Title : The Gift.

Story by : Julie Garwood.

Remake by : A.J Kim.

Cast : DBSK/JYJ, dll.

Genre : Romance, family, humor.


Korea, 1802

Tinggal masalah waktu sebelum para tamu upacara pernikahan itu saling bunuh, orang terpandang sepert Tuan Choi Tae kyung telah mengambil segala tindakan untuk mengantipasi, tentu saja, karena Raja Lee In hwan sendiri yang menentukan upacara tersebut. Ia bertindak sebagai tuan rumah sampai raja Korea itu tiba, tugas yang diterimanya dengan rasa sukacita yang sama seperti jika ia dianugrahi hukum pukulan selama tiga hari berturut turut; tapi titah tersebut datang dari raja sendiri. Dan Tae kyung , yang memang selalu patuh dan setia seketika mematuhi. Baik keluarga Kim maupun maupun keluarga Jung memprotes keras pilihannya.

Tapi keberatan yang mereka ajukan tidak ada gunanya karena sang raja bersikeras agar keinginannya dituruti, Tae kyung mengerti alasan dibalik keputusan itu, sayangnya ia adalah satu satunya orang di Korea yang masih memiliki hubungan cukup baik dengan kedua keluarga. Ia takkan membanggakan fakta itu. Ia yakin waktunya di dunia yang indah ini bisa dihitung dengan jari. Karena upacara pernikahan itu akan dilakukan di wilayah netral, raja yakin bahwa semua yang hadir dalam upacara tersebut akan bersikap sopan. Tapi tentunya Tae kyung lebih tahu akan seperti apa kenyataannya.

Orang orang disekelilingnya seperti bernafsu untuk membunuh. Satu kata saja diucapkan dengan nada suara yang salah, satu tindakan yang dianggap sedikit mengancam saja bisa menjadi pemicu pertumpahan darah. Mereka memang gatal ingin saling serang. Ekspresi wajah mereka menunjukkan semua itu.

Sang uskup yang menggunakan jubah upacara berwarna putih, duduk disebuah kursi bersandaran tinggi diantara kedua keluarga yang berseteru. Ia tidak menengok kekiri, tempat keluarga Kim berkumpul, ataupun kekanan, tempat prajurit keluarga jung berdiri, tapi menatap lurus kedepan. Untuk melewatkan waktu, pendeta itu mengetuk-ngetukkan jarinya ke lengan kayu kursinya. Ia tampak seperti baru saja makan ikan basi. Uskup itu sesekali mendesah keras, suara yang menurut Taekyung mirip rengekan kuda tua yang rewel, kemudian membiarkan keheningan kembali menyelimuti aula besar itu.

Tae kyung menggeleng putus asa. Ia tahu bahwa ia tidak akan mengharapkan bantuan apapun dari sang Uskup begitu keributan yang sebenarnya pecah. Kedua mempelai menunggu di kamar terpisah dilantai atas. Baru setelah raja hadir, mereka akan dibimbing, atau diseret ke aula. Semoga Tuhan melindungi mereka, karena bisa dipastikan semua akan kacau.

Sungguh hari yang naas, Taekyung terpaksa menyiagakan pasukan penjaganya sendiri diantara para kesatria raja mengelilingi aula sebagai upaya pencegahan tambahan. Tindakan seperti itu dalam sebuah upacara pernikahan sungguh belum pernah didengar, tapi begitu juga dengan kenyataan bahwa para tamu hadir dengan senjata lengkap seperti hendak berperang. Rombongan Kim membawa senjata sangat lengkap sampai sampai mereka kesulitan bergerak. Sang raja telah memberitahu Taekyung bahwa ia bersikeras membuat semua orang di kerajaannya memiliki hubungan baik. Dan Taekyung tidak punya jawaban untuk harapan kekanak kanakan seperti itu.

Tapi meski gila, Inhwan tetap raja mereka, dan brengsek, pikir Taekyung, para tamu dalam upacara pernikahan ini seharusnya sedikit menunjukkan rasa hormat. Kelakuan mereka yang keterlaluan tidak seharusnya diterorir. Dua orang paman yang sudah cukup usia lanjut dari keluarga Kim terang terangan telah mengelus elus hulu pedang mereka, nyata-nyata mengantisipasi pertumpahan darah. Keluarga Jung segera melihatnya dan membalas dengan serempak maju. Tapi mereka tidak menyentuh senjata masing masing dan sebenarnya kebanyakan orang orang Jung bahkan tidak bersenjata

Suara ribut-ribut yang terdengar dari halaman menarik perhatian Taekyung. Asisten pribadi sang raja, seorang pria berwajah masam bernama Han byul, bergegas menaiki tangga. Ia mengenakan busana indah, tapi kaus kaki merah dan tunik putih itu membuat tubuhnya yang gemuk tampak semakin bulat. Taekyung merasa Han byul menyerupai seekor ayam jago yang gemuk. Karena Han byul teman baiknya, ia hanya menyimpan pendapat itu dalam hati.

Keduanya segera berpelukkan. Kemudian Han byul mundur selangkah, dengan suara berbisik ia berkata," Aku berkuda mendahului selama hampir lima kilometer terakhir. Raja akan tiba beberapa menit lagi."

"Oh, terima kasih Tuhan." Kelegaan tampak jelas diwajahnya. Ia menyeka bulir bulir keringat di dahi dengan saputangan linennya.

Sepintas Han byul melongok melewati bahu Taekyung, kemudian menggelengkan kepala." Suasana di aulamu seperti kuburan," bisiknya." Apa tidak ada hiburan untuk membuat tamu terhibur?"

Taekyung menatapnya tak percaya."Terhibur? Han byul, hanya sesuatu seperti upacara pengorbanan manusia yang akan membuat orang-orang barbar itu merasa terhibur."

" Kulihat selera humormu rupanya telah membantumu melalui semua masalah ini." Katanya.

" Aku tidak bercanda." Bentak Taekyung." Kau juga akan berhenti tersenyum begitu menyadari setiap saat situasi bisa berubah tak terkendali. Keluarga Kim tidak datang membawa hadiah, kawan. Mereka berpakaian lengkap untuk maju perang... Oh ya, aku tidak bohong." Ia cepat cepat menambahkan ketika temannya menggeleng gelengkan kepala tidak percaya.

Ketika raja Korea memasuki aula utama, pasukan prajurit seketika menurunkan busur mereka, meskipun anak panahnya masih tetap terpasang agar bisa beraksi dengan cepat bila diperlukan.

Uskup segera meninggalkan kursinya, membungkuk hormat secara alami pada rajanya, kemudian mempersilahkan rajanya duduk. Dua penasihat raja, dengan tangan penuh dokumen mengekor dibelakanng sang raja. Taekyung menanti hingga pemimpinnya duduk, kemudian menghampiri untuk berlutut didepannya.

"Berdirilah, Choi Taekyung, bantu aku memimpin acara penting ini." Titah sang raja. Raja tersenyum pada pengikutnya dengan ekspresi polos. Taekyung balas tersenyum, ada aura kebaikan, ketulusan diwajah pemimpinnya.

Saat Taekyung membungkuk sebagai jawaban atas komando itu, raja memutar tubuh dikursinya dan mendongak pada Tuan Han byul." Dimana semua para perempuan? Sepertinya aku tidak melihat ada seorang wanita pun disini. Kenapa, Han byul?"

Han byul tak ingin mengatakan yang sebenarnya pada raja, bahwa laki laki yang hadir tidak mengajak para perempuan karena mereka siap untuk berperang. Bukan berpesta pora. Kejujuran sepertinya hanya akan melukai perasaan rajanya yang halus.

" Ya, raja patriot," Han byul buru buru menjawab." Saya juga tidak melihat ternyata tidak ada perempuan sama sekali."

" Tapi kenapa?" desak sang raja.

Tidak ada penjelasan logis sama sekali dikepala Hanbyul untuk keganjilan tersebut. Putus asa, ia berseru pada temannya." Kenapa, Taekyung?"

Taekyung baru saja sampai di pintu masuk, ia menangkap nada panik dalam suara kawannya dan segera berbalik." Perjalanan kemari akan terlalu berat untuk... para wanita yang lemah itu." Jelasnya.

Taekyung nyaris tersandung omongannya sendiri. Kebohongan itu sungguh keterlaluan, tentu saja, karena siapapun yang pernah bertemu perempuan-perempuan dari keluarga Kim tahu bahwa mereka setangguh anjing hutan. Tapi ingatan raja rupanya tidak lagi tajam, karena anggukannnya menunjukkan bahwa ia puas dari penjelasan itu.

Mempelai pria, seorang bangsawan dari keluarga Jung yang ramping dan jangkung itu memasuki aula, sebuah jalan telah tersibak untuk dilaluinya.

Mempelai pria berjalan memasuki ruangan seperti seorang pejuang raksasa yang siap menginspeksi anak buahnya. Seandainya ia buruk rupa, Taekyung membayangkannya sebagai sosok Genghis Khan muda yang arogan. Namun bangsawan dari keluarga Jung itu tidak buruk rupa. Ia diberkati dengan rambut berwarna gelap merah kecoklatan, dan sepasang mata coklat cerah, wajahnya tirus bersudut tajam.

Yunho, panggilan dari keluarga intinya, adalah salah satu bangsawan termuda di kerajaan. Usianya baru empat belas tahun lewat beberapa hari. Ayahnya, Jung Jae yul yang berpengaruh, sedang berada di luar negri melaksanakan tugas penting untuk pemerintahannya dan karena itu tidak bisa mendampingi putranya selama upacara pernikahan ini, bahkan sang ayah tidak tahu menahu perkawinan ini akan berlangsung. Taekyung tahu laki laki itu pasti akan murka ketika mendengar kabar ini. Dalam keadaan biasa saja beliau adalah orang yang tidak ramah, dan ketika dipancing ia bisa sekejam setan.

Namun, meskipun Taekyung tidak menyukai pemimpin keluarga Jung itu, ia tidak bisa tidak menyukai Yunho. Ia pernah menemani pemuda itu beberapa kali, dan setiap kali ia melihat betapa Yunho mendengar pendapat orang lain. Dan kemudian melakukan apa yang dirasanya baik. Memang Yunho baru berusia empat belas tahun, tapi sudah seperti pria dewasa. Taekyung menghormati anak itu, ia juga merasa kasihan kepadanya, karena dalam semua kunjungan bersama mereka, taekyung belum pernah melihat Yunho tersenyum. Sayang sekali pikir Taekyung.

Jung Yunho mengarahkan tatapannya pada raja Korea saat ia berjalan untuk berdiri dihadapannya. Taekyung terus memperhatikannya. Ia tahu kalau Yunho telah diperintahkan oleh paman-pamannya agar tidak berlutut didepan raja kecuali diperintahkan untuk melakukannya.

Yunho mengabaikan perintah mereka. Ia berlutut dengan bertumpu pada satu kaki, menundukan kepalanya dan menyatakan kesetiannya dengan suara tegas. Ketika raja bertanya apakah ia raja patrotnya, seulas senyum samar melembutkan raut wajanya.

"Ye, jonha." Jawab Yunho." Anda adalah raja patriot saya."

Kekaguman Choi Taekyung terhadap bangsawan muda tersebut naik sepuluh kali lipat, ia juga bisa melihat dari senyum sang raja bahwa ia juga senang. Tapi kerabat Yunho tidak. Sorot geram mereka cukup panas untuk menimbulkan kebakaran. Keluarga Kim tampak senang. Mereka terkikik girang.

Yunho tiba-tiba berdiri dalam gerakan halus. Ia berbalik untuk menatap rombongan keluarga Kim dengan ekspresi sedingin es sampai seringai kurang ajar mereka lenyap. Anak muda itu sama sekali tidak memperhatikan kerabatnya. Ia berdiri tegak dengan kaki mengangkang dengan tangan terjalin dibalik punggungnya, dan menatap lurus kedepan. Raut wajahnya menunjukkan kebosanan.

Taekyung membatin, apakah topeng kebosanan Yunho akan bertahan selama upacara yang panjang itu. Dengan pertanyaan menghiasi benaknya, ia pergi menjemput mempelai Yunho.

Taekyung bisa mendengar tangis meraung raung sang mempelai ketika ia tiba dilantai dua. Suara itu terputus oleh teriakkan marah seorang laki laki. Taekyung mengetuk pintu dua kali sebelum tuan Kim Kang In, ayah namja cantik yang akan menjadi calon istri Yunho membukanya. Wajahnya merah karena marah seperti kepiting rebus.

" Sudah kutunggu dari tadi." Bentak tuan Kang In.

" Kedatangan raja agak tertunda." Jawab Taekyung.

Jawabannya disambut anggukan."masuklah Taekyung. Bantu aku membawanya turun. Dia benar benar keras kepala."

Taekyung nyaris tersenyum." Kudengar sikap keras kepala memang bukan hal aneh untuk anak anak semuda itu."

" Aku belum mendengar hal itu." Gumam sir kang In." Sejujurnya baru kali ini aku hanya berdua dengan Jaejoong. Aku hanya tidak yakin bahwa dia tahu pasti siapa aku.

Taekyung tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya terhadap komentar bangsawan Kim yang mengagetkan ini." Kang In." Katanya dengan memanggil nama depan Kim Kang In," seingatku kau punya dua anak perempuan laninnya, dan keduanya lebih tua daripada Jaejoong. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa begitu..."

Kim Kang In tidak membiarkannya menyelesaikan kelimatnya." Aku tidak pernah harus bersama mereka." Gumamnya.

Taekyung merasa pengakuan itu sungguh memalukan. Ia menggelengkan kepala dan mengikuti Kang In ke kamar. Seketika ia melihat seorang namja cantik sedang duduk di ceruk kursi jendela, menatap keluar.

Jaejoong berhenti menangis ketika melihatnya. Taekyung merasa bahwa Jaejoong adalah mempelai yang paling memukau yang pernah dilihatnya. Rambut lurus keemasaan membingkai wajah yang bak bidadari. Ada mahkota dari rangkaian bunga musim panas menghiasi kepalanya. Air mata mengalir di pipinya, dan mata hitamnya nampak berkabut.

Jaejoong menggunakan gaun putih panjang dengan ujung bawah dan pergelangan tangan dihiasi renda. Ketika ia berdiri, selempang bordir yang melingkari pinggangnya jatuh kelantai.

Ayah Jaejoong mengumpat lantang. Jaejoong menirukannya.

"Sudah waktunya kita turun, Jaejoong." Perintah ayah jaejoong, suaranya sekecut cuka.

"Tidak."

Raungan ayahnya bagai membahana diruangan itu." Kalau nanti kau sudah kubawa pulang, aku akan membuatmu sangat menyesal telah membuatku repot seperti ini. Demi Tuhan, tanganku akan melayang padamu, aku bersumpah. Lihat saja nanti.

Pria itu menatap ayahnya dengan raut wajah memberontak. Kemudian menguap keras, lalu duduk lagi.

" Kang In, membentak-bentak putramu seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa." Kata Taekyung.

" Kalau begitu aku akan menghajarnya." Gumam Kang in. Ia berjalan dengan langkah mengancam mendekati putranya, tangannya terangkat hendak memukul.

" Kau tidak akan memukulnya." Taekyung berhenti didepan Kang In, suaranya penuh amarah.

" Dia Putraku." Teriak Kim Kang In." Aku boleh melakukan apa saja untuk membuatnya menurut."

" Saat ini kau dirumahku, Kang In." Balas Taekyung. Ia sadar kalau ternyata ia juga berteriak, dan seketika memelankan suaranya." Biar kucoba."

Taekyung berpaling pada mempelai itu. Ia melihat bahwa jaejoong seperti sama sekali tidak khawatir dengan amarah ayahnya. Jaejoong kembali menguap keras.

" Jaejoongie, semua akan berakhir sebentar lagi." Kata Taekyung. Ia berlutut didepan pria itu, tersenyum sebentar padanya, kemudian dengan lembut memaksanya berdiri. Sambil membisikkan kata kata pujian, ia kembali mengikatkan selempang di pingganya. Jaejoong kembali menguap.

Mempelai satu ini benar benar butuh tidur siang. Ia membiarkan Taekyung menggandengnya menuju pintu, kemudian tiba tiba menarik tangannya, lari kembali ke ceruk jendela dan mengambil sebuahh selimut tua yang tampaknya berukuran tiga kali lipat besar dirinya sendiri.

Jaejoong berjalan mengitari ayahnya jauh jauh ketika bergegas berlari menghampiri Taekyung dan kembali menggenggam tangan laki laki itu. Selimut itu disandang ke bahunya seperti jubah dan jatuh teronggok di lantai belakanngnya. Ujung selimut itu di pegang erat erat di bawah hidungnya.

Ayah Jaejoong berusaha merebut selimut itu. Jaejoong mulai menjerit-jerit, ayahnya mulai mengumpat, dan Taekyung mulai sakit kepala.

" Demi Tuhan, Kang In, biarkan saja dia membawa selimutnya."

" Tidak." Teriak Kang In." Itu jelek. Tidak akan kuizinkan."

" Biarlah dia membawanya sampai kita ke aula." Perintah Taekyung.

Kang In akhirnya mengaku kalah. Ia melotot pada putranya, kemudian berjalan didepan keduanya, memimpin menuruni tangga.

Taekyung mendapati dirinya berharap bahwa Jaejoong adalah putranya sendiri. Ketika namja itu mendongak padanya dan tersenyum penuh percaya. Ingin rasanya Taekyung menggendong dan memeluknya. Tapi tempramen jaejoong berrubah drastis ketika mereka tiba di pintu masuk menuju aula utama dan ayahnya sekali lagi berusaha merebut selimutnya.

Yunho menoleh ketika mendengar suara ribut dari arah pintu masuk. Matanya terbeliak kaget, sebenarnya, ia merasa kesulitan mempercayai penglihatannya tentang calon istrinya. Selama ini ia tidak cukup tertarik untuk bertanya tentang calon istrinya, karena ia yakin ayahnya akan membatalkan semua dokumen pernikahan begitu ia kembali ke Korea, dan karena alasan itulah ia semakin terkejut melihat calon istrinya.

Mempelainya benar benar liar. Yunho kesulitan mempertahankan ekspresi wajah bosannya. Teriakan Kim Kang In lebih panjang daripada putranya. Tapi namja itu jauh lebih bersikukuh. Ia memeluk kaki ayahnya dan terus menerus berusaha menggigit lututnya.

Yunho tersenyum. Para kerabatnya tidak setenang dirinya, tawa mereka membahana memenuhi ruangan. Sebaliknya, keluarga Kim jelas nampak terperanjat. Sang pemimpin keluarga Kim telah berhasil membebaskan kakinya dari sang putra dan kini sedang menarik narik sesuatu yang menyerupai selimut beruang dari tangan putranya. Dan sepertinya sang kepala keluarga juga tidak akan memenangkan pergulatan itu.

Tuan Choi Taekyung mulai kehilangan kesabarannya. Ia menyambar tubuh mempelai itu, menggendongnya, merengut selimut dari sang ayah kemudian bergegas menghampiri Yunho. Tanpa basa basi ia menyodorkan calon istri dan selimutnya ke tangan Yunho.

Pilihannya ada dua: menerimanya, atau menjatuhnya. Yunho tengah berusaha memutuskan ketika Jaejoong melihat ayahhnya berjalan terpincang pincang mendekatinya. Jaejoong merangkul leher Yunho, menempel ke tubuh Yunho sekaligus selimutnya.

Jaejoong terus menerus melongok dari balik bahu Yunho untuk memastikan ayahnya tidak akan menariknya, ketika ia yakin bahwa ia aman, Jaejoong memusatkan perhatiannya pada orang asing yang menggendongnya. Ia menatap pria itu lama sekali.

Yunho berdiri setegak tiang. Sebutir keringat muncul di dahi Yunho. Ia bisa merasakan kalau namja itu menatap wajahnya lekat-lekat, tapi ia belum berani menoleh. Mungkin saja ia akan menggigitnya dan Yunho tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika itu terjadi. Pemuda itu memutuskan ia harus menjalani rasa malu apa pun yang akan ditimbulkan namja itu padanya. Bagaimanapun juga, ia sudah hampir menjadi laki laki dewasa dan bagaimanapun juga, namja itu hanya anak kecil.

Yunho terus mengarahkan pandangannya pada raja sampai Jaejoong mengulurkan tangan menyentuh pipinya. Pemuda itu akhirnya menoleh.

Namja itu memiliki mata besar dan paling hitam yang pernah dilihatnya." Aboeji akan menghajarku." Katanya sambil menyeringai.

Yunho tak menunjukkan reaksi apapun atas pernyataan itu. Tak lama kemudian, Jaejoong mulai lelah menatapnya. Kelopak matanya mulai turun setengah. Tubuh Yunho semakin tegang ketika tubuh namja kecil itu terpuruk di bahunya. Wajahnya menempel keleher sampingnya.

" Jangan biarkan Aboeji menghajarku." Bisik Jaejoong.

" Takkan Kubiarkan." Jawab Yunho

Tiba tiba ia telah menjadi pelindung namja ini. Yunho tak lagi mempertahankan wajah bosannya. Ia memeluk memmpelainya dan berdiri lebih santai.

Jaejoong kelelahan akibat perjalanan panjang dan amukan yang penuh semangat tadi, menggosok gosokkan ujung selimutnya maju mundur di bawah hidungnya. Dalam hitungan menit, ia terlelap.

Air liurnya menetes di leher Yunho.

Yunho tidak mengetahui usia namja itu yang sebenarnya sampai penasihat hukum raja mulai membacakan persyaratan pernikahan mereka.

Mempelainya ternyata berumur empat tahun.