(Un)Lucky Day.

a YunJae fanfiction presented by Cherry YunJae.

.

Jaejoong, Yunho, Taeyeon, Junjin(Shinhwa).

YUNJAE.

T - M rated.

Drama/Romance/Humor

WARNING! GENDERSWITCH! Typos everywhere! Out of Character!

.

I write because i want, not for amaze people.

.

.

[ © Sebuah remake dari manga milik Kumi Makimura & Sohtatsu Usagiya berjudul Paradise Door dengan perubahan di beberapa bagian. ]

.

.

.

.

Prolog.

.

.

.

Suasana kelas duabelas B di Myeongmun High School ramai karena teriakan beberapa siswi yang histeris.

Bukan karena ada siswa baru atau guru single yang tampan. Juga bukan karena ujian matematika mendadak.

Hanya karena hal sepele sebenarnya: teman sekelas mereka, Kim Jaejoong, berhasil memenangkan sebuah kuis berhadiah tiket konser boyband keren, Tohoshinki di Jepang.

Tatapan iri membanjiri Jaejoong.

Bagaimana tidak?

Tohoshinki adalah boyband yang kini tengah naik daun dan nyaris seisi kelas Jaejoong adalah fans mereka.

"Aargh! Kau benar-benar membuatku iri, Kim Jaejoongie... Kenapa kau menyebalkan sekaliii?"

"Jual saja padaku ya?"

"Lalu bagaimana ke Jepang-nya?"

Jaejoong memasang wajah angkuh dengan sengaja memamerkan tiket eksklusif itu dan mengabaikan tatapan iri teman-temannya.

"Aku sudah memikirkan ini, jadi... Akhir pekan ini kakakku memang ada urusan di Jepang, aku akan ikut dengannya."

Teman-teman Jaejoong kembali bersorak iri sementara Jaejoong hanya terkekeh geli.

.

.

.

Tertulis di tiket konser eksklusif itu kalau acara akan diadakan pada hari sabtu mulai pukul lima sore.

Jaejoong sudah empat hari memperhatikan tiket itu dan hal itu tidak merubah tulisan yang tertera di tiket. Hanya saja, ia masih tak percaya kalau akhirnya punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan Tohoshinki di konser mereka di Tokyo Dome.

Sungguh Jaejoong takjub dan tak bisa berhenti memekik senang saat membayangkan bisa melihat idolanya secara dekat.

"Jaejoongie! Ayo makan!" teriakan sang Ibu tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya.

"Iya, Eomma!" sahut Jaejoong yang segera menyimpan rapi tiket itu ke dalam laci meja nakasnya lalu beranjak keluar dari kamar.

Gadis itu melangkah ringan saat menuruni tangga. Seperti selembar kertas tak berbobot, ia menari-nari. Kakak dan Ibunya tahu betapa bahagianya Jaejoong saat ini.

"Teruslah bertingkah seperti orang gila begitu." sindir Ibu.

"Ah, Eomma seperti tidak pernah muda saja."

"Jadi, kau tetap akan pergi ke Tokyo akhir pekan ini?"

"Iya, tentu saja aku harus pergi. Sayang kan tiketnya?" jawab Jaejoong ceria.

"Tapi, Jaejoongie..."

Jaejoong yang menyendok sepotong kecil tuna goreng menoleh pada kakaknya.

"Ada apa unnie?"

"Sepertinya keberangkatanku ke Jepang untuk minggu ini akan dibatalkan."

Jaejoong terdiam setelah mendengar hal itu. Menatap tak percaya pada kakaknya, Kim Taeyeon.

"Ke...napa, unnie?" Jaejoong shock.

Taeyeon menghela nafas sesaat.

"Proyekku disana gagal, jadi aku tidak akan kemana-mana."

Kesenangan Jaejoong kini runtuh tak bersisa.

"Lalu aku bagaimanaaaa?" rengek gadis itu kekanak-kanakan pada Taeyeon.

"Aku sudah memikirkannya tadi malam, teman dekatku ada yang tinggal di Jepang. Aku memintanya memandu dan menemanimu disana selama akhir pekan dan dia setuju."

Senyum di bibir Jaejoong kembali terkembang.

"Kau serius, Unnie? Huwahhh... Kau memang yang terbaikkk." Jaejoong yang gemas segera memeluk kakaknya itu.

Taeyeon pun ikut gemas karena tingkah adik kesayangannya ini.

.

.

.

Akhir pekan yang ditunggu pun tiba.

Jaejoong merasa sudah menunggu begitu lama untuk bisa sampai di hari sabtu.

Pagi ini pun ia sudah berada di Incheon, bersiap menunggu pesawat yang akan membawanya menuju Narita.

Kakaknya yang mengantar ikut terlihat ceria.

"Ibu bilang kau harus membeli oleh-oleh, aku juga ingin Senbei dan Furikake, mengerti?"

"Ishh... Iya, aku mengerti."

Jaejoong mencebilkan bibirnya karena kakaknya terus saja memperingatkan soal oleh-oleh.

"Ya sudah, sana. Aku sudah meminta Junjin oppa untuk menjemputmu di Narita. Jaga dirimu baik-baik, mengerti?"

"Iya, unnie. Aku mengerti. Sampai jumpa." Jaejoong tak mampu lagi menahan antusiasnya untuk segera menaiki pesawat dan sampai di Jepang.

Ia melambai pada Taeyeon dan masuk menuju ruang tunggu.

.

.

.

Hanya butuh waktu satu jam dua puluh menit untuk sampai di Bandara International Narita. Dan Jaejoong langsung di sapa sejuknya udara di Jepang.

Sebenarnya tak ada yang beda dengan udaranya. Jepang dan Korea sama-sama sedang musim gugur. Tapi hanya karena mensugestikan bahwa kini ia sedang di Jepang, dengan hiperbolis ia menganggap udara yang sekarang ia hirup pun istimewa.

Gadis itu tersenyum karena tak menyangka bisa sampai di Jepang. Ini terlalu di luar bayangannya.

Suara-suara orang dengan bahasa asing mulai menyapa ketika ia keluar dari pintu kedatangan.

Jaejoong yakin karena akhir pekan, pasti bandara penuh, dan dugaannya tak meleset.

Banyak orang yang mencari anggota keluarga atau orang yang harus mereka jemput. Jaejoong memperhatikan beberapa orang yang sibuk sambil tetap berusaha mencari dimana teman kakaknya yang akan menjemputnya itu.

Jaejoong fokus pada satu titik dimana seorang laki-laki tinggi memegang kertas bertuliskan namanya dalam hangul.

'Itu pasti Junjin oppa yang dimaksud unnie.'

Jaejoong segera menyeret koper kecilnya menuju laki-laki itu.

"Saya! Saya Kim Jaejoong!"

Laki-laki bernama Junjin itu menoleh dan mendapati Jaejoong yang terlihat cukup pendek di hadapannya.

"Kau Kim Jaejoong?"

Jaejoong tersenyum sambil mengangguk meski ia harus menengadah untuk bisa menatap wajah Junjin.

"Oh, salam kenal. Aku Park Junjin, teman kakakmu."

"Iya, unnie sudah menceritakan tentang anda, oppa."

Junjin tersenyum dan bagi Jaejoong itu terlihat sangat manis. Meski ia tahu laki-laki itu mungkin sudah melewati umur tiga puluh tahun.

Setelah bertemu langsung dengan Junjin, Jaejoong jadi sadar bahwa pesona laki-laki dewasa memang berbeda. Dan ia suka itu.

"Kau sangat sopan, aku suka. Tapi kau boleh bicara banmal padaku, rasanya itu lebih nyaman." ucap Junjin ramah.

Jaejoong yang semula sempat was-was akan sosok Junjin akhirnya bisa bernafas lega.

Teman kakaknya ini sangat ramah dan dengan mudah bersahabat bagi Jaejoong.

"Arasseo, oppa."

Jaejoong memamerkan deretan gigi putihnya dengan imut. Junjin menepuk kepala gadis itu.

"Sedikit banyak kau memang mirip Taeyeon, Jaejoong-ah. Meski Taeyeon lebih kecil."

Mereka pun tertawa kompak.

"Baiklah, ayo ku antar ke hotelmu."

"Eum!"

Junjin memperlakukan Jaejoong layaknya adik sendiri dan segera membawanya menuju tempat dimana mobilnya terparkir.

.

.

.

Jaejoong dengan mata berbinar tak bisa lepas menatap ke luar kaca mobil. Ia masih tak percaya bahwa ini adalah di Jepang.

Junjin yang menyadari hal itu hanya tersenyum sambil melirik Jaejoong sesekali saat menyetir.

"Apa kau tidak lelah, Jaejoong-ah?"

"Lelah? Tidak sama sekali. Aku bahkan tidak sabar ingin sampai dan merasa bosan ketika di pesawat tadi."

Jaejoong sedikit membuka mulutnya saat melihat gedung berbentuk kubah besar dengan beberapa banner berwarna merah sepanjang jalan di depan gedung besar itu.

"Oh, itu Todome. Tohoshinki akan ada disana nanti malam kan?"

Jaejoong hanya mengangguk pelan masih takjub akan apa yang ia lihat.

Astaga, ia benar-benar akan bertemu dengan Tohoshinki disana? Berbaur dengan jutaan fans lain dan berteriak liar untuk idolanya?

Gadis itu tak mampu menggambarkan perasaannya saat ini. Debaran jantung mendominasi segalanya.

Rasanya jadi tidak sabar.

"Masih ada waktu sebelum pergi ke konser itu, jadi sebaiknya kau istirahat dan makan siang dulu. Oke?"

"Eum!" Jaejoong mengalihkan perhatiannya pada Junjin dan kembali mengangguk patuh.

Jaejoong benar-benar bersyukur pada lelaki ini dan berjanji memasukan nama Park Junjin ke dalam daftar orang-orang paling berjasa di hidupnya.

.

.

.

Gadis bermantel coklat itu berdiri canggung saat Junjin mememui resepsionis untuk mengurus soal kamar yang akan ditempatinya.

Jaejoong jadi berpikir, hotel ini hotel bintang lima kan?

Ia pikir Junjin akan membawanya menginap di penginapan biasa saja tapi hotel ini... Apa tidak apa-apa?

Bagaimanapun, Ibunya tak memberi anggaran lebih untuk dihabiskan di hotel kelas atas seperti ini.

Di tengah pikirannya, Junjin datang dan segera mengajak Jaejoong untuk segera menuju lift.

Gadis itu mendadak jadi lebih diam dan Junjin menyadarinya.

Saat lift terbuka, seorang bellboy muncul dari dalam dan memberi salam hormat pada Junjin sementara yang diberi salam justru mengangkat telunjuknya ke depan bibir dan seolah melarangnya melakukan itu.

Jaejoong sempat melihat gelagat aneh antara keduanya, tapi ia tak mengerti apa maksudnya.

Ting!

Lift sampai di lantai lima dan Junjin segera menunjukkan jalan menuju kamar gadis itu.

2206.

Setelah membukakan pintu, Junjin mempersilahkan gadis muda itu masuk dan menyalakan lampu.

"Istirahatlah sebentar. Aku akan menjemputmu setengah jam lagi untuk makan siang."

Jaejoong tersenyum dan mengiyakan ucapan lelaki yang kemudian pergi itu.

Pintu tertutup dan Jaejoong sendirian di kamar itu.

Junjin sepertinya gentleman sekali. Ia bahkan tak menginjak kamar itu saat Jaejoong sudah ada di dalamnya, dan dengan sopan lelaki itu pergi.

Ia melempar tubuhnya ke atas kasur empuk yang begitu luas.

Senyuman kembali muncul ketika otaknya memperingatkan tentang dimana ia berada sekarang.

'Ini Jepang!'

Di gerak-gerakan kakinya antusias tapi kemudian gadis itu bangun dan membuka koper kecilnya.

Dikeluarkannya baju yang sudah ia rencanakan untuk dipakai di konser nanti.

Ia juga mengeluarkan lightstick dan sebuah selimut kecil bertuliskan Tohoshinki. Itu semua adalah harta berharga yang harus ia bawa ke konser nanti malam.

Jaejoong semakin berdebar saat tahu hanya tinggal beberapa jam saja menuju konser idolanya itu.

Gadis itu memutuskan untuk mandi sebentar.

.

.

Jaejoong merasa lebih segar saat keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakkan handuk putih melilit tubuhnya.

Ah, ia puas karena bisa merasakan spa rosemary di kamar mandi hotel ini.

Ah, tinggal beberapa menit lagi sampai Junjin kembali untuk menjemputnya.

Jaejoong tak menyangka hari ini menjadi hari paling hebat seumur hidupnya.

Ia harap keberuntunganya hari ini tetap berlanjut.

Dorr!

Baru saja ia berpikir seperti itu saat ia tersentak karena mendengar sebuah suara keras yang sepertinya tidak begitu jauh. Mungkin hanya beberapa kamar dari kamarnya.

Rautnya berubah cemas.

'Tolong beritahu aku kalau itu bukan suara tembakan.'

Jantungnya kini berdetak keras karena alasan lain. Mendadak ia takut dan butuh seseorang untuk menemaninya.

Meski mencoba menyangkal, Jaejoong tetap berpikir bahwa suara itu adalah benar suara tembakan.

Ia harus segera meminta Junjin kembali, atau paling tidak ia sendiri yang keluar dari kamar karena perasaannya tidak enak.

Tak ingin membuang waktu lagi, Jaejoong bergegas membereskan barang-barang yang semula ia taruh di atas kasurnya.

Ia aru saja hendak memakai bajunya dan tak sadar bahwa seseorang sudah masuk ke kamarnya.

Ia berjengit saat sebuah lengan kuat seorang pria melingkari pinggangnya yang hanya terbalut handuk, juga benda dingin yang menyentuh lehernya.

Astaga! Itu pistol!

Jaejoong hampir berteriak tapi kemudian mulutnya dibekap kuat oleh tangan yang semula menggerayangi pinggangnya.

Pistol itu masih mengancam di leher Jaejoong, sementara sebuah benda lembut dan dingin lain menyentuh bahu kirinya yang telanjang.

"Baru pertama kali ke hotel, hum? Lain kali kunci pintunya supaya tidak terjadi apa-apa."

Bisik lelaki di belakangnya dengan suara rendah nan menggoda.

Bisa Jaejoong rasakan bahu telanjangnya diberi kecupan ringan.

Jaejoong gemetar. Ia takut luar biasa sementara mulutnya masih di bekap.

'Junjin oppa! Tolong akuu!'

.

.

.

To Be Continued.

.

.

Yo!

Proyek baru :D

Hahaha, latarnya gak sengaja sama kayak the Last 2% yaitu di hotel. Tapi jelas fic ini bakal beda, jangan harap nemuin Yunho yang ramah kayak di the Last 2% di fic ini.

Kekeke..

Aslinya udah lama pengen ngetik cerita ini tapi belom kesampean juga. Dan akhirnya hari ini bisa posting prolognya.

Adakah respon?

Seperti biasa, saya cuma apdet di weekend. Bagi yang minat, tunggu chapter berikutnya minggu depan ya ;)

Gomawo.

.

.

.

Sign,

Cherry YunJae