Tidak. Ia tidak menginginkan ini.
Kalau ia membuat seseorang yang berharganya terluka…
Lebih baik ia tidak mengikuti pertandingan ini sejak awal.
Habisnya, dibanding dengan mendapatkan Golden Prize dan gelar yang tinggi,
Ia lebih suka… Terus bersama dengan seseorang yang berharga itu…
Dengan kondisi yang sehat, tentunya.
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
WakuWaku Red n White War! ~Get the Golden Prize!~
Part 2
(sequel of DokiDoki Exam Time)
.
A Kuroko no Basuke fanfiction
.
Disclaimer:
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Story © Kiyoha
.
Pair:
Nijimura Shuuzou x Akashi Seijuurou
.
Warning (s):
Mabok, maybe OOC, Teiko!Akashi and Teiko!GOM, hati-hati absurd, hati-hati nanti anda pusing karena overdosis kenistaan, jangan lupa minum obat anti mabuk kendaraan (?), jauhkan kertas soal ataupun kertas ujian ataupun piala dari dekat anda, nanti anda menggila! /plok
Haah. Haah.
Menit ke 5 di quarter terakhir. Tinggal 5 menit lagi, dan pertandingan berakhir. Padahal Akashi belum bisa mencuri nilai banyak dari tim senpainya.
Ini pasti gara-gara Murasakibara yang entah mengapa sangat bersemangat hari ini. Sedari tadi ia berhasil mem-block setiap serangan dari Akashi. Ankle Break? Tidak berguna lagi. Dan lagi—kalian pasti mengerti kan kalau Akashi tidak bisa memanfaatkan tinggi badannya?
Nijimura tersenyum puas. Sekarang timnya sedang memegang kendali pertandingan. Nilai tim Akashi memang sedikit lebih tinggi dari timnya—tapi pasti bisa terkejar dengan mudah, dengan pace yang sekarang ini. Ya.
"Midorima!"
"Ya! Nijimura-san!"
Midorima dengan form sempurnanya menembakkan bola oranye itu ke ring dengan akurasi yang sangat tepat. Bertambahlah poin untuk tim Nijimura, 26-29.
Aomine mendecih kesal, sedari tadi ia yang berada di inside tim Nijimura dijaga ketat oleh Murasakibara. Kalau begini, adanya ia dan Kuroko di dalam tim Akashi sepertinya percuma saja. Ia seperti tikus dalam perangkap.
Sekali lagi—menghiraukan block ehempendekehem dari Akashi, Midorima berhasil mencetak angka dari sisi outside. 29-29.
1 menit. Tidak ada waktu lagi. Kuroko dan Aomine tidak bisa diharapkan lagi. Kise? Aah, kalau dia… Sama saja. Akashi harus maju sendiri. Melihat itu, Nijimura merasa sedikit terusik. Tidak mengandalkan teman setim, eh? Percaya diri sekali kekasihnya ini.
"Ne, Akashi? Biarkan mereka, bagaimana kalau kita one on one saja?" tantangnya tanpa takut-takut. Hah, orang biasa mana ada yang berani menantang seorang Akashi Seijuurou one on one?
"Hoo… Nijimura-san lumayan berani juga, hmm…?"
One on one pun tak terelakkan lagi. Kedua kapten sama-sama menolak untuk menyerah, pertandingan—err, one on one itupun berlangsung dengan seru. Semua orang menontonnya dengan serius. Apalagi sekarang kedudukan sama, 29-29.
Beberapa detik sebelum pertandingan selesai. Nijimura memutuskan untuk mengeluarkan kartu asnya. Ya, kartu as yang memanfaatkan kelemahan Akashi—
—dunk yang sangat tinggi.
"Hehe, Akashi, sepertinya kau harus minum susu lebih banyak lagi." ujar Nijimura setengah meledek kekasihnya. Akashi mengernyitkan dahinya sebal. Sial, dia tidak membawa gunting keramat kesayangannya. Ingin sekali ia menusuk bibir bagian atas itu hingga kempis.
Tapi, bukan Akashi namanya kalau tidak bisa menghadapi serangan seperti ini, kan?
Memanfaatkan titik buta wasit, dan sol sepatunya yang terasa licin, Akashi sengaja meluncurkan kakinya ke bagian lapangan yang licin—karena ia tahu lapangan baru saja diperbaiki untuk Undoukai—lalu jatuh menabrak sang senpai.
Tentu saja, Nijimura menjadi panik. Kedua kakinya yang tadinya sudah bersiap untuk melompat malah terhalang oleh kaki Akashi yang jatuh secara sengaja. Badannya pun oleng, dan jatuh ke permukaan lapangan.
.
"Ow, ow, ow…" Nijimura mengelus dahinya yang sakit karena terbentur sesuatu. Bola oranye yang ia pegang sudah lepas entah kemana. Pasti sudah direbut lagi oleh anggota tim Akashi, haah.
"Nijimura-san… Berat."
"Akh, pasti bolanya direbut… Duh, bagaimana—eh, kok rasanya lapangan empuk sekali—"
"Nijimura-san… Tolong menyingkir dariku, ng… Banyak orang melihat,"
Menunduk ke asal suara, dan… Tangannya menyentuh sesuatu yang halus, err—merah?
"Hu-Huwaaa?! Akashi? Kenapa kau ada di sini?!" Nijimura mengangkat badannya, panik. Sejak kapan kekasihnya berada di bawahnya? Apa karena jatuh tadi?! Yang pasti, ia merasa sangat malu sekarang. Bayangkan, wajahnya dan wajah Akashi hanya terpisah beberapa sentimeter saja. Dan lagi satu sekolah—termasuk pemain yang tengah bertanding—memandangnya dengan mulut menganga. (Yah, termasuk juga beberapa gadis komplotan Momoi yang asyik fangirling di pojokan)
Berusaha bangun, Nijimura menumpukan badan pada tangannya.
"K-Kyah!"
"E-Eh? Kenapa lagi, Akashi?!"
"Ni… Nijimura-san… Menekan pahaku," bisiknya sambil menunjuk ke arah yang ia maksud.
"Hah? Eh—maaf! Kenapa bisa?!"
Refleks, Nijimura mengangkat tangannya. Bahaya, bahaya, bahaya, tangannya sudah dekat sekali dengan vital region kekasihnya! Uwaaa, bagaimana ia harus memandang kekasihnya sekarang—
"Nijimura-san, nakal."
Semburat merah menghiasi pipi Akashi yang kini memandangnya malu-malu. Namun senyuman manis tidak menghilang dari wajahnya. Hell! Anak ini berniat membuatnya diabetes atau apa?!
Ah ya ampun, jangan sampai satu sekolah mencapnya mesum.
.
.
.
"Akhirnya seri juga, ya. Padahal aku sudah mengorbankan tubuhku di sana. Ternyata tidak ada yang merebut bolanya!" erang Akashi sebal. Iris rubynya berkilat-kilat. Nijimura hanya bisa sweatdrop melihatnya.
"Dasar, ini gara-gara kau sengaja menjatuhkan diri, sih… Karena itu semua melihat kita. Tunggu—jangan-jangan posisi kau dan aku tadi juga sudah kau rencanakan?!"
"Ma-Mana mungkin, Nijimura-san!" Akashi mengelak, salah tingkah. "Ma-Mana mungkin… Aku memperhitungkan yang seperti itu… Dasar Nijimura-san bego. Mesum."
"Nah kan, kau mengataiku mesum sekarang!"
"Habis Nijimura-san pegang-pegang bagian yang aneh!"
"Sudah kubilang itu kecelakaan, Akashi Seijuurou!"
Nijimura memeluk kouhai merangkap kekasihnya itu dengan gemas, sementara Akashi hanya tertawa geli. Yah, tapi memang beginilah mereka setiap hari… Penuh canda dan tawa. Bertengkar pun… Tak ada yang serius, kok.
"Ehem. Maaf mengganggu kemesraan kalian, sedang sesi lovey dovey ya?" Seseorang menyela kegiatan mereka dari balik pintu. Oh, ternyata sang ace darkblue, Aomine. Ia berdeham dan mengisyaratkan Akashi untuk keluar ruangan.
"Akashi, kau dipanggil oleh Shiratori-senpai tuh, katanya mau membicarakan soal lomba lempar bola dan balap karung."
"Ah, begitu. Tunggu sebentar, aku akan ke sana. Jaa, Nijimura-san. Bukankah sebaiknya Nijimura-san juga berkumpul dengan tim putih?"
Anak bersurai merah itupun melenggang pergi, menyusul Aomine. Entah mengapa, Nijimura merasa kesal. Walaupun ia yang memberikan ide 'taruhan' ini pertama kali, sih… Tapi kalau berbeda tim begini, tetap saja terasa tidak enak. Apalagi kalau kekasihmu dibawa pergi seseorang seperti itu.
Yah, tapi mau bagaimana lagi, kan? Kini yang ia bisa hanya mendorong timnya untuk menang…
Dan membuat Akashi mengabulkan satu permohonannya.
Pertandingan futsal dan baseball berlangsung seru. Tentu saja, karena Akashi sudah membuat strategi sempurna secepat kilat—walaupun dia tidak terlalu suka futsal dan baseball, setidaknya ia tahu peraturannya.
"Strategimu memang hebat, Akashi! Pertandingan baseball kita lancar! Kalau futsal… Yah, kebanyakan anak futsal ada di tim putih, mau apa lagi…"
"Tapi dengan poin yang sekarang pasti kita menang, Shiratori-senpai," ucap Akashi penuh keyakinan. Poin total yang sudah mereka dapat adalah Tim Merah 49 Tim Putih 37. Sejauh ini lancar-lancar saja sesuai rencana. Tapi… Akashi sedikit khawatir dengan lomba setelah ini.
Lomba memasukkan bola ke dalam keranjang.
Ya. Lomba yang—maaf, memanfaatkan tinggi badan ini dinilai sangat merugikan bagi Akashi, karena Murasakibara dan Midorima yang tinggi menjulang bagai Titan ada di tim sebelah. Aduh, pada saat-saat seperti inilah ia ingin Murasakibara ada di sisinya. Padahal biasanya Akashi selalu malas ditempeli Murasakibara yang kerjanya hanya jajan.
4 keranjang setinggi 3 meter—kira-kira setinggi ring basket—berdiri tegak di tengah lapangan, siap untuk diisi. Akashi memandang bola-bola karet yang berserakan di tanah dengan khawatir, apakah timnya akan baik-baik saja?
Sementara di kejauhan, Nijimura sudah menebarkan kilau kilau dari senyum kemenangannya. Khusus untuk lomba ini, dia yakin sekali akan menang. Karena sudah pasti—sekali lagi, maaf, Akashi yang tingginya tidak sampai 170 itu pasti takkan bisa melempar bola dengan lancar. Nijimura juga sudah menyiapkan pasukan tiang listrik untuk meraih sebanyak mungkin poin.
'Hahaha. Akashi, kalau begini kau takkan menang. Apalagi poin lomba ini dihitung dari banyaknya bola yang masuk. Nah… Sekarang kau mau bagaimana?'
.
Aih, barisan makhluk-makhluk tinggi tim putih—yang kebanyakan terdiri dari klub atletik dan klub lompat galah—benar-benar menjatuhkan mental. Tapi mau tidak mau ia harus menghadapinya!
PLAK
"Aduh, sakit! Apa-apaan kau Akashi, memukulku seperti itu!"
"Huwaaa, Akashicchi hidoi-ssu!"
Aomine mengerang kesal dan Kise mewek. Seakan tak peduli, Akashi membuang muka, membuat sang darkblue semakin naik darah. Kuroko menarik lengan baju Aomine, mencoba menenangkan cahayanya itu.
"Aomine-kun, sabar. Aku yakin itu cara Akashi-kun untuk menyemangati Aomine-kun."
"Te-Tetsu… Kau berpikir begitu?"
"Ya. Kalau tidak ya… Mungkin Akashi-kun hanya ingin melampiaskan kekesalannya akan iklan susu di televisi yang pehape keterlaluan pada Aomine-kun. Sejujurnya, melihat keranjang itu, aku juga jadi ingin memukul Aomine-kun. Ei."
"Aw, sakit! Sialan kau, Tetsuuuu!"
Kuroko hanya tertawa kecil di tempat. Sementara Kise hanya memandang kedua temannya—yang menurutnya sangat lovey dovey—dengan wajah bete.
.
Tembakkan tanda mulainya pertandingan sudah diluncurkan. Seluruh murid pun mencoba memasukkan bola ke dalam keranjang dengan semangat kemerdekaan. Namun, tidak bagi Akashi. Ia hanya melihat saja dari pojokan.
Aaah, benar-benar menyebalkan, barisan tiang listrik Nijimura. Ditambah Midorima dan Murasakibara—mereka memasukkan banyak bola dalam sekali lempar, selain itu mereka melakukannya dengan santai sekali. Akashi jadi geram melihatnya.
Nijimura yang berada di tim seberang mencuri pandang pada Akashi yang hanya bergabut di pojokan. Dengan iseng—dan tampang meledek, ia berkata
"Ara ara? Bahkan kapten tim sendiri tidak mau ikutan? Kasihan sekali anggota timnya. Ya, Akashi? Padahal mereka masih kekurangan orang tinggi…"
…
…
'NIJIMURA-SAAAAAN!'
Akashi sudah ngamuk. Awas gunting melayang.
'Baiklah, Nijimura-san. Tapi jangan menangis padaku kalau nantinya tim putih kalah, ya! Dan… Aku pasti akan membuatmu mengabulkan permintaanku!'
Great job, Nijimura. Kini Akashi mau maju ke medan perang.
.
.
Aah, ia menyesal sudah maju.
Padahal ia tahu dengan keadaan fisiknya yang sekarang tak mungkin bisa.
Demi tujuh lautan, keranjang bola itu tinggi sekali seakan berada di langit! Ditambah lagi dengan sinar matahari yang menyilaukan pandangannya—sulit sekali hanya untuk melihat ke atas, tahu!
Akashi mengusap iris rubynya yang mulai berair karena terus melihat ke atas dengan tangan. Perih sekali rasanya. Rasanya seperti matahari membencinya.
"Lho, Akashicchi—tunggu, kau menangis-ssu?! Akashicchi—Akashicchi yang itu—menangis karena tangannya tidak bisa meraih keranjang?!" seru Kise setengah panik—membuat banyak murid menoleh ke arahnya, termasuk Nijimura. Aih! Akashi malu bukan kepalang. Tanpa ba-bi-bu lagi ia menjitak kepala kuning Kise—membuat pemiliknya meringis.
"Mana mungkin, kan. Yang ada kau yang menangis." ucapnya galak. Kise hanya mengangguk-angguk, menuruti perkataan Akashi bagai anjing golden retriever yang dimarahi majikan.
Nijimura menarik napas lega. 'Hooh. Kukira Akashi benar-benar menangis—kukira itu karena aku meledeknya tadi, tapi sepertinya sudah tidak apa-ap—'
…
…
Apa… Semua orang melihat apa yang kulihat?
Apa ini hanya ilusi mata?
Apa aku… Masih hidup? Aku bukannya di surga, ya?
Nijimura mengucek-ucek matanya tidak percaya. Namun berapa kalipun ia mengucek matanya, tetap saja—yang muncul di penglihatannya adalah sesuatu yang sama.
Akashi Seijuurou—kapten tim merah, kouhai merangkap kekasihnya—tengah berusaha memasukkan bola ke dalam keranjang… Dengan gaya yang (menurutnya) begitu manis dan menggemaskan.
Bagaimana tidak—kedua kaki kecilnya yang menjinjit, tangan kanannya yang berusaha melempar tinggi, tangan kirinya yang penuh dengan bola karet berwarna merah… Dan wajah kesulitannya. Astaga naga bonar, sepertinya Nijimura harus menampar diri sendiri supaya sadar.
Tak hanya itu, Akashi yang mencoba meniru Murasakibara—sekaligus melempar banyak bola—juga benar-benar menggemaskan. Terkadang ia melompat-lompat, kadang juga bola yang ia lemparkan malah jatuh mengenai kepalanya hingga ia meringis kesakitan, dan kalau bola yang ia lempar berhasil masuk, maka ia terlihat senang sekali.
'Ya Tuhan, terima kasih berkahmu padaku atas kekasih yang manis bernama Akashi Seijuurou…'
.
"LHO?! Nijimura-san kenapa?! Apa kepanasan?!" Momoi memandangnya panik.
"Ah…hahaha, iya, sesuatu membuatku overheat…" Nijimura tertawa pasrah, sampai akhirnya petugas PMR menggotongnya dengan tandu.
Demi titan, seberapa besar kekuatan Akashi, sih? Hanya dengan 'pemandangan' itu saja Akashi berhasil membuatnya K.O dan keluar dari lapangan (dengan hidung disumpal tisu tentunya).
Ini balasan karena tadi ia meledeknya, mungkin?
"Nijimura-san nggak apa-apa? Nijimura-san kekurangan darah, ya? Mau aku suruh pelayanku membawakan stok darah? Golongan darah Nijimura-san apa?" Akashi menggenggam tangan kekasihnya dengan cemas, takut ia kenapa-kenapa. Soalnya—walau mereka sedang bertanding seperti ini, Nijimura tetaplah senpai merangkap kekasihnya yang berharga!
Nijimura sweatdrop. "Ahahaha, tak usah repot-repot, toh aku hanya mimisan sedikit… Biasa, kalau capek kan selalu begini."
"Apa iya?"
"Yakin. Tenang saja ya, Akashi." Nijimura mengelus surai merah kekasihnya, mencoba menenangkannya. Akashi mengangguk pelan.
"Bagus. Ngomong-ngomong… Ini di UKS, ya?" Nijimura memandang sekitar, banyak sekali peralatan dokter, dan bau obat sangatlah ketara di penciumannya. Memang hebat SMP Teiko, UKS saja luas.
"Iya. Anu… Nijimura-san."
"Hm? Apa lagi?"
"Aku… Mau berhenti saja. Pertandingan ini." ucap Akashi lesu, membuat sang senpai terkejut.
"Lho?! Berhenti—kenapa?!"
"Habisnya… Nijimura-san sudah terluka begitu… Aku malah jadi khawatir, kalau Nijimura-san terus berpartisipasi dalam lomba… Nanti semakin parah…" lanjutnya khawatir. Nijimura terhenyak. Kekasihnya ini… Begitu mengkhawatirkannya. Entah ia harus merasa senang atau bagaimana. Hanya saja… Ini pertama kalinya ia melihat Akashi yang seperti itu.
'Apa itu berarti… Aku memang benar-benar spesial untuknya?'
"Ahaha, kan ada waktu untuk kita pulang, Akashi…"
"Itu saja tidak cukup, Nijimura-san! Ayahku bilang, untuk memulihkan kondisi tubuh minimal membutuhkan istirahat seharian, sedangkan waktu untuk kita istirahat di rumah hanya kurang dari 24 jam. Kalau sampai Nijimura-san semakin parah, nanti aku malah merasa bersalah!" jelas Akashi panjang lebar. Orb rubynya berkilat-kilat. Nijimura memandangnya dengan agak bingung.
'Oi, oi, oi! Aku hanya mimisan sedikit lho, Akashi! Dan… Penyebabnya juga kan kau… Aku nggak apa, tapi apa-apaan perlakuanmu ini, oi! Apa kau mengasumsikan aku benar-benar anemia stadium berat—'
"Dengan begitu, aku menyerah dari pertandingan kita." ucap Akashi akhirnya. Sorot matanya mengatakan bahwa ia tidak suka kekalahan—tapi hatinya berkata lain. Sekarang ini, kondisi Nijimura-san adalah prioritasnya.
Tapi, Nijimura tidak suka ini. Tangannya mengepal kuat di balik selimut. Mengapa Akashi menyerah semudah ini?! Ini tidak seperti dirinya. Entahlah—tiba-tiba ia merasa kesal.
.
"Kalau begitu, kau harus mengabulkan satu permintaanku, ya, Akashi?"
"…Ya. Jadi, apa yang Nijimura-san ingi—"
Tak sempat menyelesaikan kalimatnya, Akashi dikejutkan dengan dorongan tiba-tiba dari sang senpai, membuatnya terdorong jatuh ke ranjang UKS, membalik posisi mereka berdua. Tunggu tunggu tunggu—Akashi mulai panik sekarang.
"Kau yakin… Akan mengabulkan permintaanku, apapun itu?"
"Ni… Nijimura…san?"
Pandangan kekasihnya terasa berbeda dari biasanya. Dan juga—berbanding terbalik dengan pendingin ruangan yang menyala—ia malah merasa panas, lebih dari saat ia dibawah terik matahari siang.
"Nah, Akashi. Kau sudah bilang menyerah tadi, jadi…"
Menumpukan kedua tangan di samping tubuh kekasihnya, Nijimura tersenyum licik—sepertinya ia merencanakan sesuatu. Ini gawat, Akashi merasa badannya di kunci ke ranjang, ia tidak bisa bergerak. Apalagi ketika Nijimura semakin merendahkan tubuhnya sehingga wajah mereka hanya terpisah beberapa senti saja—
"…Sekarang, dengarkan permintaanku."
.
.
.
TBC?
A/N
Haloh~ kiyoha disini~ *munculdaritimur* /lukiramatahari
Sudah lama juga ya, baru dilanjutkan lagi... Gomen, minna! Kemarin sempet putus ide apa yang bakal bikin seru, yaah, begitulah TwT dan sekolah juga sibuuuk /soksibuk /pulangsana
Yah, tapi sekarang sudah berlanjut lagi! Nah, silakan menikmati keunyuan Akashi dan Nijimura di chap ini~ xD
balasan ripiu (gabungan dari versi 1&2) :3
.
madeh18
dipisah ya? osh, storynya udh ada yang versi dipisah sama versi digabung, kok. Terserah mau lihat yang mana ^^
Namanya juga Akashi, pasti nggak mau kalah xD Sip, lanjuuut...
.
kurohime
hai lagi~
Iya hahaha, kayaknya belum puas kalau cuma sampai situ... Ditambah sequel deh :3 semoga suka, ya
Oke, sampai jumpa di chap selanjutnya~
Tenang, mereka nggak cuma ikut basket, kok. Hehehe xD
.
Sabila Foster
Eh? Sankyuu ^w^ iya, gaya penulisanku memang begini... Oke, lanjuut
Btw, idenya yang di fic sebelah boleh banget, tuh. Memang sudah rencana, kok xD
.
Schnee-Neige
Akashi (versi SMP) emang unyuuu xD makanya kalau dibuat begini pasti lebih unyu lagii xD
Disatuin, ya? Oke, ini ada versi disatuin dan dipisah, jadi terserah mau liat yang mana hehehe xD sudah, tidur sana Schnee-san xD
Salam kenal, dan... Ini update-annyaaa xD
.
Lastly, mind to RnR? :3
kiyoha