawah saat mengatakannya. Merutuki kesimpulan yang diutarakan olehnya

"aku sudah mengetahuinya." Luhan tersentak namun tidak berbalik untuk melihat Sehun. "Luhan-sii sengaja bolak-balik datang ke toko buku untuk melihatku." Dengan raut wajah merona Luhan menoleh sambil berteriak berniat membantah

"ke-kenapa kau—" namun Sehun memotong ucapannya

"yeah.. bagaimana mengatakannya." Sehun menjeda "banyak orang yang datang untuk menemuiku. Entahlah, awalnya kupikir tidak mungkin laki-laki akan melakukan hal seperti itu." Luhan kembali memalingkan wajahnya saat Sehun kembali menatapnya

"ha-hal seperti itu, apa maksud…mu?"

Mereka diam dan suasana itu tampak menyiksa Luhan karna Sehun terus menatapnya

"aura yang 'mengincarku'" Luhan menggigit bubur bawahnya menunduk sedalam-dalammnya. "yang pasti, aku menyadari kalau seseorang terus memperhatikanku." Sehun menjeda dan Luhan semakin memerah mendengar ucapan pria itu. "Kupikir ada anak SHS manis yang menyukaiku, makannya saat aku mendengar umurmu aku sangat terkejut." Dengan sekejab semburat dikedua pipi Luhan menghilang

"maaf, itu sangat menjijikan, ya?" Sehun tersenyum

"tidak. aku juga minta maaf tiba-tiba menciummu."

Bahu Luhan merosot kebwah. Tidak, ia tidak ingin berada disini, di tempat ini, disuasana ini. ia tidak ingin mendengarkan apa yang akan Sehun katakan selanjutnya karna ia bisa menebak kemana percakapan ini akan berujung dan itu membuatnya sakit

"Luhan-sii, aku—"

"Tidak! Aku juga tidak memikirkannya!" dengan tangan terkepal diatas kedua paha Luhan mendongak menatap Sehun seraya berteriak. Tidak, ini lebih baik dari pada Luhan mendengar kelanjutan yang menyakitkan. Namun, reaksi yang diberikan Sehun sama sekali tak terduga. Pria itu malah balas berteriak membentaknya

"kenapa?!" dan Luhan hanya bisa diam tidak mengerti. "kenapa kau tidak memikirkannya?! Aku terus memikirkannya karna setelah itu kau langsung pulang tanpa mengatakan apapun dan tidak pernah datang lagi ke toko buku, juga tidak pernah membalas E-mail-ku."

"ha? So-soal itu.." Luhan bingung Sehun bersikap seperti itu dan gugup untuk memikirkan ucapan selanjutnyapun segera meraih mangkuk kopinya dan mulai meneguknya

"apa kau tidak suka dicium?"

Pfffttt….

Luhan tersedak dan langsung memuncratkan kopi yang ada didalam mulutnya mendengar pertanyaan Sehun. Ia bahkan tak memikirkan karpet Sehun yang sebelumnya berwarna cokelat berubah warna menjadi hitam

"setiap hari aku selalu diperhatikan, jelas aku terus memikirkannya!" Jelas Sehun tanpa mau perduli dengan karpetnya. Luhan meletakan mangkuknya sejenak diatas meja dan menatap Sehun dengan raut wajah kaku sambil mengerjab sekali

"tidak… maksudku.. itu—"

"selain itu, saat aku tau kalau ternyata orang itu adalah orang yang membuat buku favoritku… aku jadi semakin memikirkannya." Potong Sehun

"eh? I-itu—"

"aku bahkan baru tau kalau buku-buku yang ada disebelah sana adalah buku yang ditangani olehmu. Itu semua buku kesukaanku." Sehun menunjuk rak buku yang membatasi dapur dan ruang tengah

"a-ah, terimakasih banyak." Ucap Luhan tersanjung mendengar bahwa semua itu adalah buku favorite Sehun

"tapi, kalau hal seperti ini terjadi, wajar 'kan kalau aku berpikir ini adalah takdir seperti dalam shoujo manga?" ucap Sehun lagi menggebeu-gebu

"eh?"

"tapi, kau sendiri malah tidak memikirkannya. Lalu apa yang harus kulakukan?"

"i-itu… aku tidak begitu mengerti apa yang kau katakan—" Luhan memasang raut wajah tidak mengerti yang diabaikan oleh Sehun

"aku menyukaimu." Potong Sehun membuat suasana hening seketika

Luhan menatap Sehun dengan mata berbinar namun ia sadar, mungkin ia salah mengartikan rasa suka Sehun. Luhan hanya tidak ingin terlalu berharap.

"ah.. terimakasih banyak…aku juga berterimakasih karena sudah menyukai buku-bukuku" dengan gugup, Luhan kembali meraih mangkuk kopi dan meneguknya

"bukan itu maksudku." Luhan terus meneguk kopinya yang sudah hampir habis. "kupikir, jika itu kau. Aku bisa melakukannya"

Pfftttt….

Uhuk..uhuk..uhuk….

Untuk kedua kalinya Luhan tersedak dan menyemburkan kopinya. Kali ini sedikit mengenai sofa. Dengan kedua pipi yang merona, ia menoleh menatap Sehun tidak percaya

"yak! Ap—….hah?" ucap Luhan tidak jelas

"jadilah kekasihku."

Deg!

Luhan tersentak. Ia menelusuri mata Sehun mencari sesuatu dalam tatapan itu namun ia tidak menemukannya. Hanya…

"tidak… itu… aku…" Luhan menunduk menatap karpet yang kini penuh kopi. "maaf, itu tidak mungkin." Nada suara Luhan terdengar sedih

"kenapa?" Sehun tampak tenang menanyakan itu

"kau dengar sendiri bukan? Sebenarnya aku tidak mengerti tentang suka atau hal seperti itu. Maka dari itu aku selalu gagal dalam hal seperti itu." Luhan menjeda. "sebenarnya, awalnya aku juga hanya tertarik pada wajahmu. Aku tidak terlalu tau hal lain tentangmu."

"aku juga tidak terlalu tau tentangmu." Ucap Sehun menanggapi. "orang yang ada dalam pikiranku adalah orang yan membuat sesuatu yang aku sukai. Karena itu aku jadi semakin memikirkannya, 'ah, ini yang namanya suka..'aku hanya menyadari hal itu." Sehun menerawang. " tapi, menurutku ini hal wajar yang sering dialami dan menyukai laki-laki juga pertama kalinya bagiku." Sehun melihat Luhan membuang napas pelan. Ia lalu beranjak duduk disebelah Luhan yang masih saja menatap karpet "kalau kau juga menyukaiku, aku jadi bersyukur dilahirkan dengan wajah seperti ini."

Deg!

Sial!

Umpat Luhan dalam hati. Mendengar ucapan Sehun apa lagi menyadari Sehun duduk disebelahnya membuat Luhan tak bisa mengontrol detak jantungnya

"tapi ini tidak mungkin bukan?" Sehun sedikit tersentak dengan respon Luhan membuatnya langsung meraih lengan pemuda itu dan memutar tubuh Luhan menhadapnya hingga Luhan menatapnya

"Luhan-sii, kau menyukaiku bukan?" ucapnya menggebu-gebu terlihat seperti orang yang memaksa bukan bertanya membuat Luhan heran

"eh? Itu… tidak.. maksudku—"

"kalau begitu kenapa setiap kali aku melangkah mendekatimu kau selalu berusaha menjauhiku?!" bentak Sehun membuat Luhan ingin menangis tidak tau kenapa

"ma-maaf." Hanya itu yang bisa diucapkan Luhan, ia terlihat sudah ingin menangis. "mungkin… aku….mungkin karena aku tidak mau kau membenciku" Luhan kembali menatap kesamping memandangi mangkuk kopinya yang sudah kosong.

"kenapa?"

" 'kenapa' katamu?" jeda sejenak. "kau bilang, kau menyukai buku-bukuku. Wa-wajahmu…. Aku juga sangat menyukainya." Luhan menunduk lagi menatap karpet mengabaikan Sehun yang masih terus memandanginya

"Luhan, apa kau sadar?" Sehun menjeda. "ka uterus berkata bahwa kau hanya menyukai wajahku, tapi dari tadi kau sama sekali tidak melihat wajahku. Wajahmu merah dank au juga terlihat sangat gugup." Ucap Sehun membuat Luhan makin menunduk berharap ia tidak menyadari Sehun yang tengah menatapnya penuh intimidasi.

"tidak, itu karena—" Luhan berusaha menyangkal namun Sehun segera memotongnya

"itu karena bukan wajahku, tapi aku. Benar bukan?"

"maksudku, aku sendiri tidak begitu mengerti." Luhan memegangi dada kirinya. "sampai sekarang, aku belum pernah merasakan hal seperti ini." lirih Luhan

Mereka diam sejenak sebelum akhirnya Luhan merasa sebuah tangan manarik dagunya dan mendaratkan kecupan singkat dibibirnya membuat Luhan terperangah dengan kedua pipi merona menatap Sehun

"Luhan, bukankah itu karena kau benar-benar menyukaiku?" nada suara yang tadinya mengintimidasi berubah lembut. "waktu itu, aku menciummu di café, itu salahmu. Kalau kau bilang tidak mengerti…. Untuk sekarang mungkin tidak apa-apa."

Luhan menutup mulutnya. Yeah, ini salahnya. mungkin, kalau ia berkata tidak mengerti hal yang terjadi dicafe waktu itu. Mungkin Sehun tidak akan bertindak sejauh ini. Kalau sebelumnya ia berkata 'aku tidak mengerti' dan bukan 'aku tidak memikirkannya' semuanya tidak akan seperti ini

"kalau memasang wajah seperti itu…. siapa saja pasti tidak akan bisa menahannya." Luhan teringat bagaimana tersipunya ia waktu itu memikirkan bagaimana hangatnya Sehun dan sentuhannya. "waktu itu, aku berpikir, yang perlu aku lakukan hanya benar-benar membuatmu menyukaiku." Sehun meraih telapak tangan Luhan dan mengecupnya sayang membuat dada Luhan makin bergemuruh. "Luhan.."

Ia tidak mengerti, kenapa jadi seperti ini. Sehun hanya menyentuh dan menyebut namanya. Tapi, semua syaraf kerja tubuhnya mati rasa dan membuatnya ingin lari entah kemana. Tapi, perasaan ingin Sehun menyentuhnya lagi juga mendominasi

"Luhan, aku menyukaimu."

Dan tanpa bisa dicegah atau disadari Luhan. tiba-tiba ia sudah berada diatas ranjang Sehun dengan pemuda itu menindihnya

Apakah… ini yang namanya 'suka' yang sebenarnya?

.

.

.

.

Besoknya ditempat kerja. Luhan mendapat kabar dari kepala direksi bahwa bagian pemasaran kemncetak bukunya sebanyak lima ribu kopi. Hal itu membuat Luhan senang, dengan segera ia mengirim pesan pada penulisnya untuk memberi kabar, juga Sehun karna telah mempromosikannya.

Setelahnya Luhan kembali berkutat dengan pekerjaannya sebelum sebuah pesan masuk mengalihkan perhatiannya.

From : Oh Sehun

Sub : benarkah?!

Selamat!
sudah kuduga buku yang kubilang menarik akan terjual!

Luhan hanya memasang raut wajah tanpa ekspresi sebelum meletakan lagi ponselnya diatas meja tanpa ada niat membalas hingga belum sampai 5 detik, terdengar lagi pesan masuk masih dari orang yang sama

Ini karena aku yang mempromosikannya! Berterimakasihlah!

Luhan menganga didepan layar ponselnya merasa Sehun sangat percaya diri sebelum akhirnya meletakan lagi ponselnya. Namun, belum sempat tangannya beranjak, ponsel itu kembali berbunyi membuat Luhan jengkel kenapa Sehun tidak mengirimnya sekalian dalam satu pesan?

Ia sudah berniat mengumpat dengan kesal melihat pesannya namun langsung merona membaca apa yang tertera disana. Dasar bodoh!

Luhan memang tidak tau banyak hal tentang Sehun namun, sejak bertemu dengannya, jantung Luhan selalu berdetak dengan cepat. Oh tidak! Apa yang dilakukan laki-laki umur 30 tahun ini, eoh?

Tapi, mungkin ini yang namanya…. Cinta pertama

.

From : Oh Sehun

Sub : untuk Luhan

Aku mencintaimu.

.

.

.

.

END

.

.

.

Ell note~

Yatta! Selesai ^.^

Gimana? ngebosanin yah? Ah, Ell tau Ell tau…

Dan sekali lagi maaf soal typo. Apa lagi yang kemarin soal di café yang Luhan minum teh atau kopi. Yareee…. Gomenasai T.T Ell emang plin plan. Jadi itu kopi bukan teh.

Sekali lagi, berhubung ini awal Ell buat mulai lagi. jadi, buat yang masih nunggu FF Ell yang udah terabaikan, lebih khususnya 'Kinsi matawa denai', kalau ada yang niat mau lanjutin yeah silahkan. Ell lepas tanggung jawab soal ide FF ini, terserah deh jalannya mau kayak gimana. entar kita kirim-kiriman e-mail kalau ada yang minat. Ell tinggal ngedit aja perbaikin apa yang udah kalian buat.

Dan buat 'Prince High School' mungkin Ell bakal mikir 2 kali. Mungkin yang ini… 'mungkin' yah, bakal Ell lanjut. Soalnya yang ini masih lekat diingatan.

Oke, terimakasih buat yang udah bersedia mampir entah Cuma lewat atau ikutan baca FF ini. sekali lagi terimakasih banyak dan gak lupa Ell ingetin. Yang bersedia lanjutin FF Ell yang udah Ell lupa kelanjutannya—berhubung dikepala udah kebanyakan kanji—bisa langsung hubungin Ell lewat PM. Entar kita diskusiin di private room.

Jja! Mata ne! (^.^)