Hi? Ngga tau masih ada yg baca atau ngga, but I like writing this story.

Hope you like it!

xx FRIEND or FOE xx

.

Ia mengangguk, kemudian menatap seluruh siswa-siswi yang memerhatikannya. "Namaku Sasuke. Sasuke Orochi. Yoroshiku onegaisimasu."

Kelas riuh. Siswa-siswa heboh meneliti Sasuke, takut dikalahkan kepopulerannya. Mereka sudah cukup kalah dengan Naruto. Siswi-siswi asyik meneliti penampilan dan wajahnya yang prince-able.

'Sasuke?' Naruto mengernyit, mengabaikan riuh teman-temannya. Menatap lurus tepat ke mata onyx kelam milik Sasuke. Seakan mengintimidasi jati diri sang murid baru.

Ia mengenalnya. Mungkin?

.

xx FRIEND OR FOE xx

Sejak pelajaran pertama dimulai, sejak Sasuke Orochi memasuki kelasnya, Naruto sudah tidak fokus pada pelajaran. Ia hanya fokus pada pendatang baru itu.

Kalau Naruto perhatikan lagi, Sasuke itu memiliki wujud fisik yang mirip dengan ketentuan umum Uchiha. Rambutnya hitam legam. Maniknya gelap, seperti tidak pernah menyerap sedikitpun cahaya. Kulitnya putih pucat.

Kalau pemuda itu berbaring, menutup matanya dan melipat tangannya di atas dada, mungkin sudah seperti mayat.

"Hehe..."

Naruto terkekeh tidak sadar, membuat Kiba, yang duduk di sebelahnya mengernyit.

"Kenapa?" Ia bertanya. "Kau sakit?"

Lamunan Naruto buyar seketika. Ia menjitak Kiba dan berniat membalas ucapannya, namun ketika Kiba mengaduh dengan sangat kencang, seisi kelas melirik mereka. Kecuali Sasuke. Sikap cueknya membuat Naruto mendengus.

"Ada apa Kiba?" Iruka, guru biologi yang sedang menerangkan bertanya.

"Naruto memukulku."

"Hei!!" Ia berseru. Fakta toh, tapi Naruto tidak terima. Kiba hanya mengadu dan mencari perlindungan.

"Jika kalian ingin bertengkar, kalian bisa keluar dari kelasku." Guru itu berujar dingin, kemudian kembali berbalik menghadap whiteboard dan melanjutkan pelajaran, mengabaikan Naruto dan Kiba.

"Mau keluar?" Kiba mengedip, "kita pura-pura bertengkar. Aku lapar."

Naruto mendengus. "Sana pergi sendiri, aku tidak mau ikut-ikut urusanmu." Ia diam sejenak, kembali fokus pada pelajaran. Namun tak lama setelahnya ia justru mengedik pada Kiba. "Dasar, pengadu."

Kiba mendecak. Pemuda itu mengatakan sesuatu, tapi Naruto tidak mendengarnya karena ia terfokus pada Sasuke tiba-tiba. Untuk sekitar lima detik, mereka bertatapan. Saling memberi intimidasi, dan memberitahu keeksistensian mereka di kelas itu.

"Kau...mendengarku?" Kiba bertanya membuat Naruto mengalihkan pandangannya.

"Apa?"

Kiba tidak menjawab, ia berbalik ke arah objek yang dilihat Naruto dan menemukan si murid baru di sana yang sudah kembali memerhatikan Iruka.

"Kau tidak mendengarkanku? Kawan baikmu sejak kecil?" Kiba bertanya histeris sambil berbisik. "Kau kebih memerhatikan si murid baru?!"

"Sst!!" Naruto mendesis. "Aku tidak ingin Iruka Sensei benar-benar mengeluarkan kita dari sini!" Ia berdecak. "Lagipula tadi dia melihatku. Mungkin merasa ketampanannya terancam dikalahkan olehku."

Kiba mendengus. "Ah, aku semakin ogah mengobrol denganmu."

Ia mengalihkan pandangannya dari Naruto, fokus memerhatikan Iruka. Sementara Naruto di sebelahnya hanya mengernyit kesal, tidak sadar bahwa di ruangan yang sama, di tempat yang sedikit jauh dengannya, Si Murid Baru sedang menyeringai.

xx FRIEND or FOE xx

Bel istirahat berbunyi lima belas menit yang lalu. Naruto, Kiba, Shikamaru dan Chouji sudah keluar kelas paling awal. Satu-satunya orang yang masih diam di kelas hanyalah Sasuke.

Ia duduk di kursinya, melirik seluruh penjuru kelas.

'Tidak ada kamera pengawas,' ia bergumam. 'Sekolah ini terlalu menyepelekan keamanan kelas.'

Sasuke menyeringai. Itu mempermudahkannya melakukan hal-hal nyeleneh di kelas ini. Atau di seisi penjuru sekolah. Ia menunduk, memerhatikan benda bulat kecil berwarna hitam —seperti kotoran kelelawar— yang berada di genggamannya.

Sebelum berangkat tadi, Itachi memberinya ini.

"Ini chip penyadap. Tempelkan ke benda-benda yang dimiliki oleh Si Bungsu Namikaze itu. Jangan sampai ia sadar bahwa kau memasukkan penyadap ke tasnya."

Terlalu mudah.

Naruto dan kawan-kawannya sudah keluar sejak tadi, dan waktu istirahat masih ada sepuluh menit. Tidak ada satupun siswa-siswi yang sudah kembali ke kelasnya. Mungkin tipikal murid-murid yang ada di sekolah ini adalah tipe orang yang masuk ke kelas bersamaan dengan bel dimulai pelajaran. Atau malah beberapa menit setelah bel berkumandang.

Sasuke bangkit, ia berjalan perlahan ke meja Naruto. Mengernyit untuk sesaat. Memangnya ini anime romance shoujo, dimana si tokoh utama laki-lakinya duduk di pojok paling kanan dekat jendela? Duh, Sasuke lupa kalau dunia Naruto masih sedikit lebih cerah daripada dunianya.

Ia membuka tas Naruto, menempelkan chip penyadap itu di dekat risleting tasnya agar tidak terlihat.

"Sedang apa?"

Sasuke membatu sejenak, sebelum akhirnya berbalik menatap Naruto secepat kilat. Tidak ada Shikamaru, Kiba maupun Chouji di dekatnya. Ia lupa Naruto yang adalah putra bungsu keluarga Namikaze memiliki potensi di bidang pengintai. Ia bisa menyembunyikan auranya dengan baik.

"Ah, aku... mau meminjam bukumu." Shit. Pendekatan macam apa itu? Terserah, yang penting ia berusaha. "Teman sebangkuku —aku lupa namanya— bilang kalau kau termasuk anak yang pintar di kelas."

"Hinata maksudmu? Yah, aku bisa dibilang pintar." Naruto berjalan mendekat, maniknya sedikit menyipit. Memerhatikan. Sasuke menyadarinya, ia menyesuaikan sikap layaknya murid baru yang tercyduck menggeledah tas orang lain.

"Kau bisa meminjamnya saat pulang nanti, atau istirahat kedua? Atau tadi sebelum aku pergi ke kantin."

Naruto sudah berdiri di depannya sekarang.

"Aku dijemput, benar-benar langsung dijemput. Tidak bisa berbincang sebentar. Aku juga tidak yakin berbicara denganmu di depan teman-temanmu karena kita belum akrab. Lagipula aku ingin menulis catatanmu saat istirahat kedua."

Sasuke menjelaskan panjang lebar. Terlalu tenang. Sementara Naruto hanya mengangguk-angguk polos, ia lantas berjalan ke arah tasnya.

'Sialan.' Sasuke menggumam, 'bisa-bisa dia curiga.'

Ia sadar kesalahannya. Bahkan tidak tahu jika Naruto akan kembali lebih awal dibanding perkiraannya. Tapi pemuda itu justru hanya membuka tasnya normal, tidak merasa ganjil, mengeluarkan buku pelajaran pertama dan kedua yang sudah terlewat. Memberikannya pada Sasuke.

"Ini." Naruto menatap Sasuke sambil tersenyum. "Kau bisa meminjamnya."

Sasuke menerimanya tergugu. Tidak percaya Naruto semudah itu melakukannya. "Oh, um. Terima kasih." Ia menatap Naruto. "Kau tidak ingin kembali pada temanmu?"

"Mm, tidak. Sebentar lagi waktu istirahat selesai."

Setelah itu, Sasuke mengangguk. Ia duduk di kursinya dan menyalin catatan Naruto. Well, dia benar-benar bermaksud untuk menyalin, bukan hanya menyelip chip ke dalam tasnya. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui, kan?

Sasuke melirik Naruto dari ujung matanya. Laki-laki itu melihatnya dan sepertinya ingin mengatakan sesuatu. Tapi ketika gerombolan siswi masuk ke kelas bertepatan dengan bunyi bel, Naruto mengurungkannya dan memutuskan kembali ke bangku.

xx FRIEND or FOE xx

"Maaf, aku membawa semua bukumu. Besok akan kukembalikan." Sasuke berujar di koridor kelas yang agak sepi.

Beberapa detik yang lalu, bel pulang bergema diseluruh penjuru sekolah. Siswa-siswi langsung menyerbu pintu untuk keluar. Bergerombol dan berdesak. Naruto memutuskan keluar terakhir karena lagi-lagi Sasuke meminjam bukunya.

Mereka berjalan berdampingan ke gerbang. Sesekali melewati guru dan beberapa murid yang masih memiliki kegiatan di kelas. Shikamaru mengajak Naruto pulang duluan tadi, tapi Naruto menolak. Berdalih, 'Si Murid Baru bisa saja nyasar di sekolah luas ini', padahal Sasuke sudah menyelidiki Konoha High School sejak seminggu yang lalu.

"Tidak masalah," Naruto menunjukkan senyum lebarnya. "Asal jangan membuka halaman terakhir."

Mendengar penuturan Naruto membuat Sasuke mengernyit. Dia bodoh? Kalau dibilang seperti itu justru orang-orang akan semakin penasaran, kan? Tapi Sasuke hanya mendengus.

"Dobe, aku bukan orang penasaran yang serba ingin tahu."

Naruto mendelik. "Kau bilang apa tadi?"

"Dobe." Sasuke menyeringai, balas menantang.

Naruto menggertakan gigi kesal. Ingin menonjok, tapi tidak cukup mampu karena wajah bangsat itu. Lantas menahan hasratnya dan berjalan beberapa langkah lebih cepat, membuat Sasuke menghilangkan seringainya.

"Begitu saja marah, dasar payah." Lagi-lagi, Sasuke pantang menyerang mencari ribut dengan Si Bungsu Namikaze.

Yang diejek berhenti, kemudian berbalik dengan ekspresi kesalnya. Ia menunjuk Sasuke ganas sambil berseru cempreng. "Dengar, ya. Aku bukan dobe! Dan aku tidak payah!"

Lantas Naruto berbalik, lari secepat kilat meninggalkan Sasuke yang hanya terkekeh geli sebelum akhirnya ikut berlari mengejar Naruto.

Hm, tidak ada salahnya mempermainkan bocah Namikaze itu. Sasuke berpikir sejenak. Toh tidak akan merugikan tugasku.

Itachi mengamuk—kakaknya itu memang tidak bisa diajak bercanda sedikit— adalah urusan nanti. Ia bisa membuktikan pada kakaknya bahwa bermain-main sedikit tidak akan merugikannya.

TO BE CONTINUED

[ N O T E ];;_ hiii!!! Long time no see, hehe. Maaf baru dilanjut sekarang, lupa pernah bersemayam di FFN. *laugh* Wdyt about this chapter? Still not enough, hm.

Beberapa review yang saya balas.

— Makasih buat semua yang muji cerita saya, sekarang juga saya update chapter baru walaupun sangat (amat) lama hhhh

KizuquaOnTop: makasih buat koreksinya, beberapa kata di chapter satu yang kurang mengenakkan sudah saya ganti

Uzumaki Prince Dobe-Nii: makasih buat sarannya, di chapter satu emang belum saya kasih banyak deskripsi karena tata ketik(?) saya belum terlalu bagus. Dan belum saya benerin lagi karena (tbh) saya males *tertabok* tapi di chapter ini saya kasih deskripsi lumayan banyak, tapi semoga nggak ngebosenin

— Buat yang nanya 'Naruto udah tau siapa Sasuke yang asli ya?', daripada disebut udah tau, Naruto cuma nebak-nebak. Yah, tau sendiri kan Uchiha kayak gimana :") putih pucat, rambut manik hitam, tatapan dingin. Apalagi muka Sasuke itu muka penjahat wkwkwk /g/

Sekali lagi, terima kasih banyak! Anyway, whether you're still reading this or not, I'll update the chapter because I love the plot wwww.

Thank you!