Small Changes

Disclaimers : This Story is fiction. All the Characters, names and places belong to their respective owners.

Warning : OOC, Typo, kata-kata tidak baku dan lain-lain.

XxXxXxXxXxX

Saat itu mereka tengah berlari dengan cepat, menghiraukan pemendangan sekeliling untuk pergi menuju tempat yang ditunjuk oleh sang Captain.

Lalu kemudian, sesuatu menghantam mereka.

Itu bukanlah sebuah benda ataupun objek nyata, namun sebuah aura membunuh yang sangat kuat. Cukup kuat untuk membuatnya terasa seperti hantaman fisik yang luar biasa kuat. Karena itu, hampir secara bersamaan mereka jatuh menghantam tanah dengan cukup keras.

Bahkan setelah jatuh, aura itu masih menekan mereka untuk turun. Tanah di bawah tubuh mereka mulai hancur akibat tekanan tidak nyata itu, hingga akhirnya, aura itu menghilang. Bagaikan angin yang tertiup, itu hilang tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

Mengangkat tubuhnya dengan sebuah erangan, Shikamaru menatap rombongan mereka. Semuanya masih berbaring atau terduduk di tanah, terkecuali untuk dirinya. Tapi itu tidak lama, karena mereka dengan susah payah mengangkat diri dari tanah.

"Ap..apa-apaan itu tadi?!" Shikamaru mendenger Kiba bertanya, lebih pada dirinya sendiri.

Dengan satu kali lihat, Shikamaru tahu, bahwa diantara mereka semua, Kiba lah yang paling merasakan aura membunuh tadi. Mata sang Inuzuka tampak liar, dengan ekspresi panic dan takut yang bercampur. Tapi ia tidak bisa disalahkan, apa lagi mengingat indra perasa Inuzuka yang jauh lebih kuat dari pada Manusia biasanya.

Dan jika aura itu cukup untuk membuat Kiba, Clan Heir yang telah dilatih sejak kecil untuk menghadapi hal seperti ini, bayangkan efek apa yang disebabkan oleh aura ini pada Akamaru, yang kini sudah tidak sadarkan diri.

Untuk sesaat, tidak ada yang menjawab pertanyaan sang Inuzuka. Namun itu tidak untuk lama, karena dengan cepat mereka semua segera membicarakan apa yang baru saja terjadi.

Dan di dalam semua keributan itu, Shikamaru tetap diam dan mencoba untuk berpikir. Apa yang bisa menyebabkan keluarnya aura itu? Apa yang mengeluarkan aura itu?

Bahkan dengan konsentrasi yang sudah cukup tinggi, ia masih tidak bisa menemukan jawabannya. Oleh karena itu, Shikamaru memaksa otaknya untuk bekerja lebih keras. Biasanya ia tidak akan mau berpikir keras, tapi mengingat apapun yang mengeluarkan aura tadi kemungkinan besar akan mereka lawan, ia tidak punya pilihan lain.

Kemudian, bagaikan palu, sebuah pemikiran menghantam otaknya. Mungkinkah? Tapi apa mungkin se-ekor Bi

Pemikirannya terhenti oleh sebuah teriakan keras yang memekakkan. Menutup telinga, Shikamaru segera melihat asal teriakan itu. Ohh? Dia belum berdiri?

Tepat di depannya, Sakura tengah berteriak keras. Mata penuh ketakutannya terbuka lebar, wajah kotor itu tampak penuh akan ketakutan dan terror.

Hinata coba mendekat pada sang gadis, "Sa-sakura-san, ada apa?" Ia bertanya dengan suara lembutnya.

Itu cukup untuk mengentikan teriakan penuh terror Sakura, tapi sekarang ia malah menatap Hinata dengan mata liar.

" 'Ada apa?' kau bilang?! Apa kau tidak merasakan hal itu?! Apa kau tidak tahu kita sebentar lagi akan mati?! Pemilik aura itu pasti sedang menuju kemari! Dan saat itu…. Saat itu ki-kita akan mati!" Suara kerasnya berubah menjadi sebuah isakan di akhir kalimat itu.

Beberapa orang mungkin akan berpikir bahwa reaksi Sakura berlebihan. Tentu saja, mereka salah. Berbeda dengan Shikamaru dan yang lain(Ia tidak menghitung Rock Lee), yang merupakan anggota sebuah Clan, Sakura berasal dari keluarga biasa. Dan berbeda dengan mereka, Sakura hanya menerima pelatihan pendek di Academy dan sensei yang ia dapat setelahnya. Sedangkan mereka telah dilatih sejak kecil untuk menghadapi hal seperti ini.

Jadi, reaksi Sakura merupakan hal yang cukup wajar. Apalagi mengingat aura gila barusan, bahkan Shikamaru terkejut ia bisa setenang ini.

Ino, merasakan ketakutan Sakura, bergerak mendekat pada sang gadis untuk menenangkannya. "Sakura … tengangkan dirimu. Tenang lah, kita tidak akan mati kok." Di akhir, Ino mencoba tersenyum. Tapi Shikamaru dan yang lain, sama sekali tidak dapat melihatnya.

Mata liar Sakura kini menatap Ino, " Aku tidak bisa tenang Ino! Kita akan mati! Dan kau menyuruhku untuk tenang? Jangan bercanda! Kita ben–

Sakura segera berhenti bicara, bukan karena alasan tertentu, melainkan karena kini ia tidak sadarkan diri. Shino, yang entah sejak kapan berada di sana, berdiri dengan satu tangan terangkat. Secara insting, Ino bergerak untuk mendekati dan memeriksa tubuh Sakura.

Melihat sekeliling, Shikamaru dapat melihat yang lain juga terkejut atas apa yang dilakukan oleh pria pendiam itu. "Aburame-kun, apa yang kamu lakukan?!" Tenten bertanya dengan sedikit panic.

Sang Aburame menatapnya dengan cool, "Ini yang terbaik." Ia menjawab, kemudian menunjuk Sakura, "Jika dibiarkan sadar, kemungkinan besar mental Haruno-san tidak akan bisa bertahan menghadapi semua ini. Tapi, jika tidak sadarkan diri, ia mungkin bisa memproses semua ini." Jelasnya.

Tanpa ia sadari, Shikamaru mengangguk mendengar penjelasan Shino. Meh, tipikal Aburame.

Namun, Shino masih belum selesai, "Lalu," Ia mentap lurus pada Shikamaru, "Apa yang sebaiknya kita lakukan?" Dengan mengatakan hal itu, secara tidak langsung Shino membuat Shikamaru, entah sengaja atau tidak, sebagai pemimpin mereka.

Merasakan semua mata berada padanya, Shikmaru menghela napas. "Baiklah, ini yang akan kita lakukan," Ia menatap anggota team gabungan itu satu-persatu, "Kita tetap akan mengikuti perintah Naruto, Tidak ada protes Ino." Ia berhenti untuk memberi sang Yamanaka tatapan keras.

"Aku tidak peduli apa yang akan menyambut kita di sana, tapi yang pasti Naruto ada disana. Dia adalah bagian kita, aku tidak kan meninggalkannya sendiri. Apa kalian mengerti?" Mendapat anggukan mengerti, Shikamaru mengalihkan pandangannya.

Melihat tubuh tidak sadarkan diri Sakura, ia menghela napas panjang. "Lee, bawa Sakura bersamamu." Pintanya.

"Yosh! Akan kulakukan!"

Sekali lagi menghela napas, Shikamaru menatap langit, Jangan mati Naruto.

X-x-X-x-X

Tidak lama, mereka sampai di sebuah desa kecil yang telah hancur.

Kemanapun mereka melihat, terdapat darah di sana. Tubuh-tubuh tidak bernyawa, dari berbagai umur bergeletakkan di mana-mana. Dan jika mereka tidak melihat sebuah mayat, mereka akan mendapati perempuan dan anak-anak dengan mata yang kosong tanpa kehidupan walaupun mereka masih bernapas. Dan di atas semua itu, mereka semua tidak berbusana. Tidak perlu dipertanyakan lagi apa yang terjadi pada mereka. Selain itu, mereka juga melihat rumah-rumah yang telah hancur atau terbakar. Tidak ada satupun rumah yang masih dalam keadaan utuh.

"Astaga!" Ino memekik terkejut, "Apa yang terjadi disini?" Tampak sangat jelas bahwa ia sedang menahan untuk tidak muntah.

"Apa itu tidak jelas?! Mereka dibantai!" kiba menjawab dengan kemarahan yang lebih terjutu pada dirinya sendiri, "Sial! Sial! Sial! Kita terlambat!" Ia meraung, kemudian merubuhkan pohon di sampingnya dengan satu kali pukul.

Tampaknya hal yang dirasakan Kiba dirasakan oleh semua orang, bahkan Shikmaru pun merasakan hal yang sama. Terkecuali untuk satu orang.

"Hei, apa kalian merasakan ada sesuatu yang aneh di sini?" Tanya Sasuke. Suaranya pelan, berbanding lurus dengan wajah impasihnya.

Entah itu karena yang ditanyakan atau caranya menanyakan itu, pertanyaan Sasuke membuat Kiba mengarahkan kemarahannya pada sang Uchiha.

"Semuanya aneh di sini!" Sang Inuzuka sekali lagi meraung, "Semuanya aneh! Mereka mati! Mereka rusak! Dan itu semua karena kita ter–

Shino, berada di belakang Kiba, menutup mulut sang Inuzuka. Menghiraukan rontaan Kiba, ia menunjuk Sasuke dengan dagunya.

Berbeda dengan Kiba, Sasuke tampak tenang dan tidak terpancing. Berbanding terbalik dengan Sharingan yang kini menatap Kiba.

"Maksudku," Ia tetap menatap Kiba. "Dimana tubuh para bandit yang kata Naruto melakukan semua ini? Memang mungkin jika mereka telah pergi, tapi apa kau berpikir mereka kan membiarkan orang-orang ini hidup?" Ia menunjuk orang-orang itu dengan penuh kemarahan, seakan ia pernah melihat hal seperti ini.

"Dan juga, apa kau lupa?" Ia kembali menatap Kiba, "Naruto ada di sini. Apa kau pikir Naruto akan membiarkan mereka kabur? Apa kau pikir Naruto yang kita kenal tidak akan menghabisi mereka?" Jelas Sasuke.

Shikamaru melihat Kiba mengangguk kecil, sementara Shino dengan cepat melepaskan Kiba. Memang benar, mereka sama sekali tidak melihat seorangpun bandit, ataupun tubuhnya. Ohh, tubuh di sini memang banyak, namun bagi mereka yang sudah sangat sering melihat seorang bandit, membedakannya dengan warga biasa itu sangat mudah.

Tapi kemudian sesuatu menarik perhatian Shikamaru. Melihat ke bawah, ia mendapati sesuatu menggelinding hingga berhenti setelah menabrak kakinya. Mantap lebih dekat, ia mendapati benda itu berbentuk bulat dengan warna merah dan putih yang tercampur. Setelah beberapa saat, otaknyapun merespon apa itu.

Sebuah mata. Sebuah mata manusia.

"Oh, Shit!" Tanpa sadar ia mengutuk dengan kuat sembari melompat mundur.

Tingkahnya tidak terlewati oleh yang lain, "Shikamaru, ada apa denganmu?" Chouji memutuskan untuk bertanya pada sahabatnya itu.

Memilih untuk tidak menjawab, Shikamaru mengambil napas sebanyak-banyaknya. Mencoba menenangkan detakan hatinya yang kini sangat kencang. Tak lama, ia menjawab "Tolong jangan panic," Ia memulai dengan pelan, "Tapi tolong lihat apa yang ada di sekitar kaki kalian."

Mereka tampak tidak yakin atas apa yang ia usulkan, tapi wajah batu Shikmaru cukup untuk membuat mereka bergerak.

"Oh Tuhan!"

"As-astaga!"

"Ap-apa ini?!"

Itulah sedikit dari reaksi yang Shikamaru dapatkan dari team gabungan itu setelah mereka melakukan apa yang ia suruh.

Tepat di sekeliling mereka, atau bisa dibilang di seluruh area ini, tersebar banyak organ-organ manusia. Mata, jantung, paru-paru, semua organ dalam Manusia ada disepanjang mata mereka dapat melihat.

Entah karena alasan apa mereka tidak melihat semua ini sejak awal, namun Shikamaru bersyukur akan itu. Jika mereka melihat ini sedari awal, Shikamaru tidak yakin ia bisa masih berdiri.

Sekali lagi melihat ke anggota teamnya, ia mendapati banyak diantara mereka mengeluarkan isi perut mereka. Salah satunya adalah Ino. Memutuskan untuk membantu sang Gadis, ia mulai berjalan menuju Ino. Setelah sampai, ia meletakkan tangannya pada belakang leher tersebut, memberinya sedikit pijatan. Ia mendengar Ino mengerang berterima kasih.

Berdiri, ia sekali lagi melihat anggota teamnya. "Aku tahu ini sangat buruk dan mengejutkan," Bahkan saat ia bicara, Ino masih mengeluarkan isi perutnya. "Tapi yang pasti, Naruto ada di sekitar sini. Karena itu, aku ingin kalian menelan ketakutan kalian, agar kita bisa mencari si bodoh itu." Ia berkata.

Tidak lama, semua yang masih di tanah segera berdiri dan memberi anggukan padanya. Shikamaru tersenyum, kemudian berbalik untuk memimpin pergi hingga sesuatu menghentikannya.

"Ahh maaf, tapi kalian tidak bisa pergi kemana-mana."

x-X-x-X-x

Katakan saja itu Insting, tubuh mereka dengan cepat bergerak setelah mendengar suara asing itu. Senjata segera dikeluarkan, formasi berbentuk lingkaran segera dibentuk, dengan Lee (Sakura di punggungnya) berada di tengah itu semua.

Mata Shikamaru segera menemukan pemilik suara itu, dan baru saja ia ingin mengatakan agar mereka tidak melakukan apapun, sebuah kunai dari Neji telah melayang terbang.

Dengan jarak mereka yang cukup dekat dan lembaran Neji yang luar biasa kuat itu, seharusnya lelaki itu pasti mati. Namun, bukannya mati, pria pirang itu malah menangkap Kunai itu dikedua jarinya dengan gerakan mulus.

"Heii, tidak perlu langsung langsung serang seperti itu." Ia berkata, hitam penuh akan kelucuan.

Setelah adrenalin nya sedikit turun, Shikamaru baru dapat melihat dengan jelas siapa yang berada di depan mereka. Wajahnya tampak muda, dengan mata hitam yang ramah. Pirang membingkai wajah cukup tampan itu. Postur tubuhnya sangat santai untuk seorang Ninja yang tengah bertemu dengan Ninja dari Desa lain.

Dan di belakangnya, lebih dari dua puluh orang Ninja bertebaran. Dan di atas itu semua, mereka semua memakai Hitai-ate Kumogakure.

"Kalian bisa tenang, kami tidak akan menyakiti kalian." Ia sekali lagi berkata.

Namun itu tidak membuat mereka tenang, karena bagaimanapun, tidak akan ada seorang Shinobi yang akan tenang jika yang mengatakannya adalah Shinobi dari desa lain.

"Dan kau pikir kami akan tenang hanya karena kau bilang begitu?" Neji berkata dengan dingin, di sudut matanya, Shikamaru melihat Hinata tampak sedikit ragu.

Senyum di wajah pria itu tidak memudar, "Oii, ada apa denganmu bocah? Kenapa begitu dingin?" Ia bertanya dengan santai.

Wajah Neji tetap tidak berubah, namun Byakugan menatap tajam pria itu. "Katakan saja aku punya pengalaman buruk dengan Shinobi Kumo seperti kalian."

Pria itu mentap Neji untuk beberapa saat, sebelum ia tertawa kecil, "Ahh, kau Hyuuga rupanya. Sekarang jelas alasannya."

Entah apa yang dimaksud pria itu dengan kata-katanya, namun yang pasti, itu cukup untuk membuat Neji bersiap untuk menyerangnya. Melihat itu, Shikamaru menghela napas panjang.

"Neji," Ia menegur sang Hyuuga, "Tolong jangan lakukan tindakan yang bisa menyebabkan sebuah perang." Sang Nara mengatakannya dengan santai, namun besi dibalik mata itu cukup untuk membuat mereka mengerti.

Melihat Neji menurunkan kuda-kudanya, Shikamaru mengangguk, kemudian beralih pada Ninja Kumo tersebut. "Jadi, apa maksudmu dengan kami tidak bisa pergi kemana-mana?" Ia bertanya pada pria pirang yang nampaknya merupakan ketua rombongan itu.

"Ahh, sebelum itu, bukankah lebih baik kita berkenalan terlebih dahulu?" Pria itu tersenyum sebelum menegakkan tubuhnya, "Aku Kiyoshi Hirosuke, salam kenal." Pria itu, Kiyoshi, sekali lagi tersenyum pada mereka.

Baru saja Shikamaru akan menjawab, ia terpotong oleh yang lain.

"Tunggu dulu, kau Kiyoshi Hirosuke?" Sasuke bertanya, ekspresinya tampak berbeda. "Kiyoshi Hirosuke, the Thunder God?" Ia bertanya penuh arti.

"Wow, kau tahu tentang itu? Aku terkejut." Kiyoshi tersenyum, "Tapi benar, aku memang Kiyoshi Hirosuke, the Thunder God." Ia berkata.

Kata yang digunakan Kiyoshi dapat digolongkan sebagai arogan, tapi entah kenapa, ketika orang ini yang mengatakannya, Shikamaru tidak dapat merasakan kearoganan itu sama sekali. Hanya percaya diri dan humor.

"Kalau begitu, aku Nara Shikamaru." Ia berkata setelah beberapa saat. "Dan, bisa kau jawab pertanyaanku?" Ia bertanya.

"Nara huh?" Kiyoshi menatap Shikamaru, "Baiklah, dari hal terakhir yang kau katakan pada team-mu tadi, kau sedang mencari Naruto, bukan?"

Shikamaru dan yang lain mengangguk, menyadari orang ini mengatakan nama 'Naruto' seperti ia mengenalnya.

"Kalau begitu, itu tidak perlu," Ia menggerakkan tangannya, seperti sebuah perintah," Karena dia ada bersama kami."

Dan benar saja, tidak lama seorang Jounin maju dengan Naruto di punggungnya. Tidak sadarkan diri.

"Naruto-kun!" Hinata berteriak, dan berniat untuk bergerak maju mendekati Naruto, namun Neji menahannya untuk bergerak.

"Apa yang kau lakukan pada Naruto-kun?!" Lee bertanya dengan keras.

Sementara pertanyaan dan tensi terus naik, Shikamaru mencoba menganalisis Naruto dari jarak mereka ini. Bahkan dengan sekali lihat, Shikamaru tahu Naruto sama sekali tidak terluka, kecuali untuk bajunya yang telah robek di sana-sini.

"Kalian semua tenanglah! Lihat, Naruto tidak terluka!" Shikamaru mengeluarkan perintah dengan keras, menghentikan teriakan dari teman-temannya.

Ia kemudian berputar menatap Kiyoshi, memberi pria itu tatapan dingin, "Dan kau, apa yang kau lakukan padanya?" Ia bertanya dengan dingin pula.

Namun pria itu tetap tersenyum, "Oh, kami tidak melakukan apa-apa padanya." Ia menjawab, mata menatap Naruto. "Kami menemukannya di daerah sini, tepat disekitar organ-organ tubuh yang sangat banyak" Ia menjelaskan.

Tidak lama, apa yang dimaksud oleh Kiyoshi masuk ke dalam otak Shikamaru, membuatnya kehilangan ketenangan yang sedari tadi berusaha ia tahan.

"Mak-maksudmu... Naruto yang melakukan semua ini?" Pertanyaan nya membuat anggota team yang lain menarik napas terkejut.

Untuk sekilas, spekulasi Shikamaru memang tidak benar. Tapi jika dilihat dari semua faktanya, Naruto yang berada di sekitar semua ini dengan baju yang sudah rusak, spekulasi itu tidaklah salah.

"Ya, tidak, mungkin, entahlah." Pria itu tersenyum misterius. "Tapi karena itu, kalian harus ikut dengan kami." Kemudian, tanpa kata lagi, Kiyoshi berputar dan meloncat pergi menyusul rombongannya yang telah pergi. Membawa Naruto bersama mereka.

Tanpa pilihan lain, Shikamaru terpaksa untuk mengikuti mereka. Dengan beberapa kata pada teamnya, merekapun pergi menyusul Kiyoshi.

Meninggalkan dua orang dibelakangnya.

"Uchiha," Neji memanggil sang Uchiha yang tampak melamun, "Boleh aku bertanya?"

"Hn." Adalah jawabannya.

"Pria tadi, Kiyoshi Hirosuke, boleh aku tahu kenapa kau menyebutnya 'Thunder God'?" Sang Hyuuga bertanya.

Kali ini, Sasuke bergerak menatap Neji dengan intens. "Karena dia memang begitu." Jawabnya singkat.

Neji tampak bingung, "Maksudmu?"

Sasuke tidak menjawab, ia tampak berpikir, "Apa kau tahu tentang Tenkou?" Ia bertanya.

Neji mengangguk. Tenkou adalah sebuah desa tempat berkumpulnya banyak Missing-nin dan berbagai penjahat lainnya, dari level tinggi sampai terbawah. Bisa dibilang itu merupakan desa yang penuh akan kejahatan. Satu-satunya alasan kenapa desa itu tidak dihancurkan adalah karena mereka selalu berpindah tempat, membawa kehancuran bersamanya. Bahkan desa kuat seperti Konoha tidak dapat melacak keberadaan Desa ini.

Namun, pada satu hari, sekitar delapan tahun yang lalu, desa ini dikabarkan telah dihancurkan. Anehnya, berita mengatakan bahwa desa ini dihancurkan oleh hantaman petir yang terus menerus turun dari langit. Bagi Neji, itu merupakan hukuman Dewa.

"Kupikir itu hanya mitos. Sesuatu yang dilebih-lebihkan oleh Kumogakure." Neji berkata.

Sasuke menggelengkan kepalanya, "Tidak, tidak, semua yang dikatakan itu benar. Petir dan yang lainnya." Sang Uchiha menjawab.

Kening Neji berkerut, "Lalu apa hubunganya semua itu dengan pria ini?" Ia bertanya.

Sasuke kembali menatap Neji, dan kali ini sang Hyuuga merasakan ketakutan ada di sana.

"Karena," Uchiha terakhir itu memulai, "Kiyoshi Hirosuke adalah pelakunya. Dia yang mengendalikan semua petir itu. Karena itulah dia dipanggil; Thunder God."

X-x-X-x-X

Bunyi menitik air menetes terus terdengar, namun air setinggi mata kaki itu tetap tidak berubah. Tetap diam dan tidak bertambah. Kegelapan disekelilingnya tidak menghentikan satu-satunya Manusia yang ada di sana untuk menatap tajam besi besar yang ada di depannya.

"Rubah!" Naruto berteriak, suaranya menggema ke seluruh ruangan. "Kenapa kau tidak menghentikanku?!" Tanyanya, kemarahan ada di suara itu.

Hening adalah jawabannya. Membuat kemarahan sang Uzumaki semakin tinggi.

"Jawab aku Rubah Tua!" Ia sekali lagi berteriak, sebelum sebuah seringai datang ke wajahnya, "Atau, apakah sang Kyuubi yang Agung takut pada Manusia rendahan sepertiku ini?" Ia bertanya, nada mencemooh terdengar jelas di sana.

Untuk sesaat, semua tetap hening. Hingga akhirnya, sesuatu menghantam besi yang ada di depan Naruto. Air yang tadinya tenang berubah menjadi bergelombang akibatnya. Namun tetap Naruto berdiri, sama sekali tidak terganggu akan kemunculan sesuatu berbentuk kepala itu.

Mata merah mengerikan menatap Naruto. Kemudian, bergerak ke atas dan ke terus ke atas. Memaksa Naruto mendongakkan kepalanya untuk tetap menatap mata merah itu. Tubuh besar berbentuk hewan yang sesuai dengan kepalanya tidak lama muncul. Oranye tidak seperti yang pernah Naruto lihat melapisi tubuh sang Monster, memberikannya penampilan jauh lebih mengerikan.

Kemudian, di belakang tubuh sang Monster, Sembilan ekor berwarna sama melambai dengan pelan. Seakan mengikuti gerakan empat kaki Monster itu yang sekarang telah berhenti. Bahkan hanya dengan merasakan aura kuat nan mematikan yang memaksa semua orang tunduk padanya, semua Shinobi tahu apa Monster ini.

Kyuubi no Youko.

Bijuu terkuat dengan ekor terbanyak pula.

Dan Uzumaki Naruto menatapnya dengan tajam, tanpa ketakutan sedikitpun.

"Ohh, akhirnya kau menampakkan diri juga pengecut." Naruto mengejek.

"Jangan Panggil Aku Pengecut!" Kyuubi meraung, "Jangan Panggil Aku Pengecut Selama Manusia Masih Menakutiku! Jangan Panggil Aku Pengecut Ketika Kaummu Hanya Bisa Mengurung Dan Takut Menghadapi Kemarahanku!" Ia mengakhirinya dengan tatapan penuh kebencian pada Naruto.

"Dan sekali lagi," Naruto menjawab, "Aku tidak peduli! Sekarang, jawab pertanyaanku!" Pinta Naruto, dengan suara yang entah bagaimana bisa menyamai besarnya suara Kyuubi.

"Jangan Berbicara Seperti Derajat Kita Sama." Kyuubi memandang Naruto, kemudian wajahnya entah kenapa bisa menyeringai. "Dan, Katakan Padaku, Kenapa Aku Harus Menghentikanmu?" Ia balik bertanya.

Itu membuat Naruto berhenti. Mengambil napas panjang kemudian membuang dengan kuat, ia mencoba menenangkan pikirannya. Sekaligus mencoba mencari argument yang tepat untuk membalikkan sang Bijuu.

"Karena kau yang mengatakannya sendiri," Ujar Naruto, kembali menatap Kyuubi dengan biru tenang. "Kau ingat perjanjian kita bukan?" Tanyanya.

Keheningan terjadi untuk beberapa lama, membuat Naruto entah kenapa merasa tidak percaya pada dirinya sendiri.

Lalu kemudian Kyuubi tertawa.

Suara keras nan mencemooh itu keluar dari taring besar. Tanpa ia sadari, Naruto telah mengambil satu langkah mundur. Bulu kuduk di sekujur tubuhnya berdiri tegak merespon tawa mengerikan itu.

Setelah berhenti tertawa, Kyuubi kembali menatap Naruto. Gigi taring terlihat dalam sebuah senyum, "Aku Tidak Pernah Berkata Seperti Itu Manusia," Ia berkata, "Perjanjian Kita, Seperti yang Kau Katakan, Hanya Aku Membiarkan Kau Menggunakan Chakra Milikku Sesuka Dirimu. Aku Tidak Pernah Bilang Aku Akan Membantumu." Bijuu ke sembilan itu mengakhiri dengan senyum yang jauh lebih sinis.

Naruto terdiam untuk beberapa lama, kemudian, sebuah ingatan memasuki otaknya. "Lalu bagaimana saat melawan Gaara? Kenapa kau membantuku melepaskan Segel itu?" Tanya Naruto, mengingat kembali kejadian yang tidak lama terjadi itu.

"Membantumu? Jangan Bercanda Bocah," Kyuubi dengan cepat menjawab Naruto. "Satu-satunya yang Aku Bantu Pada Saat Itu Adalah Diriku Sendiri. Apa Kau Pikir Akan Kubiarkan Pembawa Kyuubi yang Kuat akan Kalah Pada Jinchuuriki Ichibi?

"Hah! Sekali Lagi, Jangan Bercanda! Lebih Baik Aku Mati Dari Pada Kalah Pada Ekor Satu!" Ia berhenti sejenak, seperti terkejut karena sesuatu. Lalu, ia kembali menatap Naruto. "Itulah Jawaban yang Kau Inginkan. Untuk Sekarang, Lebih Baik Kau keluar Dari Sini." Ujarnya.

"Hah?! Apa kau bilang?! Kau tidak bisa mengusirku Rubah tua!" Ujar Naruto, semakin kesal akan tingkah seenaknya Kyuubi.

"Jangan Membuatku Mengulangi Perkataanku Bocah." Jawab Kyuubi, "Dan Sekarang, Keluar."

x-X-x-X-x

Naruto membuka mata secara tiba-tiba. Akibatnya, ia harus berkedip untuk beberapa kali sebelum dapat melihat dengan benar.

Sembari mengumpat dengan keras, ia mencoba melihat keliling. Dan saat itulah Naruto menyadari yang hanya bisa ia lihat adalah hitam, yang berarti matanya tengah tertutupi sesuatu. Mencoba menyingkirkan benda yang menutupi matanya, Naruto kembali menyadari bahwa tangan dan kakinya tengah diikat. Kemungkinan besar oleh borgol anti-Chakra.

Dengan cepat otaknya memprotes semua hal baru saja ia temukan. Dan semua itu mengarah pada dirinya tengah dijadikan tahanan oleh seseorang.

"Ahh, kau sudah bangun rupanya."

Dengan cepat, kepalanya memutar menuju asal suara. Ia kemudian mengumpat setelah sadar ia tidak bisa melihat pemilik suara besar itu.

"Siapa disana? Bisa kau lepaskan aku?" Ia mencoba menanyakan pertanyaan pertama yang masuk pada otak seorang tahanan.

"Jangan bercanda, mana bisa aku melepaskanmu setelah apa yang kau lakukan." Suara laki-laki itu kembali membalas.

Naruto membeku dikursinya. Berbagai scenario tentang apa yang ia lakukan selama hilang kendali mulai bermunculan di otaknya. Dan semuanya tidak ada yang cukup bagus menurut pikirannya.

"Tenang saja, kau tidak membunuh orang-orang biasa." Suara itu kembali berbicara, "Hanya para banditt. Walaupun harus kuakui, apa yang kau lakukan pada mereka merupakan hal paling brutal yang pernah aku lihat." Lanjutnya.

Tanpa sadar, Naruto menghela napas. Tidak peduli se-brutal apapun ia membunuh para banditt itu, baginya mereka layak menerima itu setelah apa yang mereka lakukan. Menarik pikirannya dari sana, ia kembali menghadap pria yang menahannya.

"Siapa kau? Apa yang kau mau dariku?" Ia bertanya dengan tenang.

Sementara itu, otaknya tengah berputar mencoba menebak apa yang pria ini inginkan. Dari balas dendam sampai penculikan biasa mulai masuk ke otaknya. Dan semuanya pasti berakhir dengan buruk.

"Untuk sekarang kau tidak perlu tahu namaku," Suara itu menjawab, "Dan yang kumau darimu? Mudah saja, aku ingin kau bertarung melawanku."

Naruto berhenti berpikir. Baiklah, itu sama sekali tidak ia duga.

"Dan… kenapa aku harus melakukan itu?" Tantang Naruto.

Sebenarnya ia bisa saja memberikan apa yang pria ini mau. Tapi ia memiliki lebih banyak hal penting yang harus ia lakukan. Seperti mengecek korban banditt-bandit tersebut, dan teamnya.

Oh, shit. Naruto mengumpat di dalam hati. Aku benar-benar lupa pada mereka.

"Karena," Suara pria itu hampir seperti menahan tawa, "Teman-teman Shinobi Konoha-mu ada bersamaku." Ia menjawab.

Naruto membeku. Kemudian kemarahan mulai memasukinya, "Apa yang kau lakukan pada mereka bedebah?!" Tanya nya dengan keras.

Kali ini pria itu benar-benar tertawa, "Untuk sekarang tidak ada," Pria itu menjawab di sela-sela tawanya, "Tapi itu akan beda ceritanya jika kau menolak untuk bertarung denganku." Pria itu mendadak terdengar serius.

Mendengar itu, Naruto menghela napas lega. Mengambil napas, ia memaksa pikirannya untuk kembali tenang. Kemudian, tanpa berpikir panjang lebar, ia kembali berbicara dengan pria itu.

"Baiklah, aku setuju untuk bertarung denganmu."

"Bagus!" Adalah jawaban yang ia dapat.

Tidak lebih dari sepuluh detik kemudian, semua ikatan yang ada padanya telah dilepas. Shigure Kintoki dengan cepat berada di tangannya. Kemudian untuk pertama kalinya, Naruto bisa melihat dimana ia berada.

Dari pohon tinggi dan lebat di sekitarnya Naruto tahu bahwa ia tengah berada di sebuah hutan. Dari ketenangannya, semua orang akan mengira hutan ini kosong tidak berpenghuni kecuali untuk Naruto dan pria di depannya. Namun Naruto dapat merasakan keberadaan orang lain di sini, walaupun Chakra mereka disamarkan. Dan dari apa yang ia rasakan, ada lebih dari tiga puluh orang di sekitar dirinya dan pria ini.

Beralih menatap ke depan, Naruto bertemu mata dengan Hitam pria itu. Wajah coklat tampak mengembangkan sebuah senyum.

"Salam kenal Namikaze, aku A, Yondaime Raikage." Pria itu, Raikage, berkata. Menghiraukan tatapan terkejut Naruto. "Mari bertarung dengan Serius."

xXxXxXxXxXx

Okay, untuk pertama kalinya, saya dapat update dengan cepat. Tolong jangan harapkan hal seperti ini ke depannya.

Saya harap Chapter ini dapat memuaskan harapan anda-anda sekalian. Walaupun scene Naruto hanya pada akhir-akhirnya saja.

Bagaimana dengan Kiyoshi Hirosuke? Semoga saja anda tidak melupakan OC saya ini.

Kemudian, untuk anda yang merasa respons Shikamaru dkk terhadap Aura Kyuubi itu berlebihan padahal sebagian dari mereka pernah merasakan Aura Ichibi, saya ingin anda mengetahui ini;

Pertama, Dunia SC dan Canon Naruto saya buat berbeda. Walaupun kecil, anda dapat melihat perbedaannya. Begitu pula dengan Chara-nya. Bagi saya, Kyuubi itu merupakan Lucifer-nya dunia Naruto. Jadi merupakan hal yang wajar jika dia punya Aura mematikan.

Kedua, bagi saya perbandingan antara Ichibi dan Kyuubi itu seperti membandingkan sebuah Sepeda dengan Mobil Lamborgini (Entah benar atau tidak tulisannya). Kekuatan mereka memang sangat jauh berbeda.

Baiklah, saya harap itu cukup untuk sekarang. Bagi yang ingin bertanya lebih lanjut silakan Review atau PM saja saya.

RnR?

Silver M