Chapter 1

Cat kursi kayu di taman di samping Konoha Universitas terlihat sangat putih menyilaukan mata. Seorang gadis bertubuh anggun sedang duduk sendiri di kursi itu. Ada beberapa buku di atas meja di depannya. Satu buku terbuka di depan gadis itu. Mata hitamnya tajam menatap buku besar di depannya. Mata itu seperti menghisap seluruh isi buku itu dan menyimpannya di dalam sebuah kepala yang terhiasi oleh rambut dark blue panjang yang berkilau. Manik hitam sekelam malam bergerak dari kiri ke kanan, tapi tiba-tiba terhenti saat di dengarnya ada yang memanggil dirinya. Dia menoleh, dilihatnya ada 3 orang gadis di kejauhan yang sedang berjalan mendekatinya. Tatapan matanya tajam, tetapi tidak ada ekspresi dari mata itu. Dia hanya memandang. Bibirnya diam terkunci seperti tak pernah terbuka sebelumnya. Sedetik kemudian mata itu berbinar dan bibirnya mengembangkan sebuah senyum saat melihat gadis-gadis yang memanggilnya namanya berlari.

"Sasuke!"

Sasuke. Gadis 25 tahun yang terlihat lebih dewasa dari umurnya. Dia selalu memiliki pandangan yang berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Dia tidak menyebut dirinya seorang gadis, dia adalah seorang wanita. Dia memiliki keputusannya sendiri dan dia selalu melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dia tak pernah memerlukan orang lain untuk membantunya. Sasuke adalah wanita mandiri.

"Sudah berapa lama kau duduk di sini?"

"Sekitar 15 menit. Darimana saja kalian?"

Sasuke menutup buku besarnya dan meletakkannya di atas buku-bukunya yang lain. Dia menatap ketiga temannya yang duduk di depannya. Hinata, Ino dan Tenten.

Hinata Hyuuga, seorang gadis berambut indigo yang selalu ketakutan saat harus berdiri di depan orang-orang. Mata abu-abunya selalu terlihat sayu. Hinata mempunyai kelainan jantung sejak kecil.

Yamanaka Ino, gadis berambut kuning pucat dengan mata biru pucat. Dia seperti seorang putri yang selalu bahagia dengan apapun yang dilakukan dan didapatkannya. Dia hidup sebagai bagian keluarga yang sangat terkenal di Konoha. Ino selalu menikmati setiap kiriman bunga dari laki-laki yang menyukainya. Ino selalu berpikir kalau dirinya adalah seseorang yang selalu diinginkan setiap lelaki yang ditemuinya. Terlalu banyak laki-laki yang disukainya dan terlalu mudah baginya untuk mendapatkan semua laki-laki yang diinginkannya. Dia tak tahu lagi laki-laki mana yang paling dicintainya dan yang terparah dia tak tahu lagi tentang perasaannya sendiri. Ino selalu memiliki hubungan dengan laki-laki lain yang menurutnya paling hebat dari sekian banyak laki-laki yang ditemuinya. Ino tak pernah menemukan cinta, dia hanya menemukan kesenangan dengan laki-laki yang selalu bersamanya.

Tenten, seorang gadis dengan tatapan mata keangkuhannya. Tenten tak pernah menunjukkan wajah manisnya pada orang lain. Dia seorang gadis yang selalu akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia selalu menunjukkan bahwa dirinya adalah seseorang yang tidak takut oleh apapun. Tenten hanya mempercayai dirinya sendiri.

"Kau sudah membuat keputusan, Sasuke?" tanya Tenten.

Sasuke menatap ketiga temannya, tatapan matanya tegas seperti sudah menjelaskan jawabannya tanpa harus membuka mulutnya.

"Ya. Aku akan tetap tinggal di rumah."

"Apa maksudmu?" tanya Ino.

"Aku akan tetap tinggal di rumah bersama kedua orangtuaku dan aku tidak akan tinggal di apartemen dekat apartemen kalian. Apakah aku sudah menjelasannya dengan benar?"

"Tunggu Sasuke, kau adalah wanita yang mandiri. Kau yang mengatakannya sendiri padaku, tapi kau tak mau berpisah dengan orangtuamu?"

"Ya." jawab Sasuke tanpa ekspresi di wajahnya.

Tenten tersenyum menatapnya, tapi terlihat sekali senyum itu hanya untuk mengejek Sasuke.

"Ayolah Sasuke… Jangan katakan kalau kau berubah menjadi anak manis yang tak bisa berpisah dengan ibumu."

Sasuke hanya tersenyum menatap Tenten. Ino dan Hinata juga tersenyum menatapnya.

"Kau benar. Aku tak bisa berpisah dengan ibuku."

"Sasuke?!"

Mereka bertiga langsung menatap Sasuke tidak mengerti. Sasuke selalu menjawab perkataan Tenten dengan argumen yang hebat, tapi sekarang dia menyerah begitu saja. Tenten seharusnya senang karena Sasuke tidak bisa menyangkal perkataanya, tapi dia justru tidak suka mendengar Sasuke menyetujui perkataannya.

"Sasuke!"

"Sejujurnya aku juga ingin tinggal di rumahku sendiri."

"Lalu kenapa kau tidak melakukannya?"

"Orangtuaku tidak mengijinkannya, terutama Kaa-san. Bahkan Kaa-san bilang mungkin suatu hari nanti saat aku pulang ke rumah mereka, aku hanya akan menemukan tubuh Kaa-san yang sudah tak bergerak karena terkena serangan jantung dan tak ada orang yang menolongnya karena Tou-san sedang bekerja."

"Chotto Sasuke, Mikoto-san kan tidak mempunyai kelainan jantung."

"Ya, aku tahu, tapi kata-kata Kaa-san benar juga. Bukan hanya serangan jantung, tapi mungkin sesuatu yang lain yang terjadi dengan Kaa-san dan aku tidak bisa menolongnya."

"Kenapa kau jadi paranoid seperti ini?"

Sasuke menatap ketiga temannya yang sedang menunggu jawabannya. Sasuke melirik jam tangnnya lalu mengambil buku-bukunya dan berdiri.

"Orangtua bisa melahirkan anak lagi kalau mereka kehilangan anak atau mungkin mengadopsi. Tapi aku? Aku tak bisa mengadopsi orangtua atau membeli mereka di toko mainan. Itu hak kalian untuk mengatakan kalau aku seorang pengecut."

Sasuke meninggalkan teman-temannya menuju ke kelasnya karena sebentar lagi dia akan mengikuti kuliahnya. Teman-temannya terdiam sebentar tapi akhirnya mereka bangkit dan mengikuti Sasuke.

"Sasuke,, matte."

Mereka berjalan ke menuju loker.

"Kau benar." kata Tenten saat membuka lokernya di dekat Sasuke.

"Aku juga tak ingin kehilangan orangtuaku." ucap Ino.

Sementara Hinata hanya diam tak mengatakan apapun. Dari semula dia memang tak setuju untuk tinggal di apartemen. Dia masih memerlukan orangtuanya dengan alasan dia tak bisa menolong dirinya sendiri saat dia terkena serangan jantung.

Sasuke mengikuti teman-temannya masuk ke dalam kelas. Sesaat sebelum memasuki kelas, dia sempat menatap Hinata. Wajah gadis itu terlihat pucat. Sasuke mendekatinya untuk membawakan buku yang dibawanya.

"Hinata,,"
Sebelum Sasuke menyelesaikan kata-katanya, Hinata menghentikan langkahnya. Dia menyentuh dadanya dan berusaha mengatur nafasnya.

"Hinata?!"

Sasuke tahu apa yang terjadi. Hinata sedang bermasalah dengan jantungnya. Tenten dan Ino menoleh saat mendengar Sasuke memanggil Hinata. Mereka bergegas mendekati Hinata dan menolongnya untuk duduk.

"Tenangkan dirimu, Hinata."

"Bernafaslah dengan tenang, berusaha untuk rileks, okay?"

Hinata mengangguk dan menarik nafasnya dalam-dalam.

"Bagus, tenangkan dirimu."

Sasuke menggenggam tangan Hinata. Sasuke menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan-pelan di depan Hinata agar Hinata menirukannya. Dan mengulangnya beberapa kali.

"Kau merasa lebih baik?"

Hinata mengangguk dan tetap berusaha bernafas dengan tenang.

"Kau yakin bisa mengikuti kuliah?" tanya Tenten.

"Ya."

Ino mengusap keringat di dahi Hinata dengan sapu tangan kecilnya.

Sasuke keluar dari kelas bersama ketiga temannya setelah kelas berakhir.

"Hinata, apa kau akan ikut ke rumah Tenten?"
"Ya, tentu saja."

Sasuke hanya melirik sebentar saat Hinata mengatakan akan tetap ikut. Dia tak akan berkomentar apa-apa. Sasuke tahu Hinata paling benci kalau ada yang menganggapnya lemah dan selalu mengakhawatirkannya.

Mereka menuju mobil Sasuke. Tenten duduk di kursi depan sementara Hinata dan Ino duduk di belakang.

"Sasuke, apa kau tak bisa menyetir lebih lambat dari ini?" tanya Tenten.

Sasuke menoleh kearah Tenten mengangkat alis.

"Apa kau perlu bertanya?"

Sasuke menambah kecepatan mobilnya dan membuat ketiga temannya berteriak girang. Sasuke tak perlu khawatir dengan Hinata karena dia sudah terbiasa dengan kecepatan seperti ini.

"Kau bisa lebih cepat lagi Sasuke?" teriak Ino.

"Sorry Ino, aku tak bisa merayu polisi kalau dia menghentikan mobilku."

"Hey, apa gunanya Ino disini kalau dia tidak bisa melakukannya."
"What? Dengar Tenten, aku tak akan mau berkencan dengan seorang polisi?!"

"Hai, hai, terserah."

Sasuke tersenyum melihat Ino dari kaca spion. Tiba-tiba dia melihat Ino menoleh keluar jendela, bahkan dia memutar badannya dan menatap keluar lewat kaca belakang. Sasuke yakin pasti ada sesuatu yang sangat menarik perhatian Ino.

"Ada apa, Ino?"

Ino menoleh dan berpura-pura tidak mengerti.

"Tidak ada apa-apa."

"Sungguh pembohong yang buruk." kata Tenten.

Sasuke menghentikan mobilnya saat tiba-tiba lampu berubah warna jadi merah. Sekarang dia tahu apa yang menarik perhatian Ino. Sebuah mobil orange berhenti di dekat mobil Sasuke dan Sasuke melihat Ino menatap pengemudi mobil itu dengan mata berbinar. Pengemudi mobil orange itu seorang lelaki tinggi berambut kuning dengan kaca mata hitamnya. Wajahnya terlihat dingin dan menunjukkan seolah-olah hanya dirinya yang berada di jalan besar ini. Dia sama sekali tidak terpengaruh oleh bisingnya kendaraan yang mulai membunyikan klakson mereka.

Sasuke pernah melihat laki-laki itu beberapa kali tapi Sasuke tidak terlalu memperhatikannya. Laki-laki itu seorang superstar kampus yang memilki banyak fans . Mungkin sekarang Ino mulai tertarik dengannya.

"Kau menyukai laki-laki itu, Ino?"

"Aku? Tidak untuk saat ini." jawab Ino, ada keraguan dari kata-katanya.

"Kau tidak menyukainyakan, Ino?" tanya Hinata.

Pertanyaannya terdengar seperti dia sedang mengkhawatirkan sesuatu.

"Tentu saja tidak Hinata. Baru seminggu aku berkencan dengan Sai dan aku masih menyukainya."

"Oh.."

Hinata mengangguk mengerti. Dibalik anggukan kepalanya Hinata terlihat lega mendengar jawaban Ino.

Sasuke menggerakkan mobilnya saat lampu berubah warna hijau.

"Kali ini dimana kau mengenal laki-laki yang kau kencani?" tanya Tenten.

"Aku bertemu dengannya di pesta ayahku dan dia anak teman ayahku."

"Anak teman ayahmu? Well..well..aku yakin dia seorang laki-laki yang akan mengajakmu kencan di gedung opera."

Sasuke melirik Tenten yang bicara dengan sinis. Tenten selalu bicara dengan nada sinis saat membicarakan tentang laki-laki.

"Apa kau pikir laki-laki seperti itu hebat di tempat tidur?" tanya Hinata.

Sasuke dan Tenten tertawa mendengar pertanyaan Hinata. Hinata selalu mengatakan sesuatu yang tidak pernah mereka duga.

"Aku tak tahu, aku belum melakukannya dengan Sai."

Sasuke melirik Ino.

"Kau tahu, Ino? Aku rasa dia akan tertidur sebelum dia melakukannya denganmu karena dia baru saja melihat pertunjukan opera sampai larut malam."

"Ya, ya!"

Ino hanya memutar bola matanya mendengar perkataan Sasuke.

"Sas, kau punya permen?" tanya Tenten tiba-tiba.

"Ada di dalam tasku."

Tenten mengambil tas Sasuke dan mencari permen karet.

"Hey, Sas?! Kau membawa pelindung?!"

"Nani?"

Sasuke melihat Tenten yang menggoyang-goyangkan kotak kecil ditangannya.

"Sasuke?!" teriak Hinata terkejut.

"Itu bukan milikku, pasti Ino yang meletakkannya di dalam tasku."

Sasuke mendeathglare Ino dan Ino tertawa melihatnya.

"Ino itu tidak lucu."

"Hey,,kau wanita normalkan, Sas? Hanya kau yang belum melakukannya."

"Aku tidak tertarik dengan permainan kunomu."

Sasuke mengalihkan pandangannya keluar jendela saat membelokkan mobilnya.

"Kau yang kuno karena kau terlalu menjungjung tinggi sebuah kata 'Keperawanan'."

"Apapun yang kau katakan aku tidak tertarik."

Tenten melemparkan kotak itu ke Ino. Ino mengambil kotak yang jatuh di dekatnya.

"Dengar Sas, kau cantik. Kau bisa mendapatkan setiap laki-laki yang kau inginkan."

"Hanya untuk tidur dengannya seperti yang kau lakukan?"

Tenten menghela nafas kesal.

"Bisakah kau menghentikan omong kosongmu Ino?"

"Apa maksudmu?"

"Apa kau tidak bosan selalu membicarakan laki-laki yang kau kencani setiap hari?"

"Jangan sinis, Tenten. Itu bukan kesalahanku kalau kau tidak punya kekasih sekarang."

"Shut up. Aku bisa dengan mudah mendapatkannya, aku hanya muak dengan mereka."

"Kau tidak bisa menyamakan setiap laki-laki. Tidak semua laki-laki menghianati kekasihnya dengan tidur bersama wanita lain. Buktinya tidak ada laki-laki yang menghianatiku dengan tidur bersama wanita lain."

"Tentu saja. Karena kau adalah gadis yang menggoda kekasih orang lain dan tidur dengannya."

"Tutup mulutmu Tenten, kau…"
"Hey,,hey,, tunggu. Kalian tidak bisa melakukannya di mobilku. Kalau kalian ingin menyelesaikannya dengan saling mencakar, aku akan menurunkan kalian disini."
Tenten dan Ino hanya menghela nafas dan mengalihkan pandangan mereka ke luar jendela.

"Sas?" panggil Hinata.

"Hn."

Sasuke menatapnya dari kaca spion.

"Kau juga akan kehilangan keperawananmu saat kau menikah."

Sasuke tertawa mendengarnya.

"Menikah? Ohhh Hinata.. Aku tak pernah memikirkan aku akan menikah. Bahkan aku merasa ngeri mendengar kata menikah. Aku bukan orang yang bisa membagi hidupku dengan orang lain. Aku tak bisa melihat wajah orang yang sama setiap harinya. Itu pasti sangat membosankan. Sudahlah, jangan pernah membicarakan pernikahan denganku, itu membuat perutku sakit."

"Apa kau akan menjalani kehidupan tuamu di panti karena tak ada anak yang akan mengurusmu? Selain itu, apa kau tak ingin merasakan hebatnya bercinta dengan menjaga keperawananmu seumur hidup?"
"Aku bisa mengadopsi anak kalau aku mau. Dan tentang hebatnya bercinta aku bukan kau Ino."

"Ya, ya baiklah nona sok suci."

"Jangan marah Ino. Itu bukan salahku kalau kau tidak suci lagi."

Tenten tertawa dan Ino melipat tangannya dan mengalihkan pandangannya keluar jendela dengan wajah memerah.

*********************TBC*********************