Disclaimer: All character belong to Masashi Kishimoto. But this story purely mine. I don't take any profit from this work. It's just because I love it.
Warning: AU, miss-typo, OOC, another NaruSaku fic. And slight SakuXsomeone, little NaruXsomeone
And for all anti-NS, if you DON'T LIKE, I know you'll smart enough to DON'T READ
.
Come Hell or High Water
by LastMelodya
.
.
"There's nothing worse than being stuck in the friend zone when all you want is more… -Unknown"
.
.
Chapter 1
Tubuh itu berputar pelan. Dengan sengaja membuat gerkkan berlebih agar rok selutut yang dipakainya ikut mengembang indah saat ia berputar. Bibir tipisnya bersenandung kecil, menyanyikan lagu tanpa lirik—na, na, na—tak beraturan. Netra emerald-nya berpendar indah, seiring dengan senyumnya yang merekah saat melihat bayangannya sendiri pada cermin di depannya. Dirinya terlihat cantik. Sangat cantik. Entah sejak kapan ia mulai memiliki sifat narsisme karena sering mengagumi dirinya sendiri, ia tak peduli. Benar-benar tak peduli. Yang jelas, ia merasa orang lain juga akan menilai dirinya cantik jika ia sendiri percaya dirinya cantik. Oh, just be yourself and all people will—
"—bisa kau buat aku menunggu lebih lama dari ini, Nona Merah Muda?"
Oh, tentu saja! Selalu ada iblis jahat yang akan mengganggu zona nyamannya. Si gadis cantik menoleh pelan, seolah gerakan yang ia ciptakan akan menimbulkan efek slow motion bagi yang melihatnya. Bibir tipisnya tersenyum angkuh pada si iblis jahat—ah, apa sosok berbalut jas kasual serta jeans biru gelap itu cocok disebut iblis? Entahlah.
"Bisa kau tunggu aku sebentar lagi, Namikaze?" Ujarnya dengan lamat.
Sosok yang dipanggil Namikaze itu hanya memutar kedua safirnya bosan, melangkah mendekat ke arah gadis yang tengah bercermin itu kemudian mengulurkan tangannya yang kekar untuk meraih lengan kecil si gadis.
Kemudian berujar, "Demi Tuhan, Neji dan Tenten tidak akan menunda upacara pernikahannya hanya untuk menunggumu berdandan, Sakura-chan!"
Ah, sial. Iblis itu mencapai puncaknya.
Maka, dengan sekali senyuman tipis ke arah cermin, si gadis menegakkan tubuhnya dan balas meraih tangan si iblis untuk kemudian ia genggam.
Si iblis tampan.
"Just shut the hell up and let's go out now, Naruto."
…
Pesta pernikahan Neji dan Tenten terlihat meriah. Garden party menjadi pilihan pasangan pengantin yang kini sudah resmi menjadi suami istri itu. Tenten yang mengusulkannya. Neji—yang memang pada dasarnya selalu menjadi pihak pasif, tanpa penolakan segera menyetujui usul kekasih hatinya itu. Lagipula, garden party akan lebih berkesan natural dan indah jika dibandingkan dengan pesta-pesta pernikahan indoor yang biasanya.
Sakura masih memandang kagum kedua pengantin yang tengah mengecup satu sama lain dengan mesra di altar. Hatinya menghangat, sedikit banyak timbul perasaan iri berorientasi positif di dalam diri gadis berusia duapuluh tiga tahun itu melihat Tenten dan Neji. Kapan, ya, dirinya akan memakai gaun indah berwarna putih seperti yang dipakai Tenten itu? Menjadi si ratu pemeran utama seharian penuh. Senyumnya mengembang tipis.
"Kau tahu, senyummu itu menakutkan." Suara berat yang dalam terdengar dari sebelahnya. Tanpa melirik pun Sakura tahu siapa yang mengatakannya.
"Tunggu saja sampai kau benar-benar jatuh cinta dan ingin menikah detik itu juga, Naruto."
"Cih. Jadi kau sedang jatuh cinta dan ingin segera menikah?"
Tak tahan, Sakura akhirnya menoleh cepat ke arah sahabat pirangnya itu. Matanya memicing kesal saat melihat seringai kepuasan menghiasi wajah tampannya. "Dasar playboy biadab tak punya hati."
Naruto balas menatapnya, memasang ekspresi kaget dengan main-main. "Oh, lihatlah siapa yang berbicara? Little play … girl?"
Shit. Sakura mengumpat pelan. Berdebat dengan Naruto memang selalu membuat seluruh darahnya mendadak naik ke kepala. Pria yang telah bertahun-tahun menjadi sahabatnya itu selalu saja bisa membuatnya skakmat.
Bersahabat dengan Naruto adalah hal paling menyenangkan sekaligus paling mengesalkan yang pernah Sakura rasakan. Menyenangkan karena pemuda itu selalu mengerti dirinya dan selalu menjadi satu-satunya partner setia Sakura di manapun gadis itu berada. Naruto adalah satu-satunya orang yang akan menyediakan bahu untuknya di saat-saat sulitnya—her shoulder to cry on. Ia juga lah satu-satunya yang paling mengerti dirinya luar dalam. Kebaikan maupun kejelekan, semuanya sudah Naruto ketahui. Maka dari itu, dengan Naruto, Sakura selalu bisa menjadi dirinya sendiri karena ia tahu, pria itu akan menyayanginya apa adanya.
Lalu, mengesalkan karena Naruto selalu tepat sasaran dan tidak segan-segan jika menyindirnya. Seluruh kesinisan yang ia punya juga akan keluar begitu pria itu tengah kesal padanya. Selain itu, Naruto juga pria brengsek. Brengsek dalam arti yang sebenarnya dalam hal cinta—playboy, penipu cinta yang ulung, pemain hati wanita. Bad boy. Walau Sakura tak pernah tahu, sudah sampai tahap mana Naruto mempermainkan para wanitanya, yang jelas ia tidak bisa bertahan pada satu cinta saja selama ini.
Lebih dari itu, yang paling mengesalkan dari diri Naruto baginya adalah; karena pria itu juga begitu mengenal keburukan dirinya. Kalau istilah yang Naruto pakai, dirinya adalah versi wanita dari Naruto.
Secara tak langsung, pria itu mengatakan bahwa Sakura juga brengsek, kan?
"Sakura, tangkap bunganya!"
Asyik dengan kemelut lamunannya, Sakura tak menyadari kini dirinya tengah menjadi pusat perhatian. Sentuhan Naruto di bahunya membuat gadis itu sadar dan segera mengalihkan pandangan pada asal suara yang memanggilnya tadi.
Suara Tenten.
Namun, sedetik kemudian, yang Sakura lihat adalah sebuah buket bunga berwarna putih yang tengah melayang ke arahnya.
Apa Tenten baru saja melempar buket bunga pernikahannya? Dan kini kumpulan bunga berwarna putih itu mengarah padanya?
Refleks tanpa persiapan, kedua tangannya terulur cepat untuk menyelamatkan buket bunga itu. Tapi yang membuat emerald-nya melebar adalah, bahwa bukan kedua tangannya saja yang kini berusaha untuk meraih—menyelamatkan buket bunga itu.
Melainkan juga sepasang tangan di sampingnya yang kini telah terulur bersamaan dengan kedua tangannya.
Sedetik kemudian, buket bunga berhasil ditangkapnya. Bersamaan dengan sepasang tangan di sampingnya yang juga berhasil menangkap kumpulan bunga itu. Oh, tidak. Mereka menangkap benda sakral itu bersama-sama.
Sakura menatap horor pria di sampingnya, yang dibalas dengan senyuman miris dari bibir tipis pria itu.
"I think that's what friends are for, Sakura-chan."
Sepasang sahabat itu mendapatkan buket bunga itu bersamaan.
…
"Jadi, siapa yang akan menyimpan buket bunga itu, hm?"
Tenten mengerling pada Sakura dan Naruto yang kini tengah duduk berkumpul bersamanya dan Neji, Ino, juga Karin.
"Kau pikir aku mau repot-repot menyimpan bunga seperti itu jika yang kudapatkan nantinya adalah hamparan kelopaknya yang layu?" Naruto mendelik kesal diikuti tawa temannya yang lain, hanya Sakura yang ikut merengut.
"Jangan-jangan kau sengaja melempar ke arahku, ya?" Ujar Sakura menatap Tenten.
Pengantin baru itu hanya tersentak kecil dan mengangkat tangannya untuk membantah. "Tentu saja tidak, Sakura. Buket itu terbang dengan sensdirinya ke arahmu, kok."
"Ke arah Sakura dan Naruto." Tegas Ino sebelum kemudian kembali terkikik. "Oh, Tuhan, aku senang sekali melihat wajah kalian yang ngambek seperti itu!"
Sakura hanya memutar bola mata kesal, bosan. Terserah para sahabatnya lah. Toh, buket bunga ini juga tak akan berarti apa-apa untuknya.
"Lagipula aku hanya membantu Sakura-chan untuk menyelamatkan bunga itu." Tambah Naruto masih membela diri. "Sayang, kan, kalau bunga itu jatuh?"
"Iya, iya, Naruto. I know what you mean. Tapi, apa kalian percaya mitos itu?" Ino mengedip pelan.
"Mitos yang mana?" Tanya Naruto cuek.
"Bahwa siapa yang berhasil mendapat lemparan bunga dari sang pengantin, maka ia akan menyusul menikah dengan cepat." Sambung Ino lamat-lamat.
"That's just bullshit things, you know?" Balas Naruto menanggapi. Pria itu tak akan pernah percaya dengan mitos-mitos seperti itu. Lucu sekali. Bahkan menjalin hubungan yang serius saja ia tidak bisa. Bagaiman berkomitmen dalam satu hal bernama pernikahan?
"Tenang saja, Naruto, aku yakin kau masih ingin bertualang dan belum ingin menyusul Tenten cepat-cepat hanya karena buket itu, kan?" Karin angkat suara.
"Dan kupikir masih banyak para pria yang belum dapat giliran berkencan dengan Sakura, kan? So, kedua player kita ini tentu tidak akan menyusul Tenten dan Neji dengan cepat." Ino kembali menambahkan godaannya.
Sekali lagi, gelak tawa.
"Sekali lagi kalian tertawa aku bersumpah Sunset akan batal tampil di acaramu, Tenten, Neji." Naruto berujal final sebelum akhirnya bangkit berdiri dan meraih gitar andalannya di samping kursi yang mereka duduki. Ia membuka jasnya, menyisakan dirinya yang hanya memakai kemeja putih dengan dua kancing teratas yang dibukanya. "Titip jasku, Sakura-chan."
Sakura meraih jas hitam milik Naruto yang diulurkan oleh pria itu. Diabaikannya aroma citrus manis sekaligus maskulin yang menguar sekilas dari jas sahabatnya itu. Pandangannya terarah pada tiga orang pria yang kini tengah berjalan ke arah mereka—ke arah Naruto.
Sasuke, Shikamaru, dan Sasori.
Yeah, mereka lah yang disebut Sunset.
Band beraliran pop rock bentukan Naruto bersama teman-teman kuliahnya dulu.
Sakura ikut bangkit bersama teman-temannya yang lain saat melihat Sunset mulai menaiki panggung. Bersiap untuk melihat penampilan mereka.
Mengabaikan perasaan aneh yang melingkupi rongga dadanya sejak tadi.
.
.
To be Continued
.
.
a/n: I can't help it. Otak saya yang sudah terlalu sesak terus menggaungkan ide stereotipe serta mainstream ini minta dilampiaskan. Friendzone lagi, pula. Really, saya benar-benar dibuat melting sama genre yang satu itu. Entah sudah berapa cerita bergenre friendzone yang sudah saya tulis dan baca, genre itu tetap menjadi genre favorit saya. So mainstream, I know it.
Btw, judul fic ini Come Hell or High Water adalah idiomatic expression yang memiliki arti sesuatu yang sulit atau sebuah hambatan. I mean hambatan hubungan antara Naru dan Saku dalam situasi friendzone mereka ;p saya berniat bikin Saku dan Naru jadi bad girl dan bad boy di sini. Ternyata susah, ya-_- dan about personil Sunset, rencananya mereka lumayan akan berperan banyak di fic ini!
Kalau responnya baik, akan saya lanjutkan. So, RnR? :3
LastMelodya