.
.
.
.
.
CANTERVILLE
.
.
.
.
.
Disclaimer Masashi Kishimoto
Inspirator by Novel Para Pengganggu (novel terjemah)
Story Written By Lady Bloodie
Rate T-M
Genre Friendship, Horror, Mistery
Main Character [Sasuke x Sakura] x Hinata x Itachi
.
.
.
[KETERANGAN]
Uchiha Itachi 20 tahun
Uchiha Sasuke 18 tahun
Haruno Sakura 17 tahun
Hyuuga Hinata 17 tahun
.
.
Summary
Baik Itachi maupun Sasuke tidak mau mempercayai tentang adanya hal mistik. Namun semenjak ayahnya menikahi janda beranak satu itu, mereka dipaksa untuk mempercayainya. Mistery akan asal mula rumah itu perlahan akan terkuak/ "Kau percaya dengan hantu? Maksudku…"/ "Sasuke, sudah kukatakan jangan—ehh?"/ "Sasuke, Sakura dengar! Tidak ada apapun jadi jangan berkhayal terlalu tinggi, okay?"
.
.
.
.
.
.
Warning
OOC, Typo(s), AU type, Terinspirasi dari salah satu novel berjudul Para Pengganggu *entah karya siapa yang pasti itu novel terjemahan*, Lemon/Lime impilisit, Multichapter, Don't bashing chara please!, DLDR, Mind RnR?
.
.
.
Request from ' '
.
.
.
.
Chapter 5
Tetesan air terdengar nyaring, berbenturan dengan genangan air di dalam bathtub. Di sana berisikan seorang gadis berambut soft pink, dengan kulitnya yang memucat. Dingin pasti terasa seakan menusuk tulang, namun gadis itu tak kunjung membuka sepasang kelopak matanya. Dalam pikirannya terlintas suatu pendapat—Entah kenapa rasa dingin ini … menyenangkan. Begitu nyaman. Begitu sunyi … dan ia merasa memiliki dunia sendiri. Namun, akal sehatnya menyuarakan untuknya terbangun, sebelum kematian yang menarik jiwanya.
Secara perlahan, sepasang kelopak mata itu terbuka, menampilkan sepasang netra hijau bening yang bersinar redup. Setengah kesadaran baru didapatnya, dan ia masih belum menyadari tentang keadaannya. Namun, ketika kesadaran penuh ia dapatkan, ia langsung bangkit dari posisinya, dan memandang ke sekelilingnya dengan tatapan bergetar, dengan bibirnya yang masih membiru pucat.
Satu pertanyaan yang berada di benaknya saat ini—Mengapa ia berada di sini? Sejak kapan?
Takut, rasa itu kian menggerogoti keberanian dalam jiwanya, kala pemikiran negatif mulai berakar serabut, bercabang kian banyak. Dengan perlahan ia keluar dari sana, dan berjalan keluar dengan tubuh yang bergetar. Berkali-kali ia berteriak memanggil nama Sasuke, Hinata, dan Itachi secara bergantian—namun tak ada jawaban. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk berjalan ke kamarnya, mengeringkan tubuhnya, serta mengganti pakaiannya yang basah.
Haruno Sakura—nama gadis itu—tak mengerti, tentang semua yang ia alami. Ini seperti mimpi buruk, dimana semuanya terasa tak nyata baginya. Dia memang tak percaya dengan keberadaan roh halus dan semacamnya. Well, ini tahun 2014, bukan Tahun Gajah, maupun Tahun Nenek Moyang. Tidak ada hantu—semua itu tercipta atas proyeksi pemikiran manusia itu sendiri. Hanya sebuah sugesti. Dan ia tak mau bersugesti akan keberadaan makhluk astral.
Namun jika begitu—
… bisakah kau menjelaskan, siapa gadis yang bersama ketiga saudara tirimu?
.
.
.
Jeep itu melaju kencang, membawa empat manusia di dalamnya. Entah kenapa jalanan terasa begitu senggang, mungkin karena efek dari liburan musim panas. Namun ada yang sedikit aneh, masing-masing dari mereka bisa merasakan itu. Terutama Itachi yang berperan sebagai supir. Ia dengan jelas bisa merasakan, adanya keanehan.
Bukan! Bukan karena ada masalah dengan mesin, maupun bannya. Namun pada penumpangnya. Ya! Berat penumpangnya tak sebegitu terasa berat, padahal mobil diisi dengan dua orang pria dewasa, dan dua gadis dewasa. Tentu normalnya akan terasa berat. Namun nyatanya—tidak.
Ia kemudian melirik ke arah Hinata yang duduk di sampingnya, gadis itu tampak tertidur. Dan ketika ia menatap ke arah kaca spion, ia juga mendapati Sasuke yang juga tertidur seorang diri.
Tunggu! Seorang diri?
DEG
Segera saja ia menepikan mobilnya, dan kemudian mengusap wajahnya. Jantungnya berdetak menggila, rasa takut mulai menyergapnya. Prasangka buruk, mulai menyelimuti batinnya—menciptakan deretan peluang-peluang hal negatif, di kedepannya. Ia panik, takut, gemetar…
Namun ia berusaha berpikir, bahwa ia terkena gangguan penglihatan sekarang. Ia kemudian membangunkan Hinata yang tertidur di sampingnya, gadis itu tampak melenguh pelan, berusaha menormalkan kesadarannya seraya mengusap wajahnya.
"Su-sudah sampai, ya?" tanyanya seraya merenggangkan otot-ototnya. Dan ketika sepasang amethyst itu sepenuhnya terbuka, barulah ia memasang raut terkejut. Karena nyatanya, kakak sepupunya ini menepikan mobilnya sebelum sampai di tempat tujuan. Padahal, perutnya sudah meraung-raung. "Kakak, kau berniat membuatku mati kelaparan?"
"Lihat ke belakang! Sakura menghilang!"
"Apa yang—"
"Cepat!" titah Itachi dengan nada membentak.
Dengan terburu-buru Hinata menuruti titah Itachi, dan ia hanya mengernyit ketika tak mendapatkan apapun yang aneh di belakang. Sasuke tertidur di sana, dan Sakura juga tampak menikmati waktunya untuk melihat ke arah luar, seraya bersenandung kecil.
Hinata yang merasa dibodohi pun akhirnya kembali pada posisinya. Dengan pandangan kesal ia menatap Itachi. "Well, aku mengerti banyak hal aneh yang kita lalui … tapi kuharap tidak terjadi komplikasi pada otakmu, kakak." Ucapannya terdengar menyindir, dengan nada yang saskartik. Dan dari sana, Itachi mulai tak mengerti arah pembicaraan mereka.
"Percayalah, bahwa kau sedang berkhayal, kakak. Sakura masih ada di tempatnya, dan Sasuke sedang tertidur." Sebuah tepukan halus diberikan oleh Hinata. Ia berusaha meyakinkan kakak sepupunya ini, yang mungkin saja sedang mengalami paranoid pada hal-hal astral?
Mungkin Itachi membutuhkan psikiater, segera.
"…"
"Kau bisa melihatnya sendiri—dia masih berada di tempatnya, bukan?" Hinata mengakhiri ucapannya, seraya menunjukkan ke adaan kursi penumpang di belakangnya. Dan Itachi mengikuti gerakan Hinata, menengok ke belakang. Ia memicing ketika mendapati Sakura masih berada di sana.
Tapi Itachi masih yakin, bahwa penglihatannya dalam fungsi normal. Tadi, baru saja ia melihat melalui cermin … Sakura tidak berada di sana. Dan kenapa sekarang, gadis berambut permen kapas itu ada di sana? Aneh! Benar-benar tidak bisa dinalar. Ia pun memutuskan untuk menghela nafas panjang, menetralkan detak jantungnya yang menggila.
'Tenang … yang tadi hanya halusinasi. Mungkin aku harus segera ke psikiater.' Pada akhirnya, ia hanya berucap dalam batin, berusaha meredam pemikiran negatif di otaknya. Dalam 20 tahun kehidupannya, tak pernah ada hal yang lebih aneh dari dosennya yang maniak dengan reptile, atau melihat secara live seorang gay sedang berhubungan sex—tentunya ia tak sengaja melihat.
"Baiklah, kau benar dan aku hanya berhalusinasi," ucapnya seraya menjalankan kembali mobil yang ia kendarai. Hanya tinggal 3 km, maka mereka bisa mengisi perut di kedai sushi Naomi, yang memang sudah terkenal sejak tahun 90-an.
Tahukah kau, bahwa cermin tidak pernah berbohong?
-oOo-
Naomi's Sushi, adalah salah satu kedai Sushi yang berumur cukup lama di Tokyo. Kedai ini dibuka pada tahun 90-an oleh seorang wanita asal Belanda, yang sangat menyukai Jepang terutama Sushi. Sampai-sampai, memberikan nama Jepang pada putrinya. Itulah sedikit kronologi tentang kedai Naomi's Sushi.
"Waah~ sama sekali tidak berubah ya?" ucap Sakura ketika turun dari mobil. Ia tampak memegang dinding kedai, yang tersusun atas bata tanpa pelapis apapun. Sepasang green emerald itu memandang binar tembok yang tak terlapis cat itu. "Masih sama seperti dulu." Lagi, ia berucap dan kali ini langsung bergerak masuk ke dalam kedai, tanpa mempedulikan tatapan aneh orang-orang yang terlempar padanya.
Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan tersendiri bagi Itachi, Sasuke, maupun Hinata. Dalam benak mereka, tentu memiliki pendapat berbeda. Namun satu hal yang sama—tingkahnya aneh, sangat aneh. Terutama bagi Sasuke yang tau betul Sakura … gadis itu selalu berpendapat bahwa Naomi's Sushi sangatlah membosankan, dan hanya tempat perkumpulan orang tua. Berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat ini.
"Ada apa dengannya? Apa kau melakukan sesuatu padanya?—kakak." Kali ini Hinata angkat bicara. Gadis yang tampak terlihat pendiam, penakut, dan kutu buku itu akan berubah 180 derajat, ketika dalam balutan keluarganya. Sekolah tetaplah sekolah, tak ada hubungannya dengan kehidupannya di luar itu. Sepasang manik amethyst itu memandang penuh selidik Sasuke. Ia yakin ada yang salah dengan Sakura—pikirnya. Walau baru sebentar ia mengenal gadis buble gum itu, tapi ia tau betul sifat Sakura yang cuek, selera humor rendah, kasar dan sedikit tsundere. "Aku tau kau mencintainya. Tapi kuharap tidak terjadi sesuatu yang 'menyenangkan' untukmu dan membahayakan psikologinya," ujarnya lagi.
Mendengar perkataan Hinata yang bernada menginstrogasi itu, membuat Sasuke memandang nyalang ke arah gadis itu. Apa yang baru saja gadis itu tuduhkan padanya?—pikirnya tak terima. "Kau pikir aku lelaki se-brengsek apa, hah? Dasar, adik kurang ajar," balasnya bernada dingin dengan tatapan onyx nan tajam, yang seolah mengintimidasi lawan bicaranya. Meskipun ia tau, gadis ini lebih dari kebal untuk menerima tatapan terburuknya. Sudah terlalu terbiasa, mungkin?
"Mungkin seperti kucing pasar pemakan apapun yang ditemuinya. Kau tau? Semua gadis baik-baik akan berpikiran sama denganku." Seringai tampak terukir di wajah manisnya. Ia kemudian berkacak pinggang, menatap Sasuke dengan sepasang amethyst seindah rembulan itu. "Dan catat! Aku-bukan-adik-kandungmu! Kita bahkan masih bisa menikah." Sengaja ia beri jeda sejenak dalam perkataannya. "But, well—itu tidak akan pernah terjadi. Aku tidak mau menikah dengan playboy pasar sepertimu. Pasti kau memiliki banyak penyakit di organ intim milikmu, seperti—impoten?"
'Dasar adik kurang ajar!' batinnya, seraya berusaha menahan magma yang terasa akan keluar dari ubun-ubunnya. Rasanya ia ingin menghajar wanita di depannya ini, menyumpal mulutnya dan membuang mayatnya ke Laut Segitiga Bermuda. Itu jika ia tak ingat, bahwa yang mengoloknya habis-habisan ini adalah seorang wanita. Sumpah! Belum ada satu wanita pun yang menuduhnya memiliki impoten. Kecuali, wanita ini! Adik sepupunya yang kurang ajar ini! Yang meneriakinya hantu, dan menyiramnya dengan segelas susu di malam hari. Astaga! Ia tidak mengerti kenapa bibi Mei mau-maunya menikah dengan Hyuuga Hiashi, dan melahirkan seorang putri terburuk dalam sejarah. Sedikit catatan, ia memang tidak pernah akur dengan Hinata—tidak akan pernah. Jika itu terjadi, artinya kiamat sudah dekat. Sabar Sasuke—pikirnya, menenangkan minyak panas dalam dirinya.
Itachi menghela nafas pelan. Ia memang tidak ikut andil dalam perdebatan ini, tapi entah kenapa rasanya ia juga merasakan aura mendidih di sekitarnya. 'Astaga! Seharusnya Hinata memilih tempat lain untuk berlibur,' batinnya menanggapi sikap kedua saudaranya ini. Ia bisa melihat Sasuke yang sedang menahan amarahnya, dan mungkin akan meledak jika Hinata kembali beragumen.
"Oh, dan aku sungguh beruntung … ternyata—"
"Yosh! Yosh! Bukankah kita kemari untuk makan siang? Jadi, tidak perlu ada perdebatan kan?" sela Itachi, sebelum Hinata berhasil menyelesaikan ucapannya. Mungkin jika ia masih tak mengambil tindakan, maka perang dunia ke-5 akan tercetus. Dan tentunya, ia akan menjadi korban yang mendapat luka paling parah. Ia pun memaksa kedua saudaranya untuk masuk ke dalam kedai. Baru ia sadari, ternyata puluhan pasang mata tengah memandang aneh mereka, karena ulah Sasuke dan Hinata yang bertengkar di tempat umum.
-oOo-
Ketika mereka bertiga sudah berada di dalam kedai. Masing-masing dari mereka mengedarkan pandang, mencari sosok gadis berambut soft pink di setiap sudut yang ada—namun mereka tak menemukannya. Mungkin sedang berada di toilet—pikir mereka serempak tanpa mereka sadari. Mereka pun memilih untuk mengambil tempat duduk yang berada di ujung. Kedai sedang sepi, hal yang tak biasa untuk liburan musim panas seperti ini. Sekali lagi mereka berpikir—mungkin orang-orang bosan memakan sushi, dan memilih untuk sesuatu yang baru.
Tak lama kemudia seorang pelayan pria menghampiri meja mereka, untuk mencatat pesanan yang mereka inginkan. Hanya beberapa menit, dan pria itu meninggalkan mereka bertiga di sana untuk menyiapkan pesanan.
Tampak berkali-kali Itachi menatap ke arah kamar mandi wanita yang tak kunjung terbuka. Ia memiliki firasat tak menyenangkan kali ini, dan ditambah dengan perasaan takut yang tiba-tiba seolah mencengkram erat jantungnya. "Apakah setiap wanita sangat nyaman berada di kamar mandi? Maksudku—ini sudah 15 menit dan Sakura belum keluar dari sana?" ucapnya seraya memandang kedua saudaranya secara bergiliran. Ia tidak mengerti wanita, dan lihat! Bahkan pesanan mereka sudah berada di meja. "Dan hei? Bahkan kita sudah mendapatkan sushinya."
"Aku pun juga berpikir begitu, kak." Hinata juga tak kalah cemas, dan ia juga berulang kali menatap ke arah kamar mandi. "Aku seorang wanita, dan kupikir tak akan selama ini. Aku akan memastikannya," ujarnya lagi. Ia pun beranjak dari posisinya, dan berjalan menuju pintu kamar mandi wanita seorang diri. Karena tidak mungkin, jika Itachi apalagi Sasuke menemaninya masuk. Bagaimana jika ada seorang wanita di dalam? Itu sama saja dengan tindak pelecehan terhadap wanita kan?
Baru selangkah ia memasuki kamar mandi, dan ia dikejutkan dengan kekosongan pada tiap biliknya. Jantungnya berdetak menggila, entah kenapa perasaan takut mendadak menyergapnya. Sepasang manik amethyst-nya mengedar, memandang sekelilingnya untuk memastikan ada jendela yang cukup bagi seorang wanita untuk melompat keluar, ia sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak ada hal 'aneh'. Namun, sepertinya tidak sesuai harapannya. Nyatanya, tidak ada satupun jendela di sini … hanya beberapa ventilasi yang bahkan ia tak yakin cukup untuk dimasuki oleh tubuh remaja.
Ia pun segera berlari keluar, dan berteriak pada dua orang yang sudah berada di depan pintu kamar mandi wanita. "T-Ti-Tidak ada! Sa-Sakura dia…" Hinata berucap tergagap, dan tak sanggup melanjutkan kembali ucapannya. Wanita itu kemudian menunduk, tak mempedulikan dua orang pria di depannya yang menyerobot masuk, untuk memastikan kebenarannya.
"Pak, apakah kau tau ada seorang wanita yang keluar dari kedai setelah kami masuk? Dia memakai dress putih selutut, ber-netra hijau bening, dan rambutnya pink sepunggung." Itu suara Sasuke yang berbicara pada salah satu pelayan yang mungkin berusia 30 tahun-an. Nada suaranya terdengar cemas dengan tatapan nyalang. Pemuda itu tampak begitu mengerikan dan membuat takut pelayan-pelayan di kedai itu.
"Ti-tidak! Tidak ada siapapun yang berambut pink masuk kemari. Se-Sepertinya kau sedang tak sehat, nak." Perkataan itu terucap dari pria paruh baya yang memandang takut Sasuke. Terlihat dari ucapannya yang sempat tergagap, dan wajahnya yang pucat. Ia tampak terkejut begitu menerima sejumlah uang yang bahkan melebihi dari harga sushi-nya.
Namun, ketika ia berusaha memanggil ketiga pelanggannya itu. Mereka tampak tak menghiraukan teriakannya, dan salah satu dari mereka berkata, untuk mengambil kembaliannya. Saat itu ia hanya mampu mengendikan bahu, dan menatap kepergian muda-mudi itu dengan tatapan aneh. Ia masih belum mencerna tentang apa yang terjadi sebenarnya.
'Dasar, anak-anak muda jaman sekarang. Terlalu memiliki banyak konflik,' batinnya, memaklumi tingkah ketiga remaja itu. Hal seperti ini seperti sudah biasa baginya. Apalagi ia juga memiliki tiga orang anak—2 orang putra, dan seorang putri. Jadi, ia cukup memahami tingkah para remaja masa kini.
.
.
.
Sepi—adalah perasaan yang saat ini merengkuh tubuh gadis berambut soft pink. Gadis itu kini tengah meringkuk di atas ranjang dan berbalut selimut. Perasaan takut sendari tadi menemaninya, ketika suara nyanyian seorang anak kecil tak kunjung berhenti menerornya. Suaranya terdengar begitu nyaring di indera pendengarannya, namun ia tak menemukan siapapun selain dirinya di kamar ini. Pintu kamar yang ia kunci, dan jendela yang tertutup rapat. Sangat tidak memungkinkan suara dari luar terdengar begitu jelas di dalam sini.
Lama, semakin lama—lantunan itu terdengar aneh, dan atsmosfer ruangan semakin dingin. Seperti seseorang tengah merintih, namun masih memaksa untuk bernyanyi. Suaranya, terdengar semakin serak dan terputus-putus, seperti seekor ayam atau sapi yang meregang nyawa saat disembelih. 'Siapapun, tolong keluarkan aku dari sini,' batinnya menjerit asa. Sebab ia tak sanggup untuk berteriak. Suaranya seperti enggan untuk keluar dari tenggorokannya, dan nafasnya terasa sesak.
Sepasang green emerald miliknya semakin membulat kaget, lantaran ia melihat bayangan yang tercetak di selimut tak seberapa tebal itu. Bayangan seorang gadis kecil yang tampak berhenti tepat menghadapnya, tangannya terjulur seolah hendak menggapainya. Dan dari sana, ia bisa melihat darah menetes membasahi selimutnya yang berwarna putih, dan baunya amis bercampur karat. Dan kali ini, ia benar-benar memuja-muji Tuhan Yang Maha Esa yang awalnya tak ia percayai. Rasa takut memang memutar balik pemikiran.
Namun, secara perlahan bau itu memudar, atsmosfer di ruangan kembali menghangat. Dalam ketakutannya, ia mendengar ketukan pintu kamar begitu keras. Hal ini membuatnya semakin takut, namun begitu ia mendengar suara yang ia kenal. Ia pun memberanikan diri untuk membuka selimut yang membalut tubuhnya. Ketika baru saja ia hendak turun, daun pintu tiba-tiba terbuka secara paksa, membuat salah satu engselnya rusak.
Seseorang itu kemudian menghambur ke arahnya, merengkuhnya dalam dekapan hangatnya. Ia tau, ia tidak menyukai pemuda yang mendekapnya ini … tapi saat ini situasinya berbeda. Terlalu kalut dan lelah untuk menolak, energinya seperti terkuras habis oleh ketakutannya sendiri. Nafasnya masih memburu, dadanya kembang kempis tak teratur. Ia ingin menangis, namun tak bisa. Terlalu kalut untuk melakukannya, bahkan untuk sekedar berkata-kata. Mungkin setelah ini, kepercayaannya terhadap Tuhan akan bertambah, dan tentang hal-hal berbau astral juga.
"Tenanglah, semuanya baik-baik saja," ucap pemuda itu seraya membelai surai merah muda panjang gadis dalam dekapannya ini. Ia kini sedang berusaha menenangkan gadis yang berada dalam rengkuhannya. Bisa ia rasakan, detak jantung menggila dalam diri gadis ini. Siapapun pasti akan ketakutan bila berada di posisi gadis ini, maupun di posisi mereka.
Jika hanya sekedar permainan Rumah Hantu, sebagai wahana di salah satu taman bermain … mungkin hanya sekedar terkejut, menjerit, dan menangis sejenak. Namun ini berbeda. Mereka seperti tengah memasuki wahana Rumah Hantu, dimana semuanya nyata. Tidak ada manusia yang menyamar menjadi hantu, atau boneka yang didandani se-mengerikan mungkin, yang ada hanyalah hal fana yang sulit dipercaya.
Hinata kemudian berjalan mendekat ke arah Sasuke. Ia membantu menenangkan Sakura yang masih ketakutan—terlihat dari tubuhnya yang bergetar. "Sasuke, lebih baik kita berkemas dan menyewa penginapan sampai Paman dan Bibi datang," usulnya dengan nada se-meyakinkan mungkin. Tidak masalah jika ia harus mengeluarkan banyak uang untuk itu, yang penting teror ini bisa berhenti dan mereka bisa bernafas dengan tenang. "Mungkin ke Kyoto, atau Osaka. Aku tidak masalah jika harus mengambil setengah dari tabunganku, daripada harus berakhir di Rumah Sakit Jiwa," lanjutnya lagi. Kali ini sepasang amethyst-nya bertatapan langsung dengan sepasang onyx milik kakak sepupunya. Pemuda itu kemudian mengangguk, membuatnya tersenyum lemah. Ia pun segera berlari menuju almari, mengambil kopernya dan Sakura. Dan kemudian segera memasukkan beberapa potong baju secara acak ke dalam sana.
"A-aku akan mengemasi barang-barangmu. Kau tetaplah di sana, jaga Sakura dan Hinata." Itachi yang masih berdiri di ambang pintu pun akhirnya melesat menuju kamarnya, meninggalkan Sasuke yang tampak tak menghiraukannya karena sibuk menenangkan Sakura. Begitupula Hinata, yang tampak sibuk dengan pakaian-pakaiannya dan Sakura. Dalam batin mereka serempak mengucapkan permohonan. Semoga setelah ini, tidak ada hal aneh lagi yang akan mereka alami.
Namun, sepertinya hal itu mustahil untuk terkabul?
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N
HOLA~ *munculTiba2DariDalemLemari* Sudah sejak kapan fic ini saya terlantarkan :'v. Aku sendiri sampe kangen~ #diLemparKoper.
Oke, mungkin 4 sampai 5 chapter lagi kalian harus mengucapkan selamat tinggal untuk fic ini :'v *MasihLamaWoy!* hoho, chapternya gak panjang-panjang lah. Dan setelah fic ini tamat, aku akan mempublish fic horror baru :'D nambah koleksilah. Mungkin mainstream kalo temanya mengenai boneka :'v tapi kali ini aku mau pake tema itu. Tau gak? Aku mau berusaha melawan ketakutanku sama boneka ekhm… sejenis Barbie, ekhm.
Baiklah, langsung aja kujelaskan. :v aku akan pake tema seperti Chucky :'v boneka yang kekejamnya legendaries banget :'v. Dan aku tetep pake character ini sebagai pemeran horrornya. Mungkin Itachi-san harus digantikan sama Sasori, sebagai Oniichannya Sakura. Dan Hinata bukan lagi adek kandungnya Sasuke :'D. Hinata itu polisi cantik yang naksir Sasuke sebenernya. Niatnya ngebantuin, tapi malah kegeret masalah :'v. Pernah liat crush of chucky? Nah itu, konsepnya aku ngambil dari itu. Aku gak akan pasang genre romansa di sana nanti, karena romancenya hanya nyempil beberapa scene aja :'v aku mau fokus ke horror sama misterynya.
Yosh itu aja yang ingin kusampaikan. Doakan semoga fic ini bisa cepet buyar, ending, tamat, owari, selesai—segala macem apa aja dah. Supaya bisa publish yang baru :v. Sumimasen kalo updatenya ngaret wkwkwkwk *dilemparcobek*
Sign
Gherald (Naruto's Wife)