Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.


Glitch


Teknologi robotika telah berkembang pesat di masa ini, prediksi sulitnya membedakan antara manusia dan mesin telah menjadi kenyataan. Beragam robot canggih telah diproduksi untuk membantu manusia dalam keseharian mereka. Para ilmuwan pun tidak berhenti bersaing menelurkan konsep-konsep mengagumkan milik mereka untuk robot yang akan lalu lalang di masa ini, meskipun beberapa ilmuwan lainnya juga telah memperingatkan ketika perbedaan antara manusia dan robot semakin sempit, manusia akan dihadapkan pada masalah etis dan hukum yang belum bisa terbayangkan.

FMIS Corp, perusahaan swasta yang didirikan oleh sekeluarga ilmuwan jenius berdarah Uchiha, adalah pusat teknologi robot nomor satu di dunia. Entah sudah berapa banyak pundi-pundi uang yang telah mereka kumpulkan setelah robot pabrikan milik mereka digunakan oleh hampir seluruh manusia di muka bumi selama bertahun-tahun. Para ilmuwan pun lagi-lagi saling bersaing merebutkan posisi idaman mereka di dalam perusahaan, meskipun FMIS Corp hanya memilih satu dari ribuan ilmuwan berbakat yang mampu melewati seluruh test dengan hasil nilai sempurna.

Anak bungsu dari FMIS Corp CEO Uchiha Fugaku, Uchiha Sasuke, baru-baru ini kembali menggemparkan seluruh media massa dengan kreasi humanoid terbaru miliknya. Tidak puas dengan kreasi pertama, dan kedua, membarui keseluruhan kreasi ketiga miliknya dengan menambah fitur terbaru yang membuat humanoid miliknya bisa dikatakan sudah hampir 99% sempurna menyerupai manusia.

Seperti hari ini, di minggu pagi yang mendung seluruh; reporter, wartawan, dan jurnalis, terlihat berkumpul memenuhi lahan kosong di sekitar FMIS Corp. Mereka menunggu si anak bungsu—yang memang sangat jarang terlihat di media massa, membuat semua orang selalu menantikan kehadirannya—untuk segera menggelar konferensi pers tentang humanoid seri miliknya yang terbaru.

.

Di dalam ruangan yang didominasi warna putih, Neji yang semula fokus pada layar monitor, melirik Sasuke yang sejak tadi melipat kedua tangannya di depan dada sambil memperhatikan ke luar jendela.

"Mereka sudah menunggumu di bawah, kau sudah siap?"

Sasuke menoleh, memperhatikan pria bersurai hitam panjang—sahabatnya sejak kecil—sebelum bergumam singkat menyetujui.

Mengenakan jas putih panjang lab dengan lambang FMIS di bagian dada sebelah kiri, mereka melangkah menuju pintu lift. Sama sekali tidak sadar jika sejak tadi ada seorang wanita yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik mereka dari balik kaca bertirai yang membatasi sisi ruangan dengan ruangan lainnya.

"Dia pergi," gumam seorang wanita, bersurai merah muda pastel. Mengintip dari balik celah tirai, membuntuti dengan kedua iris emeraldnya.

Di sebelah kanan wanita itu, seorang pria bersurai hitam diikat satu seperti nanas meletakkan kepalanya di atas meja, kelopak mata yang menghitam membuat wajahnya terlihat sangat kusut, dan tampak lelah.

"Shika, apa yang kau lakukan? Sasuke lagi-lagi membuat semua orang berdecak kagum dan kau terlihat seperti ingin mati," ujar wanita itu berkacak pinggang.

Pria yang dipanggil Shikamaru terlihat tidak begitu peduli, hanya menghela napasnya berat sebelum membuang wajahnya ke arah yang berlawanan.

"Karena Sasuke, lagi-lagi perusahaan ini menjadi sorotan dunia. Setidaknya kau bisa memperlihatkan rasa banggamu, pemalas. Apa itu sulit?"

"Sepertinya apa yang kau katakan itu benar Haruno Sakura," sahut Shikamaru. Mengangkat kepalanya dari atas meja, bersandar pada punggung kursi, sambil menatap malas. "Aku sebenarnya ingin melakukan apa yang kau katakan, hanya saja wanita rambut permen karet yang seharusnya bekerja, tidak pernah menyelesaikan pekerjaannya dua bulan terakhir ini."

Sakura spontan membuang mukanya sambil tersenyum, meskipun terlihat sangat palsu, dan memaksa.

"Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, hingga pekerjaannya harus diselesaikan orang lain," lanjut Shikamaru.

"Mungkin wanita itu memilki hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan?" Sakura balik bertanya, meskipun tahu betul siapa 'wanita rambut permen karet' yang dimaksud Shikamaru.

"Hal lain, huh?" tegas Shikamaru.

Sakura mengangguk cepat, mencoba menutupi rasa bersalahnya dengan senyuman, tetapi tatapan tajam yang diberikan Shikamaru untuknya membuatnya tidak lagi bisa berkutik.

"Baiklah ..., baiklah," ada jeda sesaat, "maaf, ok? Ini semua salahku. Aku tahu hanya ucapan saja tidak akan membuatmu merasa lebih baik, jadi aku akan memberikanmu 40% dari uang gajiku bulan ini."

"Kau adalah partner terburuk yang pernah kutemui," balas Shikamaru.

"Apa itu tidak cukup? Jadi kau mau 50%? Aku harus membayar uang sewa apartemenku bulan ini," sahut Sakura.

Shikamaru mengernyit kesal. "Aku tidak menginginkan uangmu! Bekerja saja seperti biasa, jika kau tidak bisa aku akan membantumu, itu tidak sulit."

"Ikut aku!" balas Sakura cepat. Menarik paksa lengan Shikamaru, dan menyeretnya dari atas kursi ke arah lorong dengan pintu besi yang terletak di sudut ruangan. "Kau tidak akan mengerti jika tidak dijelaskan."

"Kenapa kau membawaku ke dalam lab? Apa yang kau la—"

"Ikut saja!" potong Sakura, menggenggam tangan Shikamaru lebih erat. Langkahnya juga semakin lebar, saat pandangan matanya terfokus pada tumpukan plat aluminium tidak terpakai yang terletak di samping lemari kaca berisikan berbagai macam jenis sample.

"Apa tumpukan aluminium ini yang kau ingin tunjukan padaku?" tanya Shikamaru saat Sakura melepas genggaman tangannya tiba-tiba.

"Aku sudah melakukan hal ini selama 3 tahun, aku membuatnya diam-diam," sahut Sakura, memunguti satu per satu plat aluminium yang menutupi sebuah benda berukuran cukup besar dengan karat di seluruh permukaannya.

Shikamaru menunggu. Semakin cepat plat aluminium itu terangkat, semakin yakin jika dugaannya tidak salah.

"Humanoid?"

Sakura mengangguk.

"Bagaimana mungkin? Sakura apa kau lupa? Mereka memilihmu untuk membuat outer, bukan humanoid." Shikamaru mengernyit tidak percaya.

"Aku tahu!" sahut Sakura sedikit berteriak. "Aku tahu, dan aku sangat paham akan hal itu, Shikamaru."

"Lalu?"

"Kau bisa lihat sendiri, bukan? Dia mungkin terlihat seperti barang rongsok atau sampah menurutmu, hampir seluruh tubuhnya berkarat, tetapi dia sangat berarti untukku," ujar Sakura, membersihkan beberapa sisa serbuk karat yang masih menempel.

Shikamaru mengamati dengan lekat seluruh tubuh humanoid di hadapannya. Berkarat, berdebu dengan komponen yang berbeda-beda, dilihat dari sisi mana pun akan tetap terlihat seperti sampah tidak layak yang berbanding terbalik dengan humanoid terbaru milik Sasuke.

"Label ini ..., bukankah ini bagian dari humanoid seri pertama?"

Sakura bergumam menyetujui. "Tubuhnya memang terbuat dari gabungan seri pertama, kedua, dan ketiga. Setiap kali Sasuke membuang humanoid buatannya yang gagal ke peleburan, diam-diam aku memungutnya kembali dan membawanya ke sini. Aku tahu humanoid ini tidak sempurna, tetapi aku tidak bisa melihat hasil jerih payah Sasuke dihancurkan begitu saja."

"Lalu apa yang akan kau lakukan dengan humanoid ini?" tanya Shikamaru lagi.

"Aku ingin memberikannya pada Sasuke," sahut Sakura tersenyum tipis.

Shikamaru bisa merasakan kepalanya berdenyut seakan ingin pecah. Namun mencoba untuk tetap tenang. "Sakura, cobalah bertindak dengan menggunakan logika. Sasuke membuat robot yang bahkan hampir menyerupai manusia, dan kau ingin memberikan robot ini untuknya? Apa yang akan Sasuke lakukan jika tahu kau mencoba merebut profesinya?"

"Aku tidak merebut profesinya, Shika, kau tidak perlu khawatir. Aku sudah memikirkan semuanya sejak lama."

Pelipis kanan humanoid ditekan oleh Sakura, kelopak matanya terbuka lebar menampilkan sepasang bola mata sintetis dengan iris biru terang.

"Kau lihat iris matanya yang seperti kristal itu? Terlihat sangat jauh berbeda dari iris sintetis yang biasa kita gunakan, bukan? Aku tidak mendapatkannya begitu saja Shika," ujar Sakura. "Hari pertamaku bekerja di sini, saat berlari dari lobby ke dalam lift aku menabrak Sasuke hingga kami berdua terjatuh ke lantai. Aku masih ingat bagaimana semua orang menoleh, dan mereka berlari untuk menolong Sasuke. Saat itu tidak ada yang memedulikanku justru tertawa mengejek."

Shikamaru diam, mendengarkan Sakura berbicara lebih banyak.

"Kukira kehilangan pekerjaan di hari pertama akan sangat menyakitkan, tetapi nyatanya Sasuke sama sekali tidak marah. Dia bahkan membungkuk untuk menolongku, dan kedua kristal biru itu terjatuh dari dalam saku jasnya," jelas Sakura. "Kau bisa membayangkan betapa pentingnya kristal ini untuk Sasuke hingga dia menyimpannya di saku jas ke mana pun dia pergi? Aku sangat ingin mengembalikannya! Sayang, aku tidak punya keberanian. Kau pasti pernah merasakannya juga bukan? Saat kau memilki benda milik orang lain yang seharusnya tidak berada padamu, dan kau menyimpannya cukup lama, hingga kau tidak punya keberanian lagi untuk datang secara tiba-tiba dan menyerahkannya begitu saja tanpa rasa bersalah? Aku membuat humanoid ini, hanya untuk meringankan rasa bersalahku sedikit saja, meskipun hasilnya tidak bagus sama sekali."

"Apa kau yakin kristal itu milik Sasuke?"

"Aku melihatnya sendiri, kedua bola itu menggelinding dari dalam sakunya saat dia membungkuk untuk menolongku dari atas lantai, kedua mataku tidak mungkin salah Shika," ada jeda sesaat, "jadi kumohon ..., temani aku ya?

Shikamaru mengangguk singkat. Tidak bisa menolak permintaan Sakura meskipun hatinya tidak senang.

.

"Tidak kusangka mereka berani mengajukan pertanyaan yang sangat personal padamu tadi," goda Neji, menyamankan tubuhnya ke atas sofa di ruangan kerja Sasuke sambil tertawa kecil.

Sasuke tidak merespon. Formula-formula yang ada di layar monitornya jauh lebih penting dibandingkan celotehan Neji. Sejak awal ia memang tidak pernah menyukai konferensi pers, menurutnya acara seperti itu hanya membuang waktu, terlebih lagi pertanyaan yang ditujukan untuknya terkadang terdengar sangat konyol, dan sama sekali tidak bersangkutan.

"Apa kau sudah punya pasangan? Apa kau akan menikah tahun ini?" ucap Neji menirukan salah satu wartawan. "Seperti apa wanita idamanmu?" lanjutnya lagi diikuti tawa geli.

Menarik napasnya dalam, mencoba untuk tenang, dan menulikan telinganya. Mendengar ejekan, beserta tawa Neji ternyata membuat Sasuke jauh lebih kesal.

"Aku tidak tahu jika sebenarnya kau ini bukan ilmuwan, melainkan selebritis Sasuke," ucap Neji, yang lagi-lagi diikuti tawa geli.

"Pintunya ada di sebelah sana, jika kau tidak punya pekerjaan lagi di sini," sahut Sasuke dingin.

Tahu jika sahabatnya kesal, Neji menutup mulutnya rapat. Meskipun sesekali masih tersenyum lebar karena tidak bisa menahan tawa.

Beberapa saat setelah itu, hening menguasai ruangan.

Sasuke yang fokus pada layar monitor, harus mengernyit kesal tatkala suara ketukan berasal dari arah pintu dan kedua anak buahnya melangkah masuk membawa sebuah benda ditutupi kain putih.

Neji diam, memperhatikan dari atas sofa, sedangkan Sasuke menatap penuh rasa ingin tahu ke arah benda yang dibawa oleh kedua anak buahnya.

"A-aku dan Shikamaru ingin mengucapkan selamat atas keberhasilannya. Seperti biasa kau sangat genius, dan kami sangat bangga bekerja untukmu." Sakura menyikut lengan Shikamaru lalu tersenyum lebar.

"Selamat atas keberhasilannya," timpal Shikamaru.

Sasuke bergumam singkat. Sorot matanya masih terfokus ke satu titik, yaitu benda yang ditutupi oleh kain putih di hadapannya.

"Aku membuat ini untukmu." Tidak ingin menunggu lebih lama, dengan senyum di bibirnya Sakura menarik kain putih yang menutupi benda yang dibawanya.

Lalu semua orang di dalam ruangan terdiam. Tidak ada suara yang terdengar saat itu kecuali hembusan angin dari mesin pendingin ruangan.

Melihat reaksi Sasuke, Shikamaru hanya bisa berharap tidak akan terjadi masalah, meskipun sejak tadi ia merasa cukup khawatir.

"Apa kau tahu yang kau lakukan itu salah?"

Sakura dan Shikamaru sontak menoleh bersamaan ke arah sumber suara yang berasal dari belakang mereka.

Neji melangkah mendekat, wajahnya terlihat sangat tidak senang. "Siapa yang mengijinkanmu membuat humanoid?"

"Aku hanya ingin me—"

"Aku bertanya, siapa yang mengijinkamu membuat humanoid?" potong Neji.

Sakura tidak bisa menjawab, hanya diam dengan wajah tertunduk dalam. Jantungnya berdegup cepat saat telapak tangannya yang kering mulai basah oleh keringat dingin.

"Aku yang mengijinkannya," sela Shikamaru. Tidak bisa melihat Sakura terpojok, meskipun itu berarti ia menjerumuskan dirinya dalam masalah.

Neji menoleh, iris lavendernya menatap tajam. "Nara, seharusnya kau mengingatkan partner kerjamu ini untuk tidak melakukan hal yang bodoh. Seharusnya kau tahu, pekerjaannya adalah membuat outer sama sepertimu, bukan huma—"

"Neji hentikan," potong Sasuke.

Sakura menunduk semakin dalam, sedangkan Neji dan Shikamaru tidak punya pilihan selain diam.

"Kau pasti memiliki alasan yang bagus, hingga berani membuat humanoid tanpa persetujuanku," ujar Sasuke datar. Namun terdengar sangat sinis.

Sakura mengangguk. Cepat-cepat menekan pelipis sebelah kanan humanoid di sampingnya, lalu kedua kelopak mata humanoid itu terbuka. "4 tahun yang lalu kau menjatuhkan iris ..., maksudku kristal ini di depan lobby dan aku menemukannya. Aku ingin mengembalikannya padamu, sungguh! Tidak pernah sekali pun berpikir untuk mengambilnya darimu, tetapi aku tidak punya keberanian yang cukup untuk menyerahkannya padamu begitu saja tanpa rasa bersalah."

Sasuke mengernyit. Kelopak matanya berkedip beberapa kali, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Benda itu sangat penting untukku," ada jeda sesaat, "kau seharusnya mengembalikannya lebih cepat Haruno. Menyerahkannya bersama humanoid seperti ini setelah sekian lama tidak akan membuatku lebih senang."

"Maafkan aku," sahut Sakura pelan.

"Kau boleh kembali ke ruanganmu Haruno, Nara," ujar Sasuke, yang terdengar seperti perintah.

Neji tersenyum tipis, sudah tahu dan memperkirakan jika sahabatnya pasti akan menolak dan melakukan hal itu sejak awal.

Sakura menoleh ke arah Shikamaru, tatapan matanya seolah-olah berkata 'aku gagal, Sasuke membencinya' sebelum menunduk sopan pada Sasuke yang terakhir, sebelum mulai melangkah ke arah pintu.

Shikamaru yang tidak punya pilihan mengikuti di belakangnya, sambil membawa humanoid berkarat itu, tetapi belum sempat mereka sampai di muka pintu, seruan dari arah belakang membuat langkahnya terhenti sejenak.

"Kalian mau bawa ke mana? Letakan saja humanoid itu di sini."

Sakura tersenyum lebar meskipun wajahnya terlihat seperti ingin menangis. Tidak banyak bicara, humanoid pada Shikamaru direbutnya untuk dikembalikan ke tempat semula, di hadapan Sasuke. Lalu kembali ke ruangan masing-masing dengan perasaan lega bercampur senang, bahkan Sakura tidak berhenti memamerkan senyum di bibirnya yang mungil.

"Apa kau gila, Sasuke?"

Neji, hanya bisa mengernyit tidak paham melihat tingkah laku sahabatnya. Kali ini dugaannya salah.

"Wanita itu membuatnya dari gabungan seri pertama, kedua, dan ketiga," ada jeda sesaat, "N1-rt, N2-rt, dan N3-rt. Semuanya seri gagal yang kubuang ke peleburan," lanjutnya lagi, merogoh saku celana untuk mendapatkan pena berwarna silver. Diarahkannya pena itu ke bagian dada, lalu dengan perlahan me-laser lempeng baja tebal bagian kiri.

"Apa kau serius tertarik dengan benda ini?" tanya Neji. "Ini hanya benda berkarat, bahkan tidak berfungsi sama sekali, kecuali membuka-tutup kelopak matanya."

"Hn," sahut Sasuke bergumam singkat. Tidak memedulikan celotehan Neji, dengan sangat hati-hati jemari pucatnya menarik beberapa kabel putih dan hitam yang tersambung ke dalam soket plug-in.

Neji menyerah, melangkah kembali ke sofa tidak lagi mau peduli. Pria bersurai hitam telah fokus pada humanoid rongsok, bicara berulang kali menurutnya sama saja, Sasuke tetap tidak akan mendengarnya.

"Lebih baik kau pulang Neji, aku akan membawanya ke dalam lab." ujar Sasuke, yang direspon Neji dengan bergumam singkat.

Kursi yang diduduki humanoid didorong ke arah pintu lab dari besi yang tersambung langsung dengan ruang kerjanya. Saat pintu otomatis terbuka, indra penglihatannya langsung disambut oleh ruangan yang didominasi oleh warna putih dan biru. Lemari kaca tersusun rapih di sisi kiri ruangan, berisikan berbagai macam jenis chip berukuran; nano, mikro, hingga mega. Kabel, dan juga beberapa contoh lempengan baja. Beberapa komputer dengan monitor lebarnya menghiasi tengah ruangan, di sebelahnya terdapat papan tulis berwarna putih yang dipenuhi oleh rumus formula tulisan tangan.

Berhenti sejenak untuk mengambil beberapa chip berukuran mikro dari dalam lemari, ia melangkah ke arah pintu lab kedua yang berada di sisi kirinya.

Saat berdiri tepat di muka pintu, dari dalam alat pemindai, muncul sebuah papan berbentuk persegi dari baja dengan kamera terletak di tengah yang berhenti tepat di hadapan wajahnya.

"Need code. or identity to access."

Jemari pucat memasukkan kode yang hanya diketahui olehnya, beserta salinan iris mata pada kamera.

"Access granted. Uchiha Sasuke welcome."

Pintu besi terbuka secara perlahan, kali ini disambut oleh robot kucing berwarna hitam yang berlenggok-lenggok, dan juga berbagai macam alat yang jauh lebih canggih jika dibandingkan dengan lab pertama.

Melangkah ke arah tabung dari kaca berwarna biru muda, yang tersambung langsung dengan komputer monitor layar sentuh berukuran besar di sebelahnya.

Dipindahkannya humanoid karat ke dalam tabung sangat hati-hati, jemarinya dengan cekatan mengetik pada keyboard, memasukkan beberapa kode perintah, diakhiri dengan menyentuh kolom hitam pada layar monitor di hadapannya.

Lampu kecil dengan cahaya berwarna merah menyala muncul dari dalam dasar tabung. Menyinari tubuh humanoid, bergerak dari atas kepala hingga ke kaki, melakukannya berulang kali, dan Sasuke mengamati dengan seksama dari atas kursi.

"Scanning."

"System Control Navigation Laser. not detected."

"Visual Simultaneous Localization. and Mapping. not detected."

"Brains and Brawn. Software and Program not synchronized. Not detected."

"Proximity Sensor. Speed and Direction Sensor. Thermistor Sensor. Line Follower Sensor. Not detected."

"Action. Effector. and Actuator. Not detect—"

Jemari pucat mematikan paksa mesin serta program yang sedang berjalan, lalu bersandar pada punggung kursi sambil menghela napas berat dan menatap datar.

"Kau benar-benar barang rongsok."

.

Sakura mendesah lega. Tangannya menopang dagu, dan sikunya bertumpu pada meja. "Tidak kusangka, dia benar-benar menerimanya."

"Mungkin dia menerimanya untuk dibuang ke peleburan," sahut Shikamaru.

"Apa kau bilang? Tentu saja tidak! Aku bisa melihat dengan jelas jika Sasuke benar-benar menyukai humanoid itu," ujar Sakura, meyakinkan, seakan tidak mau kalah.

"Semoga saja," timpal Shikamaru, sambil tertawa mengejek.

Sakura memutar matanya malas, diam untuk sesaat, lalu iris hijau emerald-nya menatap lurus ke arah Shikamaru.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tegur Nara, merasa tidak nyaman.

"Shika," panggil Sakura pelan. "Kau bilang aku hanya harus bekerja seperti biasa bukan? Selayaknya para pembuat outer."

Shikamaru mengangguk pelan, meletakkan lembaran kertas berisikan catatan formula yang ada di tangannya ke atas meja. Meskipun ragu karena mencium ada hal lain yang tersembunyi dari kalimat rekannya.

"Kalau begitu, ayo kita bekerja," ujar Sakura tersenyum lebar.

"Huh ..., kerja?" Shikamaru diam sejenak. "Semua pekerjaan sudah kuselesaikan, apa maksudmu?"

"Tidak, tidak," sahut Sakura cepat, menggelengkan kepalanya. "Kau belum menyelesaikan semuanya."

Shikamaru diam lagi, tidak paham dengan maksud rekan kerjanya itu.

"Ada satu lagi," ujar Sakura, menyeringai. "Ada satu humanoid yang belum memiliki outer."

Raut wajah Shikamaru yang semula bingung, berubah menjadi muram. Ia bersandar pada punggung kursi, lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Oh, ayolah Shika."

"Sakura, kau bahkan tidak tahu apakah Sasuke akan menyimpan humanoid itu atau membuangnya. Kau lagi-lagi bertindak tanpa menggunakan logika, kau seharusnya bekerja untuk mereka, untuk FMIS Corp! Bukan untuk kesenanganmu sendiri," ujar Shikamaru panjang lebar.

"Baiklah," sahut Sakura dingin. "Aku akan membuatnya sendiri tanpa bantuanmu. Kau pikir aku tidak bisa melakukannya? Kau pikir, kau ini yang paling hebat?"

Sakura bangkit dari atas kursi, melangkah ke arah pintu lab. Shikamaru berusaha memanggil namanya berulang kali. Namun dihiraukan.

"Ck, merepotkan sekali! Wanita itu sangat keras kepala," protes Shikamaru, meskipun pada akhirnya ikut berlari ke dalam lab.

"Aku tahu Shika, kau pasti datang menolongku," ujar Sakura tersenyum manis, saat menyadari rekan kerjanya duduk persis di sebelahnya.

Menyalahkan komputernya yang tersambung langsung dengan komputer milik Shikamaru, Sakura memasukkan beberapa kode perintah lalu monitor 3D dengan tampilan holographic menampilkan tubuh humanoid dalam bentuk sketsa kasar.

"Ini yang terakhir kali, setelah itu aku tidak akan membantumu lagi," ujar Shikamaru meyakinkan dan mengancam.

"Aku tahu itu. Aku berjanji padamu tidak akan melakukan hal bodoh lagi," balas Sakura, tersenyum tipis.

Shikamaru bergumam menyetujui, ikut tersenyum tipis. "Lalu, outer seperti apa yang kau inginkan?"

"Sebenarnya aku sudah membuat beberapa desain sejak lama, lihat ini," ujar Sakura, menunjukkan kertas memo penuh coretan yang diambilnya dari laci meja.

"Pria?" Shikamaru mengernyit. "Humanoid itu pria?"

"Apa kau melihatnya sebagai wanita? Bagaimana mungkin? Sudah sangat jelas jika tubuhnya sama sekali bukan tubuh wanita," ujar Sakura balik bertanya.

"A-aku tidak begitu memperhatikannya," sahut Shikamaru.

Sakura menggeleng pelan sambil berdecak, lalu mulai menyalin beberapa code yang sebelumnya dibuat pada kertas memo ke dalam komputer. "Sudahlah, sekarang aku akan memindahkan desain dan beberapa data penting ke komputermu."

Shikamaru bergumam singkat.

"Kau harus ingat ini Shika," ujar Sakura. "Tubuhnya harus proposional, buat tingginya 190 senti, fokuskan di bahu yang bidang, otot lengan, perut, dan juga paha. Kulit sintetisnya gunakan nomor 2 sun-kissed tan. Aku tidak ingin kulitnya terlalu halus dan terang."

"190 senti? Itu terlalu besar, tinggi humanoid umum hanya 187 senti," sela Shikamaru.

"Shika aku tidak ingin ambil risiko." Sakura menggeleng pelan. "Tinggi standard untuk humanoid pria adalah 185 senti, dan dia memiliki tinggi 187 senti karena gabungan beberapa komponen yang berbeda dan tidak seimbang. Aku tidak ingin kulitnya sobek saat pemasangan actuator nanti."

"Jadi kau akan menyobek sisanya setelah pemasangan actuator?"

"Tepat sekali," jawab Sakura cepat.

"Baiklah, terserahmu saja," sahut Shikamaru.

Tangan Sakura kembali menopang dagu, dan sikunya bertumpu pada meja. "Aku ingin rambutnya pirang, dan sedikit kasar, jadi gunakan sample nomor 10. Itu akan terlihat sangat kontras saat dia berdiri di sebelah Sasuke nanti."

Shikamaru menatap Sakura aneh. "Sasuke?"

"Err ..., y-ya."

Shikamaru menaikkan sebelah alisnya, bingung.

"M-memangnya kenapa? Apa ada yang aneh?" ujar Sakura balik bertanya, sambil menatap tajam.

"Kau sepertinya sudah merencanakan ini semua sejak awal," sindir Shikamaru. Iris hitamnya memperhatikan sketsa di layar monitor yang perlahan mulai membentuk menyerupai manusia, sama sekali tidak pernah menyangka jika ia merasa cukup kagum dengan desain yang dibuat oleh wanita rambut permen karet rekan kerjanya.

"Lihatlah, dia sangat sempurna!" ujar Sakura mengintip dari balik kaca tipis yang memisahkan komputer mereka.

"Menurutku dia membosankan," sahut Shikamaru, mengamati dengan seksama.

"A-apa?"

"Tubuhnya sangat polos, sama seperti humanoid pabrikan yang telah mengikuti contoh sebelumnya, tidak ada yang spesial. Mungkin satu atau dua tato akan membuatnya terlihat lebih hidup dan berbeda," usul Shikamaru, yang ditanggapi sakura dengan anggukan cepat.

"Itu ide yang sangat brilliant! Buat tubuhnya dipenuhi tato. Di lengan, dada, dan juga punggung."

"Itu terlalu berlebihan Sakura, dia humanoid, bukan yakuza," ujar Shikamaru, menaikkan sebelah alisnya. Jemari kasarnya kembali memasukkan beberapa kode perintah, lalu layar monitornya menampilkan berbagai jenis desain tato dengan beberapa macam warna.

Iris hijau emerald memperhatikan setiap desain dengan teliti, dari sekian banyak tato belum ada yang menarik perhatiannya. Sedangkan Shikamaru diam-diam asik melihat tato bentuk kumis kucing dengan 3 buah garis tipis yang nantinya akan terletak di sisi kiri dan kanan pipi.

"Coba lihat yang itu," ujar Sakura. "Lingkaran dengan spiral di tengahnya. Tatonya dan warna yang tidak terlalu berlebihan, dan menurutku akan sangat cocok dengannya."

"Sebenarnya itu tato untuk punggung," jelas Shikamaru.

"Apa kau tidak bisa mengubahnya? Aku ingin tato itu dibagian perut," ujar Sakura, yang ditanggapi Shikamaru dengan bergumam. Setelah itu kembali ke komputernya untuk mencatat beberapa hal penting ke dalam note, tetapi saat ia mengintip untuk memastikan jika tatonya sudah sempurna, pria rekan kerjanya itu dengan santainya menambahkan 3 garis kumis kucing di masing-masing pipi outer mereka.

"SHIKAAMARUUU!"

.

"System Control Navigation Laser. Detected."

"Visual Simultaneous Localization. and Mapping. Detected."

"Brains and Brawn. Software and Program synchronized. Detected."

"Proximity Sensor. Speed and Direction Sensor. Thermistor Sensor. Line Follower Sensor. Detected."

"Action. Effector. and Actuator. Detected."

"No Glitch Detected. All Programs Functioning Normally on N4-rt."

Humanoid rongsok, usang, penuh karat di dalam tabung, kini terlihat jauh berbeda. Seluruh besi di tubuhnya telah diganti dengan platinum, lalu dilapisi oleh titanium. Mesin yang tidak berfungsi diganti dengan mesin terbaru paling canggih, bahkan memiliki label sendiri, berbeda dari yang lain tercap pada bagian tengah dadanya.

Sasuke menyeringai puas meskipun kepalanya terasa pening. Dari sisi kiri ruangan, melangkah pelan mendekati tabung. Namun tiba-tiba saja merasa pandangan matanya mulai berbayang dan kabur, tenggorokannya panas, dan kakinya yang menopang beban tubuh menjadi lemas.

"Sial," merutuk dalam hati.

Hanya diam di tempat, menarik napas dalam sambil mengerjapkan mata beberapa kali, sebelum tubuhnya yang lemas ambruk, tetapi belum sempat kepalanya membentur lantai, tangan besi bersuhu dingin yang terjulur dari dalam tabung, sudah lebih dulu meraihnya.

.

"Aku tidak akan pernah memaafkanmu!" geram Sakura, menunjuk ke arah Shikamaru. Matanya menatap tajam seolah menunjukkan betapa kesalnya ia saat ini, masih tidak terima dengan 3 garis tipis kumis kucing yang menghiasi kulit sintetis buatannya.

Tidak memedulikan protes Sakura, Shikamaru menguap, bersandar pada punggung kursi untuk melemaskan leher, dan pundak terasa sangat kaku dan sakit.

"Apa kau mendengarka–" Ledakan amarah Sakura tiba-tiba saja terhenti, saat suara langkah kaki terdengar cukup keras dari arah ruang kerja mereka.

Memincingkan mata. Rasa kesal bercampur penasaran, dan takut membuatnya bangkit dari atas kursi untuk mendekat ke arah pintu. Ini sudah pukul 2 tengah malam dan Sakura yakin tidak ada orang lain selain dirinya dan Shikamaru di perusahaan ini.

"Sakura," panggil Shikamaru, ketika wanita bersurai pink rekan kerjanya berada dekat dengan pintu.

Meletakkan jari telunjuk di depan bibir, Sakura melambaikan tangan memanggil Shikamaru, sambil memutar knop pintu perlahan. Jantungnya berdebar lebih cepat, tetapi rasa penasaran telah memenangkan pertandingan melawan rasa takut.

Iris emerald bergerak dengan perlahan mengamati ruang kerja. Sedikit merasa lega ketika sepasang matanya tidak melihat sesuatu yang berhubungan dengan hal yang 'tidak nyata'.

"Dari mana suara itu berasal?"

Melangkah ke arah meja kerjanya, meninggalkan Shikamaru yang kini mengikuti di belakang, Sakura yakin jika telinganya tidak salah dengar.

"Kau yakin tidak salah dengar?" tegas Shikamaru.

Sakura mengangguk cepat. "Aku yakin seka–" Diam tiba-tiba sambil mengernyit bingung. "Hey ..., apa ada orang lain di sini?"

Shikamaru menggeleng tidak tahu.

Sakura menunjuk ke arah kaca bertirai yang memisahkan ruang kerja mereka dengan Sasuke. "Lihat, lampunya masih hidup. Kau bisa melihat sedikit cahaya dari celah, bukan?"

"Mungkin mereka lupa mematikannya," sahut Shikamaru, tidak peduli dengan suara langkah kaki, atau manusia, atau hantu, ia hanya ingin tidur saat ini.

Sakura mengepalkan tangan, iris emerald menatap lurus ke arah pintu. "Aku akan pergi ke luar untuk memastikan, dan kau harus ikut tuan Nara," perintahnya sedikit memaksa.

Shikamaru menghela napas. Ini pukul 2 malam, dan Sakura ingin bermain detektif dengannya.

Mereka melangkah perlahan melalui lorong koridor yang terlihat sepi. Meskipun Shikamaru terbiasa pulang larut, entah mengapa ia merasa malam ini sedikit berbeda dengan malam biasanya.

Sakura kembali meletakkan jari telujuk di depan bibirnya. "Kau dengar itu?" bisiknya pelan.

Shikamaru mengeryit, dan mendengar secara seksama. Samar-samar bisa mendengar suara langkah kaki. Namun terdengar tidak seperti langkah kaki manusia pada umumnya.

"Itu suara langkah kaki yang sama." Memajukan tubuhnya, Sakura memberikan kode kepada Shikamaru untuk diam di tempat sebelum menghilang ke arah lorong koridor selatan untuk memastikan.

Cukup lama Shikamaru menunggu, hingga bosan dan memutuskan untuk menghampiri vending machine yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Menempelkan kartu identitas FMIS miliknya ke sebuah alat sensor, sebelum menekan salah satu tombol. Sebuah kopi kaleng hangat terjatuh dan menggelinding ke arah telapak tangannya yang sudah lebih dahulu menunggu di bawah.

"Shika–!"

Tangan putih ramping khas wanita menarik lengannya secara paksa. Shikamaru sedikit tersentak kaget. Namun saat melihat rambut merah muda pastel di balik bahunya, ia tahu jika itu bukan hantu.

"Sakura, ada apa?" Shikamaru bertanya. Khawatir saat Sakura tidak melepas lengan kanannya dengan wajah seakan ingin menangis.

"Aku menemukannya! Suara langkah kaki itu! Dia sedang berjalan tidak punya arah, dengan Sasuke. Cepatlah!" jelas Sakura tidak jelas sambil menarik-narik lengan Shikamaru tidak sabar.

"Apa maksudmu?" tegas Shikamaru menaikkan sebelah alisnya, sama sekali tidak mengerti.

"Jangan banyak bertanya! Ini darurat, jadi ayo cepat!" bentak Sakura. "Dia terlihat sangat kebingungan, kasihan sekali."

.

Melihat sosok pria paruh baya dengan jas putih dan stetoskop menggantung di leher keluar dari balik pintu, Sakura segera bangkit dari atas kursi untuk berlari menghampiri.

"Bagaimana keadaan Sasuke?" Telapak tangan sejak tadi tidak berhenti mengeluarkan keringat dingin. Rasa khawatir, bersalah, dan ketakutan bercampur aduk di hatinya.

"Semuanya akan baik-baik saja, dia hanya kelelahan dan kurang tidur." Dokter tersenyum, menepuk lembut bahu Sakura dengan kedua tangannya, seolah meyakinkan semuanya akan baik-baik.

Menghela napas lega, Sakura tersenyum ke arah humanoid yang kini mentap ke arahnya datar tanpa merespon. "Kau dengar itu? Mereka bilang Sasuke akan baik-baik saja."

"Kusarankan kalian untuk meninggalkan tuan Uchiha agar dia bisa beristirahat total. Kalau begitu, selamat malam nona Haruno," ujar sang dokter membungkuk sopan.

Sakura balas membungkuk sopan, saat sang dokter meninggalkan mereka untuk melangkah ke arah lift. "Kau tahu? Aku membuat banyak masalah," ujarnya pelan. Mengintip sosok pria bersurai hitam yang kini terbaring lemah di atas kasur dari jendela. "Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Maksudku, kau terlihat begitu sempurna, tetapi Sasuke harus membayarmu dengan kesehatannya."

Kedua iris biru humanoid di sampingnya menatap datar.

"Sasuke pasti sangat menyukaimu hingga dia melakukan semua hal ini, huh? Aku sangat bersyukur dia tidak membuangmu," ujar Sakura, "sebaiknya kita harus kembali, ini sudah sangat larut para pasien tentu tidak ingin melihat humanoid tanpa outer sepertimu berkeliaran ke sana dan sini."

Sakura melangkah ke dalam lift, tetapi humanoid itu tidak bergeming dari tempatnya.

"Apa yang kau lakukan? Ayo kita pulang."

Humanoid hanya diam, menatap ke arah pintu di mana Sasuke terbaring lemah di dalam sana.

"Sasuke akan baik-baik saja, percaya padaku," bujuk Sakura lembut. "Lagipula kau mendengar apa yang dokter katakan tadi bukan?" Memincingkan mata, membaca label tulisan yang tercap pada lempengan titanium di dada. "N4-rt?"

Humanoid hanya terdiam sambil menatap datar.

"Aku tidak menyangka Sasuke memberimu label N4-rt. Kau seharusnya bangga menjadi seri keempat," goda Sakura. "Ayo, kau harus kembali bersamaku. Sasuke butuh istirahat total, atau dia tidak akan sembuh."

Dengan langkah kecil, humanoid berlabel N4-rt tercap di dada melangkah pelan mengikuti wanita bersurai merah muda yang telah menunggunya di dalam lift.

.

Sosok pria yang berdiri di halaman parkir dengan sebatang rokok di bibirnya. Kedua tangannya tersembunyi di balik saku celana, terlihat sangat kedinginan hingga hidungnya memerah.

"Ck, kalian lama sekali!" protes Shikamaru, cepat-cepat masuk ke dalam mobil saat Sakura berlari ke arahnya. "Aku sudah menghubungi Neji dan memberitahu tentang keadaan Sasuke, dia datang 20 menit lagi."

"Neji benar-benar berlebihan dengan Sasuke. Apa mereka sepasang kekasih? Terkadang sifatnya yang satu itu sangat menyebalkan," sahut Sakura membuka pintu mobil mempersilakan N4-rt untuk masuk ke dalam.

"Kau tidak bisa memprotes, mereka berteman baik sejak kecil, kurasa itu wajar saja," balas Shikamaru. Sejujurnya tidak peduli dengan hubungan yang terjalin di antara kedua pria yang menurutnya jenius itu.

"Wajar katamu?" Sakura memutar bola matanya malas. Menurutnya membicarakan hal menyangkut Sasuke dan Neji kepada Shikamaru hanya akan membuang waktu.

"Mhm."

"Shika," panggilnya. "Kau tahu? Sepertinya tadi N4-rt tidak ingin berpisah dengan Sasuke, ditambah lagi karena dia sedikit sulit memprogram perintahku."

"N4-rt?" ulang Shikamaru, bingung.

"Humanoid di belakangmu," jawab Sakura menaikkan sebelah alisnya.

Shikamaru menoleh, lalu balik menatap Sakura tidak percaya. "Sasuke memberinya label itu?"

Sakura mengangguk.

"Aku masih tidak percaya Sasuke benar-benar tertarik dengan robot usang sepertinya," gumam Shikamaru pelan.

"Apa kau bilang? Usang? Apa matamu buta? Lihat N4-rt sekarang! Apa dia terlihat seperti robot usang?!" protes Sakura kesal, merasa terhina.

"Pelankan suaramu." Shikamaru berdecak kesal, kupingnya berdengung saat Sakura berbicara nyaring. "Apa kau tidak bisa berbicara pelan? Pantas saja N4-rt mampu memprogram kata-katamu."

"Apa maksudmu?" tanya Sakura, kembali merasa terhina.

"Kau masih beruntung bisa membawanya kembali," jawab Shikamaru. "Semua humanoid milik Sasuke, diprogram hanya untuk menjalani, dan menjawab perintahnya hingga Sasuke mengganti program baru saat robot siap diluncurkan ke pasaran, atau sebagai salinan di pabrik."

"Maksudmu? N4-rt hanya bisa memprogram perintah yang dikatakan Sasuke? Kau tahu darimana hal seperti itu?" selidik Sakura, mengernyit.

Shikamaru mengedikkan bahunya. "Semua orang mengetahui hal itu Sakura."

Jari telunjuk Sakura menunjuk ke arah humanoid di belakangnya bingung. "N4-rt, dia memahami kata-kata perintahku."

"Mungkin kau hanya beruntung," sahut Shikamaru singkat.

Sakura berniat membuka mulutnya. Namun diurungkan. Menoleh ke arah kursi penumpang, menatap N4-rt yang kini balik menatapnya datar dengan beberapa bulir air telihat menetes dari kepala, terlihat seperti kaleng baja yang dilapisi dengan embun.

"N4-rt, apa kau kedinginan? Kasihan sekali, tubuhmu sampai mengeluarkan embun."

"Dia tidak bisa merasakan suhu Sakura," sela Shikamaru, menghela napas. Lelah saat rekan kerjanya bertingkah selayaknya orang awam yang tidak mengerti sama sekali.

"Aku tahu, tetapi ..., lihatlah dia, kasihan sekali." Sahut Sakura. "N4-rt sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri."

Shikamaru mengernyitkan alisnya, bingung.

"Hey ..., Shika," panggil Sakura. "Kau lelah tidak?"

Shikamaru menggeleng santai. "Tidak juga."

"Bagaimana kalau." Sakura menggaruk kepalanya ragu. Masih tidak yakin untuk menyampaikan perkataannya. "Aku tidak tega melihat N4-rt seperti itu. Kau bisa bayangkan jika seseorang bertelanjang bulat dan berjalan ke sana-sini, err ..., membayangkannya saja aku tidak mampu. Kedinginan dan memalukan, bukankah itu mengerikan?"

"Kau memintaku untuk memasang outer untuk N4-rt bukan?" ujar Shikamaru langsung pada inti.

Sakura tersenyum sumringah dengan telapak tangan menepuk-nepuk bahu Shikamaru. "Kau sangat hebat, kau bisa membaca pikiranku."

Shikamaru hanya diam dan menatap malas.

"Lalu apa yang kau tunggu? Nyalahkan mobilnya sekarang. Cepat cepat cepat!"

"Ck, merepotkan sekali," sahut Shikamaru pelan. Meskipun pada akhirnya tetap mengabulkan permintaan wanita bersurai merah muda pastel di sebelahnya.

.

Sambil menggulung lengan baju, Shikamaru mengambil salah satu cairan tidak berwarna beserta kacamata lab miliknya dari dalam lemari kaca.

"N4-rt, kau duduk di sini ok?"

Sesekali menahan tawa melihat Sakura bersusah payah memerintahkan N4-rt untuk duduk di dalam sebuah tabung yang biasa mereka gunakan ketika memasang outer pada tubuh humanoid.

"Ini sedikit lebih sulit karena dia hidup," bisik Sakura pelan dengan penekanan di akhir kalimat, seraya mengambil kacamata lab miliknya dari tangan Shikamaru.

"Mau tidak mau kau harus membujuknya. Ini idemu, bukan?" jawab Shikamaru sinis, meskipun sebenarnya hanya ingin menggoda.

"Aku akan melakukannya! Kau lihat dan perhatikan!" Tangan terkepal sambil mengancam, menunjuk ke arah Shikamaru karena kesal merasa disepelekan.

Shikamaru mengedikkan bahu.

"N4-rt," panggil Sakura. "Kau duduk di sini, karena kami akan memasang outer dan membuatmu layak dilihat siapa pun."

Tidak ada respon. Hanya sepasang iris biru N4-rt menatap datar.

"Kau. Duduk. Di sini."

Memajukan tubuhnya, hingga jarak mereka hanya tersisa 3 senti. Sakura menyentuh bahu bahu bersuhu dingin berusaha mengarahkannya untuk masuk ke dalam tabung, tetapi N4-rt hanya diam masih tidak ada respon.

Mengerang, menarik rambutnya tanda frustasi. Namun di detik berikutnya wanita bersurai merah muda tersebut tersenyum lebar, teringat akan sesuatu.

"Sasuke akan menyukaimu, dia akan kagum melihatmu, jika tubuhmu dilapisi outer. Sasuke bilang padaku jika melihatmu seperti ini membuatnya sedikit takut."

Iris emerald-nya menatap lurus ke arah iris biru. Berusaha meyakinkan, berbicara seakan itu sebuah kenyataan, dan sesuai dugaannya. N4-rt membalikan tubuh besinya tiba-tiba, untuk melangkah masuk ke dalam tabung.

"Tidak kusangka. Jika aku tahu akan semudah itu, sudah kulakukan sejak awal," ujar Sakura tersenyum sinis, menaikkan sebelah alis puas.

"Kau hanya beruntung," goda Shikamaru, tatkala jemarinya memasukkan kode perintah ke dalam komputer.

Berdecak, menggeleng pelan, dan menghela napas sambil menekan beberapa tombol yang terdapat di sisi kanan tabung. Itulah yang dilakukan Sakura sebelum memakai kacamata labnya. "Aku tahu dia melakukannya untuk Sasuke. Bisa kita mulai sekarang?"

"Aku akan memulainya sekarang,"sahut Shikamaru.

Kabel putih disambungkan Sakura hati-hati ke arah soket tersembunyi di leher N4-rt. Tidak lupa juga memberi tanda berupa titik-titik kecil di seluruh permukaan menggunakan cairan berwarna putih yang berguna untuk menandai di mana actuator terletak, dan melihat ulang secara 3D seluruh hasil kerja mereka nanti.

"Rasanya aku sudah tidak sabar lagi, melihat mereka akan menjadi pasangan yang serasi." Sakura meletakkan kedua tangannya di pipi, menutupi wajahnya memerah saat ini.

Tanpa merespon Shikamaru hanya memberikan tatapan aneh.

"M-maksudku akan menjadi teman yang serasi, atau bodyguard mungkin?" jelas Sakura kaku, dengan tangan kanan di belakang kepala memainkan rambut.

Shikamaru masih tidak merespon, dan masih menatap Sakura dengan tatapan mata yang sama.

"Bukan ide yang bagus?" tanya Sakura mencoba mengalihkan pembicaraan.

"N4-rt dan Sasuke akan membencimu," sahut Shikamaru cepat.

"Hey!" bentak Sakura tidak terima. Menarik napas dalam, untuk berteriak penuh semangat pada pukul 3 pagi. "Baiklah, Sudah di putuskan! N4-rt, sekarang pejamkan matamu karena kami akan bekerja sekarang."

Jemari ramping menekan ulang beberapa tombol di sisi kanan tabung. Kelopak mata humanoid menutup perlahan karena programnya dimatikan paksa.

"Attention. All Program and System Shutdown due Installations Outer Progress."

.

Suara langkah kaki terdengar dari arah lorong rumah sakit, sebelum pintu yang dilapisi cat putih terbuka menampakkan seorang pria berseragam hijau dengan raut wajah pucat pasi.

"Maafkan kami, mereka mengetahuinya."

Suara pria terdengar bergetar ketakutan. Kedua telapak tangan sejak tadi tidak berhenti mengeluarkan keringat dingin, seakan memiliki masalah yang cukup berat ketika pria bersurai hitam panjang yang sedang berdiri di samping jendela balik menoleh ke arahnya dengan raut wajah tidak puas.

"K-kami sudah berusaha sekeras mungkin untuk menyembunyikan berita ini tuan Neji, t-tetapi mereka mengetahuinya juga," ucapnya terbata dengan wajah menunduk.

"Lalu apa yang mereka lakukan di bawah sana?" sahut Neji menunjuk ke luar jendela.

Beberapa pria dan wanita berkelompok membawa kamera, catatan di genggaman tangan mereka masing-masing dengan pena. Jumlahnya bertambah setiap menit. Mereka berdiri tepat di depan pintu masuk.

"M-maafkan kami, k-kami akan melakukan hal apa pun untuk membuat mereka mempercayai jika berita ini hanyalah kabar burung."

Tidak memedulikan pria berbaju hijau yang membungkuk di hadapannya, Neji menoleh ke luar jendela. Menatap tajam ke arah gerombolan manusia di bawah sana, lalu balik menoleh ke arah pria berkulit pucat yang masih terbaring lemah di atas kasur.

Tanpa bersuara perlahan melangkah mendekat. Tangan kanannya terjulur ragu, seakan ingin menyentuh wajah pucat itu. Namun niatnya diurungkan ketika suara dari dalam TV menarik perhatiannya.

"Uchiha Sasuke, putra bungsu CEO FMIS Corp Uchiha Fugaku dikabarkan masuk ke dalam Konoha Hospital pada pukul 2:30 dini hari. Saksi menyatakan jika dia dibawa oleh kedua anak buahnya, dan juga sebuah humanoid yang sepertinya tidak serupa dengan humanoid sebelumnya. Apakah yang terjadi sebenarnya dengan Uchiha Sasuke saat ini? Apakah Humanoid itu kreasi terbaru Uchiha Sasuke? Atau? Tetap bersama kami untuk mengetahui kelanju—"

Neji meremas remot televisi di genggaman tangannya gemas, lalu melemparnya ke dinding hingga retak.

.

"Actuator point three, five, zero. Point seven, six, four. Point eight, ten, fourteen. Tetap tidak berfungsi!" Sakura melempar kacamatanya ke atas lantai frustasi. "Bagaimana N4-rt bisa menunjukan ekspresi nanti?! Raut wajahnya ti—"

"Kau butuh istirahat, aku akan menyelesaikannya," potong Shikamaru melangkah mendekat.

Sakura tersenyum sinis, kekesalannya terlihat semakin memuncak ketika Shikamaru melepas dengan cara merobek outer yang telah terpasang sempurna di wajah N4-rt.

"Kau," panggilnya datar dengan iris emerald-nya yang berkilat emosi. Tidak bisa lagi menahan amarahnya, tidak lagi peduli meskipun akan berteriak seperti orang gila, pada pukul 6 pagi. "Kau pikir kau lebih hebat dariku? Karena itu kau selalu mengambil alih semuanya tanpa persetujuanku terlebih dahulu? Biar kuberi tahu, aku bisa menyelesaikan ini seorang diri, Shikamaru. Aku tidak butuh bantuanmu!"

Shikamaru diam sesaat, setelahnya mengangguk mengerti. Tanpa memperlihatkan ekspresi di wajah keluar dari dalam tabung untuk kembali ke meja kerja, tidak lupa dengan satu cup kopi hangat yang diambilnya dari atas meja Sakura.

"H-huh?" ucap Sakura heran.

"Apa yang kau tunggu? Cepat selesaikan," perintah Shikamaru datar, melirik ke arah tabung selagi menyesap kopi.

Alis mengeryit bingung. Sakura melangkah perlahan menuju tabung, tidak mengerti kenapa amarahnya tiba-tiba menghilang, digantikan dengan rasa malu luar biasa.

"Sial," gumamnya pelan melepas kulit sintetis yang hampir terlepas setengahnya.

Hati-hati dan sangat teliti, kembali memastikan satu persatu letak actuator yang terpasang di balik kulit sintetis. Mengulang semuanya kembali dari awal, meskipun bisa melihat dengan jelas kantung matanya yang menghitam dari pantulan cermin, tidak sedikit pun berniat untuk beristirahat.

N4-rt hal terpenting baginya, ketika actuator tidak berfungsi, Sakura merasa sangat kesal dan frustasi karena tidak bisa membuatnya terlihat sempurna. Tahu sangat jelas, bagaimana pun juga N4-rt hanyalah sebuah mesin yang diprogram menyerupai manusia, tetapi harapannya adalah suatu saat nanti N4-rt akan menjadi robot humanoid tiruan manusia yang paling sempurna.

"Point three, five, zero. Point seven, six, four. Point eight, ten, fourteen."

Jemari menyalin beberapa kode perintah di layar sentuh berukuran persegi di dalam genggaman tangan, tersambung secara langsung ke dalam tabung. Sakura merasa 45 menit terlewati begitu cepat. Setelah memastikan semuanya sempurna, menyipitkan mata tatkala menatap takut, dan ragu ke arah humanoid dalam tabung. Berharap dengan mengigit bibir bawahnya, bersamaan dengan memasukkan 4 digit kode yang akan secara langsung memberi tahu hasilnya.

Kedua kelopak mata N4-rt terbuka, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil, matanya sedikit menyipit. Gerakan yang sangat halus, tidak terlihat kaku dan palsu.

Tidak disangka kali ini harapannya terkabul. Iris emerald menatap tanpa berkedip, seolah tidak percaya, seolah tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.

"A-aku berhasil?"

Kedua tangan bergetar hebat, sedikit kesulitan untuk menekan beberapa tombol lainnya. Tidak berpikir dua kali untuk berlari menghampiri Shikamaru yang tertidur pulas di atas kursi. Berteriak kencang tepat di hadapan wajah pria itu hingga membuatnya terkejut hampir terjatuh dari atas kursi.

"Selesai! Semuanya sempurna Shika!" Jari telunjuk Sakura menunjuk ke arah tabung. "Kau bisa lihat di sana? N4-rt memiliki ekspresi! Dia bisa tersenyum, tertawa, dan hal lainnya seperti manusia sempurna!"

Melihat Shikamaru menatapnya setengah terpejam, dengan brutal Sakura menggoyangkan bahu pria bersurai hitam tersebut. "Buka matamu! Lihat N4-rt!"

"Ck, merepotkan sekali," protes Shikamaru menepis kedua tangan Sakura pelan, kembali menyamankan tubuhnya ke atas kursi sambil menguap lebar. "Aku tahu kau pasti bisa melakukannya. Sekarang biarkan aku tidur."

Sakura tertawa pelan. Sadar, sehebat apa pun bertengkar dengan Shikamaru, semua keadaan akan kembali seperti normal tidak lama setelah itu.

"Baiklah, tidur dengan nyenyak," bisiknya pelan. "Karena aku dan N4-rt akan pergi berjalan-jalan! Oh ya, aku juga pinjam beberapa pakaianmu dari loker."

"Terserahmu saja," sahut Shikamaru tidak peduli memejamkan mata. Namun di detik selanjutnya setelah Sakura pergi, bibirnya membentuk senyuman lembut.

.

Seorang gadis berbisik sambil menyikut lengan sahabatnya. Sepasang matanya tertuju pada N4-rt yang baru saja turun dari atas mobil bersama Sakura.

"Hey, lihat pria itu."

"Aku sedang melihatnya sejak tadi," sahut sahabat si gadis berbisik dengan wajah bersemu. "Sepertinya dia salah satu ilmuan dari FMIS Corp. Lihat pakaian yang dia kenakan."

Gadis lainnya mengangguk cepat, sambil tersenyum malu. "Bukankah dia sangat sempurna? Kombinasi yang sangat bagus, hingga membuatnya terlihat seperti bukan manusia saja! Seandainya saja aku memiliki kekasih sepertinya."

Sakura hanya menyeringai kecil ke arah mereka yang sejak tadi menatap lapar. Merasa sangat puas dan juga bangga karena berhasil mengelabui seluruh pasang mata ketika mereka memijakkan kaki di lahan parkir. Tidak memungkiri, N4-rt memang sempurna. Tubuh tinggi tegap, wajah yang sempurna, rambut pirang sedikit acak-acakan, kulit tan yang terlihat menggoda, serta jas putih dengan lambang FMIS Corp yang dikenakan. Semuanya dibingkai dengan gerakan halus, tidak kaku. Terlihat selayaknya manusia biasa, tidak akan ada yang menyangka jika sebenarnya adalah humanoid.

"Kau lihat itu N4-rt? Semua mata tertuju padamu," bisik Sakura. "Outer milikku dan Shikamaru memang sangat sempurna tidak ada yang bisa mengalahkan. Terasa seperti kulit sungguhan, bukan? Kau harusnya mengikuti agensi model setelah Sasuke merubah programmu nanti. Kau harus bisa mencari uang untuk dirimu sendiri, jangan merepotkan Sasuke, kau dengar?! Jika perlu kau harus bisa menunjang kebutuhannya, meskipun itu mustahil karena Sasuke sudah memiliki semuanya."

Berulang kali mengatakan 'hal yang seharusnya dilakukan' seperti seorang ibu. Sakura tidak lagi peduli dengan N4-rt yang hanya diam menoleh ke arahnya datar.

"Apa wanita itu kekasihnya? Beruntung sekali dia," cibir seorang gadis mengamati Sakura.

"Tidak mungkin," sahut gadis lainnya cepat. "Pria itu terlihat tidak peduli. Bagaimana mungkin mereka sepasang kekasih? Lagipula wanita itu terlalu buruk untuknya."

Gadis lainnya mengangguk menyetujui. "Kau benar, wanita itu terlalu jelek untuknya."

Sakura melirik ke arah N4-rt dengan wajah masam, merasa cukup terhina, sedangkan N4-rt hanya diam tampak tidak peduli.

"Berada di sebelahmu membuat rasa percaya diriku hancur," bisik Sakura menahan kesal. Menghentikan langkanya sesaat, untuk berbalik menatap para gadis yang kini menatapnya meremehkan.

"Kau tahu?!" teriaknya cukup keras, memastikan ketiga gadis mendengar perkataannya. "Kau tidak beruntung, karena itu tidak ada pria yang menginginkan berdiri sebelahmu."

Menarik lengan bersuhu dingin di sebelahnya, lalu bergegas meninggalkan ke tiga gadis yang menatapnya tajam tidak terima. N4-rt masih diam meskipun sepasang matanya mengamati.

"Mereka pikir mereka siapa? Berani menghinaku seperti itu," geram Sakura, melangkah penuh emosi menuju lobby, tidak begitu memperhatikan sekitar. Hingga beberapa pria yang membawa kamera menabrak tubuhnya cukup keras membuat seluruh isi tas miliknya berhamburan jatuh dan tercecer di lantai.

"Maafkan kami nona manis!" teriak pria-pria itu bergantian.

Menyentuh lengan kirinya yang terasa nyeri, Sakura menatap tajam ketiga orang pria yang kini membungkuk minta maaf ke arahnya sebelum berlari.

"Hey–! Kembali kau! Dasar kalian mahluk tidak berguna! Percuma saja kalian memiliki mata!" teriaknya kesal.

Malu diperhatikan beberapa pasang mata pengunjung lainnya, Sakura menarik napas dalam mencoba meredam emosinya sambil berjongkok memunguti satu-persatu benda miliknya.

"Brengsek, ada apa dengan mereka? Lagipula apa yang mereka lakukan di rumah sakit seperti ini," ocehnya memprotes tidak henti. "Bahkan kau tidak membantuku N4-rt. Mau bagaimana lagi? Kau hanya akan merespon untuk Sasuke. Aku pergi ke toilet dulu. Aku tidak bisa membiarkan Sasuke melihatku seperti ini, dan kau tunggu aku di sini."

Lagi-lagi menghela napas berat, tatkala melangkah menjauhi N4-rt.

Pantulannya di cermin terlihat seperi mayat hidup. Sekarang Sakura tidak heran lagi ketika para gadis mencemoohnya.

Merapikan rambut, menyembunyikan kekurangan wajahnya menggunakan alat rias. Setelah dirasa cukup, memasang senyum sumringah di bibir sebelum melangkah percaya diri dari dalam toilet. Namun langkah lebarnya terhenti tiba-tiba saat sosok pria bersurai hitam panjang menoleh ke arahnya.

"Neji?" panggil Sakura pelan, mengeryit saat memastikan.

"Haruno?"

Jantung berdegup kencang, jujur saja tidak ingin Neji melihat N4-rt yang berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini. "A-apa yang kau lakukan di sini?"

"Sasuke–"

"Ahh ..., ya! Sasuke," potong Sakura mengangguk cepat. Detik berikutnya tersadar jika kalimat dari bibirnya terdengar sangat bodoh. "M-maksudku bagaimana keadaan Sasuke?"

Neji terdiam, menatap Sakura curiga, bingung, dan aneh sesaat, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kurasa lebih baik."

"B-begitu rupanya." Sakura tertawa terpaksa, tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

"Apa kau datang untuk menjenguk, Sasuke?" selidik Neji.

"Tidak! Ah ..., maksudku ... iya. A-aku ke sini untuk melakukan check-up rutin setelah itu mungkin, akan mengunjungi, Sasuke."

Kebohongan yang tidak sempurna, melihat tatapan aneh yang diberikan Neji padanya, dengan cepat Sakura memutar pikiran mencari ide.

"Apa kau sudah makan siang? Bagaimana jika makan siang? Setelah itu kita bisa mengunjungi Sasuke bersama?" Dengan lancang mendekat, untuk menggandeng lengan Neji layaknya sepasang kekasih sambil tersenyum lebar. "Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih karena telah menjadi seniorku selama ini."

"Huh?" sela Neji merasa keberatan.

"Jangan khawatir, ini tidak akan lama. Lagipula tidak ada yang melihat." Sakura tertawa. Genggaman tangannya semakin erat saat sepasang irisnya sekali lagi melirik ke arah N4-rt, memastikan jika besi berjalan itu masih berada di sana.

.

"Bukankah makanan ini lezat?"

Sebisa mungkin mempertahankan senyuman di bibirnya. Sakura berpura-pura terlihat menikmati hidangan meskipun jantungnya berdetak cepat.

Neji hanya mengangguk singkat, dari raut wajahnya terlihat sangat tidak senang, dan merasa terganggu.

Tidak mendapat respon yang diinginkan, Sakura memutuskan untuk mengalihkan pembicaraannya.

"Neji," panggilnya lembut. "Kau seharusnya beristirahat, biar aku dan Shikamaru yang menjaga Sasuke malam ini." Berbasa-basi dengan senyuman manisnya. Berharap Neji segera pergi, sehingga bisa menjalankan tugasnya.

"Bagaimana dengan tugas di kantor?" Neji balik bertanya.

"A-ah itu," sahut Sakura terbata berniat berbohong lagi dengan menyilangkan kedua jari di bawah meja. "Kebetulan kami sudah menyelesaikan semuanya."

Neji bergumam pelan. "Lalu bagaimana dengan humanoid itu?"

Tanpa memberitahu secara detail, Sakura tahu jika humanoid yang dimaksud adalah N4-rt. "D-dia sedang bersama Shikamaru di lab."

"Apa kalian berniat membuat outer untuk benda itu?"

Sakura diam sesaat, berusaha menyembunyikan raut kesal wajahnya, tidak terima dengan kalimat yang telinganya dengar. "Maaf, tetapi dia bukan benda, melainkan salah satu bagian dari keluarga kami."

Neji menggeleng lalu tertawa. Mengetuk jarinya ke atas meja saat iris lavendernya menatap lurus. "Hanya kau, dan Sasuke yang mengatakan benda mati adalah keluarga."

Sakura berusaha tenang, meskipun ingin sekali menarik rambut panjang itu untuk diikat ke salah satu kursi. "Mungkin, itu karena kami menyukai hal yang sama."

"Sasuke tidak terlahir untuk menyukai hal yang dia lakukan sekarang," sahut Neji cepat.

Sakura mengernyitkan alisnya tidak mengerti.

"Sasuke membenci lmuwan, dan selalu mengatakan jika dia tidak ingin menjadi salah satu dari mereka."

Sakura terdiam menatap ke arah wajah Neji yang kini melembut, terlihat berbeda dari biasanya, hingga tidak tahu harus merespon apa.

"Berkali-kali Itachi membujuknya. Namun gagal. Sasuke bilang jika dia menjadi ilmuwan seperti kedua orangtuanya dan kakaknya, maka dia akan kesepian dan tidak punya teman," jelas Neji datar.

Sakura membuka mulutnya. "Lalu kenapa, sekarang?"

"Itu semua terjadi saat Sasuke membuat rencana untuk mengagalkan percobaan Itachi. Dia membawaku ke dalam lab malam itu." Sudut bibir Neji terangkat membentuk senyuman tipis, mengingat memori di masa kecilnya bersama Sasuke. "Kami mengendap-ngendap, lalu Sasuke mencampurkan beberapa bahan kimia yang terletak di atas meja, dan aku bertugas menjaga pintu. Aku tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi dari jauh, hanya saja aku melihat cahaya biru dari genggaman tangannya ketika ia berlari menghampiriku."

"Cahaya biru?" tegas Sakura.

Neji mengangguk pelan. "Pagi harinya, Sasuke memperlihatkan benda itu padaku. Sebuah kristal jernih berwarna biru di dalam genggaman telapak tangannya. Aku tidak pernah melihat raut wajahnya senang dan takjub seperti itu, dan aku juga tidak bertanya kenapa. Hanya saja sejak saat itu aku tahu jika Sasuke memutuskan untuk mengikuti jejak Fugaku, Mikoto, dan juga Itachi."

"Begitu rupanya," sambung Sakura dengan senyum lega. "Aku tidak pernah membayangkan jika Sasuke memiliki masa kecil yang sangat manis bersama N–" Mengatupkan mulutnya rapat-rapat, hampir saja salah menyebutkan nama. Sedikit canggung menenggak air dari gelas miliknya lalu kembali tersenyum. "Maksudku bersamamu, Neji."

Neji kembali tidak merespon dan menatap wanita bersurai pink di hadapannya heran.

Tahu jika posisinya berbahaya saat ini, Sakura mengganti topik pembicaraan. "Aku melihat beberapa wartawan di lobby. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan di sini."

"Mereka di sini untuk Sasuke," sahut Neji singkat.

"Sasuke?" tegas Sakura tidak mengerti. Namun detik berikutnya secara tidak sengaja melirik ke arah hologram yang berada di tengah ruangan. Iris emerald menatap diam membaca baris demi baris sebuah artikel yang tertulis di sana.

"Tidak berperasaan!" teriaknya keras tiba-tiba, membuat beberapa pengunjung lainnya menoleh. "Sasuke sedang sakit dan mereka menginginkan berita kepastian hanya karena seseorang melihat humanoid membawanya ke sini?!"

"Sakura pelankan suaramu," protes Neji malu.

"Seharusnya mereka memedulikan Sasuke terlebih dahulu, setelah itu mereka boleh mencari berita tentang N4–"

Sepasang pupil matanya membulat sempurna, mengingat jika N4-rt kini sedang menunggunya untuk kembali.

Tanpa pamit mendorong kursi lalu berlari meninggalkan Neji seorang diri. Bayangan negatif menghampiri otaknya tanpa henti. Tahu bagaimana pun juga robot memiliki pikirannya sendiri, mekipun tidak seperti manusia. Ditambah lagi dengan program milik N4-rt yang belum diubah dan hanya mampu memprogram perintah yang dikatakan Sasuke.

Jika terjadi sesuatu dengan N4-rt, ini semua adalah kesalahannya.

Ingin berteriak. Namun ditahan. Berlari sepanjang koridor bukan pilihan yang diinginkan. Berharap jika humanoid bersurai pirang masih berdiri menunggunya, diam. Namun sayang, ketika kembali, iris emeraldnya tidak lagi melihat sosok itu disana.

Dengan napas terengah. Sakura hanya mampu menatap ke arah pintu kaca di mana beberapa wartawan berdiri di sana nanar.

.

Di tengah ruangan didominasi warna putih Sasuke terbaring lemah di atas kasur. Tubuhnya ditutupi oleh selimut, tangan kirinya diinfus oleh cairan berwarna putih bening. Kantong mata menghitam, kedua pipinya terlihat lebih cekung dari biasanya.

Terlihat tidak sehat.

Dada naik turun dengan teratur. Hembusan napas terdengar dari bibir pucat yang kering. Bergumam pelan tidak jelas, jemarinya bergerak kaku di atas kain putih sebelum kedua kelopak matanya terbuka dengan perlahan menampilkan sepasang iris sehitam batuan oniks.

"Kau ini siapa?"

Bukan langit-langit ruang putih bersih, dokter serta suster, ataupun cahaya lampu yang pertama kali dilihat saat kelopak mata terbuka. Melainkan wajah sesosok pria yang tampak sangat asing, berada tepat di atasnya.

.

Continued