Title: Listen to You.

Author: Besajoy

Disclaimer: The casts belong to God and this story is mine.

Genre: Romance, Hurt and comfort, AU.

Rating: T+

Cast:

- Main Cast: Lee Sungmin, Cho Kyuhyun.

Summary: Ketika Sungmin jatuh cinta pada seseorang yang bahkan berbeda 180 derajat dibanding dirinya, namun apakah orang itu tidak akan mencintai dirinya juga seperti yang ia pikir?

Warning: GS a.k.a Gender Switch. This changes uke's gender to girl. Main characters have same age.

A/N: 11,025 words, 29 pages, in Microsoft Word. Full of the exaggerated words LOL.

Better if you hear a Kyuhyun's song which has the title as "Listen to You" before, like this fic title. Because although this is NOT a song fiction, but there are the lyrics of Listen to You. So, you know what the purpose of it is.

And if you don't like genderswitch fanfiction, go away. Thank you.


Sungmin POV

Aku berlari menuju tempat yang bisa digunakan untuk berteduh seraya menerjang hujan yang terus turun dari langit dengan derasnya. Setibanya di sana aku segera mengelap wajahku yang sudah terguyur air hujan dengan tanganku meski itu tidak membantu sepenuhnya. Aku baru saja selesai memenuhi sebuah acara dan harus pulang dengan menggunakan bus lebih dari sekali untuk bisa tiba di tempat tinggalku. Namun ketika aku sedang asyik berjalan menuju halte yang memang jaraknya masih cukup jauh, hujan sudah menumpahkan airnya dengan cukup banyak hingga membuat tubuhku serasa mandi padahal aku hanya mencari tempat teduh sesaat. Sial sekali hujan dimulai saat aku masih berada di jalan dan bukan pada saat aku sudah sampai di rumah sehingga jadilah aku seperti sekarang ini. Basah kuyup di sekujur tubuh.

Sembari menunggu hujan berhenti, aku mengeringkan rambut panjangku yang juga sudah basah layaknya orang baru selesai keramas. Betapa banyaknya air yang jatuh ke bawah dari rambutku saat kuperas, pantas saja sedikit terasa lebih berat tadi. Setelah kurasa cukup walaupun masih belum kering sepenuhnya barulah aku menunggu hujan berhenti dan menunggu tubuhku beserta pakaian yang membalutnya mengering secara alami.

Kuedarkan pandanganku ke sekitar. Sepi, tak ada orang-orang selain aku sendiri. Hanya ada beberapa mobil yang berlalu-lalang di jalan. Cuaca pun semakin lama semakin terasa menusuk kulitku yang masih basah ini sehingga lama-kelamaan aku merasa kedinginan. Sialnya aku pun tidak membawa jaket untuk menghalangi suhu dingin ini memasuki tubuhku. Jadilah aku terpaksa mendekap tubuhku sendiri meski aku tahu itu tak banyak membantu.

Hah… Seandainya saja aku sampai di rumah terlebih dahulu sebelum hujan ini datang…

Aku hanya memandang ke arah jalan yang masih diiringi guyuran hujan dengan lesu. Hujan terus menumpahkan airnya yang menyebalkan ini. Padahal aku sudah kedinginan begini dan ingin cepat-cepat sampai rumah. Kalau tempat tinggalku dekat dari sini mungkin aku akan nekat menerobos hujan, tapi faktanya rumahku itu jaraknya masih jauh dari sini. Aku menghela nafas kesal. Mengapa semuanya terasa begitu lama kalau sudah saat-saat seperti ini? Mana tubuhku tak kunjung mengering pula. Ah, sial. Stok kesabaran dalam jiwaku semakin menipis saja kalau begini caranya.

Di tengah-tengah waktu tungguku yang menyebalkan ini, tiba-tiba saja aku merasa seseorang menepuk pundak sebelah kiriku. Aku terlonjak kaget. Kukira hantu, ternyata kakinya masih napak. Dan yang lebih mengagetkannya lagi ternyata sosok itu adalah sosok yang kukenal. Bahkan lebih dari sekedar kukenal, namun sudah kusukai bahkan kucintai.

"Sedang apa kau disini, Sungmin?" tanyanya.

Aku hampir lupa nafas dibuatnya.

Jarak diantara kami dekat sekali, dan dia yang angkat bicara terlebih dahulu tanpa basa-basi.

"Berteduh saja, menunggu hujan berhenti," jawabku dengan nada setenang mungkin. Padahal aliran darahku sudah lari marathon seperti ini. Aku masih tidak menyangka akan bertemu dia di sini.

"Oh…," gumamnya. "Memangnya mau ke mana?" tanyanya lagi.

Sial, dia basa-basi lagi.

"Tadinya aku mau ke halte bus untuk pulang ke rumah. Tapi hujan sudah turun begini. Jadinya aku akhirnya berteduh di sini," jelasku. Melihat sorot matanya yang tajam namun meneduhkan hati itu mendorongku untuk mengadu kepadanya. Entahlah, padahal kekasihpun bukan.

"Hahahahaha. Kasihan," ejeknya yang membuatku terperanjat. Ia malah tertawa di atas penderitaanku tanpa ada rasa simpati sedikitpun.

Entahlah, kedua mataku tiba-tiba terasa panas. Bukan sekali ini ia berlaku seperti ini padaku. Dan sekali lagi aku merasa sakit hati dibuatnya.

Mungkin ia memang tidak pernah mencintaiku. Aku saja yang terlalu berharap.

Aku memalingkan muka, takut-takut ia menyadari perubahan ekspresi wajahku.

"Kamu basah sekali, Sungmin."

Iya, aku tahu dia punya payung. Tapi tidak usah terus mengejekku seperti itu. Tidak bisakah dia berhenti menggores lukaku semakin dalam, huh?

"Pakai ini," ucapnya yang membuat perhatianku kembali kepadanya. Rupanya dia memberiku sebuah jaket yang beberapa saat yang lalu dipakainya.

Lagi-lagi aku mengerdipkan mata. Astaga—ini serius?

Kupandangi jaket itu sesaat, lalu kulemparkan tatapanku padanya lekat-lekat. Dia masih memasang ekspresi stay cool dan sekarang dia terlihat hanya mengenakan kemeja berlengan pendek serta celana yang pendek pula. Aku tidak tahu mesti menerima tawarannya atau tidak. Pasalnya aku yakin dia kedinginan juga tidak memakai jaketnya itu di cuaca yang seperti ini, apalagi dengan pakaian yang tidak membungkus tubuhnya secara total seperti itu. Tapi aku disini pun kedinginan setengah mati dengan bajuku yang berkerah namun tanpa lengan serta rok selututku yang basah.

Dan hal terpenting yang membuatku ragu ialah—aku tidak merasa dekat dengannya bahkan sebagai teman sekalipun. Perasaan tidak enak pun tentu saja muncul di benakku.

"Heh, malah melamun. Sudah aku kasih juga," celetuknya, yang membuatku segera tersadar.

"Tapi kamu bagaimana?" tanyaku ragu.

"Tsk," decaknya. "Kamu ini terlalu gengsi. Tubuhmu tak bisa bohong," ucapnya yang kini harus merepotkan kedua tangannya untuk mengenakan jaketnya di tubuhku sambil terus memegang payung

Rasanya jantung ini ingin loncat saja. Tindakannya yang seperti itu membuatku berasa seakan dipeluk. Aku sampai menahan nafas menahan gejolak rasa ini atau bila tidak kutahan aku akan berteriak kelepasan.

Belum pernah dia seperhatian ini. Jangankan perhatian, acuh pun tidak sepertinya. Baru kali ini. Apa ini mimpi? Seseorang tolong cubit aku sekarang!

Kubenahi jaket itu agar benar-benar pas di tubuhku. "Terima kasih, Kyuhyun," ucapku.

"Hm," ia hanya mengangguk dan berdehem. Ia masih berlagak santai yang membuatku ingin menamparnya. Padahal aku sudah gugup setengah mati dan disembunyikan pula dari dirinya.

"Daripada kamu menunggu di sini, bosan dan kedinginan, bagaimana jika kau ke rumahku dulu? Hitung-hitung sekalian main," tawarnya lagi.

Reflek aku memelototkan padaku padanya, kaget. "Apa? Main? Kau bercan—"

"Kau ini gengsi terus. Kalau mau ya mau saja, Sungmin," ucapnya yang dengan seenaknya menarik tanganku.

"Tunggu dulu! Kau ini lancang sekali," gertakku seraya melepas genggaman tangannya yang hinggap di pergelangan tangan kiriku.

Ia memandangku dengan terkejut. "Oke, maaf," ucapnya cepat.

Apa aku terlihat marah padanya barusan? Padahal sebenarnya aku hanya kaget tadi. Kaget menyaksikan tindakannya yang seolah-olah hendak menculikku. Ah, aku jadi merasa bersalah sekarang. Biar bagaimanapun juga aku merasa senang berada di dekatnya dan aku pun suka tidak enak hati menerima tawaran baik dari orang lain, apalagi orang itu adalah temanku. Dia pun mulai menunjukkan perhatiannya yang berbeda dari biasanya. "Aku… Aku hanya… Kau tidak sendirian di rumah, bukan?"

Sial! Rasa gugupku tidak bisa terhindarkan lagi pada akhirnya.

Dan yang lebih sialnya lagi dia malah membalasnya dengan senyuman. "Tidak, Sungmin. Ada pembantuku di rumah. Memangnya aku bernafsu dengan tubuh teposmu itu? Tsk. Ayolah, daripada nunggu hujan di sini, bosan. Apalagi tubuhmu sudah basah begitu. Lebih baik kau menghangatkan diri dulu di rumahku. Rumahku dekat sini, tenang saja," ujarnya.

Ejekan datang lagi dari mulutnya. Rasa sakit ini kian memerih dalam hatiku.

Berarti selama ini dia memerhatikan bentuk tubuhku ini? Aku seperti merasa dilecehkan.

Jangan terlalu berharap iblis ini menjelma menjadi malaikat, Sungmin. Iblis tetaplah iblis.

"Baiklah," tapi pada akhirnya aku menerima tawarannya. Setidaknya ia tidak akan memangsaku di dalam sana karena ia tidak tertarik padaku. Aku hanya sekedar teman kelasnya, tidak lebih. Ia mungkin hanya menunjukkan rasa simpati padaku sebagai teman saja.

"Oke, ayo," ucapnya yang kemudian menarik tanganku yang tadi lagi. Aku pun berjalan di belakangnya dan beruntungnya paying itu mengenai daerah tempat tubuhku berdiri.

Kembali lagi ke prinsip awal. Biar bagaimanapun juga aku merasa senang berada di dekatnya.

Dan ternyata di perjalanan pun ia masih setia memegang erat tanganku seakan tidak mau lepas. Atau memang lupa? Sebenarnya aku senang. Tapi tingkah lakunya ini semakin memberi harapan semu bagiku dan itu begitu menyakitkan.

Di tengah-tengah langkah kaki kami yang beriringan di bawah lindungan payung, tiba-tiba saja aku teringat suatu peristiwa yang datang darinya yang tidak pernah bisa aku lupakan sampai sekarang.

Guru mata pelajaran Bahasa Korea sedang mengisi kelasku, dan waktu jam mengajar beliau sudah hampir habis. Sementara aku sedang menyalin ulang catatanku yang materinya diberikan oleh beliau karena sangat berantakan. Tugas-tugas yang beliau berikan di hari ini sudah selesai kukerjakan dan sekarang hanya tinggal menunggu waktu jam pelajaran beliau berakhir.

"Anak-anak, sambil menunggu jam pelajaran ibu habis—" sang guru angkat suara. Aku tahu, pasti sebentar lagi beliau akan menyuruh siswa untuk maju ke depan kelas untuk bernyanyi. "—Ayo ayo, siapa yang mau nyanyi kali ini?" benar kataku, memang begitulah kebiasaan beliau apabila pelajarannya sudah kelar sebelum waktunya, untuk mengisi waktu luang dengan hiburan mungkin.

"Kyuhyun, Bu! Minggu kemarin dia ingin maju bu tapi sudah keburu bel," teman yang duduk di sebelahku dengan suaranya yang bak toa menyahut dengan semangat. Padahal orang yang dimaksud itu ditunjuk oleh teman-teman kelas waktu minggu kemarin, bukan kehendaknya sendiri. Memang kemampuan bernyanyi Kyuhyun cukup lumayan, makanya dialah yang ditunjuk. Tapi memang karena jam pelajaran sudah keburu habis karena dia tidak kunjung maju ke depan kelas juga, maka dibatalkan. Akan tetapi aku kira kelas tidak akan serela itu membatalkannya. Lihat saja teman yang di sebelahku itu menunjuk dia kembali untuk bernyanyi.

"Eh iya! Ayo Kyuhyun maju…!" teman kelasku yang lain mulai menyahut dengan semangat pula, seolah-olah memaksa.

"Heh! Sembarangan. Tidak tidak, aku tidak mau," dengan nada kesal Kyuhyun menolak. Aku kira dia merasa terpojokkan sekarang.

"Oh ayolah Kyuhyun, maju! Tunjukkan suara emasmu," temanku yang sepertinya menolak tolakan Kyuhyun tidak mau kalah dan terus memaksa orang itu untuk bernyanyi di depan kelas.

Dan berikutnya terdengar berbagai teriakan menyebut nama Kyuhyun, seakan memberi semangat. Aku mencoba mengalihkan perhatianku dari buku catatanku menuju ke arah sasaran kelas. Betapa masamnya muka Kyuhyun sekarang dan itu cukup lucu menurutku. Ia merasa seakan sudah di ambang menuju jurang.

"Ayo Kyuhyun, maju," pada akhirnya ibu guru pun menyuruh Kyuhyun untuk maju.

"Saya tidak mau, Bu!" ucap Kyuhyun yang sudah sangat jengah dibuatnya.

"Kalau kau tidak mau, ibu akan mengurangi nilai kamu. Mau?" ancam ibu guru, meski aku tahu itu hanya gertakan, tapi gertakan sesepele apapun tetap saja bikin takut, apalagi dari sang guru. "Yah, ibu…," benar bukan kataku? Dia mulai takut.

"Tuh, Kyuhyun. Makanya, maju!" mulai lagi teman yang di sebelahku yang tadi itu memaksanya.

Dan di detik berikutnya terdengar koor "Maju! Maju! Maju!" secara terus-menerus dari sebagian besar teman kelasku. Aku memilih untuk tidak ikut-ikutan, cukup melihat apakah ia jadi maju atau tidak. Kalau jadi, ya sudah, lumayan dapat hiburan suara darinya. Tapi jika tidak pun tidak masalah bagiku.

Namun sesaat kemudian Kyuhyun menoleh ke arah deretan bangkuku—eh tunggu, dia menatapku.

Apa? Mengapa? Ada apa?

Atau aku yang salah? Apa dia menoleh ke arah teman di sebelahku berhubung dia yang menyuruhnya untuk maju ke depan kelas? Tapi matanya jelas-jelas ke arahku. Ah sudahlah.

Pada akhirnya Kyuhyun bangkit juga dari tempat duduknya dan berjalan ke depan kelas. Sudah bisa ditebak, pada detik berikutnya terdengar koor apa dari teman-teman kelas. Bahkan ada juga yang maju ke deretan bangku paling depan hanya untuk mendengarnya bernyanyi, termasuk dua teman di sebelahku. Memang begitulah kelasku.

"Ehem," Kyuhyun mulai berdehem. Teman-temanku yang lain pada ikut berdehem juga. Dasar. "Lagu ini dipersembahkan untuk seseorang yang ada di sana."

Tangannya mulai bergerak menunjuk ke… Arahku?!

Apa?!

Astaga, aku benar-benar kaget. Dia menunjuk ke arahku? Yang benar saja!

Tapi ia juga memandangku. Astaga, yang benar saja! Dia pasti bercanda.

Dan dia pun tersenyum. Astaga! Apa senyum itu untukku? Ah tidak, itu tidak mungkin! Ini pasti hanya candaannya saja.

Namun aku berusaha untuk tetap bersikap kalem walaupun aku berusaha keras mengontrolnya.

Tapi dugaanku disalahkan oleh teman-temanku yang mengikuti arah tunjuk Kyuhyun, dengan menyebut namaku seraya menatap ke arahku juga.

Apalagi aku baru ingat kalau kedua teman yang duduk di sampingku sudah tidak ada di bangku mereka.

Dan ditambah lagi berbagai koor yang sudah bisa ditebak jenisnya apa saja dari teman-temanku yang lain.

Ah, jenis candaan apa ini? Mengapa aku jadi berdebar tidak karuan seperti ini?! Padahal aku bahkan tidak menyukainya dan tidak menyukai lelaki manapun sebenarnya.

Bahkan aku pun belum mendengar dia bernyanyi.

"Ehem…," lagi-lagi Kyuhyun berdehem dan kali ini aku ingin sekali melemparnya pakai buku catatanku yang ada di depan mejaku. Dan dia mulai ambil nafas untuk bernyanyi.

"Aninde naneun aninde jeongmal igeon mari andoeneunde

(No, I'm not. It really doesn't make sense)

Babeul meogeodo jami deul ttaedo michyeonneunji geudaeman boyeoyo

(Even when I'm eating or falling asleep, I keep thinking about you like crazy)

Eonjena nareul jongil namaneul mossalgehae miwonneunde

(All the time I keep hating myself so badly)

Eotteoke naega eotteoke geudael saranghage dwaenneunji isanghajyo

(How could I, how could I fall in love with you? That's a bit weird)

Nae maeumeun geudaereul deutjyo meoributeo bal kkeutkkaji

(My heart hears you.. from head to toe)

Chingudeul nareul nollyeodo nae gaseumeun modu geudaeman deullyeoyo

(My friends tease me for this but my heart only listens to you)

Hanadulset geudaega utjyo sumi meojeul geotman gatjyo

(One two three, you smile and I think I lost my breath)

Geudae misoreul damaseo maeil sarangiran yorihajyo yeongwonhi

(By seeing you're smile, I'll cook with love everyday forever)

I love you (Love you) Love you

Love you (Love you) Love you yeah

Wae geudaen nareul jamsido nareul gamanduji annneun geonji

(Why don't you stop me? Why don't you ignore me?)

Giga makhigo eoi eobseodo nae gaseumeun geudaeman bulleoyo

(I feel depressed and dumbfounded but my heart only calls for you)

Geudael wihaeseo yoril haneun nan hwiparame sini najyo

(For you I will become the god of cooking in the whistling wind)

Hwanhage useul geudae moseube soneul bedo nae mameun haengbokhajyo

(Seeing your bright smile and holdings your hands makes my heart feels happy)

Nae maeumeun geudaereul deutjyo meoributeo bal kkeutkkaji

(My heart hears you.. from head to toe)

Chingudeul nareul nollyeodo nae gaseumeun modu geudaeman deullyeoyo

(My friends tease me for this but my heart only listens to you)

Hanadulset geudaega utjyo sumi meojeul geotman gatjyo

(One two three, you smile and I think I lost my breath)

Geudae misoreul damaseo maeil sarangiran yorihajyo yeongwonhi

(By seeing you're smile, I'll cook with love everyday)

Eonjenga bami jinagago tto bami jinagago tto bami jina na gieogi huimihaejyeodo

(I went through the night, and another night, and another night, even my memories are getting blurred)

Eonjena nae mameun misojitneun nae nuneun tteonaji anketdago geudael yeongwonhi

(But you always stay in my heart and in my smiling eyes, you're the one forever)

Nae maeumeun geudaereul deutjyo meoributeo bal kkeutkkaji

(My heart hears you.. from head to toe)

Sesangi modu useodo nae gaseumeun modu geudaeman deullyeoyo

(Although the whole world laughs at me, my heart only listens to you)

Hanadulset geudaega utjyo sumi meojeul geotman gatjyo

(One two three, you smile and I think I lost my breath)

Geudaeui gireul damaseo maeil saranghanda kiseuhajyo yeongwonhi

(Stay the way you are, I'm gonna say 'I Love You' and kiss you everyday forever)

Love you (Love you) Love you

Love you (Love you) Love you

Oh my baby my love…,"

Aku merasa seperti terhipnotis ketika mendengar dia bernyanyi lagu itu. Astaga! Itu romantis sekali!

Tidak mungkin. Dia pasti bercanda. Kyuhyun pasti hanya bernyanyi bukan menyatakan perasaannya padaku. Aku dan dia berbeda sangat jauh dalam konteks derajat sosial. Aku pun selama ini tidak berteman dekat dengannya.

Tapi sejujurnya hatiku tersentuh sekali. Apalagi saat ini aku tidak menyukai siapapun. Walaupun tatapannya dia tadi keliling kelas bukan hanya ke arahku saja, tapi aku begitu meresapi liriknya dan itu menyentuh hatiku. Dan suaranya emasnya itu semakin membuatku tersentuh. Apalagi tadi kata teman-temanku, termasuk dia sendiri, bilang lagu itu untukku.

Tapi ini pasti bercanda. Aku masih tidak ingin menerima semua harapan palsu ini. Aku bahkan masih tetap berusaha untuk bersikap kalem karena aku yakin ini semua hanya sekedar nyanyian tanpa makna, dalam artian dia tidak bernyanyi sambil mencurahkan isi hatinya. Walau hatiku berkata yang sangat bertentangan dengan itu.

"Oke, tepuk tangan untuk Kyuhyun!" seru sang guru usai Kyuhyun bernyanyi. Bahkan ketika seisi kelas tepuk tangan dan memberikan sorakan yang seakan memojokkan aku dan dirinya, aku masih terbawa suasana tadi. Aku bahkan tidak sanggup untuk tepuk tangan. Tubuhku serasa beku oleh nyanyiannya.

Kyuhyun kembali lagi ke posisi dimana ia duduk sebelumnya, dan diikuti oleh teman-teman yang lain yang juga tadi beranjak dari tempat duduk mereka untuk pindah ke deret bangku paling depan.

"Ehem! Siap-siap ditembak, Sungmin!" aku mendengar teman sebelahku yang tadi itu berbicara demikian dengan kerasnya pada saat ia kembali duduk. Aku tidak marah padanya, aku hanya berpikir itu tidak mungkin terjadi, meski di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Tapi aku dan Kyuhyun sangat berbeda dalam berbagai hal. Dia tidak mungkin mencintaiku. Dia pasti hanya main-main.

Bahkan setelah Kyuhyun kembali duduk, dia tidak menatapku lagi dari sana. Padahal kini aku mulai berpikir, jikalau tadi dia menyanyikan lagu untukku, berarti…

Dia benar-benar menatap ke arahku tadi sesaat sebelum ia bernyanyi.

Sejak saat itulah aku mulai menyukainya—ah tidak, aku bahkan sudah mencintainya. Dialah yang berhasil mengisi hatiku kembali setelah sekian lama kosong. Bahkan di benakku sudah muncul berbagai harapan padanya, salah satunya ialah nyanyiannya di kala itu benar-benar mengutarakan perasaannya. Dan sebelum kejadian itu, teman-temanku ada yang berkata padaku bahwa Kyuhyun menyukaiku dan ingin menjadikanku sebagai kekasihnya. Pada saat itu aku memang belum menyukainya makanya aku abaikan saja. Tapi setelah kejadian itu… Aku mulai merasa teman-temanku berkata serius dan tidak bercanda.

Tapi logikaku terus menolak semua harapan semu yang hatiku bilang bahwa itu adalah kenyataan.

Dan memang faktanya, setelah kejadian itu, dia tidak kunjung melakukan apa yang teman-temanku bilang itu padaku. Dia tidak kunjung menjadikanku kekasihnya. Lama sekali aku menunggu, hingga pada akhirnya ada suatu kejadian yang tidak mengenakkan datang.

Beberapa hari lagi sekolah akan mengadakan psikotes. Sebagai siswi yang merasa takut mendapat hasil yang buruk atas itu, aku perlu mempersiapkan diriku sebelum hari itu tiba. Untuk itulah aku berencana untuk belajar persiapan psikotes di sekolah. Sebenarnya minggu ini adalah minggu untuk membenahi para siswa di sekolahku yang bermasalah dalam berbagai hal, sebelum pembagian laporan sementara dari kegiatan belajar mengajar di sekolah tiba. Aku sendiri sempat kena masalah sebelumnya lantaran ada nilai ulangan tengah semesterku yang berada di bawah standar pada mata pelajaran tertentu. Namun karena sekarang aku sudah menanganinya dengan guruku, maka aku hanya tinggal mempersiapkan diri untuk menjalankan tes berikutnya, yaitu psikotes.

Ketika jam istirahat di sekolahku sudah tiba, aku langsung mengambil buku latihan psikotes. Sekalian kotak bekal yang kubawa dari rumah juga kuambil, untuk dimakan isinya. Aku memang terbiasa belajar sambil makan, dan itu akan kulakukan untuk sekarang ini.

Sejenak aku arahkan pandanganku ke sekeliling kelas. Hanya ada beberapa saja yang tersisa, termasuk aku sendiri. Yang lainnya entah kemana. Ini bagus untukku memulai belajar latihan psikotes dengan tenang.

Aku mulai membuka buku psikotes yang kini berada di atas meja di depanku. Sebenarnya buku itu ialah buku pemberian ayahku yang dulu beliau punya. Ayahku memberikannya padaku karena beliau tahu aku akan menjalankan psikotes di sekolah, agar psikotesku itu memiliki hasil yang baik sebagai pertanda bahwa aku memiliki kepribadian yang baik. Tentu aku mensyukurinya dan memang aku ingin memilikinya dengan tujuan yang sama pula dengan ayahku. Mungkin karena pengaruh ikatan batin antara aku dan ayahku juga. Dan sekarang sambil makan aku mulai melihat-lihat isinya terlebih dahulu untuk menentukan mana yang lebih mudah untuk dikerjakan terlebih dahulu.

"Eh, buku apa itu, Sungmin?" tiba-tiba seorang teman perempuanku berada di dekatku dan menunjuk ke arah buku yang berada di mejaku. Aku tidak bisa menjawabnya karena aku sedang mengunyah makanan. Karena penasaran, temanku itu mendekatkan arah pandangnya ke bukuku. "Kamu belajar psikotes? Hahaha!"

"Eh memangnya kenapa? Tidak dilarang, bukan?" balasku dengan nada menyeletuk pada teman yang menertawaiku itu. Aku sama sekali tidak marah karena aku tahu akan pandangan orang-orang bahwa psikotes itu bukan ulangan, yang mana dibutuhkan belajar terlebih dahulu sebelumnya.

"Ya ampun, rajin sekali belajar psikotes," ucap temanku itu yang sudah pindah posisi ke pojok depan kelas dan bergabung bersama teman-teman perempuanku yang lain yang sedang berkumpul di sana.

"Siapa yang belajar psikotes?" tanya temanku yang kali ini memiliki nada bass, aku tidak melihatnya karena aku kembali fokus pada buku psikotesku, namun yang kutahu hanya Kyuhyunlah yang memiliki suara tersebut.

"Itu, Sungmin," jawab temanku yang lain, yang bisa kupastikan adalah teman perempuanku yang tadi itu. "Rajin sekali, bukan?" sambungnya.

"Sungmin, kamu belajar psikotes?" aku mengalihkan tatapanku ke arah bangku Kyuhyun untuk memastikan apa benar yang bertanya itu dia. Dan ternyata memang dia sedang menoleh ke arahku. Aku berniat membalas namun ternyata dia sudah berkata lagi. "Untuk apa? Ya ampun psikotes saja pakai belajar segala. Hahaha!"

Lagi-lagi aku ditertawai. Tapi aku tidak marah. Sudah kubilang, aku menganggap wajar tertawaan itu. "Hei, memangnya salah, ya?" balasku dengan sedikit menyeletuk lagi.

Namun dia tidak menyahutku lagi. Dia malah terus tertawa. Orang itu memang kalau sudah tertawa susah sekali berhentinya, aku tahu itu. Ah, sudahlah, lebih baik aku teruskan belajarku.

"Hei, yang sudah selesai tugas pengulangan ujian tengah semester matematika siapa?" tiba-tiba ada teman kelasku yang bertanya dengan nada teriakan.

Aku langsung menoleh ke arah temanku yang sudah kukenali pula suaranya. "Aku, Eunhyuk!"

"Siapa lagi ya, yang mengulang?" tanya Eunhyuk lagi. "Aduh, mau kukumpulkan sekarang ini!"

Aku yang teringat teman kelasku yang lain yang bernasib serupa denganku dan Eunhyuk segera mengalihkan pandanganku ke arah bangku di sebelah Kyuhyun. "Yesung, udah selesai belum tugas mengulang matematikanya? Cepatlah, mau dikumpulkan."

"Iya iya, sebentar lagi selesai," jawab Yesung yang baru aku sadari bahwa ternyata dia sedang menulis sesuatu. Mungkin tugasnya itu.

"Eh? Kau mengulang matematika, Sungmin?" tiba-tiba Kyuhyun menyambar sebuah pertanyaan lagi padaku.

"Iya, mengapa?" jawabku sekaligus bertanya.

"Yah, hahaha!" ya ampun, lagi-lagi dia menertawaiku. "Makanya belajar!"

"Hei, aku sudah belajar!" sahutku yang mulai kesal. Enak saja dia sembarangan menuduh.

"Kenapa mengulang? Hahaha," dia bertanya dengan nada yang terdengar memojokkanku sekali. Mana dia terus-terusan menertawaiku. Emosiku menanjak naik. "Giliran psikotes yang tidak penting malah belajar, giliran matematika yang penting malah tidak belajar. Hahaha!"

Ya ampun, dia berbicara sembarangan sekali.

Jujur saja, aku merasa sakit hati sekali. Dia tidak tahu bahwa sehari sebelum ujian tengah semester pada pelajaran matematika berlangsung, aku belajar sampai tidak tidur semalaman hanya untuk pelajaran itu. Dan tubuhku berjuang mati-matian agar tidak ambruk dan tertidur. Aku susah payah melawan rasa kantukku bahkan kepalaku sampai pusing dan tubuhku juga pegal-pegal. Dan aku pun sempat bolak-balik ke tempat les selama beberapa hari sebelumnya hanya untuk mempelajari materi-materi matematika. Aku memang merasa tolol saat itu. Dan ternyata aku memang tolol, aku hanya bisa mengerjakan setengah dari soal-soal ulangan tengah semester pelajaran matematika. Aku bahkan sempat kabur ke toilet untuk menangis setelah aku selesai mengerjakannya karena aku merasa gagal. Perjuanganku sia-sia. Dan aku merasa kalah telak saat aku mengetahui hasilnya. Aku berada di tiga terbodoh dan aku diharuskan mengerjakan tugas pengulangan agar nilaiku di atas standar. Huh, kalau saja aku tidak ingat bahwa itu baru ujian tengah semester dan belum ujian akhir, aku pasti sudah bunuh diri.

"Hei, kau tidak tahu bagaimana aku berjuang untuk itu," ucapku yang berusaha tenang, meski sebenarnya mood-ku sudah rusak. Namun sayangnya ia tidak menggubrisku dan terus saja menertawaiku.

Bahkan aku masih sakit hati ketika mengingat hal yang sudah lama terjadi itu lagi. Padahal malam setelah pulang sekolah pada hari itu, aku langsung memuaskan diriku menumpahkan air mata yang sudah menggunung di balik mata untuk membuang semua emosiku yang menumpuk karena ejekan Kyuhyun. Perbuatannya yang mengejekku itu sungguh keterlaluan untukku. Aku tahu dia pintar matematika, tapi setidaknya jangan menghina orang yang bodoh dalam bidang itu. Apalagi aku sudah belajar matematika dengan susah payah, aku sudah berusaha. Tapi memang nyatanya usaha itu gagal. Aku memang orang paling tolol sedunia dalam bidang matematika. Tapi seharusnya dia tidak membuat mood-ku semakin hancur. Apalagi aku sudah mencintainya saat itu. Rasanya cintaku hanya sampah yang tidak berarti padanya. Dan memang sampai sekarang aku masih berpikir bahwa semua harapan yang datang darinya hanyalah harapan semu yang datang dari guyonannya dia semata.

Ah, ia memang tidak akan pernah serius. Jangan berharap dia akan berbuat yang benar-benar baik kepadamu, Sungmin.

Aku melepas genggaman tangan Kyuhyun dengan menarik tanganku yang terpegang itu. Aku menyesal, seharusnya aku tidak menerima ajakannya tadi. Bisa-bisa aku dijadikan mainan olehnya.

Tapi sebelum aku beranjak pergi, dia sudah menoleh ke arahku. "Hei, ada apa, Sungmin?"

Dia berjalan mendekatiku. Tidak, Kyuhyun, jangan mulai lagi. "Tidak ada apa-apa," jawabku seraya menggeleng. Aku tidak kuat lagi menatap ke arahnya, apalagi tepat ke matanya. Bisa-bisa gejolak rasa ini beraksi kembali.

Dan sekarang tangannya malah meraih lengan bagian atasku. Bagus sekali, aku tidak bisa kabur. "Kamu sakit?" tanyanya yang posisinya semakin dekat daripada tadi, malah sangat dekat sehingga aku bisa merasakan deru nafasnya. Dan tangannya itu sekarang malah meraba keningku.

Jangan, Kyuhyun, jangan. Kumohon.

Aku bahkan tidak dapat bergerak sama sekali selain hidungku yang terus bernafas. Jantungku, aliran darahku, temponya sangat cepat sekarang dalam melakukan aktivitas mereka masing-masing. Dadaku bergemuruh hebat. Hatiku bahkan berteriak senang, jujur saja.

Tapi logikaku terus melawan harapan semu itu. Astaga, Kyuhyun. Kubilang, jangan mulai! Ah seandainya aku bisa berkata begitu langsung dari mulutku. Tapi sayangnya mulutku seakan terkunci sekarang.

"Ah tapi keningmu tidak panas," lanjutnya yang menjauhkan tangannya dari keningku.

Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menatap ke arahnya. "Aku memang tidak sakit, Kyuhyun," ucapku jengkel. Tsk, dia selalu saja begitu, punya persepsi sendiri.

"Tapi bibirmu itu pucat, Sungmin," ujar Kyuhyun. "Kamu kedinginan?" dan sekarang dia malah menyentuh pipiku. Nafasku berhenti mendadak. Astaga, apa-apaan ini?!

Melihat mata teduhnya serta tindakannya ini membuat aku bahkan tidak sanggup berkata apapun. Aku ingin membentaknya karena sudah melakukan tindakan yang menurutku melecehkanku karena aku tahu ini semua hanya permainannya, tapi aku tidak bisa. Gejolak rasa dalam benakku semakin menguar hebat.

Sesaat kemudian Kyuhyun mulai melebarkan jaraknya dariku sedikit, dan tangannya berhenti menempel di pipiku. "Tenang, kita sebentar lagi sampai. Kau bisa menghangatkan dirimu di sana," ucapnya sambil tersenyum. Dan ia malah merangkul bahuku setelahnya. "Ayo."

Parahnya lagi, aku tak kuasa menolak. Aku malah meneruskan langkahku bersamanya. Hatiku yang senang ini seakan tidak mau kalah atas logikaku, dan pada akhirnya ia memang menang, ia berhasil mengendalikan tubuhku untuk ikut bersamanya.

TBC


A/N:

Ini cerita alay banget ya, kayak FTV. HAHAHA.

Maklum, jiwa masokis saya lagi kambuh nih pas nulis ginian. Abisnya, saya lagi kepikiran gebetan yang ga nembak-nembak saya. Huhuhu. T^T

Iya, saya curhat. LOL. Cerita ini juga ada curhatan saya dari pengalaman pribadi. Tepatnya yang bagian flashbacknya. HAHAHA.

Iya itu beneran pengalaman saya yang flashbacknya. Bedanya cuma lagunya doang, dan adegannya dirapiin dikit. Aslinya bahasanya ga sebaku itu dan ributnya lebih parah lagi. Hiks. Kurang php apa coba gebetan saya. Udah dikasih lagu romantis masih ga nembak-nembak juga. T^T

Tuhkan curhat lagi. Padahal ga ada yang nanya. HEHEHE.

Soalnya karena itulah saya jadi ada ide buat nulis ini. Idenya emang alay banget ya, nyusahin. Tapi kalau saya ga nuangin ide saya jadi tulisan ini, saya nahan ide saya itu kayak nahan boker. -_-

Tapi bukan berarti saya beneran ingin kayak di FF ini. Malah saya ga pengen kayak gini. Apalagi ada adegan-adegan nyelenehnya di part selanjutnya. Ya walaupun ga b*kep sih, tapi tetep aja, saya ga pengen kayak gitu di kenyataan. Hih, ya kali dah.

And, RnR? Hehehe