PREVIEW

Jaejoong ingin sekali mengetahui bagaimana pendapat anak buah Yunho terhadap sup buatannya. Ketika ia selesai mengaduk semua bumbunya tadi aromanya cukup enak. Pasti rasanya lezat sekali, pikir Jaejoong, karena sudah direbus berjam jam.

Sebentar lagi mungkin para awak kapal akan datang untuk berterima kasih padanya. Ia menyisir rambut dan mengganti pakain, bersiap siap menerima kunjungan mereka.

Pegawainya tak lama lagi akan setia seratus persen padanya. Lagi pula, memasak sup untuk mereka adalah langkah penting ke arah itu. Ketika malam tiba, mereka semua akan menganggapnya amat, sangat berharga.


Title : The Gift

Story by : Julie Garwood

Remake by : A.J Kim

Cast : DBSK/JYJ, dll

Genre : Historical Romance, Family.

...

...

...

Ketika malam tiba, para awak kapal merasa bahwa Jaejoong berusaha membunuh mereka.

Waktu bertugas dimulai jam enam petang. Kelompok pertama masuk ke dapur kapal untuk mengambil makan malam mereka beberapa menit kemudian. Semuanya sudah bekerja keras seharian. Geladak sudah digosok, tempat tidur gantung sudah disikat, jala diperbaiki, dan setengah meriam sudah dibersihkan dengan seksama. Mereka semua letih, dan lapar sekali. Sebagian besar makan sampai dua mangkuk penuh sup yang pekat rasa itu sebelum akhirnya benar benar puas.

Mereka baru merasa mual sampai kelompok jaga ke dua menyantap bagian mereka.

Jaejoong sama sekali tidak tahu kalau awak kapal sakit. Tapi ia mulai tidak sabar, karena tidak ada yang datang untuk memuji hasil kerjanya.

Ketika terdengar ketukan keras di pintu, ia bergegas membukanya. Changmin berdiri di ambang pintu, memberengut menatapnya. Senyum Jaejoong seketika lenyap.

"Selamat sore Changmin." Kata Jaejoong. "Apa ada yang tidak beres? Kau kelihatan sangat tidak senang."

"Kau belum makan sup sama sekali bukan Jaejoong-ssi?" tanya Changmin.

Kecemasan laki laki itu sama sekali tidak masuk akal bagi Jaejoong. "Aku sedang menunggu untuk makan malam bersama Heechul." Jelas Jaejoong. "Changmin, suara mengerikan apa itu?"

Jaejoong melongok keluar pintu, ingin melihat di mana sumber suara itu.

"Awak kapal."

"Awak kapal?"

Tiba tiba Yunho muncul disamping Changmin. Ekspresi wajah suaminya itu membuat Jaejoong tercekat. Ia tampak marah setengah mati. Jaejoong refleks mundur.

"Ada apa Yunho?" tanya Jaejoong, ketakutannya jelas terbaca. "Apa ada yang tidak beres? Apakah Heechul? Dia baik baik saja?"

"Heechul tidak apa apa." Jelas Changmin.

Yunho mengisyaratkan agar Changmin menyingkir, kemudian masuk ke dalam kabin. Jaejoong terus mundur menjauhi Yunho. Matanya menangkap rahang Yunho yang terkatup rapat. Bukan pertanda baik.

"Apa ada sesuatu yang membuatmu marah?" tanya Jaejoong pada Yunho dengan bisikan lirih.

Yunho mengangguk.

Jaejoong memutuskan untuk berusaha lebih spesifik. "Apa kau marah padaku?"

Yunho kembali mengagguk. Kemudian ia menendang pintu kabin hingga menutup.

"Kenapa?" tanya Jaejoong, berusaha mati matian agar suaminya tidak melihat ketakutannya.

"Sup buatanmu." Suara Yunho terdengar dalam tampak berusaha dikendalikan.

Jaejoong lebih bingung dibandingkan takut ketika mendengar jawaban Yunho. "Mereka tidak suka dengan sup buatanku?"

"Kau tidak sengaja?"

Karena tidak mengerti maksud Yunho dengan pertanyaan itu, Jaejoong tidak menjawab. Yunho bisa melihat kebingungan di mata istrinya. Ia memejamkan mata dan menghitung sampai sepuluh. "Kalau begitu, kau tidak sengaja berusaha membunuh mereka?"

Jaejoong terkesiap keras. "Tentu saja aku tidak berusaha membunuh mereka. Bagaimana kau memikirkan hal yang sejahat itu? Sekarang mereka adalah bagian dari pegawaiku, tentu aku tidak akan berusaha menyakiti mereka. Kalau mereka tidak suka dengan supku, aku minta maaf. Aku sama sekali tidak tahu kalau mereka sangat cerewet soal makanan."

"Cerewet?" bentak Yunho marah. "Dua puluh awak kapal sekarang sedang berpegangan di kapal. Mereka memuntahkan sup buatanmu yang mereka makan. Sepuluh lagi sedang merintih kesakitan di tempat tidur gantung mereka. Memang mereka belum mati, tapi mereka berharap mati saja sekalian."

Jaejoong sangat terkejut mendengar kata kata Yunho. "Kenapa bisa begitu?" pekik Jaejoong. "Maksudmu, supku sama sekali tidak enak? Anak buahmu sakit gara gara aku? Oh, Tuhan, aku harus pergi dan menolong mereka."

Yunho meraih bahunya dan mencengkramnya ketika Jaejoong hendak bergegas melewati dirinya. "Menolong mereka? Jae, satu atau dua dari mereka mungkin akan 'Menolongmu' meninggalkan kapal."

"Mereka tidak akan melemparku kelaut. Aku majikan mereka."

Ingin rasnya Yunho berteriak. Kemudian ia tersadar bahwa ia telah berteriak. Ia menghela napas dalam. "Mana mungkin mereka tidak ingin melemparmu kelaut." Gumam Yunho.

Yunho menariknya ke tempat tidur dan mendorongnya duduk. "Nah istriku, sekarang kau akan menceritakan padaku bagaimana kau membuat sup sialan itu?"

Tangis Jaejoong pecah. Yunho memerlukan waktu hampir dua puluh menit untuk mengetahui penyebabnya, dan itupun bukan Jaejoong yang akhirnya memberikan informasi yang cukup. Yunho sama sekali tak bisa menangkap penjelasan Jaejoong yang tanpa ujung pangkal itu. Daesung ingat dengan daging busuk yang ditinggalkannya di meja samping. Juru masak itu juga ingat belum memberitahu Jaejoong kalau daging itu sudah tidak layak dimasak.

Yunho mengunci Jaejoong di kabinnya agar ia tidak bisa menimbulkan masalah lagi. Jaejoong marah sekali pada Yunho karena ia tidak diperbolehkan pergi dan meminta maaf pada mereka.

Malam itu Yunho tidak tidur dikabinnya, karena ia dan awak kapal yang masih sehat harus mengambil alih tugas jaga berikutnya. Jaejoong tidak mengerti tentang panggulan tugas itu, dan merasa Yunho masih terlalu marah padanya untuk tidur disampingnya.

Yunho sangat lambat memaafkan kesalahannya. Ia baru datang kekabin keesokan harinya. Laki laki itu menatapnya tapi tidak berbicara sepatah katapun. Ia langsung berbaring dan tidur sepanjang pagi. Jaejoong tidak tahan dikurung selama itu, ia juga tak tahan dengan dengkuran Yunho. Saat itu jam satu siang ketika ia akhirnya menyelinap keluar kamar. Ia naik ke geladak, membuka payung birunya, dan berjalan jalan.

Ternyata sungguh pengalaman yang memalukan. Setiap awak kapal yang ditemuinya berbalik dan memunggunginya. Sebagian masih agak pucat. Semua melotot padanya. Ia berurai air mata begitu tiba ditangga sempit menuju dek. Ia nyaris tak menyadari kakinya melangkah.

Tingkat tertinggi penuh dengan tambang dan tiang kapal. Hampir tak ada ruang untuk berjalan. Jaejoong menemukan sebuah sudut di dekat layar tinggi, duduk di sana dan membuka payungnya di antara dua tambang besar. Ia tak tahu berapa lama ia duduk disana berusaha menyusun rencana membujuk para awak kapal agar menyukainya lagi. Wajah dan lengannya tak berapa lama kemudian menjadi merah karena sinar matahari, ia memutuskan sebaiknya ia kembali kebawah dan menengok bibi Heechul. Pasti menyenangkan mengunjungi seseorang yang peduli padanya. Heechul tidak akan menyalahkannya. Jaejoong berdiri dan menarik payungnya, tapi ternyata jari jari kecil payung itu tersangkut di tali. Ia perlu waktu sampai lima menit berusaha membuka simpul simpul di tali itu sehingga payungnya bisa lepas sebagian.

Angin kembali bertiup kencang, membuat pekerjaannya cukup sulit. Suara layar menampar- nampar tiang cukup keras untuk menenggelamkan gerutuan frustasinya. Akhirnya Jaejoong menyerah ketika bahan payungnya robek. Ia memutuskan akan meminta bantuan Siwon atau Changmin nanti. Jaejoong meninggalkan payungnya menggantung di tali dan berjalan kembali menuruni tangga.

Benturan itu, ketika terjadi nyaris membuatnya terjungkal dari kapal. Jinki menangkapnya tepat pada waktunya. Keduanya menengok ke arah kegaduhan di dek atas dan sempat melihat salah satu tiang kapal menghantam tiang yang lain yang lebih besar.

Jinki segera berlari, berteriak minta bantuan sambil bergegas naik tangga. Jaejoong memutuskan sebaiknya ia menyingkir dari semua kekacauan yang mendadak terlihat disekitarnya. Ia menunggu sampai beberapa orang awak kapal lain berlari melewatinya, lalu turun ke kabin Heechul. Siwon baru saja keluar dari kabin Heechul ketika Jaejoong berjalan melewatinya.

"Selamat siang Siwon." Sapa Jaejoong. Ia berhenti untuk menghormat, lalu menambahkan. "Aku hanya akan menjenguk beberapa menit saja. Hanya ingin melihat keadaan bibiku hari ini. Aku janji tidak akan membuatnya kelelahan."

Siwon menyeringai. "Aku percaya padamu." Kata Siwon. "Tapi aku akan kembali nanti, setengah jam lagi, untuk memeriksa keadaan Heechul."

Tepat saat itu suara benturan yang membahana mengguncang kapal. Jaejoong mencekram pintu agar tidak jatuh berlutut. "Astaga, anginnya hari ini benar benar kencang ya Siwon?"

Pelaut itu sudah berlari menuju tangga. "Itu bukan angin." Teriak Siwon sambil menengok ke belakang.

Jaejoong menutup kabin Heechul tepat ketika Yunho juga keluar dari kamarnya. Bibinya sekali berbaring dengan disangga beberapa buah bantal. Jaejoong merasa ia sudah lebih baikan. "kau sudah tidak pucat lagi bibi, pipimu sudah memiliki warna, dan memarmu sudah mulai pudar. Sebentar lagi kau akan bisa berjalan jalan denganku."

" Iya.. aku merasa lebih sehat, bagaimana keadanmu Jaejae?"

"Oh aku baik baik saja." Jawabnya sambil tersenyum masam. Ia duduk disamping tempat tidur dan menggenggam tangan bibinya.

Mereka terus saja berbicara dan Heechul mendengar cerita Jaejoong tentang sup buatannya dan bagaimana suami dan para awak kapal memperlakukannya karena itu. Tiba tiba saja kapal kembali miring, semakin mendekati permukaan air. Jaejoong melihat betapa kagetnya Heechul, bibinya itu mencengkram tangannya.

Ia menepuk nepuk Heechul dan berkata. "Yunho adalah kapal ini, bibi. Dan dia tidak akan membiarkan kita jatuh kelaut. Dia tahu apa yang dilakukannya. Jangan khawatir."

Raungan keras tiba tiba terdengar keseluruh penjuru kabin. Ternyata namanya yang diteriakkan. Jaejoong mengernyit mendengarnya, kemudian berpaling memandang Heechul dengan wajah memberengut.

"Sekarang kau tahu yang kumaksud bibi? Sekalinya Yunho mengucapkan namaku, dia meneriakkannya. Entah apa yang membuatnya kesal sekarang. Dia itu benar- benar tempramental. Tak heran aku tak tahan dengannya."

"Pergi dan lihat apa maunya." Saran Heechul. "Jangan biarkan dia membuatmu takut dengan teriakkan teriakannya. Ingat saja untuk melihat di balik apa yang kasat mata."

"Aku tahu." Kata Jaejoong diiringi desahannya. Ia berdiri dan merapikan kerut di bajunya. "Lihat apa dibalik yang kasat mata, dan aku akan menemukan laki laki yang baik." Katanya mengulang saran bibinya. "Akan kucoba."

Jaejoong mengecup Heechul dan bergegas keluar menuju koridor, dan nyaris bertabrakan dengan Changmin. Laki laki bertubuh tinggi itu menyambar tangannya agar tidak jatuh. "Ikut aku." Perintah Changmin.

Changmin mulai berjalan ke tangga yang menuju ke lantai bawah sambil menariknya. Jaejoong menolak. "Yunho memanggilku Changmin. Aku harus menemuinya. Dia digeladak bukan?"

"Aku tahu dia dimana." Gumam Changmin. "Tapi dia perlu waktu beberapa menit lagi untuk menenangkan diri. Kau bisa bersembunyi di sini sampai dia..."

"Aku tidak akan bersembunyi dari suamiku." Potong Jaejoong.

"Tentu saja tidak."

Jaejoong terlonjak ketika suara menggelegar Yunho terdengar dibelakangnya. Ia berbalik dan dengan berani berusaha tersenyum. Lagi pula ada salah seorang pegawai berdiri disampingnya, dan kekesalan pribadi harus dikesampingkan. Tapi mata suaminya yang terbelalak marah mengubah niatnya. Ia tak lagi perduli jika Changmin memperhatikan. Ia balas melotot. "Astaga Yunho, apa kau memang harus menyelinap dari belakang seperti itu? Kau membuatku kaget"

"Jaejoong." Bisik Changmin. "Kalau aku jadi kau, aku tidak akan..."

Jaejoong tak memperdulikan gumaman pelaut itu. "Dan mumpung kita membicarakan kebiasaan burukmu itu, sekalian saja kujelaskan kalau aku mulai muak dengan kebiasaanmu yang membentak bentakku. Kalau kau ingin mengatakan sesuatu padaku, tolong katakan dengan nada yang beradap tuan."

Changmin bergerak untuk berdiri disamping Jaejoong. Siwon tiba tiba muncul dari balik bayang bayang dan berdiri di sudut satunya. Jaejoong tersadar dengan fakta menakjubkan bahwa keduanya benar benar berusaha melindunginya.

"Yunho tidak akan pernah menyakitiku." Kata Jaejoong. "Mungkin memang ingin, tapi dia tidak akan pernah melakukannya, semarah apapun dia."

"Dia kelihatan ingin membunuhmu." Kata Changmin dengan suara yang dalam dan lambat lambat. Ia menyeringai, karena keberanian Jaejoong memang terbukti. Konyol, tambah Changmin pada diri sendiri, tapi tetap ada gunanya.

Yunho berusaha menenangkan diri sebelum berbicara lagi. Ia menatap Jaejoong dan menarik napas dalam dalam beberapa kali. Ia menghitung.

"Dia selalu kelihatan seperti hendak membunuh orang." Jaejoong balas berbisik. Ia bersedekap, berusaha sebisa mungkin untuk terlihat kesal dan bukannya takut.

Yunho masih belum berkata- kata. Sorot matanya membuat kulit Jaejoong terbakar. Sejujurnya, ia memang kelihatan ingin mencekik Jaejoong.

Lihat di balik apa yang kasat mata. Itu nasihat bibinya. Jaejoong tak bisa melakukannya. Ia bahkan tak sanggup balas menatap Yunho lebih dari satu – dua detakan jantungnya sendiri. "Baiklah." Gumam Jaejoong ketika ia tak mampu lagi menahan tatapan garang suaminya. "Apa ada awak kapal lain lagi yang memakan supku? Apakah itu alasan kau bersikap seperti ini, suamiku?"

Otot disekitar rahang Yunho bergerak – gerak . jaejoong merasa ia seharusnya sama sekali tidak menanyakan hal itu, karena akan justru mengingatkan Yunho pada kekacauan yang ditimbulkannya kemarin. Kemudian ia tersadar Yunho memegang payungnya.

Kelopak mata kanan Yunho berkedut – kedut. Dua kali. Astaga, sepertinya ia mulai mengalami gejala suatu penyakit, pikir Yunho, berkat kelakuan jahil istrinya yang polos. Ia masih tidak mempercayai diri sendiri untuk bicara pada Jaejoong. Dipegangnya tangan Jaejoong dan ditariknya ke kabin. Yunho membanting pintu, kemudian bersandar di sana.

Jaejoong menghampiri meja, berbalik, dan bersandar di meja. Ia berusaha nampak santai. "Yunho, kulihat lagi – lagi kau marah karena sesuatu." Kata Jaejoong. "Apa kau akan memberitahuku apa yang mengganggumu, atau apa kau akan terus saja berdiri disana dan melotot padaku? Ya Tuhan, kau ini benar – benar menguji kesabaranku."

"Aku menguji kesabaranmu?"

Jaejoong tak berani mengangguk sebagai jawabannya. Pertanyaan Yunho terlontar dalam bentakan garang, dan ia merasa suaminya itu tidak membutuhkan jawaban.

"Kau tahu barang ini?" tanya Yunho kasar. Ia mengangkat payung Jaejoong, tetapi matanya tetap tertuju pada istrinya.

Jaejoong menatap benda itu dan seketika melihat ternyata sudah patah menjadi dua. "Kau mematahkan payung cantikku?" tanya Jaejoong. Ia juga tampak berang.

Pelupuk mata Yunho kembali berkedut – kedut. "Tidak, aku tidak mematahkannya. Ketika tiang kapal pertama terlepas, itu yang mematahkan payung sialanmu ini. Apa kau yang melepas simpul pengikatnya?"

"Tolong berhentilah berteriak." Protes Jaejoong. "Aku tidak bisa berpikir jika kau membentakku terus."

"Jawab."

"Mungkin aku memang melepas beberapa tali yang lebih besar Yunho, tapi aku punya alasan. Itu payung yang mahal sekali." Lanjutnya sambil melambaikan tangan ke arah Yunho. "Tadi tersangkut, dan aku berusaha... Yunho, sebenarnya apa yang terjadi kalau talinya terlepas?"

"Kita kehilangan dua layar."

"Dan itu membuatmu marah – marah? Oh suamiku, minimal kau masih punya enam layar lagi di perahu ini. Tentunya..."

"KAPAL." Bentak Yunho. "Ini kapal, bukan perahu."

Jaejoong berusaha untuk menenangkan suaminya. "Aku tadi hendak berkata kapal."

"Apa kau masih punya barang – barang seperti ini?"

"Namanya payung." Jawab Jaejoong. "Dan ya, aku masih punya tiga lagi."

"Berikan padaku. Sekarang."

"Mau kau apakan payungku?" jaejoong bergegas menuju peti pakainnya ketika Yunho melangkah mendekatinya dengan wajah mengancam. "Aku tidak tahu untuk apa kau membutuhkan payungku."

"Akan kubuang kelaut. Kalau beruntung, mungkin bisa membuat beberapa hiu lumpuh." Desis Yunho.

"Kau tidak boleh membuang payung – payungku kelaut Yunho. Payung – payungku dibuat khusus untuk... tidak boleh membuang... tidak boleh." Jaejoong mengakhiri emosinya dengan nyaris meratap.

"Tentu saja boleh."

Yunho tak lagi membentaknya. Semestinya Jaejoong senang dengan anugrah kecil itu, tapi tidak. Menurutnya Yunho masih terlalu kejam. "Tolong jelaskan kenapa kau ingin menghancurkan payungku." Tanyanya. "Maka aku mungkin akan memberikannya padamu."

Jaejoong menemukan payung ketiga di dasar peti, tapi ketika ia berdiri dan berbalik menghadap suaminya kembali, ia memeluk ketiga payung itu dengan erat – erat.

"Karena payung berbahaya, itu sebabnya."

Jaejoong tampak tak percaya. "Bagaimana payung bisa berbahaya?"

Jaejoong nenatap Yunho seolah laki – laki itu sudah gila. Yunho menggeleng. "Payung pertama melumpuhkan semua awak kapalku, Jae." Kata Yunho mulai menjelaskan.

"Tapi hanya Daesung yang sakit."ralat Jaejoong.

"Dan karena itulah kau memasak sup yang kemudian membuat seluruh awak kapalku sakit." Balas Yunho.

Pendapat Yunho benar juga. Jaejoong mengakui dalam hati, tapi ia merasa suaminya jahat sekali karena telah mengungkit – ungkit soal sup itu lagi.

"Payung kedua melumpuhkan kapalku." Lanjut Yunho. "Apa kau tidak sadar kalau kita saat ini sudah tidak berlayar lagi? Kita terpaksa membuang sauh agar bisa memperbaikinya. Kita menjadi sasaran empuk untuk siapapun yang kebetulan berlayar di sekitar perairan ini. Itulah kenapa semua payungmu akan kulemparkan ke laut."

"Yunho, aku tidak bermaksud untuk mengakibatkan semua masalah ini. Kau bersikap seakan – akan aku sengaja melakukannya."

"Apa kau sengaja?"

Jaejoong merasa seakan Yunho baru saja menamparnya. "Tidak." Pekik Jaejoong. "Ya ampun, kau membuatku tersinggung."

Yunho ingin menjelaskan pada istrinya, dan Jaejoong mulai menangis.

"Hentikan tangisanmu." Desak Yunho.

Tapi Jaejoong bukan hanya terus menangis, tetapi ia juga menghambur ke pelukan Yunho. Hei, ia yang membuat Jaejoong menangis, pikir Yunho, dan tentu Jaejoong seharusnya marah padanya walau hanya sedikit bukan?

Yunho tidak tahu harus berbuat apa. Payung – payung Jaejoong berserakan di lantai disekitar kakinya, dan namja cantik itu menempel padanya sementara air matanya membasahi kemeja Yunho. Akhirnya ia mengangkat tangannya dan merangkul Jaejoong erat – erat, bahkan meski ia masih berusaha memahami untuk apa ia ingin menenangkan istrinya.

Namja cantik itu nyaris menghancurkan kapalnya.

Yunho mencium Jaejoong.

Jaejoong menyusupkan wajahnya di sisi leher Yunho dan berhenti menangis. "Apa mereka tahu kalau aku yang merusakkan kapal ini?"

"Kau tidak merusakkannya." Gumam Yunho. Suara Jaejoong terdengar menyedihkan sekali.

"Tapi apa mereka mengira..."

"Jae, kita bisa memperbaiki kerusakannya dalam dua hari." Kata Yunho. Tapi ia berbohong, karena setidaknya mereka akan butuh waktu hampir seminggu untuk memperbaikinya, tapi ia menyembunyikan kebenaran itu demi berusaha mengurangi kekhawatiran Jaejoong.

Saat itu Yunho merasakan pasti dirinya sudah gila. Istrinya selalu membawa masalah sejak naik ke kapalnya. Ia mengecup kepala Jaejoong dan mengusap – usap punggungnya.

Jaejoong bersandar padanya. "Yunho?"

"Ya?"

"Apa pegawaiku tahu aku yang menyebabkan kerusakan ini?"

Yunho memutar bola matanya. Pegawainya, ah, ya. "Ya, mereka tahu."

"Apa kau memberitahu mereka?"

Yunho memejamkan mata. Seperti ada nada menuding dalam suara istrinya. "Tidak, aku tidak memberitahu mereka. Mereka melihat payungmu Jae."

"Aku ingin agar mereka menghormatiku."

"Oh, mereka hormat." Kata Yunho. Suaranya sudah kehilangan sengatan marahnya.

Jaejoong mendengar senyuman di suara Yunho dan sempat merasa harapannya melambung sampai laki – laki itu menambahkan. "Mereka menunggumu membawa wabah setelah ini."

Jaejoong mengira Yunho hanya menggodanya. "Mereka tidak percaya hal – hal seperti itu."

"Oh ya, tentu saja. Mereka bahkan bertaruh Jae. Beberapa menebak borok terlebih dalu, lainnya sampar. Yang lainnya percaya kalau..."

Jaejoong menjauh. "Kau serius ya?"

Laki – laki itu mengangguk. "Mereka pikir kau terkutuk, Jae."

"Bagaimana kau bisa tersenyum sementara mengatakan hal – hal sejahat itu?"

Yunho mengangkat bahu. "Mereka percaya pada takhayul istriku."

Jaejoong tak meminta Yunho menjelaskan lebih lanjut. Sesuatu di benaknya tiba – tiba mengalihkan perhatiannya. "Yunho, aku akan membantu memperbaikinya." Kata Jaejoong. "Ya, itu dia. Mereka akan menyadari kalau aku tidak sengaja..."

"Oh Tuhan, tolong." Potong Yunho.

"Kalau begitu bagaimana aku bisa mendapatkan kepercayaan mereka lagi?"

"Aku tidak mengerti dengan obsesimu ingin merebut hati awak kapalku." Kata Yunho. "Ini tidak logis."

"Aku istri majikan mereka. Tentu saja mereka harus menghormatiku kalau aku akan mengarahkan mereka."

Yunho mendesah keras, lau menggeleng – gelengkan kepala. "Arahkan dirimu ketempat tidur istriku, dan tetap disitu sampai aku kembali."

"Kenapa?"

"Jangan tanya. Pokoknya diam saja di kabin."

Jaejoong mengangguk menurut. "Aku tidak akan meninggalkan kabin kecuali untuk menjenguk Heechul, bagaimana?"

"Aku tidak bilang.."

"Ayolah, boleh ya? Ini akan menjadi siang yang panjang Yunho. Mungkin kau masih akan terlalu sibuk sampai berjam – jam lamanya sebelum bisa pulang. Kau sama sekali tidak kembali semalam. Aku berusaha menunggu, tapi aku sudah kelelahan."

Yunho tersenyum karena kata "Pulang" yang dipakai Jaejoong. Seakan kabin adalah rumah mereka. Kemudian ia mengangguk. "Kau akan menungguku malam ini." Perintah Yunho. "Jam berapapun itu."

"Apa kau akan marah padaku lagi?"

"Tidak."

"Baiklah kalau begitu." Jaejoong berjanji. "Aku akan menunggumu."

"Sialan." Balas Yunho. "Aku tidak meminta, aku menyuruhmu."

Yunho meraih Jaejoong dam meremas pundaknya. Sebenarnya lebih tepat disebut mengusap. Jaejoong mendorong tangan suaminya dan kedua tangannya kembali memeluk pinggangnya sendiri.

"Yunho?"

Suara Jaejoong tedengar gemetar ditelinga Yunho. Tangan Yunho kembali terkulai di kedua sisinya. Ia menduga mungkin Jaejoong takut ia akan menyakitinya. Yunho baru saja hendak menjelaskan bahwa betapa pun perbuatan Jaejoong memancingnya, ia takkan pernah memukul namja cantik itu. Tapi Jaejoong tiba – tiba berjinjit dan menciumnya. Begitu terkejut Yunho dengan cara istrinya menunjukkan rasa sayangnya sampai – sampai ia tak tahu bagaimana menanggapi.

"Aku kesal padamu ketika kau meninggalkan kabin begitu cepat setelah kita... sangat dekat."

"Maksudmu setelah kita bercinta?" tanya Yunho, tersenyum membaca rasa malu dalam suara Jaejoong."

"Ya." Jawabnya. "Aku kesal sekali."

"kenapa?"

"Karena seorang istri senang mendengar kalau dia..."

"Memuaskan suaminya?"

"Bukan." Sanggah Jaejoong. "Jangan mengejekku Yunho. Jangan membuat apa yang terjadi di antara kita terkesan begitu dingin dan terencana. Semuanya begitu indah."

Yunho cukup terkejut mendengar pidato Jaejoong yang berapi – api, tahu namja itu mempercayai apa yang dikatakannya sepenuh hati. Ia senang sekali mendengarnya.

"Ya, memang indah. Aku tidak mengejekmu." Lanjutnya dengan nada yang lebih kasar. "Aku hanya sedang berusaha memahami apa yang kau inginkan dariku."

"Aku ingin mendengarmu.." Jaejoong tidak bisa melanjutkannya.

"Bahwa kau namja yang sempurna?"

Jaejoong mengangguk. "Aku juga salah." Jaejoong mengakui. "Seharusnya aku juga memberikan pujian padamu."

"Kenapa?"

Yunho benar – benar nampak kebingungan, dan Jaejoong kesal melihatnya. "Karena sorang suami juga perlu mendengar kata – kata seperti itu."

"Aku tidak."

"Ya, tentu saja perlu."

Yunho memutuskan bahwa ia sudah terlalu banyak menghabiskan waktu mengobrol dengan istrinya yang membingungkan itu dan berlutut di satu kaki untuk memungut payungnya.

"Boleh kuminta payungku?" tanya Jaejoong. "Aku akan segera menghancurkannya sendiri. Aku tidak ingin pegawaiku melihatmu membuangnya ke laut. Rasanya sangat memalukan."

Yunho terpaksa menyetujui walau enggan. Ia yakin Jaejoong tidak akan bisa benar – benar menimbulkan masalah lagi dengan barang tak berguna itu asalkan tetap disimpan di dalam kabin. Tapi, agar aman, ia meminta Jaejoong berjanji.

"Payungmu tidak akan keluar dari kamar ini?"

"Tidak."

"Kau akan menghancurkannya semua?"

"Iya."

Akhirnya Yunho merasa puas. Bahkan ia merasa agak lebih tenang. Begitu ia meninggalkan kabin, ia yakin istrinya tak mungkin bisa merusak apa – apa lagi.

Lagi pula, pikir Yunho, apa yang bisa dilakukan istrinya?


TBC~~ (Tolong Banget Comment *?*)

HAHAHAHAHA

atau THE END terserah yang komentar (?) hehehehe

bye bye.

kamsahamnida