Syal warna cerah yang melingkar dilehernya melambai-lambai tertiup angin kencang yang menghembuskan hawa dingin November. Mengangkat kedua telapak tangannya dan meletakannya tepat di depan mulutnya. Gadis berambut pirang panjang tersebut itu pun kemudian meniupi kedua telapak tangannya secara berulang, berusaha mendapatkan kehangatannya sendiri. Merapatkan jaket tebal yang tengah dikenakannya, gadis tersebut kemudian mulai melangkahkan kakinya keluar dari bandara.

Menyunggingkan senyum tipis pada wajahnya saat mata beriris indahnya menangkap sesosok familliar yang tengah berdiri di depan sebuah mobil berwarna putih, sebelah tangannya pun terangkat melambai ke arah seorang pria paruh baya berusia empat puluh dua tahunan yang tampaknya sudah lama menanti kedatangannya.

Melangkahkan kakinya lebar-lebar seraya menyeret sebuah koper di sampingnya, gadis cantik tersebut itu pun segera menghambur ke dalam pelukan pria tersebut.

"Tadaima, Tou-san."

"Okaeri, Naru-chan. Akhirnya kau pulang juga, sayang." Gadis pirang bernama Namikaze Naruto tersebut dapat dengan jelas mendengar nada haru yang begitu kental dari sang Ayah yang tengah memeluknya dengan begitu erat, seolah tak ingin lagi kembali melepaskannya.

.

.

.

.


BROKEN HEART?

Chara selalu milik Masashi Kishimoto Sensei, tapi fict ini tulisan Sao.

Warning : AU, OOC, FemNaru, Typo's yang selalu nyelip dengan bandelnya, cerita monoton, alur cepat dan maju mundur , dll.

Pairing : SasuFemNaru, slight other.

Fict ini Sao dedikasikan untuk my birthday dan semua yang berkenan dengan fict ini. Tak ada keuntungan materil yang Sao peroleh dari fict ini. Adapun chara yang OOC, itu hanya untuk berjalannya cerita dan sama sekali tidak ada niat untuk menyinggung fihak manapun, serta sama sekali tak ada niatan untuk membuat jelek suatu chara atau karya aslinya.

Don't like, don't read. Pilihlah bahan bacaan dengan bijak. Flame dipersilakan selama membangun.

Happy reading and happy birthday to me...

.

.

.

.

.

.

Menatap tak percaya pada sosok pemuda raven yang duduk tepat di hadapannya— yang terpisah oleh sebuah meja kaca berbentuk bulat— tersebut, Naruto kemudian terkekeh miris. "Kau bercanda, Sasuke?"

Hanya menatap datar ke arahnya, sosok itu menjawab dengan begitu tenangnya, "Aku tidak bercanda, Naruto." Begitu datar, tanpa emosi lain yang nampak pada wajah stoic-nya.

"K-Kenapa?"

"Hubungan kita tak akan pernah berhasil, Naruto." Sasuke terus berkata tanpa memperdulikan Naruto yang nampak sudah berderai air mata, "Lagipula aku jenuh dengan semuanya. Terlalu lama kita berhubungan tanpa restu kedua orangtua kita."

"K-Kenapa baru sekarang?" Naruto menghapus air matanya kasar dengan punggung tangannya, "Bukankah kau baru saja melamarku minggu lalu, Suke?'

"Karena itulah aku kembali mengajakmu makan malam di sini. Aku ingin membatalkan semuanya."

Terisak. Naruto menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir. "Kau kejam, Suke. Kenapa kau begitu tega?"

"Maafkan, aku." Jawabnya begitu tenang tanpa sama sekali memperlihatkan raut wajah bersalah.

Menundukan kepalanya, Naruto menatap cincin yang tersemat pada jari manis tangan kirinya. Tersenyum miris, Naruto pun kemudian melepaskan cincin tersebut dan meletakannya di atas meja. "Baiklah, Sasuke." Mata beriris sapphire-nya menatap lekat sang— mantan— kekasih, senyuman tulus disunggingkannya walau begitu perih dan menyiksa, "Aku terima keputusanmu. Semoga kau bahagia."

Grek...

Dan suara kursi bergeser yang terdengar pun menjadi penanda kepergian sang gadis pirang itu dari restoran ternama di pusat Konoha tersebut.

Sementara sosok pemuda raven yang ditinggalkan, hanya menatap datar benda berbentuk lingkaran yang ada di atas meja. Sama sekali tak ada riak emosi apapun yang nampak pada wajah berparas rupawannya.

.

.

.

.


"Hiks..."

Suara isak tangis terdengar memenuhi ruangan bernuansa biru tersebut. Hanya suara denting jam yang ikut mengalun bersamaan suara isak penuh kesedihan dan keputusasaan tersebut.

Tidak.

Naruto menggelengkan kepalanya secara berulang-ulang.

Semua hanya mimpi buruk yang akan menghilang saat pagi hari menjelang. Berulang kali hati dan perasaannya terus mencoba menolak dan menanamkan semua hal tersebut sebagai mimpi. Namun—

—Semua rasa sakit yang dirasakannya begitu nyata dan jelas terasa.

Demi Tuhan, hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan begitu baik sampai kemarin mereka masih sibuk membicarakan desain undangan untuk acara pernikahan mereka yang sudah mereka rencanakan selama menjalin hubungan selama lebih dari empat tahun lamanya. Tapi... Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Tanpa ada angin dan hujan, sang kekasih yang baru saja menyematkan cincin emas putih pada jemari tangannya seminggu yang lalu dengan begitu tiba-tiba mengakhiri hubungan dan membatalkan pernikahan mereka. Kenapa dia bisa begitu kejam dan tega? Apa salahnya?

jenuh?

Benarkah hubungan mereka tak akan pernah berhasil?

Naruto menangis, terisak hingga bahunya terguncang. Seperti anak kecil, meringkuk tanpa daya.

Tok... Tok.. Tok...

Sama sekali tak mempedulikan suara ketukan yang bersahutan dari balik pintu kamarnya.

Naruto sakit. Hatinya hancur berkeping-keping. Hingga merasa kematian mungkin adalah hal yang terbaik untuk ditempuhnya saat ini.

"Mati?" Tanyanya lirih kepada diri sendiri, begitu lirih nyaris berbisik.

Dan saat itulah akhirnya dirinya bangkit dari posisinya di bawah tempat tidur. Berjalan perlahan menuju lemari dan membuka laci kecil yang ada dibagian terbawah lemari tersebut. Meraih sebuah gunting berkilat bergagang merah, Naruto tersenyum pahit. "Tak kusangka aku akan mati dengan benda ini." Dilebarkannya benda tersebut dan segera menghujamkan permukaan tajamnya pada pergelangan tangannya.

Perih...

Sakit...

Panas...

Namun hatinya ratusan kali lebih terasa sakit.

Naruto menatap kucuran darah yang nampak mengalir dari pergelangan tangannya. Tersenyum lelah, isakan pun kembali terdengar. "Maafkan aku, minna."

Menyenderkan punggungnya pada lemari, Naruto menerawang ke atas langit-langit kamarnya. Memori-memori indah dengan sang kekasih terus berdatangan ke dalam ingatannya.

"Aku mencintaimu, selalu hanya akan mencintaimu."

Brak...

Suara debaman kasar pintu yang terbuka karena didobrak dan kemunculan sesosok pemuda berambut merah lah yang dia dengar dan lihat untuk terakhir kalinya, sebelum akhirnya kegelapan benar-benar merenggut kesadarannya.

.

.

.

.


Berjalan mondar-mandir dengan perasaan yang begitu gelisah, Sasori terus berharap-harap cemas. Sesekali mata beriris hazel-nya melirik ke arah pintu tertutup yang ada di sampingnya. Berharap pintu ruangan UGD tersebut segera terbuka, agar dirinya bisa segera tahu keadaan sang adik sepupu yang hampir tiga tahun belakangan ini tinggal bersamanya.

Pikirannya melayang mundur ke waktu beberapa jam lalu. Sasori masih sangat ingat saat sang sepupu berpamitan kepadanya untuk pergi menemui kekasihnya. Dengan wajah berbinar bahagia dan penampilan rapi layaknya akan pergi berkencan, gadis pirang panjang tersebut berlalu pergi meninggalkannya.

Namun satu jam kemudian, Naruto pun kembali ke rumah dengan keadaan yang nampak tak seperti biasanya. Sasori ingat betul suara bedebam pintu yang ditutup kasar. Dan rasa khawatir pun membuat Sasori mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pikirannya pun semakin tak karuan ketika ketukan pintunya terus diabaikan.

Setelah menunggu cukup lama tanpa adanya respon apapun, akhirnya dengan terpaksa Sasori mendobrak pintu tersebut. Matanya seketika membola saat menemukan keadaan sang adik sepupu yang nampak mengejutkan, darah mengalir dari pergelangan tangannya menjadi pertanda bahwa gadis tersebut telah melakukan upaya percobaan bunuh diri. Tanpa menunggu apapun lagi, pemuda berambut merah tersebut segera melarikan Naruto ke rumah sakit terdekat.

Dan di sinilah dia sekarang. Hanya bisa menanti dalam kecemasan dengan doa yang terus dipanjatkannya pada sang pencipta.

Pemuda tersebut menghentikan kegiatan yang sedari tadi terus dilakukannya. Berjalan dengan begitu gontai, Sasori mendudukan dirinya pada kursi tunggu di samping pintu ruangan di mana sang adik sepupu tengah ditangani. "Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanyanya begitu lirih.

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.


A/N.

Oke, chap pembuka selesai diketik dan langsung dipublish. Fict ini fict untuk ulang tahun Sao sendiri. Dan akan Sao update tanggal 28 November nanti chap terakhirnya.

Kenapa ga sekalian dan dibuat oneshoot?

Pengen aja buat publish fict baru, padahal hutang fict numpuk. #dibantaiMassa.

Oke, adakah yang berkenan mereview atau bahkan berniat memberi hadiah pada Sao yang narsis ini? #SiapaLoe,Sao.

Kalau ada typo atau kata hilang, gomen ne... Sao sama sekali ga melakukan pengeditan. Ini Sao lagi ngerampok WI-FI gratis kampus, wkwk...