.

.

.

.

.

The Flower of Street

.

.

.

.

.

.

Disclaimer Masashi Kishimoto

Inspiration by Kawaru Mirai – Choucho (Song)

Story Written by Lady Bloodie

Rate T-M

Genre Romance, Hurt/Confort, Drama

Pairing Utama [Naruto x Hinata]

.

.

.

.

.

Summary

Semenjak kematian ibunya, Hyuuga Hinata menutup diri terhadap masyarakat luar dan memutuskan menjadi seorang gamer handal sekaligus hikikomori. Namun yang tidak ia sangka adalah seorang pemuda yang tiba-tiba mengirimnya pesan di blognya, kesalahan terbesarnya adalah mengizinkan pemuda itu mengenalnya lebih dalam/ "Ingatlah, aku benar-benar membencimu, bahkan jikapun jasadku telah membusuk dan rohku telah lenyap."

.

.

.

.

.

.

.

Warning

OOC, Miss Type, AU, Tema Kehidupan, Multichapter, Happy Ending, Kissing Scane, JFor Hinata-cent, Dont bashing chara please, if you not like this pair please click back, DLDR, Mind RnR?

.

.

.

.

.

.

.

.

Opening Song

ChouCho – Kawaru Mirai

.

.

.

Tidak masalah jika itu demi orang lain

Sekali lagi, hari ini aku tidak dapat melihat sebuah alasan

Demi realita yang berkabut, cahaya hubungkan titik demi titik

.

.

.

Atarashii hajimari e no peeji

Sono te o totte kimi ga nozomu kara

Doko made mo yukou

.

.

.

"Aku akan menggenggam tanganmu dan membawamu pergi—"

.

.

.

"—menuju masa depan yang akan berubah."

.

.

.

.

.

.

PROLOG

Kyoto, 12 Mei 2012

Hari itu merupakan pertengahan musim semi di Jepang. Ratusan pohon Sakura dengan bunganya yang mekar tampak menghiasi sepanjang jalan, taman kota maupun kawasan bangunan kuil—menghiasi mereka dengan taburan merah muda dan putih. Semua orang bersuka cita dengan hadirnya musim semi, terbukti dengan banyaknya mahasiswa yang menikmati perjalanannya dengan sang terkasih maupun seorang teman.

Dan hal itu juga dirasakan oleh sebuah keluarga kecil yang hanya berisikan seorang wanita dengan seorang remaja putri di dalamnya. Sang wanita yang tampak berbaring lemah di atas tempat tidur dengan sesekali terbatuk pelan, ditambah dengan kamar tanpa fentilasi yang ia tempati, membuat dadanya kian sesak dan penyakitnya kian menjadi-jadi.

"Kaasan jangan memaksakan diri," ucap seorang gadis berambut hitam kebiruan yang baru saja tiba dari balik pintu.

Dengan segera ia membantu sang ibu untuk mengambil segelas air mineral dengan dua butir obat di atas meja. Ia juga membanti wanita itu untuk meminumnya dan meletakkannya kembali di atas meja.

Sang wanita itu tersenyum lembut pada putrinya, sembari terbatuk ia berucap, "cepatlah berangkat, bukankah hari ini adalah hari terakhir ujian kelulusan?" tanyanya dengan suara serak dan bergetar.

Gadis itu kemudian tersenyum lembut seraya mengangguk pelan. "Itekimasu," ucapnya kemudian melangkah menuju pintu utama rumahnya, meninggalkan seorang wanita yang menatap penuh arti atas kepergian putrinya. Ia merasa jika hidupnya tak sampai satu hari, dan jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sungguh tak tega meninggalkan putrinya.

"Iterasai,"

-oOo-

Hinata melangkahkan kakinya menuju kelasnya yang berada di lantai dua, ketika ia melangkah masuk tak ada seorangpun yang berada di dalamnya. Yeah, bagi murid-murid lain tiba setengah jam sebelum bel masuk adalah hal tergila—namun Hinata melakukannya setiap hari.

Ketika ia hendak mendudukkan diri di bangkunya, seseorang memanggilnya. Ia pun menolehkan pandang dan mendapati gadis berambut merah muda yang tengah melambaikan tangan ke arahnya.

"Hei Hinata, ohayou!"

"Ah, ohayou Sakura-chan." Begitu balasnya seraya melambaikan sebelah tangannya kepada Sakura. Ia kemudian menaikkan sebelah alisnya memandang Sakura dengan pandangan heran.

Sedangkan Sakura, gadis itu mengernyit tak suka akan sikap Hinata yang memandangnya seolah menginstrogasinya. "Kenapa?"

"Bukan apa-apa. Hanya saja, tumben kau tiba setengah jam sebelum bel masuk? Biasanya lima menit sebelum bel, itupun jarang sekali," ucap Hinata seraya bersedekap di depan dada dan memandang sahabatnya itu lekat-lekat.

Sakura hanya tertawa pelan dan hal itu membuat Hinata semakin bingung—apa sahabat pinknya ini sedang sakit? Atau kerasukan?—begitu pikirnya.

"Kau bahkan tidak mengingatnya," ucapnya seraya masih tertawa pelan. Sakura kemudian maju selangkah dan tiba-tiba membawa tubuh Hinata dalam dekapannya. "Otanjoubi Omedeto,"ucap Sakura lagi.

Untuk sesaat Hinata tampak terpaku, mencerna apa yang kini tengah terjadi padanya. Namun sedetik setelahnya, ia membalas pelukan sahabatnya itu seraya berucap, "Arigatou."

Ia sampai tak habis pikir bagaimana bisa orang lain mengingat hari ulang tahunnya, sedangkan dirinya sendiri melupakannya—selalu melupakannya. Sebenarnya ia tak mau lagi mengingat-ingat hari ulang tahunnya, karena pada hari itu saat ia menginjak usia 7 tahun kedua orang tuanya bertengkar hebat, dan sampai pada perceraian di gedung pengadilan.

Namun tidak mungkin jika ia menolak ucapan dari sahabatnya. Karena selama ini ia tidak pernah bercerita apapun tentang dirinya kepada Sakura. Ia selalu mengunci rapat masa kelamnya, bahkan ketika Sakura bertanya—dimana ayahnya?—ia selalu menjawab jika ayahnya sudah mati.

"Jadi? Bagaimana jika kau traktir aku di kedai Yakini-Q?" ucap Sakura dengan sedikit nada gurauan di dalamnya.

Tawanya seketika lolos, bagaimana bisa sahabatnya meminta begitu sedangkan dua hari lagi mereka akan menemui ujian masuk perguruan tinggi Tokyo. "Hei hei, ingatlah dua hari lagi adalah ujian masuk perguruan tinggi Tokyo," ucap Hinata.

"Hai' hai'. Lalu apa rencanamu sebelum ujian?" tanya Sakura seraya mendudukkan diri di depan bangku Hinata. Sama seperti Hinata, Sakura juga akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi Tokyo itu.

Sesaat Hinata terdiam seraya memandang ke arah luar jendela, arah pandangnya mengikuti seorang pemuda berambut raven yang kini telah masuk ke dalam kelas yang berada di sebelah kelasnya. Hinata menundukkan wajahnya, menyembunyikan guratan rona merah yang menghiasi kedua belah pipinya.

"Mu-mungkin aku akan menyatakan perasaanku padanya. Ten-tentu saja aku juga akan belajar untuk tes lusa!" ucap Hinata membuat Sakura tampak terkejut.

Gadis berambut merah muda itu hanya tertunduk lesu seraya berucap, "Souka na."

"Kau kenapa Sakura-chan?" tanya Hinata ketika melihat perubahan raut sahabatnya tiba-tiba. Ia berpikir—apakah kata-katanya salah?

"Tidak, bukan apa-apa. Mungkin aku hanya sedang kelelahan karena kerja part timeku," jelas Sakura seraya mengibaskan tangannya, sedangkan Hinata hanya mengangguk pelan.

Hari ini Hinata telah membuat sebuah keputusan. Ia akan menyatakan perasaannya kepada Uchiha Sasuke, pemuda yang telah ia sukai sejak lama. Jikapun pemuda itu menolaknya, setidaknya ia sudah tidak memiliki beban lagi untuk menghadapi ujian masuk perguruan tinggi Tokyo yang diadakan dua hari lagi. Sepulang sekolah ia akan mengatakannya.

-oOo-

Bel telah berbunyi sejak lima belas menit lalu, murid-murid telah pulang semenjak lima menit lalu. Namun tidak dengan Hinata, ia tampak berlari berputar-putar mencari keberadaan sosok pemuda berambut raven. Ia yakin jika pemuda itu belum pulang ke rumahnya, terbukti dengan mobilnya yang masih berada di tempat parkir.

Langkahnya terhenti tepat di persimpangan lorong lantai satu, ia mendengar suara Sakura dan seorang pria di kelas-2 ruang-3, dari nada suaranya tampaknya Sakura tengah bertengkar dengan seseorang. Hinatapun memutuskan untuk menghampiri sahabatnya itu, mungkin saja Sakura sedang di bully dan membutuhkan bantuannya.

Namun ketika ia sampai di depan kelas tersebut, pandangannya tampak terkejut ketika melihat sahabatnya dengan orang yang ia sukai tengah berciuman, tepat di depan matanya. Tak mampu sepatah katapun ia ucapkan, ia hanya terdiam dengan pandangan membulat kaget.

Tanpa ia sadari setetes cairan bening telah turun dari pelupuk matanya, ia berusaha untuk tersenyum namun tak berhasil. Semuanya terasa begitu sakit untuk dilihat, dan kenapa harus sahabatnya yang menusuknya dari belakang.

Untuk sesaat Sakura maupun Sasuke sama sekali tidak menyadari kehadiran seseorang yang berdiri di ambang pintu. Namun ketika mereka berdua menyudahi ciuman diantara keduanya, Sakura menolehkan pandang ke arah pintu dan tampak terkejut mendapati sosok Hinata yang memandangnya dengan air mata yang mengalir deras membasahi kedua pipinya.

"Tunggu Hinata! A-aku akan menjelaskannya—Hinata!" ucapnya terbata-bata. Ketika ia berjalan ke arah Hinata, gadis itu sudah berlari pergi dari tempatnya.

Sakurapun berlari mengejar sahabatnya itu, namun ia kehilangan jejak gadis ketika berada di persimpangan lorong. Ia mengumpat dalam hati, ia menjelajahi tiap koridor dan tidak menemukan siapapun di sana.

Hancur sudah persahabatannya.

Sakura mendudukkan dirinya di lantai salah satu koridor sekolahnya dengan keadaan memeluk kedula lututnya. Penyesalan selalu datang di akhir, andai saja ia mengatakan hal sejujurnya pada Hinata dari awal mungkin tak akan sampai menghancurkan persahabatan yang telah terbangun selama 3 tahun ini. Mengatakan bahwa Sasuke adalah tunangannya, mengatakan bahwa dirinya bukanlah gadis miskin yang bekerja part time di sebuah restoran mewah yang memang adalah milik keluarganya.

Andai saja.

-oOo-

Di sebuah taman tampak Hinata tengah terduduk di bawah pohon rindang seraya memeluk kedua lututnya. Sepasang manik amethystnya tampak basah karena air matanya sendiri. Ia kemudian memandang sebuah gelang yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Semakin lama ia memandang gelang itu, semakin deras pula tangisannya. Itu adalah gelang persahabatannya dengan Sakura. Dengan kasar ia melepaskan gelang tersebut dan melemparnya sejauh mungkin seraya berteriak, "USOTSUKI…!"

BUGH!

Dengan keras ia menghantamkan kepalan tangannya pada batang pohon di belakangnya, melampiaskan segala emosinya. Ia tidak merasakan sakit walaupun goresan-goresan kecil tertoreh pada punggung jari-jari kanannya. Ia adalah ketua klub karate, tentu hal semacam itu tidak akan membuatnya berteriak kesakitan. Luka kecil di tangannya tidak sebanding dengan apa yang melukai perasaannya saat ini.

Puas melampiaskan amarahnya, ia pun memutuskan untuk kembali ke apartemen kecilnya. Mungkin saat ini ibunya tengah mengkhawatirkannya. Lagipula ia harus belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi Tokyo yang diadakan lusa.

Dia harus masuk ke perguruan tinggi di Tokyo, ia harus meraih cita-citanya sebagai seorang designer dan akan ia tunjukkan kepada ayahnya, bahwa ia bisa menjadi lebih dari yang terbaik.

-oOo-

KRIET

"Tadaima," salah Hinata dengan suara parau ketika memasuki apartemennya dengan sang ibu. Ia kemudian melepas sepatunya dan meletakkannya di rak yang berada di sebelah pintu.

"Okaasan?" panggilnya ketika tak mendapati sahutan salam dari ibunya. Ia pun menaikkan sebelah alisnya dan memutuskan untuk pergi ke kamar sang ibu.

Ibunya tampak tertidur dalam ruangan gelap, Hinata hanya tersenyum kecil seraya berjalan mendekat pada tubuh ibunya. Ketika ia menyalakan lampu kamar ibunya, pandangannya tampak terkejut memandang tubuh ibunya yang memucat dan tampak kaku.

"K-kaa—san?" ucapnya lagi dengan nada bergetar, ia kemudian mendekati tubuh ibunya dan menggoyangkannya perlahan. Ketika kulitnya menyentuh permukaan kulit ibunya, rasa dingin ia rasakan.

Tidak.

Tidak mungkin kan?

Semuanya, tidak mungkin kan?

"OKAASAN…!"

-oOo-

Dua hari kemudian

Sejumlah uang telah diterimanya dari seorang wanita dengan tas koper yang dibawanya. Dengan pandangan datar Hinata menghitung uang di tangannya, ketika dirasanya pas ia kemudian segera menaiki menaiki taksi yang sudah menunggunya cukup lama.

Tak ada sepatah katapun yang terucap darinya, pandangannya juga kosong menatap ke arah jalanan ketika taksi itu melaju menuju stasiun yang akan mengantarkannya ke Hokkaido.

Sudah dua hari semenjak hancurnya hubungan persahabatannya dengan Sakura, sekaligus hari kematian ibunya. Semenjak hari itu semuanya terasa begitu hampa, ia merasa bahwa ia seperti bukan dirinya. Segala hal yang telah berada dalam angan-angannya, tentang menjadi designer ataupun menempuh kehidupan di Tokyo. Semuanya runtuh dalam sehari. Bahkan hari ini seharusnya ia mengikuti ujian itu, namun ia membatalkannya.

Ia akan memulai semuanya di Hokkaido, hanya dirinya seorang, tanpa orang lain. Dan mungkin ia akan memutuskan untuk menjadi seorang Hikikomori. Mengurung rapat-rapat hati serta perasaannya, membuang segala kepercayaannya pada orang lain. Semuanya telah terpikirkan dengan matang selama dua hari itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

SEE YOU IN CHAPTER 1

.

.

.

.

.

.

Ending Song

AKB48 – Beginner

.

.

.

.

.

.

Bokura wa yume miteru ka?

Mirai wo shinjiteiru ka?

.

.

.

.

.

"Semua perkara yang engkau hadapi adalah dari cerita masa lalu."

.

.

.

.

.

A/N

Hola! Maaf masih prolog dan maaf kalau…err sedikit aneh, saya buru-buru buatnya karena harus berbagi dengan fic-fic lain.

Di sini bukan maksud saya bashing chara, tapi cerita tanpa conflict itu aneh. Saya jamin endingnya bahagia -,- walaupun nyesek juga pas waktu mendekati endingnya. Kenapa saya milih tentang hikikomori? Habisnya Hinata paling pas buat jadi hikikomori *gubrak*

Spoiler untuk chapter 1nya. Itu menceritakan 5 tahun kemudian, dimana Hinata sudah menjadi seorang hacker handal, programmer kelas international, sekaligus pembuat game yang banyak diminati. Tapi tidak ada satupun yang tau rupa asli Hinata. Tapi…*selanjutnya pikir aja sendiri* #plak

Lalu akhir kata saya ucapkan HAPPY NEW YEAR! *tiup konvoy*

Sekian, jika berkenan silahkan tinggalkan apresiasi kalian di kolom review atau bisa langsung PM saya untuk menyampaikannya maupun untuk mengajukan request fic.

Terima kasih

Lady