Sehun—bocah kecil itu kini selalu membawa sebuah foto kemana-mana—sampai fotonya lecek.
Foto seorang kakak manis yang dirindukannya.
Semenjak teleponnya ke Beijing waktu itu ia belum juga mendapat kabar dari pemuda itu. Dan hal itu membuatnya manyun setiap hari.
"Hunnie, kenapa ngeliatin foto Luhan ge terus?" tanya Tao, teman dekat Sehun sekaligus teman sebangkunya di kelas bunga matahari.
"Thehun kangen banget thama Luhan hyung," jawab Sehun lirih sambil terus memelototi foto hyung kesayangannya itu, seakan berharap hyung nya bisa keluar dari foto saat itu juga.
Tao menatap iba pada sahabatnya. "Luhan ge memang sangat cantik ne? Pantas kalau Hunnie sangat menyukainya," bocah kecil dengan lingkaran hitam dimatanya itu berusaha menghibur.
Sehun mengangguk sambil tersenyum. "Luhan hyung itu orang paaaling paaling cantik yang pernah Thehun lihat."
"Nggak ah, menurut Chen kak Minseok lebih cantik," tiba-tiba Chen yang duduk dibelakang bangku Sehun dan Tao menyeletuk.
"Kak Minseok yang bapaknya jualan bakpao itu ya? Ih, dia kan gendut," celetuk Tao. Memang Tao itu kalau ngomong nggak pernah disaring dulu, terlalu polos dan sering ceplas-ceplos.
"Enak aja, dia nggak gendut, dia itu seksi," bela Chen tak terima idolanya dijelek-jelekkan.
Tao mengerjapkan matanya bingung. "Eh? Seksi itu apaan sih Chen?"
"Kata appa Chen seksi itu kayak Kyungsoo ahjumma, yang pipinya tembem-tembem gitu, kak Minseok kan pipinya juga kayak gitu, berarti dia seksi," jelas Chen bangga.
"Loh? Kok Chanyeol ahjuthi bilang eomma-nya Thehun thekthi? Emangnya Baekhyun ahjumma nggak thekthi?" tanya Sehun keheranan.
"Molla—mungkin gara-gara eomma galak jadinya nggak seksi," Chen ikut-ikutan keheranan.
"Haruthnya nggak boleh gitu dong, masa malah muji eomma Thehun? Eomma Thehun aja nggak pernah muji orang lain, walaupun appa Thehun itu item, dekil, jorok, tukang tidur, kalau tidur thukanya ngorok tapi kata eomma tetep appa yang paling ganteng di dunia ini," jelas Sehun panjang lebar. Kedua temannya hanya manggut-manggut.
Memang sudah menjadi rahasia umum di kampung mereka kalau ayah Chen—Chanyeol—dulunya pernah menaruh hati pada Kyungsoo, bahkan mungkin perasaan itu masih ada sampai sekarang. Tapi sayangnya Kyungsoo malah menjatuhkan pilihannya pada Jongin. Chanyeol yang patah hati kemudian menikahi Baekhyun yang super galak, yang dengan sadis selalu menjewer telinga lebar suaminya apabila ada interaksi sedikit saja antara Chanyeol dan Kyungsoo.
"Yah—berarti Kris ge nggak seksi dong?" celetuk Tao tiba-tiba.
"Eh? Tao thuka thama Krith hyung?" Sehun keheranan.
"Kris hyung yang bapaknya jualan ayam itu ya?" imbuh Chen.
Tao mengangguk malu-malu.
"Ih, nggak banget deh, dia kan orangnya sok gaul, sok kayak bule rambutnya dicat pirang. Sukanya ngomong nggak suka ayam, padahal bapaknya aja jualan ayam," cibir Chen panjang lebar.
Mendengar hinaan Chen muka Tao berubah masam, tanda-tanda ia akan mengeluarkan tangisannya sebentar lagi. Tao itu memang cengengnya nggak ketulungan.
"Huwaaaa—Chen jahat! Kris ge nggak kayak gitu hiks—" Tao mulai menangis sesenggukan.
"Sssttt Tao jangan nangis nanti kalau kedengeran bu guru Chen bisa dimarahin," bisik Chen berusaha menenangkan Tao, ia tidak mau dihukum ibu guru—yang kebetulan adalah mamanya Tao— gara-gara membuat Tao menangis.
Sehun hanya memutar bola matanya malas melihat ulah kedua temannya.
"Chen nyanyi deh buat Tao tapi Tao jangan nangis lagi ne?" rayu Chen, dan sepertinya itu mempan. "Baby don't cry tonight—"
Chen mulai menyanyi, sok lagi lagunya bahasa inggris, suaranya memang bagus keturunan dari ibunya yang dulu sebelum menikah dengan ayahnya adalah seorang penyanyi di kafe.
Ketika di kampung mereka ada lomba menyanyi—biasanya ketika pak RT berulang tahun banyak diadakan lomba—Baekhyun selalu mendapat juara. Dan juara kedua biasanya ditempati oleh ibu Sehun—Kyungsoo.
Sehun sendiri selalu menjuarai lomba dance anak-anak karena kemahirannya dance yang diturunkan dari sang ayah. Jelek-jelek begitu kemampuan dance Jongin—sang ayah— tidak diragukan lagi. Appa-nya itu selalu menjuarai lomba dance tingkat bapak-bapak.
Tak berapa lama setelah Chen menyanyi dan tangis Tao mereda, ibu guru tercinta mereka yang super baik hati dan berlesung pipit manis datang.
"Selamat sore anak-anak!" sapa ibu guru Yixing dengan riang.
Anak-anak cengo.
"Loh, bu guru ini kan mathih pagi?" celetuk Sehun mewakili teman-teman yang lain yang juga kebingungan.
Tao hanya menepuk jidat melihat kelakuan mamanya.
"Oh—iya ya? Kayaknya barusan ibu melihat matahari terbenam deh. Eh, tapi itu matahari terbit apa terbenam ya tadi?" Yixing memperlihatkan raut wajah berpikir serius.
Anak-anak dengan susah payah berusaha tidak menertawai bu guru, soalnya bisa-bisa Tao nangis nanti kalau mamanya ditertawai anak sekelas.
"Ya sudah—sekarang kita mulai pelajaran saja. Eh tapi tunggu dulu—Sehun kenapa kamu pakai sendal nak?" Bu guru Yixing tidak sengaja memperhatikan Sehun yang duduk tepat didepan mejanya—kaki kecilnya terlihat tidak memakai sepatu seperti yang lain melainkan sendal jepit bertali hijau ber-merk swallow.
"Oh—kemarin kan thepatu Thehun dicuci thama eomma, gara-gara kemarin hujan terus jadinya thepatunya enggak kering, padahal kan Thehun cuma punya thatu thepatu, jadinya hari ini kata eomma pake thendal thwallow aja. Nggak apa-apa kan bu?" Sehun menjelaskan dengan polosnya. Bu guru Yixing mengangguk paham sambil tersenyum. Ia paham betul keluarga Sehun tidak terlalu mampu dalam hal ekonomi, Jongin ayah Sehun hanya bekerja di bengkel sedangkan Kyungsoo hanya ibu rumah tangga.
"Iya, Sehunnie, tidak apa-apa kok, tapi besok kalau sepatunya sudah kering dipakai lagi ne?" kata bu Yixing sambil tersenyum keibuan.
Sehun hanya mengangguk-angguk lucu.
"Dan Tao—simpan dulu boneka pandanya nak, pelajarannya sudah mau dimulai." Yixing geleng-geleng kepala melihat kelakuan putranya yang super manja karena sang papa yang selalu menuruti kemauannya.
"Iya mama—ehm maksudnya ibu guru."
.
.
.
.
.
.
Sepulang sekolah ketiga bocah mungil Sehun, Tao dan Chen berjalan kaki bersama-sama menuju rumah mereka. Di perempatan menuju gang rumah mereka, bocah-bocah itu melihat gebetan Tao—Kris—sedang kewalahan menaikkan ayam-ayam ke dalam sebuah mobil bak terbuka.
"Hai, Kris ge, sedang apa?" sapa Tao sambil menunduk malu-malu dan memainkan kaki kecilnya.
Kris agak terkejut sehingga menjatuhkan seekor ayam yang tengah dibawanya, dan ayam itu kabur seketika. Sehun dan Chen cekikikan melihatnya.
"Ehm—Tao? Ngapain disini?" Kris mencoba bertingkah cool, bersandar pada mobil bak terbukanya dengan tangan dilipat didepan dada.
"Ng—Tao kan memang setiap pulang sekolah lewat sini ge," jawab Tao.
"Ah iya—gege lupa."
"Gege udah kayak mama Tao aja deh pelupanya," celetuk Tao yang membuat Sehun dan Chen cekikikan lagi. Kris menoleh ke arah sumber cekikikan dan memelototi kedua bocah kecil itu.
"Kris hyung jangan grogi gitu dong ah, malu-maluin aja," celetuk Chen sambil terus cekikikan.
"Memangnya siapa yang grogi? Anak kecil jangan sok tahu!" omel Kris.
"Tapi Thehun kalo lagi deket thama Luhan hyung juga thuka grogi thih—" Sehun malah curhat—rasa kangennya sudah menginjak stadium akhir sepertinya.
Kris mengernyit. "Luhan? Kau menyukai Luhan?"
"Kepo banget thih."
"YA! Kan tadi kau yang curhat duluan, malah ngatain kepo! Gimana sih bocah!" teriak Kris geram, membuat ayam-ayam di sampingnya berbunyi riuh karena kaget mendengar suara Kris.
"WU YI FAN! NGAPAIN SIH TERIAK-TERIAK! NANTI AYAMNYA BISA STRES!"
Tuan Wu berteriak dari dalam rumah. Kris langsung mengkerut.
Pemuda berambut pirang itu mendelik ke arah Sehun yang telah membuatnya kena omel, yang dipelototi hanya balik menatapnya dengan tatapan datar khasnya.
Kris menyerah, tidak mungkin ia bisa menang pelotot-pelototan dengan bocah ini.
"Kasihan sekali ya kau bocah, Luhan-mu itu kan sudah pindah ke Beijing, kau tidak bisa bertemu lagi dengannya" ejek Kris pada Sehun, bermaksud membalas dendam.
Sehun langsung manyun.
"Kris ge jangan gitu dong, Sehun jadi sedih kan!" gantian Tao yang mengomeli Kris.
Kris mendengus kesal, gara-gara si bocah poker face itu ia jadi kena omel si imut Tao.
"Thehun kangen thama Luhan hyung," kata Sehun lirih sambil menunduk memandangi sendal swallownya.
"Kris hyung tanggung jawab tuh udah bikin Sehun sedih," celetuk Chen sambil bersikap sok dewasa menepuk bahu kecil Sehun.
Tao juga ikut-ikutan menatap Kris dengan tatapan mengintimidasi.
"E-eh? " Kris sweatdrop, bingung harus bagaimana. "Ehm—bagaimana kalau telepon dia saja?"
"Bathi ah—kemarin udah coba nggak berhathil," jawab Sehun ketus.
"Eh? Kok bisa nggak berhasil? Nomernya bener kan?" tanya Kris bingung.
"Hunnie nggak tahu nomernya Luhan ge kok," jawab Tao.
Kris sweatdrop lagi. "Nggak tahu nomernya kok bisa menelepon?"
"Nggak tahu tuh, pakai buku kuning gede punya papa Tao kemarin."
"Kalau nggak tahu nomernya mana bisa menelepon, kalau mau nelepon harus tahu nomernya dulu. Tuh nanya deh sama Minseok, dia kayaknya tahu nomernya Luhan." Kris menjelaskan dengan sesabar mungkin.
Chen langsung berbinar penuh semangat. "Minseok? Kak Minseok? Hun-ah, ke rumah kak Minseok aja yuk!"
"Ngapain?" tanya Sehun tak semangat.
"Ya nelepon Luhan hyung, kan tadi katanya Kris hyung dia yang tahu nomernya, kak Minseok kan temen baiknya Luhan hyung," jelas Chen berusaha memprovokasi Sehun untuk membantunya modus menemui kak Minseok.
Sehun tampak berpikir serius. "Oke deh, ayo kethana," putusnya.
Lalu Sehun dan Chen beranjak dari depan rumah Kris, tapi Tao tampak tidak berminat mengikuti mereka.
"Loh Tao—ngapain mathih dithitu?" tanya Sehun saat menoleh dan mendapati Tao masih berdiri di samping mobil ayam Kris.
"Uhm—Tao mau bantuin Kris ge aja deh, Hunnie sama Chen aja ya?" kata Tao sambil nyengir.
"Emangnya Tao berani? Sama kecoa yang kecil aja takut, apalagi ayam yang gede?" cibir Chen.
"Tao berani kok! Udah sana pergi aja—hussh hussh!" Tao malah mengusir mereka macam ayam.
"Huuu—dasar tukang modus!" ledek Chen sambil menjulurkan lidahnya, lalu segera berlari karena takut kena lempar ayam.
.
.
.
.
.
.
.
Chen dan Sehun berjalan beriringan menuju rumah Minseok. Chen tampak sangat bersemangat, sepanjang jalan ia bernyanyi tak jelas, membuat Sehun yang disampingnya menggerutu sebal.
Ketika sampai dirumah cukup besar dan ada plang "Bakpao Kim" didepannya mereka berhenti.
"Athalamu'alaikum!" Sehun memberi salam.
"Kak Minseoook!" teriak Chen dengan suara nyaringnya.
Mereka mendengar ada langkah kaki dari arah dalam dan beberapa saat kemudian pintu terbuka.
"Eh Sehun Chen, ada apa?" tanya Minseok sambil tersenyum imut.
Chen merona tak jelas—terpesona dengan si kakak berpipi chubby itu.
"Uhm—itu kak, Thehun mau minta tolong—" kata Sehun ragu-ragu.
"Minta tolong apa Sehun-ah?" tanya Minseok heran. Sebenarnya lebih heran lagi saat melihat Chen yang nyengir-nyengir tidak jelas.
"Ng—"
Sehun tampak ragu.
Chen menginjak kaki Sehun agar bocah imut berkulit putih susu itu cepat bicara. Sehun merutuk sebal dalam hati karena kakinya yang hanya bersendal swallow terus diinjak Chen yang memakai sepatu dan itu sakit sekali.
"Thehun mau pinjam handphone kak!" kata Sehun akhirnya.
"Hah? Handphone? Buat apa?" Minseok menaikkan alisnya heran.
"Mau—mau nelepon Luhan hyung," kata Sehun malu-malu sambil memainkan jari-jari kecilnya.
Minseok terkekeh. "Aigooo—kau sangat merindukan Luhan rupanya," lalu pemuda berpipi chubby itu mencubit kecil pipi Sehun yang menurutnya sangat menggemaskan.
Chen mengerucutkan bibirnya sebal.
"Kak Minseok jangan cubit-cubit Sehunnie dong, cubit Chen aja sini!" protesnya sambil menarik tangan Minseok dan mengarahkannya ke pipinya sendiri.
Minseok tertawa. "Astaga Chen yang ada orang dicubit itu sebal, nah kamu malah minta dicubit—aigooo."
Chen hanya menggaruk tengkuknya sambil nyengir.
"Ya udah, masuk dulu yuk!"
Sehun dan Chen disuruh duduk di ruang tamu, sementara Minseok mengambil ponselnya di kamar. Selang berapa menit Minseok kembali sambil menenteng ponselnya yang berstiker kartun bergambar bakpao imut tengah tersenyum—dan menurut Chen gambar itu sangat mirip Minseok.
Minseok mengutak-atik ponselnya sejenak, kemudian memberikannya pada Sehun.
"Nah ini—tinggal nunggu nyambung aja," kata Minseok sambil menyerahkan ponselnya pada Sehun.
Bocah kecil itu menempelkan ponsel besar Minseok pada telinga kecilnya.
"Hallo—Minseok ada apa?"
Suara di seberang menyapa.
Sehun cengo.
Ia merasa sangat bahagia sampai rasanya mau menangis.
"Athalamu'alaikum, Lu-luhan hyung?" Sehun jadi gagap.
Luhan di Beijing sana keheranan, kok Minseok jadi cadel begini?
"Ehm—Minseok? Kau kenapa? Kenapa jadi cadel begitu?"
"Ini bukan kak Minseok, ini Thehun hikth—" Sehun malah berlinangan air mata—saking bahagianya mungkin akhirnya bisa mendengar suara hyung tercintanya.
"Sehun? Ya ampun, pantas saja, kirain tadi Minseok ketularan cadel—"
Sehun manyun, bisa-bisanya sih hyung nya itu meledeknya saat mereka sedang kangen-kangenan gini.
"Hyung jahat, malah ngatain Thehun cadel—"
"Hehehe biar cadel tapi Sehun itu imut, cadelnya itu yang bikin imut."
"Nggak! Thehun nggak imut, Thehun itu tampan!" protes Sehun, ia ingin dipandang sebagai pria tampan di mata Luhan. Tidak sadarkah dia kalau masih berumur lima tahun?
"Iya deh—Sehunnie itu tampan."
"Hyuuuung kapan hyung kesini lagi? Thehun kangen banget nih," rengek Sehun.
"Uhm—mungkin beberapa bulan lagi nunggu liburan, lagipula hyung sedang sakit—"
TUT TUT TUT.
Sambungan terputus.
"Halo halo, cek cek Beijing thatu dua tiga!" teriak Sehun didepan ponsel Minseok hingga liurnya menyembur kemana-mana.
Minseok merebut ponselnya, takut konslet. "Itu sudah terputus, mungkin pulsanya habis."
"Huweeee—Thehun mathih pengen ngomong thama Luhan hyung," Sehun mulai menangis sesenggukan. "Kak Mintheok beli pultha lagi dong."
"Nggak punya duit, cuma dijatah lima puluh ribu doang sebulah nih!" gerutu Minseok.
"Hikth tadi Luhan hyung bilang dia lagi thakit, Thehun pengen jengukin."
Minseok dan Chen iba melihat Sehun yang sudah banjir air mata dan ingus.
"PENGUMUMAN-PENGUMUMAN! MINGGU DEPAN AKAN DIADAKAN LOMBA TAHUNAN DALAM RANGKA ULANG TAHUN PAK RT, HADIAH UTAMA LIBURAN KELUARGA KE LUAR NEGERI—"
Itu suara dari toa masjid.
Mendengar pengumuman itu, sebuah bola lampu menyala di kepala Sehun.
"Thehun haruth ikut dan menang lomba itu, Thehun haruth ke Beijing!" kata Sehun berapi-api.
"APA?"
.
.
.
.
.
.
Sumpah ini beneran absurd hahaha
Tapi saya kepikiran mulu ide ini di kepala -_-"
Mind to review? :)