Rate M untuk lemon, PWP, mesum, bahasa sangat frontal, tanpa sensor, kekerasan, dll. Baca dulu peringatannya sebelum protes—kecuali kalo kalian mau menuh-menuhi kotak review ::troll::

.

.

Kyungsoo, aku yakin kau tidak akan pernah mau punya pacar seperti Luhan. Send.

.

.

Wet Psy

(Rate: M / LuMin/ Luhan x Xiumin (Minseok) / Boy x boy)

.

Tidak ada interaksi yang manis dan romantis, yang ada hanya Luhan yang gila dan Xiumin yang terlalu penurut untuk didominasi. Ya, Luhan akan mendapat seks hebatnya jika itu bersama Minseok!

.

.

Hari sudah pagi—butuh waktu sekitar 10 jam sampai Xiumin bangun. Tubuhnya tidak polos, ada wife-beater putih membalut tubuh atasnya dan celana pendek yang menutupi setengah pahanya. Ini lebih baik daripada tidak sama sekali. Biasanya Luhan tidak mau memakaikan baju untuknya—ya, Luhan lebih suka Xiumin telanjang di apartemen mewahnya, toh hanya ada mereka berdua di sana—Luhan tidak mau ambil repot dengan membuka pakaian Xiumin sebelum menggagahinya sedangkan nafsunya sudah di ubun-ubun.

Seharusnya meregangkan tubuh adalah hal yang Xiumin sukai ketika bangun, tapi tidak untuk saat ini. Tubuhnya remuk, badannya seakan semakin memberat dan ia rasa merasa tubuhnya tenggelam di kasur, jadi ia memaksa untuk menyandarkan tubuh setengah duduk—bersandar pada kepala ranjang lalu merasa lega karena tidak merasa sesak dengan bantal-bantal besar yang menghimpit kedua sisi tubuhnya tadi.

Pipinya memanas melihat betapa berantakannya ruangan yang ia tempati itu, sprei bahkan lantai dipenuhi dengan sperma kering, bau khas seks masih menguar dan masuk ke indra penciumannya. Ia menyingkap ujung celana yang ia kenakan ke atas, melihat pahanya—hanya untuk mendapati sperma yang mengering di sana. Hal yang sama juga berlaku pada perut bagian bawahnya. Ah, dia memang butuh mandi.

Ia menoleh ketika pintu dibuka dari luar. Luhan membawakan semangkuk bubur untuknya, dan tentu saja itu beli, Luhan tidak lebih dari sekedar anak dari keluarga kaya raya yang hidupnya selalu dilayani, mungkin hal ini juga yang menumbuhkan sikap egois Luhan.

Xiumin makan sendiri, tidak disuapi walaupun sebenarnya ia sangat lemas—peduli apa Luhan pada keadaannya? Mungkin Luhan pikir merawat orang lain sama dengan menjatuhkan harga dirinya. Lihat saja, bukannya menunggui Xiumin di kamar, ia malah keluar entah kemana. Meski begitu Xiumin bisa melihat kalau pacarnya punya sifat baik juga.

Ponsel putihnya mengalihkan Xiumin dari lamunan paginya. Ada sebuah PM masuk ketika ia mengecek Whatsappnya.

Sedang kencan ya? xD Aku lihat ada mobil Luhan di gerbang depan kemarin sebelum aku pulang. Aah aku jadi iri, seandainya punya pacar T.T bagaimana? Apa kau disambut dengan ciuman romantis darinya? Uhuk XD

Xiumin mendengus. Apanya yang kencan?

Aku tidak kencan, dan jangan buat persepsi bodoh -_- omong omong kau kan sudah punya Jongin.

Pesan masuk sebelum Xiumin meletakkan ponselnya.

Dia bukan pacarku, tuan, asal kau tau T.T aku hanya... yah kau tau lah, pengagum rahasia 3 tapi sepertinya dia bukan tipe orang yang peka, bukan orang yang romantis juga sepertinya, tidak seperti Luhan-mu T.T oh ya, kulitmu makin mulus, kau sering berhubungan intim dengannya ya?

Pipi Xiumin mendadak merah.

Jangan katakan hal yang tidak tidak!

Drrt..

O-oow, aku yakin jawabannya pasti iya O_O astaga hidupmu enak sekali ya Min! Melihatku telanjang saja Jongin tidak pernah, apalagi 'itu' T.T

Xiumin tersentak ketika suara deheman keras datang dari arah pintu. Mata Luhan memicing tidak suka—atau lebih tepatnya menatap Xiumin dengan sindiran meremehkan, "Kurasa tidak sopan ketika seseorang tidak menghargai pemberian pacarnya dan malah chattingan dengan orang lain."

Xiumin yakin Luhan melirik ke piringnya yang masih penuh dengan bubur. Dengan ragu ia tunjukkan ponselnya "Ini dari Kyungsoo.."

"Kau pikir aku peduli kalau itu darinya?"

Dengan bodohnya Xiumin menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu cepat habiskan." Kemudia Luhan masuk ke kamar mandi.

Kyungsoo, aku yakin kau tidak akan pernah mau punya pacar seperti Luhan. Send.

Z

Setelah Xiumin selesai makan—dalam keadaan belum mandi, Luhan kembali menyeretnya ke sofa ruang tengah. Luhan duduk dengan mengapit Xiumin di depannya. Rupanya dia benar-benar tidak peduli pada Xiumin yang mengaduh kesakitan. Dia sibuk mengecupi leher belakang Xiumin dan melingkarkan tangannya untuk memeluk perut pacarnya, sedangkan si empunya sendiri menyetel tv dengan remot di tangannya. Kartun kesukaannya sudah mulai ternyata.

Bau maskulin Luhan menyapa indra penciuman Xiumin. Ini yang membuatnya rileks dan mau merebahkan tubuh sepenuhnya pada Luhan, dia benar-benar nyaman berada di pelukan pacarnya.

Xiumin memilih mengabaikan aksi menggemaskan si tokoh kartun di tv lalu memutar kepalanya untuk mengecup bibir Luhan. "Kenapa pacarku tiba-tiba jadi romantis begini, hm?" suaranya feminimnya mengalun pelan. Kemudian ia menggigit bibir bawahnya mendapati Luhan yang memandang sinis padanya. O-ow, dia sudah memancing sisi sensitif Luhan.

"Kau tidak suka?" Luhan berkata dingin.

"Bukan begituu.." Xiumin mengalungkan kedua tangannya ke leher Luhan, menambah kesan manjanya. Lagi-lagi ia mengecup bibir Luhan. "Aku-sangat-sangat-suka."

Luhan diam, membiarkan suara dari tv sebagai backsound momen romantis mereka untuk sejenak. Xiumin akan kembali menonton jika saja Luhan tidak membuka mulutnya lagi.

"Selamat ulang tahun, Min."

"Eh?" Xiumin mengerjapkan matanya.

Luhan mendekatkan bibirnya ke telinga Xiumin dan berbisik, "Aku bilang 'selamat ulang tahun', bodoh."

Xiumin tergelak, dia bahkan baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. "Ucapkan lagii.." ia merengek manja pada Luhan, yang tentu saja dibalas dengusan malas.

"Diamlah. Rengekanmu membuatku mual."

"Yah, kenapa bilang begitu.." Xiumin menurunkan kedua tangannya, lalu kembali menatap layar tv. Iklan sabun yang kini ditampilkan di sana jadi jauh lebih menyenangkan daripada pacarnya yang dingin.

Harusnya Luhan tidak berkata kalau dia mual hanya karena Xiumin memintanya mengatakannya lagi. Bukannya sudah jelas? Xiumin hanya mau bermanja-manja pada pacarnya, kenapa ketus begitu?

Tangan Luhan masih memeluk perut Xiumin, tapi keduanya kini saling diam.

Tiba-tiba Xiumin merasakan dadanya sesak. Apa rengekannya memang sebegitu menjijikkan? Luhan benar-benar mampu membuat moodnya memburuk. Baru saja hatinya membumbung senang, tapi Luhan kembali membuatnya kesal. Perasaannya campur aduk, sangat susah untuk berpikir rasional sekarang. Kalau Luhan tidak suka padanya kenapa tidak bilang terus terang saja? Kalau hanya ingin tubuh Xiumin, kenapa tidak bilang saja?

"Luhan, apa kau menyukaiku?"

Xiumin sempat berpikir Luhan tersentak dengan ucapannya karena tangan yang memeluk perutnya sedikit menegang. "Maksudku.. sebagai seorang kekasih?"

"Kau mencurigaiku?" Bukan. Bukan jawaban seperti ini yang Xiumin harapkan.

"Aku tidak curiga apapun padamu, Luhan-ah.. aku hanya ingin tau, itu saja. Sebagai kado ulang tahunku, mungkin?"

Terima kasih pada posisi Xiumin yang membelakangi Luhan sehingga matanya yang mulai berkaca-kaca tidak terlihat.

"Secara tidak langsung kau tidak percaya padaku."

"Jawab saja.."

Hening, Luhan tidak menjawab apapun. Pelukannya juga tidak dilepas. "Kau menuntut hal tidak penting padaku."

Luhan tidak terkejut mendapati tangannya yang mulai basah. Xiumin menangis, dia tahu, tapi dia enggan untuk menghibur pacarnya yang sedang sedih itu. Dia menarik tangannya untuk mengelapnya pada sandaran sofa.

"Kau membasahi tanganku, Min."

Xiumin tersedak. Tidak ada maaf? Ayolah, dia memang bukan perempuan, tapi di hubungannya dengan Luhan ini dia menempati posisi sebagai 'perempuan'. Terserah kalau dibilang cengeng atau berlebihan, tapi ini membuatnya cukup muak.

Dengan langkah terseok-seok ia berjalan menuju kamar, menolak untuk mendengarkan panggilan Luhan yang setengah membentak.

"Xiumin, hei! Mau kemana kau hah?!"

Xiumin berniat meraih tas sekolahnya dan bersiap pulang. Tapi urung ketika Luhan membalik tubuhnya kasar. "Apa kau tuli?!"

Pemuda yang bertubuh lebih pendek itu mencoba mendorong orang di depannya. "Aku harus pulang, Luhan." ucap Xiumin, sambil menahan tangisnya.

Luhan tertawa sarkas "Dasar cengeng, aku bilang begitu saja kau sudah menangis. Ayolah, menginap di sini saja di hari ulang tahunmu ini. Lagipula sekarang Minggu."

Xiumin mengusap kasar matanya yang berair. "Kalau aku cengeng memangnya kenapa hah? Kalau tidak serius dengan hubungan ini katakan saja, toh kau bisa mencari yang lain!"

Mata Luhan berkilat marah. Dia benci dibentak, dia benci saat orang lain tidak mematuhinya. Tanpa ijin lebih dulu, ia lumat bibir Xiumin. Sedangkan Xiumin? Tentu saja dia menurut. Ia malah mengalungkan tangannya ke leher Luhan, menopang tubuhnya sendiri yang bisa limbung kapan saja.

Tubuh Xiumin terasa ringan—Luhan menggendongnya. Kasur yang empuk menyapa punggung mulusnya, lagi. Lumatan masih Luhan lontarkan pada bibir atas dan bawah Xiumin.

Luhan menyingkap wife-beater yang Xiumin kenakan hingga salah satu tonjolan di dada itu terlihat. Lima menit sudah terlewat. Ciuman terputus, menciptakan benang saliva yang menambah sensualitas sang submisif. Bibir yang merekah dan memerah itu terbuka untuk meraup oksigen sebanyak yang ia bisa.

Beruntung Luhan tidak memakaikan dalaman untuk Xiumin, jadi ketika ia tarik celana pendek itu, penis mungil langsung menyapa indra penglihatannya. Bercak sperma dan darah yang mengering terlihat jelas di sekitar lubang dan bagian paha dalam Xiumin.

Satu jari Luhan masuk. Xiumin mengerang.

"S-sakiit.. ahh.."

Satu jari lagi masuk. Luhan memutar ke kanan dan ke kiri. Dia bisa merasakan cairan yang masih terkumpul di lubang Xiumin, tentu saja itu campuran soda dan sperma miliknya.

Cplak. Cplak.

Oh, Luhan suka ini. Bunyi kecipak yang berasal dari lubang senggama Xiumin adalah suara kedua favoritnya setelah suara erangan Xiumin.

Kaki Xiumin mengejang. Katakan ia masokis karena ia terangsang dengan jari-jari Luhan yang bermain di sana, menyakiti daging dindingnya yang sudah terkoyak karena seks hebat terakhir mereka.

Sebelah tangan Luhan tidak diam, ia meraih salah satu puting Xiumin dan memainkannya. Cubit, pilin, tarik. Xiumin mengeraskan erangannya—reflek. Tubuh lelahnya terlalu sensitif dengan sentuhan-sentuhan kecil saat ini. Peduli setan dengan rasa kesalnya pada Luhan, pacar berwatak setannya sudah memancing libidonya!

"..Luhan, masuk-kahn.. hhh.. aahh.."

Luhan mendongak, menyeringai dengan apa yang baru saja Xiumin katakan. "Apa? Aku tidak dengar."

"M-Masukkaanhh.."

"Apa yang harus aku masukkan?" Luhan menelengkan kepalanya sok polos. Dia melesakkan jari tengahnya jauh ke dalam diri Xiumin, menyentuh titik di sana. "Masukkan ini?"

"AAHH!" Xiumin mengerang nikmat.

Luhan mencabut jarinya.

"Yang ini?" Kali ini ia melesakkan lidahnya, meraba lubang kenikmatan Xiumin.

Xiumin menggeleng sambil mendesah.

"Hhh.. Aku mau penismuhh.. ngghh.. aahh.."

Tubuh sintal itu menggeliat. Matanya kembali berkabut karena nafsu yang mendadak sampai di ubun-ubun

"Dasar pelacur kecil." Luhan menyunggingkan senyum setannya. Ia segera meraup bibir Xiumin, melumatnya kasar. Ia lesakkan lidahnya jauh ke dalam mulut kecil itu, menggelitik langit-langit yang lembab favoritnya itu.

Luhan menurunkan celananya, mengocoknya sebentar, memastikan sudah cukup keras untuk dipakai bermain.

Nafas Xiumin masih terengah hebat dan saat itu juga Luhan memasukkan penisnya.

Xiumin mengerang keras. Di antara rasa sakit yang menderanya, ia merasa seperti pelacur karena menyambut tusukan penis Luhan dengan mengangkangkan kakinya tanpa disuruh. Tubuhnya terkurung sepenuhnya di antara tubuh Luhan yang bergerak aktif menjemput puncak. Xiumin merasa ia sangat dibutuhkan di momen seperti ini. Dia.. merasa senang.

Kecipak suara benturan kedua tubuh bagian selatan keduanya menambah suasana panas kegiatan mereka. Luhan sangat menyukai—atau bahkan memuja lubang sempit Xiumin, meskipun dia tak pernah mengatakannya langsung. Dia adalah manusia berego tinggi yang tidak akan pernah sudi mengatakan bahwa dia mabuk akan tubuh seksi Xiumin. Ya, dia sudah sepenuhnya mabuk. Karena itu dia sangat marah ketika Xiumin mengacuhkannya atau berkata seakan ingin putus darinya.

Tidak. Dia tidak akan sudi membiarkan propertinya pergi dan dinikmati oleh orang lain. Tidak akan pernah.

Keadaan Xiumin tidak jauh dengan Luhan, ia juga mabuk akan sentuhan pacarnya. Ia terhentak keras dengan desahan yang terus-menerus mengalun dari bibirnya. Erangan kesakitan yang menyayat hati akan keluar ketika otot penis besar Luhan menggeser kasar dinding lubangnya, dan seketika akan terganti dengan erangan kenikmatan ketika ujung penis itu menumbuk prostatnya dengan telak.

"Akh.. nghhh.. ahh.. ahh.. AHH!"

Seperti biasa, Luhan merasa bangga ketika bisa membuat pacarnya tidak berdaya dalam dominasinya. Dia yang berkuasa, dia yang mengendalikan permainan. Tidak peduli jika ia menyakiti tubuh itu, Luhan akan terus berusaha mengingatkan Xiumin akan satu fakta..

Xiumin adalah mainannya, dan itu mutlak.

Tidak ada sex toys, tidak ada soda, tapi permainan berlangsung dengan panas. Xiumin merasakan dengan jelas dari tusukan itu, bahwa Luhan sedang emosi. Jadi ia hanya menurut ketika kedua kakinya dikalungkan di pinggang Luhan dan kembali digenjot hingga lemas.

"AHH.. ahh! Ahh! Ahh.. ngghh Aaahhh!"

Xiumin menjadi orang pertama yang klimaks. Ia menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri merasakan penis Luhan masih keras, sangat keras di dalam sana.

Di atas tubuhnya, Luhan menatapnya tepat di mata, mengatakan dengan tenang. "Ya, aku tidak pernah tertarik padamu, sejak awal, kecuali tubuhmu. Tapi bukan berarti kau bisa pergi dariku seenakmu."

Saat itu juga air mata Xiumin kembali mengalir. Tersakiti, ya itu kata yang tepat menggambarkan kondisi psikologisnya.

Tanpa diduga, Xiumin mengalungkan tangannya ke leher Luhan, memeluk tubuh itu untuk menempel pada tubuhnya. Menangis keras di pundak lebar kekasihnya.

Xiumin sakit hati, tentu saja. Tapi tidak bisa ia pungkiri kalau ia juga tidak ingin pergi. Masokis mungkin.. tapi ia tidak peduli.

Xiumin masih menangis bahkan ketika Luhan selesai mengeluarkan cairannya di dalam tubuhnya. Mungkin Luhan tidak sadar..

—ia telah merusak hari terpenting kekasihnya, hari dimana harusnya Xiumin berbahagia..

.

.

TBC

.

Gak sesuai prediksi, chapter dua yang harusnya publish sekitar 4 bulan lalu malah baru publish. Fanfik yang harusnya PWP malah ditambahin alur yang agak ngedrama ini. Chapter 2 yang harusnya sama hotnya dengan chapter sebelumnya malah jadi gini.

Tapi karna chap 2 ini, aku malah tertarik nambahin alurnya (tertarik doang lho, aku gakmau repot2 janji lagi dan ujung2nya malah ngecewain readers)

Jujur, gak pernah mood bikin NC lagi, gak kayak di chap pertama. Pfft. Gomen T.T

Tapi aku harap bakal ada review yang masuk untuk nambah semangat (ngemis review nih ceritanya :v)

No edit, mudah mudahan gak banyak typo di dalam :,v

.

_20 Mei 2015, 22:17_