Warning:

Ini cerita yaoi, boy x boy. Typo berhamburan melebihi jutaan bahkan milyaran bintang yang berhamburan di atas langit. Cerita ini juga sebenarnya adalah cerita yang sudah hampir menjamur di laptop saya, sudah saya tulis amat sangat jauh sebelum saya mem-publish fanfic saya yang sebelumnya, namun dengan cast yang berbeda. Tapi mengingat kecintaan saya terhadap Tao dan suaminya Wu Yifan, saya mengganti cast ini dengan meng-edit ulang.

Untuk itu saya mohon maaf apabila ada beberapa nama yang terselip yang terlewatkan untuk saya edit. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

XOXO

.

.

.

.

Mohon maaf sebelumnya jika banyak sekali typo. Ini adalah ff remake yang dulunya saya buat dengan berbeda cast Tao=Aya, Kris=Arya dan Changmin=Gandhi.

Saya hanya mengedit sekali, jadi mohon maaf jika banyak typo.

Dan cerita ini tetap Yaoi/Bl/Boys Love

*DEEP BOW*

XOXO

.

.

.

.

.

.

Prev. chapter

Miris, benar-benar miris melihat sahabat sekaligus yang ia anggap sebagai adik seolah kehilangan jiwanya, tak terasa airmata menggenang di pelupuk matanaya. Ia mendongak keatas untuk menatap langit-langit agar tidak menjatuhkan liquid bening itu. Kris sedikit menarik tangan Changmin, "bicaralah padanya" gumam Kris sambil memberikan tempat untuk Changmin, sedikit bingung bagi Changmin, apa yang harus ia katakan. Lama ia memandang sosok manis di hadapannya. Terdiam kini tak mampu ia melakukan sesuatu, perlahan ia mendekatkan wajahnya pada telinga gadis itu seolah menghipnotis akal sehatnya lupa telah melakukan sesuatu "Aku akan menjagamu" gumamnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Story begin!

.

.

.

.

.

She will die if you love her not,

And she will die ere she might make her love known.

( Dia akan mati jika kau bukan mencintainya,

Dan dia akan mati sebelum ia mungkin mengenal cintanya) ~ Shakespeare

.

.

.

.

Kris

Seberapa lama ia memandang langit, dari berwarna biru cerah hingga menjadi abu-abu. Ia mendengus hampa, mencengkram dadanya yang kini terasa nyeri. Bukan! Ini bukanlah fisik yang menyakitkan, melainkan mental dan jiwanya. Pertanyaan selalu memburu dalam otak yang selama ini tersembunyi dibalik tengkorak kuat nan tegas. Apakah aku pembawa sial?

Tak ada yang mampu menjawab. Ayah? Teman? Sahabat? Termasuk dirinya sendiri. Bahkan setiap pagi dan petang ia bersimpuh untuk memohon dan bertanya, namun tak ada satupun jawaban yang diberikan-NYA.

Pemuda bersurai blonde itu menatap hampa tubuh lemah yang tergolek di hadapannya. Tubuh seseorang yang selama ini membuat hidupnya kacau, seakan separuh dari kehidupannya ikut tertanam dalam jiwa tak tergapai. Ia menghela nafas sejenak untuk melonggarkan paru-parunya, tangannya bergerak menelusuri pahatan dewa yang indah terukir pada paras cantik tubuh tersebut. Jari-jarinya berhenti menari ketika menyentuh masker bening yang menutup curve lembut itu.

"Seberapa lama matamu akan terpejam." Gumam pemuda itu tepat di samping tubuh lemah tersebut. Seberapa lama bibir ini akan tertutup, seberapa lama, tangan ini akan melemah. Kini tangannya menggenggam erat tangan tubuh lemah itu. Dikecupnya punggung tangan seseorang yang menjadi nafasnya kini.

Kesibukan pemuda tampan ini terhenti ketika seseorang membuka pintu kamar ruang rawat inap tersebut. "Tao" gumam seorang pemuda cantik bertubuh kecil.

"Kalian siapa?" Tanya Kris-pemuda tampan itu-.

"Kam-kami,,, umm.. kami.."

"Kami, bisa di katakan teman lama Tao." Ucap seorang pemuda lain memotong perkataan pemuda disebelahnya.

"Maksud kalian?" Tanya Kris mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Nanti akan kami jelaskan, bisakah kami bertemu Tao dahulu?" Tanya pemuda itu lagi.

Kris memberikan jalan kepada kedua pemuda tersebut untuk menemui Tao, sosok yang selama ini terbaring lemah.

Kedua pemuda itu berdiri di sebelah kiri Tao memandang sendu tubuh yang terluka, mereka tahu bagaimana sakit yag selama ini Tao rasakan, mereka amat sangat memahami bagaimana lubang hitam itu semakin terbuka lebar bagai ribuan cacing yang menggerogotinya. Mereka mengerti perih itu, mereka paham air mata itu, mereka tahu kekecwaan itu. Karena merekalah yang membuat luka itu ada.

"Tao~" gumam salah satu pemuda itu lirih. "Mianhe." Tambahnya. Air mata mulai terurai membasahi pipi mulus pemuda cantik itu. Ia terjongkok sambil menutupi mulutnya.

"Sudahlah Lu, semua ini sudah terjadi." Ucap seseorang lainnya sambil memeluk pemuda yang berjongkok itu. Bukan balasan pelukan yang di dapat, melainkan dorongan yang kuat.

"Kau!" tunjuk pemuda cantik itu, suaranya berdesis tertahan, namun amarah terlihat jelas dari mata yang memandang tajam itu. "Bagaimana bisa kau menganggap semua ini gampang, bagaimana bisa kau melupakan ini?" geramnya nyaris berteriak.

"Aku tidak menyuruhmu untuk melupakan semua ini Lu!" pemuda lain juga menggeram tertahan, ia sadar ini adalah di rumah sakit. Jadi ia tak ingin membuat keributan disisni. "Aku tidak menyuruhmu-," ucapan itu terhenti sejenak pemuda berkulit putih bagai susu itu menundukan kepalanya. "- untuk melupakan kesalahan kita." Lirihnya.

Kris hanya memandang mereka tak mengerti, drama apa yang sebenarnya mereka mainkan? Iner lelaki bersurai blonde itu. Tak sedikitpun niatnya untuk membuka suara, ia memilih untuk keluar dari kamar tersebut. Membiarkan mereka hanya berdua, tidak tiga jika kau menganggap Tao ada dalam interaksi tersebut.

Cukup lama lelaki blasteran Canada-China itu menunggu seseorang yang berada di dalam sana, hingga terdengar suara pintu yang terbuka. Dua orang –yang menurut kris- mirip tersebut, mendudukan dirinya di sebelah kanan. Tak ada suara sedikitpun yang terdengar, hingga salah satu diantaranya memperkenalkan dirinya untuk memecah keheningan.

"Perkenalkan, namaku Luhan, Xi Luhan." Ucap pemuda cantik yang menangis berjongkok tersebut sambil mengulurkan tangannya kepada Kris.

"Wu Yi Fan, kalian bisa memanggilku Kris." Ucap Kris sambil menerima jabatan tangan Luhan.

"Dan dia kekasihku, Oh Sehun." Ucapnya sekali lagi memeperkenalkan Sehun, pemuda berkulit putih pucat.

"Umm,," Kris hanya menggumam sambil kembali menerima uluran tangan Sehun.

"Kau kekasih Tao?" Tanya Sehun sambil menatap lekat manic mata Kris.

Kris hanya terdiam, ia tak tahu apa yang akan di jawabnya, apakah ia kekasih Tao? Akhirnya kepalanya menggeleng sebagai jawaban. Sehun menganggukan kepalanya setelah menerima jawaban dari Kris. "Aku tak tahu, apakah aku kekasihnya atau bukan?" jawab Kris yang kembali membuat Sehun menengokan kepalanya kearah Kris.

"Maksudmu?" kini Luhan membuka suara.

"Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya." Ucap Kris. "Namun, yang aku tahu, aku mencintainya." Kembali pemuda bersurai blonde itu berucap. "Tapi, apakah aku pantas?" lanjut Kris.

"Ku yakin kau pantas untuknya." Luhan berucap membuat kedua pemuda itu menoleh kearahnya.

Kris hanya tersenyum, di dalam hatinya ia sedikit merasa lega. Setidaknya ia pantas untuk Tao, seperti yag di katakana Luhan. "Sebenarnya kalian siapa?" Tanya Kris kembali.

"Bukankah aku sudah mengatakan jika kami adalah teman lama Tao." Ucap Sehun.

"Benarkah?" Tanya Kris tak percaya.

"Kau tak perca-" Sehun sedikit menggeram karena ketidak percayaan Kris, namun semua terhenti ketika Luhan berucap.

"Bisa dikatakan aku adalah mantan sahabat, dan Sehun adalah mantan kekasih Tao." Ucap Luhan membuat pemuda blonde disebelahnya mematung.

.

.

.

Ini tak menjawab apapun, bahkan ini tak memperbaiki keadaan. Pengakuan seseorang membuat ia harus kembali menelan kenyataan pahit, jika… orang itu pernah tersakiti. Apa bisa ia menyentuh hatinya, meski bukan pada palung yang paling dalam? Kali ini biarkan kesempatan itu ada.

.

.

WHY ARE NOT

Author : Huang Yue

Pair : KRISTAO

Cast : Tao, Kris

Rate : M (buat jaga-jaga aja)

Genre : Romance, Drama, Hurt, Comfort, Angst.

Typo is every where

.

.

.

.

.

.

Xi Luhan ~22 tahun~

Hidup apa yang sebenarnya ia jalani kini, penyesalan? Kekalahan? Kesakitan? Kekecewaan? Rasa bersalah? Ya semua itu hanya pada satu orang. Satu orang yang mampu membuat ia merasakan itu semua. Lama ia memandang seseorang yang terbaring lemah di hadapannya. Apakah ada mantan sahabat? Jika ya, bisa di katakan seseorang itu adalah mantan sahabatnya. Tapi tidak bagi-nya.

Dia berubah, amat sangat berbeda. Dulu dia adalah sahabatnya, tempat bersandarnya, poros jiwanya. Tapi kini berbeda, ia hanyalah orang asing yang tak pernah sama sekali menatap matanya. Semua ini berubah karena cinta, jika ada pepatah yang mengatakan cinta itu buta? Ya itu memang benar. Hingga ia berani mencintai kekasih sahabatnya. Jika ada orang yang mengatakan cinta itu gila? Yang itu memang benar, karena ia bahkan merebut kekasih sahabatnya.

Ia merindukan sebuah percakapan yang dahulu, sebuah canda tawa, keluh kesah, gerutuan, SEMUANYA! Bukan orang asing atau langkah berat setiap kali mereka berpapasan tanpa sosok itu menoleh padanya. Air mata itu kembali terurai mengingat kesalahan yang pernah ia lakukan, seandainya sang waktu dapat kembali, mungkin ia lebih memilih untuk tidak mengenal sahabatnya. Egois memang, karena dalam hatinya ia masih menginginkan orang itu menjadi kekasihnya, meski Tuhan memberikan kesempatan dengan memutar waktu.

Lamunan itu buyar ketika sebuah tangan menariknya dalam pelukan hangat. Bagaimana mungkin ia tidak mencintai kekasih mantan sahabatnya –Sehun-, jika perlakuannya selalu seperti ini. Selalu memeluknya, bahkan saat masih menjadi kekasih sosok itu –Tao-. Sehun selalu memperlakukannya melebihi kekasihnya, mendekap hangat ketika ia menangis karena kucing kesayangannya mati, menyelimutinya dengan jaket miliknya ketika camp. Dan semua itu berubah menjadi sesuatu yang disebut cinta untuknya dan duri untuk sahabatnya.

Pemuda berkulit putih yang kini menjadi kekasihnya menarik tubuh itu keluar dari kamar rawat 'sahabatnya'. "Berhentilah menangis." Ucap Sehun-kekasihnya-. "aku mohon." Lanjutnya lagi.

"Tapi.. hiks,, aku tidak bisa Sehun." Ucap Luhan tersenggal karena tangisan yang tak kunjung terhenti.

"Kau boleh merasa bersalah, akupun begitu Luhan, tapi ku mohon berhentilah menangis itu membuat aku sakit ketika melihat air matamu." Sehun beranjak memeluk kekasihnya yang masik terisak itu.

"Aku bersumpah Sehun, jika nanti Tao sadar. Aku akan memohon maaf padanya meski aku harus bersujud, meski aku harus menjadi budak untuknya." Luhan berucap lirih namun masih bisa di tangkap oleh pendengaran Sehun.

"Lakukan, lakukan apapun yang mampu membuat hatimu lega." Kembali ia memeluk erat sosok yang kini menjadi jiwanya.

Rasa sakit ini melebihi apapun, salahnya memang yang melakukan penghianatan. Salahnya memang yang menggali lubang itu sendiri, tapi bisakah ia memohon ampun ketika keberaniannya sudah terkumpul untuk melihat sosok itu lagi.

CEKLEK!

Pintu ruangan itu terbuka, mereka keluar menemui Kris yang sedari tadi hanya duduk diam di luar. Sehun dan Luhan memilih untuk duduk di samping Kris, sunyi tak ada yang membuka percakapan sama sekali. Semua sibuk dengan fikiran masing-masing.

"Perkenalkan, namaku Luhan, Xi Luhan." Ucap Luhan tersebut sambil mengulurkan tangannya kepada Kris.

"Wu Yi Fan, kalian bisa memanggilku Kris." Ucap Kris sambil menerima jabatan tangan Luhan.

"Dan dia kekasihku, Oh Sehun." Ucapnya sekali lagi memeperkenalkan Sehun, pemuda berkulit putih pucat.

"Umm,," Kris hanya menggumam sambil kembali menerima uluran tangan Sehun.

"Kau kekasih Tao?" Tanya Sehun sambil menatap lekat manic mata Kris.

Kris hanya terdiam. Akhirnya kepalanya menggeleng sebagai jawaban. Sehun menganggukan kepalanya setelah menerima jawaban dari Kris. "Aku tak tahu, apakah aku kekasihnya atau bukan?" jawab Kris yang kembali membuat Sehun menengokan kepalanya kearah Kris.

"Maksudmu?" kini Luhan membuka suara.

"Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya." Ucap Kris. "Namun, yang aku tahu, aku mencintainya." Kembali pemuda bersurai blonde itu berucap. "Tapi, apakah aku pantas?" lanjut Kris.

"Ku yakin kau pantas untuknya." Luhan berucap membuat kedua pemuda itu menoleh kearahnya. 'Ya ku harap kau pantas untuknya'. Iner Luhan, karena ia tak ingin sosok itu tersakiti nantinya -lagi.

"Sebenarnya kalian siapa?" Tanya Kris kembali.

"Bukankah aku sudah mengatakan jika kami adalah teman lama Tao." Ucap Sehun.

"Benarkah?" Tanya Kris tak percaya.

"Kau tak perca-" Sehun sedikit menggeram karena ketidak percayaan Kris, namun semua terhenti ketika Luhan berucap.

"Bisa dikatakan aku adalah mantan sahabat, dan Sehun adalah mantan kekasih Tao." Ucap Luhan membuat pemuda blonde disebelahnya mematung.

"Apa maksud kalian?" Tanya Kris tak mengerti.

"Kami adalah penghianat Kris." Gumam Luhan lirih membuat Kris mengernyitkan dahinya.

Luhan menunduk dengan air mata yang terurai, ingatan-ingatan kembali terbuka, menyebabkan aliran air yang menetes itu semakin deras.

"Kenapa kalian melakukan ini padaku?"

Tangisan itu, ia sangat ingat bagaimana air mata itu terjatuh.

"Apa selama ini aku menjadi anak nakal? Hingga kalian membohongiku?"

Mata yang penuh luka, memancar sendu sarat akan kesedihan.

"Maafkan aku Tao, aku mencintai Luhan."

"Sebaiknya kalian membunuhku, daripada kalian harus berbohong padaku!"

Teriakan memilukan yang menjadi alunan lagu ballad menyayat hati.

"Apa kalian benar-benar saling mencintai?"

Pertanyaan lirih yang membuat bimbang, haruskah ia berkata sebenarnya atau tidak.

"Baiklah, jika kalian benar-benar saling mencintai. Aku akan merelakan kalian bersama. Tapi satu hal, jangan pernah melihat aku lagi."

Sesuatu yang ia lepaskan dengan air mata.

"Tapi kenapa Tao? Kenapa kau merelakan semua?"

Nafasnya sempat terhenti sesaat.

"Karena aku menyayangi kalian berdua"

Keikhlasan yang terpancar dari sorot matanya.

"Lalu, mengapa aku tak boleh melihatmu lagi?"

Keterdiaman yang sarat akan luka.

"Karena aku tak ingin nantinya merebut apa yang menjadi milikmu."

Dan semenjak itu, kita telah menjadi orang asing, bahkan lebih buruk dari orang asing. Lalu harus bagaimana mengembalikan semuanya? Penyesalan selalu datang di akhir? Tapi apakah kesempatan tidak ada lagi?

Dan lagi, air mata itu terjatuh. Tidakah semua ini berakhir? Mengapa cerita dan drama ini selalu penuh dengan air mata? Tidakkah kalian muak? Tapi bagaimana jika dia tak pernah bangun kembali?

.

.

.

Matahari itu hangat, matahari itu terang, matahari itu seuatu yang bercahaya dan sangat besar, dan kini sedikit sinarnya menembus potongan kain yang putih dan tipis, melewati potongan-potongan benda yang lain hingga menuju sebuah mutiara yang sedang tertutup. Perlahan kelopak mata itu terbuka menampakan obsidian yang selama ini tersimpan rapi seolah enggan untuk menampakan diri. Menatap dan merekam sekeliling dengan sedikit silau karena bias cahaya yang jatuh tepat pada kepingan itu. Ia menggerakan kepala kembali menatap sekeliling, mengernyitkan dahinya entah itu karena rasa sakit atau apa. Tapi ia mencoba untuk bangkit dan terduduk.

Kini kepingan obsidian itu kembali menatap ketika sebuah suara menarik perhatiannya. Suara dari deritan pintu yang dibuka dengan bersamaan pecahnya benda-benda karena terlepas dari tangan seseorang.

"Tao!" teriak tak percaya seseorng yang telah menjatuhkan benda-benda tersebut. Berlari menuju yang di panggilnya dan langsung memeluk sosok tersebut. "Kau sadar?" tanyanya dengan nnada penuh rasa syukur.

Bibir itu tetap terkunci namun otaknya bekerja, 'hangat' itu yang dirasakan ketika pelukan itu tiba-tiba menerjangnya. Lalu tangannya terulur pada sebuah cahaya yang keluar lewat jendela yang tertutup tirai tipis disampingnya. 'Ini juga hangat' inernya.

"Apa kau matahari?" gumam seseorang itu lirih namun masih mampu didengar oleh seseorang yang memeluknya melihat bagaimana jarak yang nyaris tak ada diantara keduanya. Ia melepaskan pelukan itu lalu menatap manic gelap yang selama ini tertutup.

"Kau mengatakan sesuatu, Tao?" Tanya seseorang yang sedari tadi memeluknya.

"Apa kau matahari?" Tanya-nya mengulang pertanyaan tersebut.

Ia hanya terdiam mendengar pertanyaan yang terlontar dari seseorang yang ia panggil Tao, seseorang yang begitu ia rindukan.

"Kenapa kau diam?" Tanya Tao memiringkan kepalanya.

Ia menghela nafas sebelum menjawab pemuda manis di hadapannya. "Kenapa kau mengatakan aku matahari?" bukan jawaban yang terlontar, melainkan sebuah pertanyaan.

"Karena kau sangat hangat, sama seperti sinar ini. Bukankah ini sinar matahari?" Tanya Tao dengan polos.

Lelaki itu tersenyum sambil mengusap kepala Tao lembut. "Benar, itu adalah matahari tapi aku bukan matahari." Ucapnya, namun suatu perasaan janggal muncul di hatinya, ia menggelengkan kepalanya menghilangkan fikiran tersebut.

"Benarkah?" Tanya Tao dengan raut wajah lucu. "Lihat senyum mu itu juga hangat, rambutmu juga sama seperti sinar ini." Ucapnya sambil menunjuk apa yang dikatakannya satu persatu. "Kalau kau bukan matahari lalu kau siapa?" Tanya Tao lembut.

DEG!

Apa yang ia takutkan itu benar? "Kau tidak mengingatku Tao?" tanyanya dengan hati-hati.

Tao hanya menggelengkan kepalanya pelan. Tiga bulan ia tertidur membuat rambut sekelam malamnya menjadi lebih panjang. "Lalu, kenapa kau memanggilku Tao? Apa itu namaku? Dan siapa namamu? Kenapa kau hanya diam?" Tao mulai meneteskan air matanya membuat lelaki tersebut tersentak ketika liquid bening itu jatuh perlahan.

"Hei, kenapa kau menangis?" Tanya lelaki terebut mencoba untuk menenangkan.

"Kau tak menjawab pertanyaanku." Jawabnya sambil sesenggukan.

"Ssssttt, baiklah dengarkan aku. Namaku Kris dan namamu adalah Tao." Ucap lelaki bernama Kris itu. "Uljima, Tao." Ia memeluk Tao dengan penuh kehati-hatian seolah pemuda manis di hadapannya ini adalah sesuatu yang rapuh.

"Kris ak-" seseorang baru yang datang membeku di tempat ketika ia melihat sosok itu terbangun dan dalam berada dekapan Kris.

"Ta-Tao, kau sudah sadar?" seseorang itu benar-benar tercekat entah ia harus bahagia atau tidak namun jujur ketakutan menjalar disekujur tubuhnya.

Kepala dengan surai hitam itu mendongak melihat siapa yang telah memanggilnya. Ia melepaskan dekapan hangat yang mulai saat ini sangat ia sukai. "Kau siapa?" tanyanya.

Tubuh itu menegang mendengar pertanyaan yang terlontar. Tidak ada nada dingin atau tajam yang keluar dari mulut mungil itu. Ia menerka-nerka apa maksud dari pertanyaan ambigu tersebut.

"Kris, dia siapa?" Tao mulai merengek ketika seseorang yang ia tanya tak menjawab pertanyaannya.

"Di-dia, Luhan." Jawab Kris sedikit terbata.

Tao terdiam, menatap lekat seseorang di hadapannya. Lalu sebuah senyuman terpancar dari wajah cantik tersebut. "Hi, Luhan." Ucapnya dengan riang.

Luhan hanya terdiam, entah apa yang difikirkan setidaknya kelegaan menyeruak rongga dadanya mengingat Tao tak menampar atau mencacinya mengingat kesalahan apa yang ia buat dulu.

.

.

.

.

.

.

Semuanya hanya terdiam melihat sosok yang ada di hadapan mereka yang kini tengah diperiksa seorang dokter. Kris, Luhan dan kini di tambah Sehun yang datang lima menit setelah kejadian –siapa itu?- pun sama terkejutnya ketika mengetahui jika Tao tak mengingat siapapun, bahkan dirinya.

"Sepertinya, Tao terkena amnesia." Ucap dokter tersebut. "Benturan keras yang terjadi di kepalanya, mengakibatkan ia kehilangan sebagian, bahkan mungkin seluruh memorinya." Tambah dokter tersebut.

"Apa dia bisa kembali mengingat masa lalunya?" Tanya Kris lirih.

"Kemungkinan besar, ya. Jika kalian membantunya untuk mengingat kembali masa lalu Tao." Ucap dokter dengan senyuman yang terukir manis. "Apakah kalian sudah menghubungi keluarganya?" tanya dokter itu kembali.

"Ya, kami telah menghubungi keluarganya. Mungkin sebentar lagi mereka sampai." Ucap pemuda pirang itu lagi.

.

.

.

.

.

.

Luhan memandang tubuh Tao yang kini sedang tertidur lelap, setelah pemeriksaan tersebut, Tao langsung tertidur. Sorot mata yang tak mampu ditebak terpancar dari manic milik pemuda bermata rusa itu.

"Apa aku harus mensyukuri kejadian ini?" Luhan membatin sambil tetap memandang damainya wajah Tao yang terlelap. "Sekarang kau benar-benar menjadi orang asing Tao, tapi berbeda kau tak akan membenciku lagi." Luhan tersenyum sangat tipis, masih tetap dengan memandang wajah pemuda panda itu.

"KAU!" Pekikan seseorang yang baru saja memasuki ruangan rawat Tao. "Apa yang kau lakukan disini penghianat?!" Ucap orang itu lagi. Orang itu terlihat sangat marah, terlihat dari wajahnya yang menahan amarah dan juga kedua tangannya yang terkepal erat.

Luhan membalikan tubuhnya untuk melihat orang tersebut, seketika tubuhnya menegang melihat eksistensi seseorang yang baru Saja memasuki ruangan itu.

"Ba-Baekhyun." Gumam Luhan. Baru sejenak ia bernafas lega karena seseorang yang menjadi pemeran utama dalam dosanya, tak mengingat apapun. Kini ia harus menekan dada ketika nafasnya tercekik oleh sorot mata tajam itu, sorot mata yang tak terlupakan, sorot mata yang sangat ia kenal. Baekhyun, sahabat Tao yang juga menjadi sahabatnya-dulu.

.

.

.

.

.

.

.

WHY ARE NOT

.

.

Karangan bunga lili putih segar terangkai menjadi satu bersama baby breath dan daun-daun hijau lainnya. Tercium aroma khas dari bunga tersebut, meski tak sekuat aroma melati maupun sedap malam, aromanya memiliki ketenangan tersendiri bagi sang pencium. Bunga-bunga itu terayun dengan lembut seiring langkah kaki sang pemilik yang mungkin sebentar lagi akan berubah.

Perawakan yang tampan dengan rambut dark choco itu melangkah dengan anggun. Sebelah tangannya masuk ke dalam saku celana sebenarnya hanya untuk menghilangkan kegugupan yang melandanya beberapa menit yang lalu setelah mendapat telephone kebahagiaan singkat dari sang sahabat –Kris-.

Langkah kakinya terhenti ketika ia berada tepat di depan pintu bercatkan sama dengan dinding tersebut, putih. Ia hendak mengetuk, namun diurungkan karena tiba-tiba pintu tersebut terbuka sendirinya, menampilkan dua orang pemuda manis dengan raut wajah dan aura yang tidak bisa di katakana baik. Salah satu tangan pemuda ber-eyeliner itu menggenggam erat tangan pemuda satunya dan mendorongnya dengan kasar.

"Pergi kau dari sini". Sayup-sayup pemuda itu dapat mendengar apa yang dikatakan oleh salah satu pemuda yang sedang berdebat itu, namun ia memilih untuk menghiraukan. "dasar, penghianat!" gerakan tangannya untuk membuka pintu itu kini terhenti –lagi, ketika ia mendengar sebuah kalimat yang membuat hatinya tertohok. Entah mengapa perasaan itu ada ketika ia mendengar kata terakhir tersebut.

"Changmin, mengapa kau hanya berdiri saja?" sebuah suara menginterupsi, Kris yang sedari tadi duduk di sebelah ranjang rawat dengan buku yang bertengger manis di tangannya jengah ketika melihat sahabatnya tak masuk juga.

"A-aku," Changmin –pemuda itu- menghela nafas sejenak. "Apa dia baik-baik saja?" tunjuk Changmin dengan dagunya menuju seseorag yang tengah berbaring di atas ranjang rawat alih-alih melanjutkan untuk menjawab pertanyaan kris.

"Yah, dia baik-baik saja, hanya saja dia-" Ucapan Kris terhenti ketika terdengar suara lenguhan kecil.

"Ughh." Pemuda bermata panda itu menguap setelah bangun dari hibernasinya.

"Kau sudah bangun Tao?" tanya Kris berjalan menghampiri Tao dengan senyum lembut. Tao hanya menganggukan kepalanya lucu sambil mengucek matanya. "Apa tidurmu nyenyak?" tanya Kris lagi.

"Tentu gege." Jawab Tao dengan senyuman lebar. "Siapa dia gege? Apa dia teman Tao juga?" pemuda manis itu menelengkan kepalanya untuk mmelihat seseorang yang berada di belakang Kris.

Kris tersenyum sambil mengusap kepala Tao lembut "Dia sahabat gege Tao, namanya Changmin." Terang Kris sambil tetap mengusap kepala Tao.

Tao membulatkan mulutnya lalu tersenyum "Halo gege!" ucap Tao semangat sambil melambaikan tangannya.

Changmin hanya terdiam memandang wajah polos itu dengan senyuman yang membuatnya membeku. Pertanyaan-pertanyaan terlontar dalam fikirannya, 'apa dia benar tak mengingatku? Apa dia benar-benar melupakan aku?' hanya itu yang terputar. Namun di satu sisi, ia sangat berterima kasih telah mengetahui jika pemuda manis itu telah kehilanagn ingatannya.

"Changmin, Tao menyapamu." Ucap Kris membuyarkan semua fikirannya. Kini kedua matanya menangkap Tao yang sedang memberenggut sambil memeluk Kris, sadar atau tidak ia meremas kuat karangan bunga yang sedari tadi di pegangnya ketika. Pemuda yang memeiliki rambut berwarna coklat gelap itu tersenyum lalu menundukan kepalanya sejenak kemudian berjalan menuju keduanya.

"Ini untukmu manis, semoga kau cepat sembuh." Ucap Changmin mmengulurkan karangan bunga lili.

Tao tersenyum riang meraih bunga tersebut dengan semangat "xiexie, gege" ucapnya dalam bahasa china yang kental. "Bunga ini cantik." Ucap Tao dengan mata berbinar. "Aku sangat menyukai bunga ini." Ucapnya lagi.

Kris terdiam menndengar ucapan Tao, "Kau menyukai bunga mawar Tao." Ucap Kris tanpa sadar seolah tak terima jika seseorang yang ia cintai merubah kesukaannya.

"Benarkah?" ucap Tao sambil memiringkan kepalanya. "Tapi entah kenapa aku menyukai bunga ini sekarang." Gumam pemuda itu lirih. "Umm,, gege?" panggil Tao pada Kris.

"Ada apa Tao." Jawab Kris dengan lembut.

"sepertinya kau tahu banyak tentangku, apakah kau mau menceritakan semua tentang aku?" Tanya Tao kembali.

"Aku hanya baru mengenalmu beberapa hari Tao." Ucap Kris.

"Tapi mengapa kau seperti sangat mengenalku?" masih dengan tak percayaan Tao tetap bertanya.

Kris yang tak tahu harus menjawab apa hanya terdiam, tak mungkin ia mengatakan perasaannya pada Tao.

"Baiklah, lain kali aku akan bercerita." Ucap Kris menjawab pertanyaan Tao.

.

.

.

.

.

.

TBC

Terima kasih telah membaca

*Deep Bow*