Selama ini keinginan terpendam seorang anak kecil adalah melihat kebahagiaan ingin dirasakan sejak lama.

Apa keinginannya?

Melihat Ayah dan Ibunya rukun dan tidak ada pertengkaran semenjak Sai lahir.

Adiknya ke mana?

Sejak Ibunya meninggal pas melahirkannya, sang Ayah membawanya pergi tanpa membawa anak kecil ingusan sedang menggendong adiknya berusia dua tahun.

Sebenarnya apa kesalahan sang Ayah kepada sang Ibu?

Entahlah. Anak kecil ingusan itu tidak pernah tahu niatan sang Ayah menghancurkan kebahagiaannya. Tetapi, memang sudah lama sekali pertengkaran ini terjalin sampai maut memisahkan dua anak kecil itu dengan Ibunya.

Dan orang yang selalu bersama sang Ayah, tidak pernah sekalipun mengetahui apa maksud tindakan sang Ayah meninggalkan mereka dan mansion Namikaze tersebut.

.

.

The Ruin Hell
Written by Zecka Fujioka

.

.

DISCLAIMER: Naruto written by Kishimoto Masashi

WARNING: Out Of Characters, typo(s), deskripsi seadanya, Alternate Universe, Alternate Timeline, All Human. Black Akatsuki memiliki kelopak mata hitam sedangkan Akatsuki berwujud biasa memiliki kelopak mata seharusnya. Terinspirasi oleh Pandora Hearts, sebagian karangan sendiri.

.

Blue Eyes

Dunia telah berubah, itu dirasakan pemuda berambut kuning emas tersebut. Semua mata birunya terus mengamati pemandangan di balik kaca kereta Kuda. Helaan napas terdengar di sela-sela bibirnya, memangku dagu agar bisa bersantai melarutkan sebuah bayangan sedari dulu diinginkannya.

Liburan.

Ya! Naruto menginginkan liburan. Liburan bersama kedua orangtuanya. Bersama saudara-saudaranya juga sahabat merupakan pelayan sejatinya. Bersama-sama berjalan-jalan menjelajahi lingkungan tak diketahui. Memberikan keceriaan dengan sebuah senyuman bermekaran. Diiringi decak kagum kepada orang-orang dijumpainya, sangat ramah terhadap mereka.

Namun, itu hanyalah sebuah angan-angan. Tak pernah dibayangkan bahwa semua itu berupa delusi semata. Tidak ada namanya kebahagiaan, karena semua telah hancur sejak usianya tujuh tahun, semenjak Sakura masih berada di dalam kandungan sang Ibu.

Ibu.

Nama panggilan khusus untuk seorang wanita yang melahirkannya, memberikan senyuman hangat. Membuat sang bayi merah berambut kuning keemasan menangis, kemudian merasakan dekapan hangat sang Ibu dan ikut menyicipi enaknya ASI milik sang Ibu.

Sudah lama sekali, Naruto tak berkunjung ke makam sang Ibu. Ibu yang melahirkannya. Ibu yang selalu menjaganya. Memarahinya bila ada salah. Membentaknya karena pakaiannya sangat kotor. Memeluknya bila menangis. Menina bobokan bila tak bisa tidur. Semua itu selalu tertancap dan tak bisa hilang di ingatan Naruto.

Akan tetapi, semua berubah setelah kehamilan Sakura, adik perempuan satu-satunya di dalam keluarga itu. Dikira adalah adik terakhirnya setelah sang Ibu memberikan lagi adik yang ada di perutnya. Namun, semua itu tidak memberikan perubahan.

Ayah.

Siapa tak kenal sosok sang Ayah yang begitu mirip dengannya. Rambutnya berwarna keemasan. Kulitnya bagaikan pualam. Senyuman sangat khas, bisa dicampur dingin. Dan tatapan mata itu. Mata biru begitu mirip, sangat serupa dengan Naruto. Seperti mencerminkan Naruto dengan pria selalu muncul di mana saja.

Tentu saja dalam bayangan mimpi buruknya.

Sang Ibu yang meraung meminta maaf, sujud di kaki sang Ayah. Itu diperkirakan selama masa kehamilan Sakura memasuki bulan ketujuh. Itu sangat menyayat hati Naruto, berpegang erat di lengan Sasuke waktu itu. Tak kuasa membendung tangisan muncul di pelupuk mata, menatap iba sang Ibu terus berusaha meminta maaf pada sang Ayah.

Dan itu pula, membuat sang Ibu histeris dan juga melahirkan Sakura dengan kelahiran prematur. Tidak bisa membawa sang Ibu ke Rumah Sakit terdekat, Paman Jiraiya menyuruh para Kepala pelayan dan seluruh seisi mansion memanggil dokter untuk menangani semua ini.

Dibawa juga sebuah incubator agar Sakura hangat dan tak sakit-sakitan. Selama sebulan, Naruto dan sang Ibu menunggu berat badan Sakura sambil memberikan ASI sang Ibu kepadanya. Setelah bobot Sakura bertambah di atas normal, sang Ibu bisa mendekap Sakura penuh rasa hangat dan kelembutan. Naruto sungguh terharu melihatnya.

Entah mengapa, tahun berganti tahun, semua belum berubah. Pemilik mata biru itu, sang Ayah, selalu pulang malam. Itu pun hanya bersantai di rumah, baru kembali bekerja. Entah bekerja apa, Naruto tidak mengetahui karena sang Ayah justru melarangnya mencari tahu.

Pertengkaran kembali terjadi setelah usianya bertambah kedelapan tahunan dan Sakura berusia dua tahun. Tidak mau menimbulkan pemikiran tidak baik di otak Sakura, Naruto meminta Sasuke membawa Sakura pergi dari tempat eksekusi sang Ibu sama seperti sebelumnya. Meminta maaf.

Apa alasannya?

Karena sang Ibu tak mau sang Ayah lebih mementingkan kerjanya di luar sana ketimbang mengurus keluarga di mansion ini. Hal inilah membuat sang Ayah berani membentak sang Ibu yang ingin tahu segala urusan, tanpa ada pengertian mendalam.

Apa kesalahan sang Ibu? Niat sang Ibu bahkan meminta sang Ayah lebih menyayangi keluarga bukan seenaknya berkeliaran di luar sana.

Dan untuk pertama kalinya, Naruto melihat hal tak pantas untuk ukuran anak kecil seperti dirinya.

Sang Ayah memperkosa sang Ibu di depan matanya sendiri. Kasar dan bengis.

Semenjak kejadian menghancurkan itu, sang Ayah jarang pulang ke mansion. Sang Ibu tak memiliki nyawa. Kosong. Hampa. Dan rohnya entah berkelana ke mana, hanya tubuhnya terus duduk di sofa single memandangi hamparan awan di balik kaca jendela.

Hanya senyuman Sakura membawa harapan. Dan sejak itu pula, harapan membawa keberkahan. Sang Ibu hamil untuk ketiga kalinya. Adik sangat diharapkan Sakura begitupun Naruto dan Sasuke. Paman Jiraiya juga turut bergembira termasuk Kepala pelayan dan anggota-anggota di mansion tersebut.

Kembali ke pengujung kehancuran, siap membawa ke jurang, sang pemilik mata biru pulang ke rumah. Ketika itu, sang Ibu melahirkan di kamarnya bersama dokter dan beberapa suster diwajibkan dibawa dari Rumah Sakit oleh perintah Paman Jiraiya selaku kepala Rumah Tangga sementara mansion Namikaze.

Lahirlah Namikaze Sai dan Malaikat kematian membawa roh sang Ibu menghadap sang khalik. Tangisan anak-anak mereka pun pecah. Bukan hanya kematian sang Ibu, tetapi Sai yang baru lahir dibawa pergi oleh sang pemilik mata biru. Entah mengapa, Naruto tak mau menyebut nama sang Ayah lagi dihadapannya walau itu terakhir kalinya.

"Mau dibawa ke mana Sai, Ayah?"

Tubuh jangkung serupa wajahnya dengan Naruto berhenti melangkah. Dihiraukan tangisan Sai di gendongannya, menatap tajam ke arah Naruto. Tidak ada sahutan maupun jawaban. Hanya tatapan tajam membawa Naruto tak sanggup berkata-kata. Sang pemilik mata biru berbalik dan menghilang di dalam lautan malam.

Dan terakhir kalinya, Naruto tak mau menyebut nama panggilan itu.

Ayah.

Miris memang. Naruto tidak lagi mengingat masa-masa kelam sewaktu dirinya masih kecil. Mau bagaimana lagi, demi Adiknya yang menghilang ketika usianya hampir menanjak empat belas tahun. Berarti dua tahun yang lalu. Naruto pantas mengambil kembali sang Adik. Demi Sakura, Sasuke, Paman Jiraiya dan demi sang Ibu berada di dunia berbeda dengannya.

Disentuh kaca kereta Kuda dilapisi kabut tipis. Senyum samar muncul di bibir Naruto.

"Bu, aku akan membawakanmu keluarga kita yang menghilang. Aku janji."

To be continued …

.

Zecka Fujioka, 31 Juli 2015