A/N:

Hai hai minaa Yuu kangen sama kalian *pelukreadersatusatu* #digebukinsekampung

Gomen update super duper ngaret Yuu memang kurang ajar #bungkukbungkuksambilnangis

Maaf juga kalau chapter ini pendek T_T buatnya juga nyolong-nyolong waktu hiks

Yuu kerja sambil kuliah huwee~ (malahcurcol)

Yuu janji update nya ngak lama lama deh. Paling beberapa minggu gitu XD #chidoried

Maaf belom sempat balas review, tapi Yuu baca semuanya kok dan Yuu senang banget ada yang suka dan respon cerita ini~

Chapter depan Yuu pasti balas reviewnya hehe

Terima kasih buat semua yang udah mampir, baca, review, alert, fav fic Yuu. Tinggalkan jejak di kotak review ya mina-san supaya Yuu lebih semangat lanjutin fic nya. Review dari kalian semua sangat berarti buat Yuu. Review mina-san semua adalah penyemangatku~ *mulaialay*

Arigato naa Yuu sayang kalian ({})

Oh ya Yuu punya project baru "Sinful Love" kalau ada waktu baca ya dan jangan lupa review XD #malahpromosi #dilemparsendal

.

.

Long Kiss Goodbye by Yuu Nightmarie Phantomhive

NARUTO by Masashi Kishimoto

(Naruto dan segala karakter didalamnya bukan milik saya)

Genre: Hurt/comfort/angst

Rated : T

Warning: AU, OOC, typos, EYD kacau balau, tata bahasa serampangan (?), abal, full of gajeness, SasuNaru, Boys Love, BoyxBoy, Slash, YAOI, GAY, HOMO atau apalah persamaannya. Bisa baca kan? =-=" Jadi yang tidak suka atau alergi dengan warning diatas, silahkan klik tombol back!

I'VE WARNED YOU, SO DON'T BLAME ON ME

DON'T LIKE, DON'T READ!

Chapter 6 : Run away

.

.

Gelap. Sesak.

Tolong.

Seseorang tolong.

Hentikan ilusi ini.

Hentikan rasa sakit ini.

.

.

.

-xxx-

.

.

Sasuke's POV

Suara burung dipagi hari mengusik ketenangan tidurku. Kelopak mataku terbuka perlahan. Kudapati diriku masih berada diantara mimpi dan kenyataan. Ku tatap lurus langit-langit kamar yang berhiaskan sulur tanaman, perasaanku gamang. Kutarik nafas dalam, aroma embun pagi langsung menyapa indera penciuman ku, lalu kuhembuskan pelan tanpa suara. Setelah beberapa saat merilekskan diri, aku berhasil mengambil kendali atas diriku. Kutemukan tubuhku terbaring lemah diatas ranjang berbalutkan sprai oranye. Aku mengernyit ketika merasakan rasa perih mendatangiku, kusentuh kepalaku. Ternyata berbalut perban. Oh, kejadian kemarin. Aku dan Sai berkelahi liar, aku kehilangan kendali dan berteriak-teriak dijalan, persis orang gila. Setelah itu semuanya menggelap. Entahlah, hanya itu yang dapat kuingat.

Memikirkannya membuat kepalaku ngilu lagi. Kucoba membangunkan tubuhku. Ringisan pelan lolos dari bibirku saat aku mulai bergerak. Ranjang yang kutempati berderit lemah ketika aku berhasil mendudukkan diriku.

"Oh, kau sudah sadar, Sasuke?", tanya Sai sembari berlalu dari tempatnya semula berdiri. Ia menghampiri ranjang yang sedang kutempati kemudian duduk disebuah kursi kayu.

Kubalas pertanyaannya dengan keheningan. Pikiranku masih melayang, aku masih menikmati rasa sakit dikepalaku.

"Dimana Naruto?", tanyaku sembari mengedarkan pandanganku keseluruh penjuru kamar ini.

"Ia didapur. Sedang membuatkan sesuatu untukmu.", jawab Sai sambil tersenyum.

"Hn."

Sepi kembali menyapa kami berdua. Atmosfir ruangan ini semakin terasa berbeda. Aku menemukan diriku sulit bernafas.

"Maafkan aku Sasuke. Aku telah membuatmu bingung", katanya sambil menatapku sendu.

Kulirik dia dengan ekor mataku. Apa yang sebenarnya ingin dia katakan?

"Aku akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu. Aku sepupumu, Sasuke. Uchiha Sai. Apa kau ingat?"

Aku hanya diam, mencoba mencerna kata-katanya. Dia sepupuku? Apa aku lupa? Seketika perutku bergejolak. Mual dan pusing merasukiku.

"Pelan-pelan saja Sasuke. Kau harus mengumpulkan kembali potongan ingatanmu.", katanya pelan mencoba menenangkan ku.

Aku masih betah bungkam. Pembicaraan ini membuat pikiranku penuh.

"Apa yang harus ku ingat, saudara sepupu?", tanyaku pada akhirnya.

"Aku hanya ingin kau kembali pada dirimu, Sasuke. Berhenti menyiksa dirimu sendiri."

"Aku tidak paham maksudmu."

"Jangan lagi Sasuke. Jangan lari lagi."

"Aku lari? Aku lari dari apa?"

"Berhenti lari dari kenyataan, Sasuke"

DEG!

"Lari.. dari kenyataan..?"

Sai menatapku pilu. Aku lari dari kenyataan? Apakah.. itu benar?

"Kenyataan tentang ibu mu Sasuke. Bukan, tapi kenyataan tentang Kushina-san yang terus mengekang akal sehatmu, lepaskan semuanya Sasuke jangan buat mereka membelenggu dirimu lagi."

DEG!

Kelanjutan kalimat Sai membuat jantung ku berpacu berkali kali lebih cepat. Nafasku putus putus. Suhu tubuhku menurun drastis. Mataku membelalak lebar. Mulut ku terbuka tertutup, namun tak ada suara yang keluar dari sana. Seolah tenggorokan ku sudah tak berfungsi.

"Kau tau? Kakashi menemuiku dan bertanya tentang dirimu."

Aku terlepas dari keterkejutan ku. Kulirik dia dengan tatapan tajam penuh aura membunuh, bagai predator yang siap memburu mangsanya.

"Hei, tenang. Aku tak memberitahu keberadaanmu. Namun kau harus sadar, tak selamanya kau bisa bersembunyi disini Sasuke. Suatu saat nanti Itachi-nii pasti akan menemukan mu. Aku tak mau Naruto sampai terlibat dengan keluarga kita.", lanjutnya penuh dengan nada khawatir yang kentara.

Aku hanya diam. Tak ingin mengatakan apapun. Aku sadar penuh, cepat atau lambat kakakku pasti akan menemukanku. Dan bila saat itu tiba, kupastikan dia tidak akan pernah melepas pandangan nya dariku. Tak kusangka Kakashi sudah sedekat ini. Aku harus lebih memperhitungkan gerak gerik ku. Aku tak ingin sampai tertangkap dan kembali ke istana. Tidak ingin. Aku ingin hidup bebas. Tanpa kekangan.

Melihat diriku yang hanya diam seribu bahasa, Sai menghela nafas berat.

"Kuanggap kau sudah mengerti, Sasuke."

"Sasuke? Sai? Apa yang sedang kalian bicarakan?"

Suara cempreng Naruto seketika membuat kami yang berada didalam kamar bernuansa pohon itu tersentak.

"E-eh, Na-Naru-chan. Tidak. Aku hanya menanyakan keadaannya. Sepertinya kondisinya sekarang sudah jauh lebih baik. Nah aku pamit dulu ya, Naru-chan.", ucap Sai terbata-bata, salah tingkah.

"Eh? Kenapa terburu-buru?"

"Eto~ Aku akan kembali ke galeriku untuk melukis Naru-chan."

"Oh ya.. Aku lupa Sai adalah orang yang sibuk. Hehe."

"Tidak. Aku tidak sesibuk itu. Nanti mampir kerumah untuk minum teh ya, Naru-chan."

Sai mengelus helaian pirang Naruto. Iris kelamku memicing tajam, pemandangan itu terlihat cukup mesra bagiku.

"Nah Sasuke, aku pamit dulu. Jaga kesehatan mu.", ujar Sai sambil menghampiri ranjang yang kutempati.

"Aku tau tak seharusnya aku mengatakan ini, tapi kau harus mengetahui ini. Tanyakan kepada Naruto dimana letak panti asuhan yang pernah ditinggalinya. Pergilah kesana dan temuilah seorang nenek tua.", Sai berkata begitu pelan di telingaku, nyaris berbisik. Aku kembali diam, mencoba mencerna kata-katanya.

"Kau akan mengerti nanti, Sasuke. Istirahatlah.", lanjutnya sambil menepuk pundak ku.

Kulihat Sai bergerak menjauhiku dan Naruto mengikutinya, mengantarnya menuju pintu keluar mungkin.

Sepeninggal mereka berdua, aku kembali memikirkan perkataan Sai. Dia mau aku pergi ke panti asuhan Naruto dulu? Untuk apa? Ada apa disana? Apa ada sesuatu hal yang harus kuketahui disana? Tapi apa itu?

Kepalaku mulai sakit dengan segala pertanyaan yang tak dapat ku jawab. Aku menghela nafas dalam-dalam. Berusaha tenang dan mendinginkan pikiranku.

"Ne~ Sasuke? Bagaimana keadaanmu? Apa kepalamu masih sakit?", tanya Naruto yang ternyata sudah berada di samping tempat tidurku. Seluruh khayalan ku seketika menguap.

"Hn. Sedikit.", jawabku sekenanya.

"Ini Sasuke, aku buatkan bubur untukmu. Dimakan ya?"

Aku bergeming dan hanya menatap sesendok bubur yang diarahkan ke mulut ku.

"Buka mulutmu, Sasuke.", kata Naruto sambil kembali membujuk ku.

Kucoba menggerakkan kedua belah bibirku perlahan. Pipi kananku ngilu, bahkan mungkin sedikit membiru. Hasil yang kudapat setelah mencium aspal jalanan kemarin. Sambil menahan ringisan, kubuka mulutku lebar namun pelan. Senyum segera membingkai wajah imutnya. Ia pun langsung menyodorkan bubur itu kedalam mulutku. Ku kunyah makanan ku dengan khidmat.

"Enak Sasuke?", tanya Naruto disela kegiatannya menyuapiku.

"Hn."

Matanya berbinar-binar, persis kucing kecil yang diberi makan. Ia terus menyuapiku dengan telaten, dan sabar menunggu ku mencerna makanan ku. Aku bersyukur ia mengerti keadaanku saat ini.

Ditengah kunyahan ku, pikiranku menerawang jauh. Terlintas dibenak ku, bagaimana kehidupan Naruto kecil dulu? Tidak punya keluarga, hidup sebatang kara, dan satu-satunya tempat untuk pulang hanya panti asuhan itu. Apa ia menikmati masa kecilnya disana? Apa ia diperlakukan tidak adil? Apa ia tumbuh dengan normal?

Pada akhirnya aku tidak tau apapun tentang dia.

"Naruto.",

Suara berat ku menghentikan pergerakannya yang sedang membereskan sisa makanan diatas meja.

"Iya?"

"Apa aku boleh bertanya padamu?", tanyaku sambil menatap mata biru nya intens.

"Ya Sasuke tentu saja. Apa yang ingin kau ketahui?", jawabnya sambil tersenyum kecil.

Tiba-tiba aku bimbang. Tenggorokan ku serak dan berat. Perasaan tak nyaman segera menghampiriku. Hatiku tak yakin ingin menanyakan ini tapi rasa penasaran yang sudah melewati batas ambang kewajaran semakin menggerogoti rongga jiwaku. Aku harus mengetahui apa maksud dari perkataan Sai. Kalimat demi kalimat yang Sai lontarkan sebelum pergi membuatku pusing dan nyaris menjadikan ku gila. Aku tak bisa begini. Dia membuatku penasaran setengah mati. Kenyataan? Kenyataan kah tadi yang ia bicarakan? Tentang diriku yang lari dari kenyataan?

Lalu apa hubungannya dengan panti asuhan yang dibina oleh seorang nenek tua?

Apakah nenek itu mengetahui sesuatu hal? Apakah.. apakah?

Kepalaku seolah berkunang sesaat. Otak jenius ku mulai sakit dengan sejuta pertanyaan yang mengganjal didadaku.

"Boleh aku tau dimana letak panti asuhan mu dulu?", tanyaku pelan, seperti berbisik.

Kulihat senyum manisnya menghilang, berganti raut wajah yang memancarkan gurat kesedihan. Sinar yang selalu kulihat dimatanya meredup, seperti kosong. Ia menundukkan kepalanya dalam. Matanya tersembunyi dibalik poni pirangnya. Ah, aku menyesal. Aku berbuat bodoh lagi.

"Ma-maaf Naruto. Tidak perlu dijawab bila kau tidak mau menjawabnya.", lanjutku terbata, takut menyakiti perasaannya lebih dalam lagi.

Sepi menyapa kami. Atmosfir ruangan ini menjadi berat. Tidak ada satupun diantara kami yang berusaha mencairkan ketegangan. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Aku tidak suka suasana ini, namun aku juga tidak tau harus berkata apa.

"Baiklah Sasuke, aku akan mengantarkan mu kesana. Aku juga sudah lama tidak berkunjung kesana.", jawabnya sambil tersenyum.

Aku belum lepas dari kebingungan. Mengapa sikapnya cepat sekali berubah? Berapa topeng yang dia punya? Sesaat dia menunjukkan bahwa dia terlihat begitu terluka. Sesaat dia bertingkah layaknya orang yang berbahagia. Kepalaku penuh oleh pemikiran-pemikiran yang tidak kuketahui jawabannya. Apakah aku akan menemukan sesuatu saat mengunjungi panti asuhan itu?

Apa yang Sai ketahui namun aku tidak?

.

.

.

-TBC-

.

. Gimana ceritanya? Nambah aneh? Nambah gaje? Buat pusing? Buat muntah?

Tolong review nya ya minaa~ makasih ^^