Dari dalam mobil Sasuke menatap Sakura. Wajah wanita berambut merah muda itu tampak kesal saat bertemu pandang dengannya. Sasuke tersenyum tipis kemudian melirik sepatu di sampingnya.

Wajah Sakura tidak bersahabat ketika keluar dari dalam mobil. Dan ketika dia menyadari Sasuke menatapnya dari dalam dia balas menatap Sasuke kesal. Dia sudah benar-benar kesal. Pria itu mangambil ponsel dan sepatunya sebagai ganti rugi membuat dia hanya memakai kaus kaki.

"Aku akan mengambil ini."

Sakura mendengus dan segera pergi. Sasuke mengemudikan mobilnya meninggalkan rumah Sakura begitu wanita itu pergi. Dia menghentikan mobilnya ketika melihat Sarada keluar dari dalam rumah dan menyambut kedatangan Sakura. Gadis kecilnya tersenyum dan tertawa kecil menyambut kedatangan Sakura yang pulang tanpa sepatu. Sarada yang biasa diam menanyakan banyak hal pada Sakura. "Kenapa dia tidak pakai sepatu? Kenapa pulang terlambat, dan banyak hal lainnya." Sasuke membuka kaca jendela mobil. Dia tersenyum dan melambaikan tangan saat Sarada melihat keberadaannya.

Senyum Sarada hilang digantikan tatapan tidak percaya. Dan dia tersenyum begitu kaca jendela mobil dibuka. Sasuke tersenyum seraya melambai tangan kemudian pergi. Papanya datang bukan untuk menjemputnya, dan itu membuat Sarada sangat bahagia.

.

.

.

.

.

.

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto. Sejelek dan senistanya fic ini tolong jangan benci Pair/Chara di dalamnya.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura tidak bisa tidur memikirkan kejadian tadi siang. Memikirkan pria berengsek yang sudah merampoknya, mengambil ponsel dan sepatunya. "Arghhh... Menyebalkan!" Dia berteriak dengan kesal.

Kriet.

Suara pintu dibuka membuat Sakura keluar dari selimut. Sarada berdiri di tengah pintu dengan tatapan ragu. "Apa aku mengganggu?"

Sakura berpura-pura tidak terjadi apa-apa. "Tidak. Masuklah."

Sarada tersenyum dan segera berlari ke tempat tidur. "Apa yang terjadi tadi siang? Kenapa Ma... Nee-chan tidak pakai sepatu?" Dia duduk di samping Sakura.

Sakura menghela napas. "Aku dirampok."

Sarada terkejut dan menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Sungguh?"

Sakura mengangguk. Wajahnya kembali kesal saat ingat wajah pria yang merampoknya. Sarada tidur di samping Sakura tanpa melepas tatapannya dari wanita itu. "Dia membawa ferrari tapi merampok ponsel dan sepatuku," Dan gadis kecil itu tersenyum saat tahu siapa yang Sakura maksud. "Menurutmu dia itu perampok seperti apa?" Tanya Sakura seraya menarik selimut untuk Sarada.

Sarada tersenyum. "Aku tidak tahu."

Sakura merebah tubuhnya dan menghela napas. "Dia benar-benar menyebalkan." Dia menggumam kemudian menoleh menatap Sarada yang menatapnya dan tersenyum. "Tidurlah." lalu mengusap rambut bagian depan gadis kecil itu.

Sarada memejamkan mata tidak bisa menolak sentuhan Sakura. Sentuhan kecil sederhana yang sangat dirindukannya. Dalam tidurnya dia tersenyum. Bibirnya tersenyum karena banyak alasan. Mama, sentuhan, kasih sayang, harapan. Lebih dari itu mereka telah bertemu dengan begitu papanya akan percaya padanya kalau dia tidak salah lihat atau berkhayal. Mamanya benar-benar ada bahkan saat ini sedang memeluk dan mengusap rambutnya. Bisakah Sarada meminta lebih?

...

Sasuke berjalan cepat ke dalam kamarnya. Dia mendekati lemari tempat menyimpan semua koleksi sepatu Sakura dan mengeluarkan salah satu sepatu untuk melihat nomor ukurannya. Ini adalah sepatu kesayang mendiang istrinya. Dia yang memberikannya sendiri pada Sakura. Saat Sakura ragu akan hubungan mereka, pertunangan mereka, dan termakan berita dari luar bila Sasuke hanya ingin memanfaatkan hubungan mereka untuk bisnis. Untuk uang. Dengan sepatu ini Sasuke meyakinkan Sakura dan membawanya kembali ke aula pesta. Sasuke tersenyum kemudian mengeluarkan sepatu yang dia dapat dari wanita berambut merah muda siang tadi dan mencocokan nomor kedua sepatu itu. Sasuke menghela napas melihat sepatu itu memiliki nomor ukuran yang sama dan mengembalikan kedua sepatu itu ke dalam lemari. Dia terlihat seperti sedang berpikir dengan keras kemudian mendekati tempat tidur dan menjatuhkan tubuhnya. "Aku tidak mengerti," helanya.

... "Bagaimana bisa... Mereka begitu mirip?"

"Kau pikir aku melakukan ini hanya karena bisnis keluarga?"

Mereka berdiri berhadapan dengan tatapan berbeda. Sakura Senju terlihat sangat cantik dengan mini dres sabrina berwarna toska yang dia kenakan. Gadis cantik itu memalingkan wajahnya yang terlihat sedih dari pandangan Sasuke, "aku tidak tahu apa yang kau rencanakan." Dia menggumam dengan suara parau seraya mengusap air mata di pipinya. Perlahan, gadis cantik berambut merah muda itu menangis.

Sasuke menghela napas dan berjongkok di depan Sakura. Bungsu Uchiha itu mengeluarkan kotak sepatu dari tas karton cantik bermerek, "Jangan dengarkan apa yang mereka katakan," kemudian mengeluarkan sepatu berhak tinggi yang sangat cantik dari dalam kotak dan meletakkannya di depan kaki Sakura. Sakura terdiam, tidak tahu apa yang akan Sasuke lakukan dan apa yang harus dia lakukan. Dengan pelan Sasuke melepas sepatu Sakura kemudian memakaikan sepatu yang dia beli ke kaki gadis itu membuat Sakura terkejut. "Itu hanya berita bodoh," Dia kembali berkata seraya memakaikan sepatu satunya di kaki Sakura yang lain, "nyatanya aku di sini bukan karena itu." Selesai memakaikan sepatu di kedua kaki Sakura Sasuke mendongak menatap wajah gadis itu seraya tersenyum. "Aku melakukan ini karena mu, bukan karena bisnis. Apa aku harus mengulang melamarmu lagi?" tatapannya tenang dengan sebuah kesungguhan di dalamnya.

Sakura tertawa dalam tangisnya. Dia mengusap air mata di pipinya seraya menggeleng, "ini akan jadi sepatu favoritku." Di balik tangisnya Sakura terlihat bahagia.

Tangan Sasuke terulur yang kemudian diterima dengan baik oleh Sakura. Pemuda tampan itu mengajak gadisnya ke pesta yang sempat mereka tinggalkan. Mereka berdiri berhadapan dengan senyum mengembang dibibir masing-masing.

Sasuke tersenyum, senyumnya menghilang ketika dengan cepat sekitarnya berubah. Sakura yang dirindukannya tidak ada, kenangan indah itu menghilang begitu cepat. Sasuke panik! Dia menatap sekelilingnya. Yang tadinya dia berada di sebuah aula di antara orang-orang bersama Sakura kini dia berada di lorong bercat putih tanpa ujung. Kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi. Dia berlari secepat mungkin menembus ujung lorong dan berharap menemukan Sakura. Dia tidak mau sendirian, tidak mau! Dia tidak mau ditinggalkan. Sasuke berhenti berlari karena lelah, tubuhnya basah karena keringat. Tiba-tiba dia berada di sebuah ruangan rumah sakit tempat bayi prematur. Seorang bayi kecil, sangat kecil, yang terlihat sangat lemah terbaring di dalam sebuah tabung dengan alat-alat medis di tubuhnya. Sasuke terdiam, berusaha untuk mengingat. Wajah tenangnya terlihat sedih ketika dia mendekati tabung tempat bayi itu. "Bertahanlah... Papa akan menjagamu." katanya seraya tersenyum di paksakan.

Sasuke dengan cepat membuka matanya. Napasnya terengah dan bajunya basah oleh keringat. Apa dia baru saja bermimpi? Tapi kenapa mimpinya terasa begitu nyata? Sasuke menghela napas seraya menyisir rambutnya ke belakang. Pikirannya terasa begitu kosong karena mimpinya barusan. Mimpi indah yang perlahan berubah menjadi mimpi buruk. Sasuke melepas sepatu kemudian berjalan mendekati jendela. Pria satu anak itu berdiri menatap keluar jendela dengan kedua tangan di dalam saku celana. Sasuke sangat merindukan mereka berdua, dia sangat ingin berada di antara keduanya, melihat mereka yang sedang tersenyum adalah sebuah kebahagian yang tak ternilai harganya. Tapi apa bisa melihat keduanya tersenyum dalam waktu bersamaan? Karena pada kenyataannya semua itu tidak mungkin. Tiba-tiba Sasuke merasa kosong, kesepian. Dan mengingatnya membuka luka lama yang tak bisa tersembuhkan.

.

.

.

Sakura sudah siap untuk pergi ketika Kizashi mendekatinya. "Hari ini kau mau ke mana?" Pria tua itu berdiri tidak jauh dari Sakura.

Gadis berambut pink itu menoleh ke arah ayahnya kemudian tersenyum. "Aku..." Belum sempat Sakura menyelesaikan ucapannya Kizashi menyela.

"Jangan pergi hari ini." Kizashi menatap Sarada yang sedang mencari buku-buku bekas di lemari tv untuk bahan bacaan. "Ada yang sedang bosan,"

Sakura mengikuti arah pandangan Kizashi. "Apa dia bisa membaca?"

"Kenapa tidak mencari tahu," Sakura kembali menatap ayahnya. "Ajak dia ke toko buku Sakura..." Setelah mengatakan itu Kizashi pergi meninggalkan putrinya. "Lagi pula dia tidak akan menyusahkanmu di jalan. Dia tidak akan minta digendong." Pria itu berhenti sebentar hanya untuk mengatakan itu.

Sakura memikirkan perkataan ayahnya kemudian menatap Sarada. Dia tersenyum dan mendekati gadis kecil itu. "Kau suka membaca?" Mata hitam Sarada yang bulat berkedip menatap Sakura yang tersenyum padanya. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, itu pun kalau kau mau..." Sakura tertawa melihat senyum Sarada mengembang dengan sangat lebar memamerkan deretan giginya.

.

.

.

.

Sakura mengajak Sarada mengunjungi sebuah toko buku di kota kecilnya. Dia ikut tersenyum melihat senyum Sarada, gadis kecil itu terlihat sangat bersemangat dan bahagia. Sakura memberi Sarada buku alfabet bergambar tapi Sarada menunjukkan buku yang lebih menarik. Dia menunjuk buku sains. Sakura tidak habis fikir apa Sarada mengerti isi bukunya? Dia kan masih kecil. Dan... Apa dia bisa membacanya. Disaat Sakura sedang sibuk dengan pertanyaan dalam kepalanya Sarada mengambil buku alfabet di tangan Sakura membuat wanita itu terkejut. Gadis kecil itu tersenyum membuat Sakura ikut tersenyum melihatnya. Gadis cantik berambut merah muda itu menyamakan tinggi tubuhnya dengan Sarada. Dia merapikan poni hitam gadis kecil itu, "Kau sudah bisa membaca, tapi... Buku itu terlalu berat untukmu. Bagaimana kalau buku dongeng?"

Sarada merengut, "Nee-chan yang membacakan,"

Sakura tersenyum mendengar permintaan Sarada. "Oke, itu bukan masalah..." Tangannya mengacak gemas rambut gadis kecil itu. Tapi kemudian tersenyum.

Di luar toko Sasuke berdiri di samping mobilnya memperhatikan Sarada dan orang asing melalui dinding kaca tembus pandang toko. Sasuke tersenyum ketika tatapannya bertemu dengan Sarada. Gadis kecil itu tampak melihat sekelilingnya kemudian tersenyum dan keluar dari toko lalu berlari menghampiri Sasuke. Sasuke tidak dapat menahan senyumnya dia sangat tidak sabar menunggu Sarada datang. Sasuke membuka pintu mobilnya dan mengeluarkan anak kucing dalam kurungan yang dulu Sarada pungut.

"Papa!"

Suara itu. Sudah lama sekali rasanya Sasuke tidak mendengarnya? Sarada semakin dekat membuat Sasuke semakin tidak sabar untuk memeluknya. Hanya tinggal menyebrang mereka akan bertemu. Sasuke dibuat panik saat melihat Sarada menyebrang jalan, mobil-mobilnya tidak mau berhenti membuat Sarada kesulitan untuk menyebrang, tapi dengan beraninya Sarada berlari. "Hati-hati!" Sasuke sangat takut terjadi apa-apa pada putrinya. "Tetap di sana jangan kemari!" Sarada menurut. Dia berdiri menunggu Sasuke mendekatinya.

"Papa!" Sarada sangat merindukan papanya. Dia berteriak dan tersenyum yang kemudian Sasuke dengan erat. Tiba-tiba senyum Sarada menghilang. Dia cemberut dan melepas pelukkan Sasuke. "Papa kenapa merampok Mama?" Tanyanya merajuk.

Tangan Sasuke merapikan rambut Sarada. "Siapa yang merampok siapa?"

"Papa!"

"Tidak." Sasuke mengelak. "Tapi dia yang sudah merampok Papa." Dahi Sarada mengkerut tidak mengerti. "Sara tahu?"

"Tidak. Tahu apa?"

"Dia sudah mengambil sesuatu yang sangat berharga dalam hidup Papa." Ya Tuhan, betapa Sasuke merindukan wajah itu. Kedipan matanya, tatapannya, semuanya. Sasuke merindukan semuanya. Sasuke kembali memeluk Sarada. Kali ini lebih erat.

"Aku tidak mau pulang Papa," gadis kecil itu balas memeluknya.

Sasuke tersenyum. "Papa tahu."

"Aku harus cepat kembali,"

"Papa tahu." Tangan Sasuke menyentil dahi Sarada kemudian memberikan kucing dalam kurungan padanya. "Papa hanya ingin mengantar ini."

"Ha... Kucingku. Bagaimana Papa menemukannya?"

"Ini akan jadi teman Sarada,"

"Hm."

"Papa menyayangimu. Sara bisa kembali sekarang,"

"Aku juga." Sarada mencium pipi Sasuke sebelum dia berlari pergi. Melihat Sarada kembali ke toko Sasuke baru menyadari satu hal. Kacamata. Sarada tidak pakai kacamata. Dalam hati Sasuke bertanya-tanya, bagaimana bisa?

.

.

.

.

.

.

.

.

Sakura baru pulang dari toko buku saat Kizashi mendekatinya. "Ayah bilang dia tidak akan menyusahkan ku,"

Kizashi tertawa dan duduk di samping Sakura. "Memang apa yang terjadi? Kalian bersenang-senangkan?"

Sambil menopang dagu Sakura memperhatikan Sarada yang meletakkan buku yang baru mereka beli. "Dia tiba-tiba menghilang di toko buku." kemudian tersenyum. "Tapi aku senang kami bisa bertemu kembali."

"Anak itu... Ayah menyukainya."

"Aneh sekali orang seperti ayah menyukai anak kecil." Sakura mencibir menggoda ayahnya.

Kizashi terus menatap Sarada lalu tersenyum. "Jangan cari tahu tentang keluarganya, asalnya, rumahnya, apapun tentang dari mana dia datang." Sakura menatap Kizashi tak percaya. "Dia harus tetap di sini."

"Ayah, dia juga memiliki keluarga,"

Kizashi tidak mau mendengar apapun yang Sakura katakan. Pria tua itu berdiri dari kursinya berniat pergi meninggalkan Sakura yang terus meneriakkan pendapatnya. "Bagaimana kalau keluarganya mencarinya?" Tapi Kizashi tetap tidak peduli. "Kau tidak boleh egois seperti ini..." Kizashi tetap pergi tanpa mau mendengarkan Sakura. "Ibu ada apa dengan ayah?" Nada suara Sakura heran sekaligus kesal.

Mebuki pun sama herannya seperti Sakura. Dia menatap punggung Kizashi yang semakin menjauh sebelum punggung itu menghilang di balik pintu. "Ibu juga tidak tahu."

"Apa yang sebenarnya ayah pikirkan, aku bisa mengerti kalau ayah menyukai anak itu tapi tidak seperti ini caranya." Sakura terus mengeluhkan pendapatnya tentang Kizashi yang menurutnya tidak benar. Sementara Mebuki hanya mendengarkan keluhan anaknya tanpa tahu harus bicara apa. Dia juga bingung dengan Kizashi, kenapa dia seperti ini.

.

.

.

.

Pagi yang tenang, mereka melakukan aktifitasnya seperti biasa. Sarapan bersama kemudian kembali pada aktifitasnya masing-masing. Seperti biasa Sakura berangkat bekerja. Dia terlalu sibuk ingin mengejar keterlambatannya hingga tak menyadari Sarada yang selalu memperhatikannya. Gadis kecil itu mengikuti Sakura sampai bingkai pintu, menatap Sakura sedih karena akan meninggalkannya. Tangannya yang kecil memeluk kusen pintu dan terus menatap Sakura yang semakin jauh.

"Aku mau pergi sebentar," Sarada menoleh ke asal suara. Di sana Kizashi berdiri sedang memakai mantelnya.

"Mau ke mana?" Dalam diam dia memperhatikan Mebuki dan Kizashi yang sedang berbicara.

"Aku hanya mau jalan-jalan." sedikit banyak Sarada mendengar pembicaraan Sakura dan Kizashi kemarin. Merasa diperhatikan Kizashi mendekati Sarada. Dia mengusap rambut Sarada seraya tersenyum kecil. "Aku pergi dulu." Sarada tertegun begitu pun Mebuki dengan perlakuan yang Kizashi berikan. Setelah mengusap rambut Sarada pria itu pun segera pergi dari rumah.

Pagi ini udaranya cukup dingin membuat Kizashi mengeratkan mantelnya. Kalau mau dia bisa pergi ke pasar agak siang tapi Kizashi tidak mau membuang-buang waktunya. Dia segera mendekati penjual buku kaki lima ketika dia sampai di pasar tradisional yang ada di desa. "Aku ingin mencari majalah beberapa hari yang lalu,"

"Aku tidak punya. Yang baru lebih bagus kenapa tidak membeli yang baru saja. Berita hari ini sangat bagus kau pasti senang membaca." Sang penjual membujuk Kizashi membeli majalah yang baru tapi Kizashi menolaknya. Dia terus mencari majalah atau koran dengan berita yang dia inginkan. Tapi sangat sulit mencarinya, mereka lebih senang menjual berita baru. Dan ketika Kizashi melewati sebuah pedagang pakaian kaki lima dia melihat berita yang dia cari tergeletak begitu saja. Kizashi segera mendekati orang itu. "Kau mau menjualnya,"

"Aku menjual pakaian bukan majalah."

"Akan aku bayar dua kali lipat kalau kau mau menjualnya."

Pedagang itu tampak senang. Dia baru buka dan belum menjual satu pakaian pun tapi ada seseorang yang mau membeli majalah bekas dengan harga dua kali lipat. "O.. Tentu saja aku menjualnya." Dengan cepat pedagang itu membungkus mejalah itu takut Kizashi berubah pikiran dan dia kehilangan uangnya.

Kizashi segera membayar dan mengambil majalahnya. "Ini, terima kasih." dia tersenyum sebelum pergi meninggalkan pedagang itu.

Kizashi sampai halaman rumahnya dan melihat Sarada yang sedang berdiri di atas kursi depan jendela. Apa yang dia lakukan? Apa dia menghabiskan waktunya untuk berdiri di sana. "Dari mana? Kenapa baru pulang?"

Kizashi menghela napas. "Aku sudah bilang aku hanya mau jalan-jalan."

"Jalan-jalan kenapa lama sekali. Apa yang kau bawa?"

"Aku mau istirahat tolong jangan ganggu aku," Kizashi menghindari Mebuki dan segera masuk ke dalam kamarnya.

"Kau bilang mau istirahat?" Tanya Mebuki ketika melihat Kizashi keluar kamar.

"Aku akan duduk di depan jendela. Itu sama saja istirahat kan?" Mebuki tidak mengatakan apa-apa. Yang wanita itu lakukan hanya menatap Kizashi yang berdiri bersebelahan dengan Sarada. "Sakura tidak akan pulang cepat." Kizashi tersenyum ketika Sarada menoleh ke arahnya dan mengacak rambut gadis kecil itu. "Aku beritahu ya... Putri ku itu sangat gila kerja, dia tidak akan pulang siang bahkan terkadang dia suka pulang malam. Dia sangat mencintai pekerjaannya. Tidurlah... Percuma menunggunya." Kizashi berusaha menghiburnya kalau ini bisa dibilang menghibur.

Sarada menghela napas dan kembali menatap lurus ke depan dengan tatapan tanpa ekpresi seperti ayahnya. Sementara Kizashi dia tidak menyerah untuk menarik perhatian gadis kecil itu. "Ini milikmu?"

Sarada kembali menoleh kemudian tersenyum saat melihat kucing miliknya dalam pelukkan Kizashi. "Aku menemukannya?"

Kizashi memasang wajah tertarik. "Sungguh?"

"Waktu itu aku menemukannya di kantor Papa," Mereka mulai membicarakan tentang kucing tapi perlahan-lahan membicarakan yang lain juga. Kizashi tampak sangat menikmati membicaraan mereka begitu pun dengan Sarada.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Itachi duduk di kursi kerja dalam ruangan Sasuke dengan wajah tidak percaya. Dia benar-benar tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat. Lima menit lalu dia melihat adik iparnya datang. Dengan senyum yang ramah wanita itu mengucapkan terima kasih dengan sangat formal seolah mereka tidak saling mengenal. Walau sudah lama mereka tidak bertemu tapi Itachi masih sangat ingat wajahnya. Senyuman bahkan suara tawanya yang manis. Itachi tidak mungkin melupakannya. "Siapa dia? Apa dia Sakura?" Itachi bertanya pada dirinya sendiri. Dia sangat yakin itu Sakura yang dikenalnya. Tapi bagaimana bisa Sakura yang sudah lama meninggal hidup lagi. Tapi tidak mungkin dia bukan Sakura, mereka sangat mirip.

Mobil Sasuke memasuki halaman gedung saat dia tidak sengaja melihat warna mencolok berjalan menuju gerbang. Sasuke segera membelokkan mobil dan berusaha mengikuti wanita. Tapi sialnya dia harus memutar karena dia berada di jalur lalulintas yang salah. Sasuke tidak bisa mengikuti Sakura menggunakan mobil. Mobil Sasuke menepi di pinggir jalan. Pria itu segera keluar dari mobil dan mengikuti jalan yang Sakura lalui.

Sasuke melihat Sakura masuk ke dalam sebuah bus. Awalnya dia tidak peduli dan berniat kembali tapi kemudian dia berlari mengejarnya. Sasuke hampir tidak bisa mengejarnya namun tiba-tiba busnya berhenti. Sasuke merasa sangat bersukur. Ia segera masuk dan berdiri berhimpitan dengan yang lain. Ini pertama kali Sasuke naik bus, dia tidak pernah sedekat ini dengan orang asing.

"Kau. Kenapa kau ada di sini?"

Ini bukan pertama kali Sasuke melihat wanita itu tapi kenapa sangat sulit mebiasakan diri melihatnya.