EVERLASTING

.

.

.

.

.

.

PARK CHANYEOL

BYUN BAEKHYUN

OH SEHUN

.

.

.

.

.

INI FANFIC REMAKE DARI SEBUAH NOVEL YANG JUDULNYA SAMA DENGAN JUDUL FANFIC INI

.

.

.

DONT LIKE, DONT READ!

.

.

.

.

.

#SEBELUMNYA ~

"Chanyeol," seruku tiba-tiba. Aku kaget mendengar suaraku sendiri.

Apa?

Apa aku barusan memanggilnya? Tapi kenapa?

"Ada apa, Baekhyun?" Ia menatapku ingin tahu.

Sialan! Cepat cari alasan, Byun Baekhyun! "Hm.. Salam untuk ibu mu ya." Sahutku tak yakin. Is the best I can do? Sekarang bahkan Kyungsoo menatapku dengan alis terangkat. Benar-benar tolol.

"Oke," jawab Chanyeol datar. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa-apa, tapi sorot matanya seperti mengatakan sesuatu. Entah apa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

CHAPTER 6

.

.

.

.

.

.

.

.

Nyonya Park menelpon sekitar pukul sembilan. Aku baru selesai sarapan dan sedang bersantai sebelum berangkat latihan Yoga jam sebelas nanti.

"Yeoboseyo"

"Hai sayang, apa kabar?" Sapa Nyonya Park ramah.

"Baik, Bibi Park" aku tersenyum.

"Ada acara hari ini?" Tanyanya.

"Rencannya hari ini aku ingin berangkat latihan Yoga." Jawabku.

"Oh ya? Dimana?" Ujarnya bersemangat. Gawat!

"Mm...di sekitar apartemen."

"Kebetulan sekali, hari ini bibi tidak ada kegiatan. Paman lagi sibuk, dari tadi pagi berkutat dengan leptopnya. Bibi temani kau latihan yoga bagaimana?"

Oke, kalau kau ada di posisiku, apa yang akan kau katakan? Aku suka Nyonya Park. Tapi aku rasa dia tak pantas Jalan dengan ku. Dia kan dari kaum jetset. Jadi kau tau kenapa aku harus mencegahnya.

"Oh,Mm... Tapi studionya kecil, tidak nyaman. Bibi pasti tak suka." Kataku.

"Mm... Bagaimana kita cari tempat lain yang lebih besar dan nyaman?" Usulnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dan disinilah aku. Di depan sebuah rumah megah bernuansa eropa ini. Rumah keluarga Park. Dalam hati aku berdoa berharap Chanyeol tidak ada di rumah. Terus terang aku malas bertemu dengannya setelah kejadian semalam. Nyonya Park sedang berbicara di telpon ketika aku masuk.

"Oh, iya ini dia sudah datang." Katanya. Ia menyerahkan telpon kepadaku. Ternyata dari ibuku.

Dan... Kalian tahu? Minggu depan aku harus menemani mereka berdua latihan Yoga! Ini tidak boleh terjadi. Aku harus segera membuat rencana penangkal. Aku masih ingat bagaimana mereka menelantarkan ku waktu itu.

Setelah selesai berbicara dengan ibuku, aku pun memberikan telpon tersebut kepada Nyonya Park, wanita bermarga Park itu pun langsung meletakkan kunci mobil di telapak tanganku.

"Baekhyun, kau bawa mobilnya ya?" Tanyanya. "Kita pergi dengan mobil nya paman saja." Tambahnya.

Aku pun mengangguk dan melangkah ke garasi. Disana hanya tersisa satu mobil-wow! Aku harus mengendarai mobil ini? . Mobil Mercedez hitam ini?

"Ayo, sayang." Nyonya Park muncul di belakangku.

"Tapi...Ta-tapi-"

"Kenapa? Ini manual, tenang saja." Katanya santai.

Bukan itu masalahnya. "Nanti kalau tergores bagaimana?" Aku memandang body mobil yang hitam mengkilap itu dengan khawatir.

"Ini sudah di asuransi," katanya enteng. "Ayo berangkat."

Dengan sedikit gemetar, aku menyelipkan kunci dan memencet tombol starter. Suara mesinnya begitu halus, tidak seperti mobil pertama ku dulu-VW kodok berwarna hijau. Aku menjalankan mobil Tuan Park dengan ekstra hati-hati. Setelah rasa gugupku sedikit berkurang, aku mencoba untuk menambah kecepatan. Hmm... This is so cool. Aku harus mengakui mobil ini sangat keren. Mungkin aku harus membeli nya suatu saat nanti. Menjadikannya bagian dari identitasku. Dan aku akan memberikannya nama . Mm...tapi berapa kira-kira harga mobil ini? Mobil ini keluaran terbaru. Pasti membutuhkan banyak nol. Aku rasa aku harus menang lotere atau semacamnya dulu sebelum membelinya.

Kami sampai di studio Yoga dengan selamat, tanpa goresan sedikitpun. Selama satu jam kami mengikuti gerakan-gerakan dari Yuri, sang instruktur. Nyonya Park semangat sekali. Wajahnya yang cantik berkeringat dan kemerahan.

Selesai latihan, kami makan siang di sebuah restoran jepang tak jauh dari studio.

Tak sampai lima menit aku sudah menghabiskan 3 Takoyaki. Ketika aku mengangkat kepala, Nyonya Park sedang memandangiku sambil tersenyum. Ia bahkan belum menyentuh Sushi nya.

"Bibi tidak makan?" Tanya ku heran.

"Nanti saja. Dari dulu bibi senang kalau melihat kau makan," katanya, ia mengusap pipiku.

Aku terdiam, merasa bersalah karena tak punya ingatan apa-apa tentang dirinya dan keluarganya.

"Maaf, aku tidak tahu kenapa aku bisa tidak mengingat apapun." Ujarku pelan.

Ia menggeleng. "Aku yang seharusnya meminta maaf," katanya sedih. "Kami yang meninggalkan kau. Kau hanya melakukan apa yang harus kau lakukan." Ia menunduk kemudian mengangkat kepala lagi, menatapku.

"Waktu itu ibumu memberitahu kami kalau kau sedang sakit, dan terus mengigau, memanggil-manggil..." Ia menghela napas. Aku menatapnya penuh tanya. Aku menunggu kelanjutan ceritanya tapi Nyonya Park hanya diam.

"Memanggil?" Tanya ku penasaran.

"Nama Chanyeol."

Apa? Chanyeol?

Kenapa?

Aku mengerutkan keningku bingung, bagaimana mungkin aku mengigau memanggil nama Tiang listrik itu.

Melihat tingkahku Nyonya park kembali menjelaskan. "Kami sebenarnya ingin menjengukmu. Tapi kami pikir itu bukan ide yang bagus, karena kami Khawatir jika kami kembali ke Bucheon dan kemudian kami pergi lagi ke Dubai kau akan kembali bersedih." Nyonya Park menatapku dengan sorot mata penuh kesedihan.

Nyonya Park terdiam. Sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan, tapi aku rasa lebih baik aku diam dan mendengarkan.

"Ternyata kami salah, tubuh mu semakin lemah dan suhu tubuhmu bertambah. Kau terus-terus bertanya kapan Chanyeol akan kembali. Tapi ibumu hanya diam, dan suatu ketika," kulihat Nyonya Park menarik napas panjang.

"Ketika suhu tubuhmu sudah mencapai 42 derajat kau tiba-tiba tidak sadarkan diri." Nyonya Park menitikkan air mata, aku terkejut. Aku langsung berpindah posisi duduk di samping Nyonya park dan merangkulnya.

"Kau jatuh koma, Chanyeol yang mendengar kau yang sedang di rawat di Rumah sakit langsung menangis dan meminta bibi dan paman untuk mengantarkannya ke korea. Selama 3 hari kau koma dan Chanyeol masih tetap selalu menjagamu. Karena Ayahnya Chanyeol tidak bisa meninggalkan perusahaannya terlalu lama, kami pun memutuskan untuk pulang." Nyonya Park menghelakan napas dan mengusap air matanya.

"Tapi, Chanyeol tidak mau ikut kami pulang ke Dubai. Kami pun menitipkannya dengan ibumu selama dia di korea. Tapi baru sehari kami meninggalkannya, tiba-tiba dia menelpon ku dan mengatakan ingin pulang. Kami bertanya apakah kau sudah sadar dari koma, Chanyeol mengatakan iya. Kami merasa senang, tapi Chanyeol mengatakan..." Nyonya Park kembali menitikkan air mata. Ia terdiam sejenak. Aku mengelus-elus pundaknya menenangkan.

"Setelah kau sadar, kau tak mengenal Chanyeol. Tapi kau masih mengingat keluargamu."

Mendengar cerita Nyonya Park aku merasa sangat bersalah. Benarkah aku seperti itu? Sakit hanya karena di tinggal keluarga Park?

"Maafkan aku." Nyonya Park menoleh kearahku dan menggeleng.

"Tidak, ini bukan salahmu. Jangan meminta maaf." Nyonya Park menepuk-nepuk tanganku. "Kami mengerti. Ini juga bukan kehendakmu." Ia tersenyum. "Yang terpenting sekarang kami sudah kembali dan tidak akan meninggalkan kau lagi. Dan semoga saja semua bisa kembali seperti dulu." Tambahnya terburu-buru.

Aku balas tersenyum. "Aku berharap dapat mengingat semua nya lagi."

"Tidak apa-apa. Jangan dipaksakan. Ayo kembali ke tempat duduk mu. Makanan mu harus kau habiskan." Katanya lembut.

Aku pun kembali duduk di depan Nyonya Park dan kembali memakan takoyaki yang sebenarnya aku tidak berselera lagi untuk memakannya.

"Oh iya, nanti ikut makan malam di rumah ya?" Ujar Nyonya Park sambil mengigit Sushi nya. Tanpa pikir panjang, aku mengangguk.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sebelum pulang, kami singgah ke sebuah Market di pinggir jalan. Aku mengernyit melihat belanjaan Nyonya Park. "Banyak sekali, seperti ada pesta saja."

Ia tersenyum. "Sekalian untuk kebutuhan selama seminggu. Kebetulan nanti Chanyeol juga mengajak temannya makan malam di rumah."

Sepertinya aku tahu siapa teman yang dimaksud itu. "Gayoung?"

Nyonya park kaget. "Iya, kau tahu?"

"Tadi malam Chanyeol memperkenalkannya." Jawabku.

Astaga, jadi ada Gayoung juga? Bisa gila. Chanyeol saja sudah membuat kepalaku pecah apa lagi ditambah orang itu. Sekarang bagaimana? Aku sudah terlanjur mengiyakan untuk ikut makan malam. Apa alasan yang bisa ku ajukan untuk membatalkannya? Sakit kepala atau sakit perut? Aku menggeleng. Bisa-bisa Nyonya Park sendiri yang akan mengantarku ke dokter.

"Apa mereka berpacaran?" Tanyaku ketika kami sudah kembali meluncur di jalan. Astaga! Apa yang kau tanyakan itu Byun Baekhyun! Mati kau sekarang!

Nyonya Park tertawa. "Gayoung itu teman Chanyeol sewaktu di Singapore" jawab Nyonya Park.

Kalau itu aku sudah tau. Aku menunggu kalau-kalau Nyonya Park akan menambahkan beberapa kalimat lagi. Ternyata Tidak.

"Mm... Apa Chanyeol sudah punya kekasih?" Dari sudut mataku, aku melihat Nyonya Park sedang mengamatiku penuh minat dan wajahku langsung merona.

"Lebih baik kau tanya saja dengan Chanyeol langsung." Ia tersenyum penuh rahasia.

"E-eh iya." Akan aku menanyakan nya langsung. Sudah jangan tanya-tanya lagi. Lebih baik pikirkan alasan untuk membatalkan tawaran makan malam itu.

"Baekhyun sendiri sudah punya pacar?" Tanya nyonya Park mengejutkan.

Nah kalau ini namanya senjata makan tuan. "E-eh, Mm... Belum." Jawabku gugup.

"Aku tidak yakin. Wanita secantik kau seharusnya banyak yang mengantri."

"Bibi bisa saja." Ujarku malu-malu bercampur senang.

"Belum ketemu yang pas ya? Memangnya tipe idamannya seperti apa?"

Benar-benar senjata makan tuan. Tolong sudahi pembicaraan ini. "Heheh tidak terlalu muluk-muluk. Yang penting cinta."

"Tidak perlu tampan?"

"Mm... Itu juga perlu," aku meringis. "Supaya enak dilihatnya."

Nyonya Park tertawa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah memutar otak, akhirnya aku berhasil menemukan satu alasan untuk menyelamatkanku dari makan malam ini. Nyonya Park sedang sibuk memberi pengarahan kepada Maid-nya ketika aku masuk ke dapur. Ia mendongak dan tersenyum.

"Baekhyun, kau ingin minum apa? mau Bibi buatkan coklat panas ? Kau kan suka dengan coklat." Katanya.

"Tidak perlu, Terima kasih." Aku berdeham untuk menutupi kegugupan ku. "Mm... Bibi, aku baru ingat kalau hari ini ada laporan yang harus di kerjakan. Dan harus di serahkan besok, lebih baik aku pulang saja." Kataku sambil melirik jam tangan supaya terlihat Urgent. Nanti aku bisa cari alasan lain supaya tidak bisa datang.

"Buat disini saja. Dari pada kau bolak-balik." Usul Nyonya Park.

"Tapi tadi aku lihat, komputer yang ada di ruang keluarga sedang di pakai Paman." Sautku.

"Gunakan saja komputer milik Chanyeol."

Aku terdiam. Nyonya Park menghampiriku dan mendorongku pelan kearah tangga.

"Kamarnya yang paling ujung," katanya.

Pilihan apa yang kumiliki? Dengan berat hati aku mulai menaiki tangga.

Aku sampai di depan kamar paling ujung dan berharap pintunya terkunci. Aku pun menjulurkan tangan ku untuk membuka pintu.

Cklek

Sialan! Pintunya terbuka!

Dengan terpaksa aku masuk kedalam kamar. "Halo, apakah ada orang?" Kataku sambil menoleh kiri kanan, memastikan tidak ada keberadaan Chanyeol di dalam kamar ini.

Kamar nya Luas. Sebuah tempat tidur ukuran besar berwarna hitam terletak di tengah-tengah. Satu set peralatan stereo yang kelihatan canggih di pasang di atas headboard lengkap dengan speaker. Sebuah rak menjulang ke langit-langit berisi buku-buku, CD, dan beberapa rubik berbagai bentuk serta sebuah Armchair Plus ottoman di letakkan di sebelahnya lengkap dengan lampu baca yang bisa diatur. Komputer terletak di meja sudut, dekat Rak. Disebelahnya ada sebuah meja gambar. Dan sebuah lemari besar tepat berada di seberang kamar mandi.

Aku meletakkan tasku di meja komputer, tapi bukannya menyalakan komputer, aku lebih tertarik melihat-lihat isi rak, meneliti buku-buku yang berjajar rapi-sebagian besar buku tentang arsitektur dan desain bangunan, ada juga buku photography dan novel-novel populer, bermacam-macam CD, berbagai gadget, dan souvenirs. Ada foto-foto Chanyeol dengan keluarga dan teman-temannya. Sepertinya dia menyukai kegiatan outdoor. Tak ada foto khusus dengan Gayoung. Haha!

Aku kembali ke meja komputer dan menyalakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan Nyonya Park tiba-tiba muncul, aku Login ke email-ku dan mengeceknya.

Apalagi yang bisa kulakukan?

Sepertinya mandi berendam air hangat sambil mendengarkan musik adalah pilihan menarik. Perlahan aku membuka pintu kamar mandi-berharap tidak ada barang-barang 'aneh' disana. Yah... Kau tau lah, ini kamar mandi laki-laki, siapa tahu saja ada hal-hal berbau porno di sini.

Aku mulai mengisi Bath up dengan air hangat. Sebelum melepas baju. Aku memastikan pintu kamar mandi terkunci dengan baik.

Aku berendam sambil mendengarkan lagu melalui iPod ku selama kurang lebih 15 menit. Saat air sudah mulai dingin, aku keluar dari bath up dan memakai baju kembali. Tubuhku terasa rileks. Aku pun keluar dari kamar mandi.

Melihat ranjang yang empuk, kupikir tidak ada salahnya untuk berbaring sejenak sambil menunggu saat makan malam. Aku melempar iPod-ku di kasur dan pergi memilih CD di rak. Setelah menemukan satu buah album lagu instrumen kalasik aku langsung melompat ketempat tidur, aku termangu di depan stereo. Banyak sekali tombolnya. Dengan ragu-ragu, aku memencet tombol ON dan tiba-tiba terdengar suara bergemuruh di seluruh kamar. Aku terkejut dan dengan cepat memutar tombol-tombol di depanku. Suara itu menghilang. Astaga.

Mudah-mudahan aku tidak merusaknya. Aku mengamati deretan tombol-tombol yang berderet itu dengan hati-hati. Setelah berkutat beberapa saat, aku berhasil menemukan tombol yang tepat dan suara alunan piano mulai terdengar memenuhi ruangan. Aku berbaring sambil merenggangkan tubuhku. Tanpa kusadari mataku mulai terpejam.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Baekhyun.." Samar-samar terdengar suara bass seseorang memanggilku perlahan lalu disusul dengan tangan yang menyingkirkan rambutku dari wajahku. Aku mencoba membuka mata, tapi terlalu berat. Dan akhirnya aku hanya menggeliat.

"Hngg" merasa terusik aku mengeluh sambil membalikkan badanku kesebelah kiri. Terdengar suara kekehan.

"Baekhyun.." Suara bass itu tetap memanggilku pelan, tatapi kali ini sambil mengusap-usap kepalaku. Mm... Aku membenamkan kepalaku ke bantal dan menarik lututku keatas, mataku semakin terpejam. Terdengar suara kekehan lagi, lalu sebuah kecupan mendarat di kepalaku. Beberapa saat kemudian, suara pintu ditutup. Sayup-sayup kudengar suara piano masih mengalun.

.

.

.

.

.

.

.

"Baekhyun.." Kali ini suara yang berbeda memanggilku disusul dengan sebuah tangan menepuk-nepuk pipiku dan menarik tanganku. Aku mencoba membuka mata lagi, tapi masih terasa sangat berat. "Sayang.." Kata suara yang sama. Aku pun dengan susah payah membuka mata, kali ini berhasil. Samar-samar kulihat wajah Nyonya Park. Aku mengerjap dan wajah itu semakin jelas.

Dengan cepat aku mendudukkan diriku dan mengusap-usap mata. Aku tertidur? Di kamar Chanyeol? Padahal aku tadi bilang ingin membuat laporan.

"Maaf, aku mengantuk tadi." Kataku tersipu.

Ia tersenyum. "Makan malamnya sudah siap. Ayo turun."

Nyonya Park merapikan rambutku lalu berdiri dan keluar. Aku mengusap-usap muka ku pelan mengusir kantuk kemudian berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah mencuci muka, aku pun keluar dari kamar mandi dan mengambil tas ku kemudian keluar dari kamar. Kulihat Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Baekhyun sini," seru Nyonya Park begitu melihat ku menuruni tangga. "Sudah kenal dengan Gayoung kan?" Katanya. Aku melempar senyum terpaksa ke arahnya. Hanya dengan melihatnya saja, diriku dipenuhi dengan energi negatif. Ia membalas senyumku. Aku sengaja tidak menoleh ke arah Chanyeol.

Aku duduk sambil diam-diam melirik kearah keduanya. Mereka duduk berdampingan, hampir menempel satu sama lain. Bagaimana mungkin tidak ada apa-apa diantara mereka ? Dan kemana saja mereka seharian ini?

"Gayoung, Liburan sampai kapan?" Tanya Nyonya Park.

"Minggu depan. Sebenarnya aku ingin mengajak Chanyeol ke Jepang," ia melirik Chanyeol. "Tapi Chanyeol tidak bisa menemani." Ia cemberut. Kali ini aku terang-terangan menatap Chanyeol, aku ingin tahu apa reaksi Chanyeol.

"Maaf, aku harus ke Daegu. Ada Proyek yang harus aku kerjakan." Katanya.

"Tapi janji ya, jika aku liburan nanti kau harus menemani ku ke jepang."

"Kita pergi bersama dengan Baekhyun saja. Baekhyun juga berjanji ingin menemaniku ke hakodate. Iya kan, Baekhyun?"

Aku berpura-pura tersenyum ceria, "tidak, terimakasih. Lebih baik pergi berdua saja," ujarku. "Three is a crowd," tambahku. Aku tidak mau menontoni mereka bermesraan jika aku pergi bersama mereka.

Sudut bibir Chanyeol terangkat, ia tersenyum menggoda. "Maksudmu, kau lebih suka kita pergi berdua saja?"

"HA...HA..HA.. Lucu sekali, Tuan Park Chanyeol" Sahutku tanpa senyum. Ia tertawa.

"Ehm... Kita makan sekarang saja yuk. Makanannya sudah siap." Ajak Nyonya Park. Ia menoleh dan menepuk pipiku. Sepertinya ia bisa mencium gelagat tidak baik diantara kami dan tidak mau ambil resiko.

Chanyeol menghampiriku, ia menunduk dan mendekatkan wajahnya. "Kau tahu, kau tidur seperti ini?" Ia mengangkat tangannya dan memasukkan jempolnya ke dalam mulut. Kemudian ia tersenyum jahil.

"Hey aku tidak tidur seperti itu!" Perotesku sambil berdiri di depannya.

"Dasar bocah" ejeknya kemudian berlari meninggalkan ku yang hendak memukulnya.

"Hey! Chanyeol! Kemari kau!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kantor masih sepi saat aku sampai, tapi ruangan Sehun sudah terang dan samar-samar aku bisa mendengar suara keyboard-nya. Sambil menunggu komputer siap, aku meraih gelas di sudut meja ku, tapi gerakanku terhenti begitu mataku tertuju pada sebuah gelas plastik berisi kopi di atas meja. Ada selembar kertas terlipat dibawahnya. Jantungku langsung berdetak diatas kecepatan rata-rata begitu aku membuka lipatan kertas itu.

'I had a good time last saturday'

Tak ada nama. Tapi aku mengenal tulisan tangan itu.

Aku cepat-cepat membuka Outlook. Dengan jari-jari gemetar aku mengetik.

'I had a good time too. Terimakasih kopinya.'

Setelah meng-klik send, aku menunggu sambil meremas-remas tanganku. Tak sampai satu menit, balasan itu datang.

'Your welcome.'

Aku langsung lompat-lompat kegirangan. Kepercayaan ku yang semula runtuh kini berdiri kokoh lagi. Aku hanya terlalu khawatir kemarin. Tidak mungkin Sehun memiliki fikiran seburuk itu kepadaku. Dengan cepat aku mengambil ponselku.

"Kyungsoo, tebak apa yang aku dapat pagi ini?"

"Naik gaji?"

"Note dari Sehun!" Seruku. "Dia mengatakan 'I had a good time last saturday' ternyata kencan kemarin sukses!"

"Kalau begitu selamat ya" kata Kyungsoo.

"Nanti aku akan menyusun rencana lagi bagaimana caranya aku bisa berkencan dengannya lagi" kataku dengan kepercaya dirian yang pulih.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah membongkar tas dan mengecek semua sudut, iPod-ku tetap tidak kutemukan. Aku ingat terakhir kali aku mendengarkannya adalah saat berendam di kamar mandinya Chanyeol. Atau jangan-jangan ketinggalan di rumah Chanyeol. Ku lirik jam dinding, sudah jam sepuluh malam. Apa dia masih terjaga?

Dengan enggan aku meraih ponsel.

"Yeoboseyo?" Terdengar suara berat itu menyapa.

"Apa kau sudah tidur?" Tanyaku.

"Pertanyaan macam apa itu, Byun Baekhyun? Jelas aku belum tidur" jawabnya kemudian terkekeh.

"Kau benar, hehe" aku pun ikut terkekeh malu.

"Ada apa kau menelpon ku?" Tanyanya. Sebelum aku membuka mulut terdengar suara Chanyeol lagi. "Tunggu, biar kutebak. Kau mau mengatakan kalau kau berubah fikiran tentang trip kita ke Hakodate itu?"

Aku mendengus sebal. "Memang apa untungnya aku pergi dengan mu?"

"Banyak." Katanya dengan nada bangga. "Aku berjanji jika kau pergi bersamaku itu akan menjadi pengalaman yang tak pernah kau lupakan. Kita keliling Hokkaido lalu kita datangi semua tempat bersejarah atau restoran disana. Setelah itu kita ke Hakodate dan naik ke gunung yang kau impikan itu. Kita bisa melihat Hokkaido dari atas sana. Bagaimana?"

Kedengarannya memang asyik dan seru. Terus terang aku sangat tertarik, tapi aku ingin melakukan semua itu dengan Sehun. Ya tuhan, kenapa bukan Sehun yang mengatakan semua itu padaku?

"Baekhyun?" Suara Chanyeol menyadarkanku.

"Mm...No, thanks." Ujarku cepat-cepat.

"Kenapa?"

Ohh oke Baekhyun, kembali ke tujuan awal.

"Mm.. Chanyeol, iPod-ku tertinggal di kamar mu ya?" Tanya ku mengalihkan pembicaraan. Aku tidak mau semakin lama membicarakan kota impianku itu padanya, kalau tidak di cegah aku bisa-bisa meng-iya kan ajakannya.

Ada jeda beberapa detik sebelum ia menjawab, "iya, besok aku antar ke kantor mu."

Oh, itu tidak boleh terjadi. Masih ingat kan terakhir kali Chanyeol ke kantorku? Semua wanita mengintrogasiku menanyakan siapa Chanyeol dan status nya yang masih single atau tidak.

"Mm.. Tidak perlu. Biar aku yang mengambilnya di kantormu. Oke?"

Ia terdiam lagi, "oke." Katanya kemudian.

"Jam istirahat ya. Thanks"

.

.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED

OR

END

.

.

.

.

hai hai hai...

aduh makasih banget ya yang udah review di chapter kemarin :')

btw ini chap terpendek dalam sejarah gue bikin ff haha :')

sorry guys, gue lagi sibuk belajar buat masuk univ nih , demi kalian aku rela-relain bikin ff ini walaupun cuma sedikit :)

ya seenggak nya sekarang kalian gak penasaran lagi kan kenapa baekhyun bisa gak kenal sama keluarga Park heheh

ayo review yang banyak lagi biar gue nya juga tambah semangat

gue janji di chap selanjutnya kalian akan menerima sebuah kejutan yang tidak terduga haha

ini berkaitan sama Sehun, ayooo! di review ya, kalo review nya dikit aku males ngelanjutnya juga :(

oke, ngomong2 gimana chanbaek makin ke sini? makin liar kah ? makin frontal kah? haha

aku greget banget lah sama couple ini, doyan kode-kodean .

HA