Chapter 3

Chanyeol mengerang pelan, kepalanya terasa seperti akan meledak. Dia hanya ingat rasa sakit yang sangat saat luka di perutnya tertarik. Dimana dia sekarang? Chanyeol mengedarkan pandangannya, dia kembali lagi ke rumah sakit yang tadi. Tapi siapa yang mengantarnya? Saat dia menoleh ke sebelah kanannya, pandangannya tertumbuk ke sosok yang sedang tertidur di tepi tempat tidurnya. Orang yang persis sama dengan yang menyebabkan lukanya.

Chanyeol memperhatikan wajah tidur Baekhyun dengan seksama, kebetulan Baekhyun tertidur menghadap kearah Chanyeol dengan lengannya yang terlipat sebagai bantal. Dilihat sekarang Baekhyun benar-benar memiliki wajah yang angelic, wajah mungilnya terlihat sangat tenang saat tertidur. Tanpa disadarinya, Chanyeol tersenyum saat Baekhyun bergumam dalam tidurnya.

Mendadak dokter yang menanganinya datang menghampirinya. Chanyeol berdeham canggung, sementara dokter itu terlihat menahan senyum.

"Menurut tebakanku, lukamu pasti tertarik dan menyebabkan sakit yang sangat hebat sehingga kau pingsan, bukan begitu. Kau tinggal sendiri?" Chanyeol mengangguk pelan.

"Bahaya kalau begitu, untungnya kali ini ada yang kebetulan datang dan menolongmu. Bagaimana kalau lain kali ini terjadi lagi saat kau sedang sendirian dan tidak ada yang menolongmu." Dokter itu menggeleng pelan membayangkannya.

Chanyeol menggerutu dalam hati, sudah 5 tahun ini dia hidup sendiri, sejak dia berumur 18 tahun. Dan sekarang kalau dia sendirian di rumah, nyawanya akan terancam? Siapa yang bisa dia minta tolong? Ayah, ibu dan kakaknya? Itu tidak mungkin.

Kai? Bisa jadi dia mau, mungkin dia harus menelepon Kai dan bertanya padanya. Saat dia baru mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor Kai, Chanyeol teringat Kai sedang berada di rumah ibunya dan tidak mungkin Chanyeol meminta Kai menemaninya.

Sial, Chanyeol menyimpan kembali ponselnya dengan kesal. Siapa yang kira-kira bisa dia minta untuk menemaninya selama 3 bulan?

"Jadi, tidak ada yang bisa menemanimu?" Tebak dokter itu saat melihat ekspresi kesal Chanyeol, dokter itu mengerutkan keningnya. "Orang tua-mu? Atau saudara? Tidak ada?"

"Tidak, tidak ada," Hardik Chanyeol sedikit terlalu keras.

Baekhyun terbangun dengan kaget mendengar suara Chanyeol. Dia menguap dan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Baekhyun mengedipkan matanya beberapa kali saat melihat Chanyeol yang sedang memberengut dan wajah dokter yang cemas. "Ada apa ini?" Tanyanya polos.

Chanyeol memalingkan wajahnya, memilih untuk mengabaikan Baekhyun. Sebagian karena dia tidak ingin menjelaskan keadaannya dan sebagian karena dia lumayan malu saat mengingat dia tadi memandangi Baekhyun yang sedang tertidur.

Dokter itu menghela napas, "Chanyeol tinggal sendiri dan tidak ada yang bisa menemaninya. Yang ditakutkan adalah apabila dia mendadak mengalami pendarahan lagi dan tidak ada yang bisa menolongnya."

Baekhyun termenung sejenak, di kepalanya dia menimbang beberapa kemungkinan agar dia dapat menolong Chanyeol. "Hmmm…. Bagaimana kalau aku saja yang tinggal sementara di rumahmu. L-lagipula ini merupakan kesalahku, kau terluka seperti ini."

Chanyeol menatapnya tajam, tidak mungkin dia membiarkan orang yang asing baginya tinggal di rumahnya. Chanyeol baru saja akan menolak keras, saat dokternya memotong protesnya.

"Baguslah kalau begitu," dokter itu tersenyum tulus. "Jangan menolak Chanyeol, kecuali kau memiliki pilihan yang lebih baik, kusarankan kau menerimanya saja," dokter itu mengingatkan Chanyeol dengan nada yang tegas.

Chanyeol hanya sanggup menggangguk pelan. Dokter ini akan memaksanya sampai dia setuju, Chanyeol yakin. Jadi lebih baik dia menerimanya saja, lebih cepat pulang dari rumah sakit lebih baik. Chanyeol benci rumah sakit.

"Namaku Kim Joonmyeon dan aku akan menjadi doktermu untuk 3 bulan ke depan. Aku berharap tidak akan melihatmu dalam waktu dekat ini," Joonmyeon tertawa pelan. "Semoga kau cepat sembuh. Aku pergi dulu, kau sudah boleh pulang Chanyeol"

.

.

.

Perjalanan pulang berlangsung sunyi, tidak ada suara apapun kecuali dengkur halus mesin mobil Baekhyun. Baekhyun mengira bisa merasakan perasaan frustasi dan kesal Chanyeol, yang sampai sekarang masih memberengut.

"Aku tidak akan mengusik hidupmu, aku berjanji. Aku hanya akan membantumu saja, Chanyeol. 3 bulan dan kemudian kau tidak akan pernah melihatku lagi, oke? Jangan terus-terusan memberengut begitu, mukamu akan bertambah jelek." Baekhyun berusaha meringankan suasana canggung yang terbentuk.

Chanyeol hanya menatapnya malas, "Aku harap begitu." Dan hanya itu yang dia katakan.

Sekarang Baekhyun yang mempoutkan bibirnya mendengar jawaban Chanyeol yang amat singkat itu. Tapi dia memilih diam saja dan hanya memperhatikan jalanan di depannya.

Sisa perjalanan itu berlangsung dengan kesunyian total. Chanyeol sibuk dengan pikirannya sendiri, demikian juga Baekhyun

Begitu sampai di apartemennya Chanyeol langsung naik tanpa menunggu Baekhyun. Terpaksa Baekhyun berlari kecil mengejarnya, kakinya yang jauh lebih pendek dari kaki Chanyeol membuatnya harus mempercepat jalannya atau dia akan benar-benar tertinggal.

Chanyeol memasukkan pin apartemennya dan melangkah masuk ke dalamnya. Chanyeol membiarkan pintunya tetap terbuka, Baekhyun berjalan masuk ke dalam apartemen itu dengan ragu.

Sebelumnya Baekhyun hanya melihat tempat itu dalam keadaan gelap dan sekarang dia baru benar-benar melihat seisi apartemen itu.

Apartemen itu luas sekali untuk ukuran orang yang tinggal sendiri. Desain modernnya benar-benar Chanyeol dan berbagai macam foto menggantung rapi di dinding ruang tamunya.

Baekhyun berjalan ke arah foto-foto itu dengan terpesona. Benar-benar foto terbaik yang pernah dia lihat, Chanyeol benar-benar adalah fotografer handal.

Ada satu foto yang benar-benar menarik perhatian Baekhyun, foto Cherry Blossom yang entah mengapa terlihat familiar.

Mendadak Baekhyun ingat dimana dia pernah bertemu Chanyeol sebelumnya.

"Ternyata itu kau? Yang kameranya tidak sengaja aku jatuhkan bulan lalu." Ini benar-benar membuat Baekhyun kembali merasa bersalah.

"Ya, itu aku. Kau benar-benar sumber masalahku, Byun Baekhyun." Chanyeol memutar bola matanya kesal.

"Well, maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar tidak bermaksud mengganggu hidupmu," Baekhyun terlihat seperti akan menangis.

Chanyeol menjadi panik melihat mata Baekhyun yang mulai berkaca-kaca.

"Hei," Chanyeol menyodorkan segelas kopi kearah Baekhyun. "Jangan menangis, aku tau kau tidak melakukannya dengan sengaja."

Baekhyun mem-pout-kan bibirnya dan menggumamkan sesuatu seperti aku tidak pernah menangis.

"Mungkin tidak akan terlalu buruk memiliki seseorang sebagai teman tinggal," untuk pertama kalinya Chanyeol tersenyum pada Baekhyun.

Baekhyun terperangah dengan senyuman Chanyeol, ternyata kalau tersenyum dia tampan juga. "Kau baru saja tersenyum padaku?" Tanya Baekhyun tidak percaya.

"Tidak," Chanyeol kembali memasang tampang dinginnya. "Kau salah lihat. Aku tidak akan tersenyum pada pembuat masalah sepertimu. Aku akan mengambilkan baju dan handuk untukmu, jangan bergerak dari tempatmu."

Baekhyun menggelengkan kepalanya tidak percaya, lelaki tinggi satu itu benar-benar sulit diprediksi. Tapi dia memiliki senyum yang sangat manis, Baekhyun yakin Chanyeol bukanlah orang yang setidak-berperasaaan dengan yang ditunjukannya.

Chanyeol menaikki tangga menuju kamarnya. Sepertinya Baekhyun orang yang menarik, dan dia memiliki wajah termanis yang pernah dilihat Chanyeol. Tapi bukan berarti dia menyukainya, tidak akan pernah dia menyukai lelaki mungil itu.

Tidak ada bajunya yang akan benar-benar muat dipakai Baekhyun, jadi dia sembarangan saja mengambil sebuah kaus dan celana pendek.

"Ini," dia melemparkan baju, celana, handuk dan beberapa peralatan mandi kearah Baekhyun. "Kamar mandinya ada di atas. Naik tangga ini terus saja, kamarmu kamar kedua di sebelah kanan. Didalamnya ada kamar mandi."

"Terima kasih," kata Baekhyun.

Rasanya enak sekali setelah selesai mandi. Sekarang dia benar-benar lapar dan mengantuk.

Baekhyun menuruni tangga dan berjalan kearah dapur. Chanyeol yang juga sudah selesai mandi sedang memasak entah apa.

"Apa yang kau masak?" Tanya Baekhyun sambil berjalan mendekati Chanyeol.

"Nasi goreng kimchi, aku tidak sanggup memasak yang terlalu rumit." Chanyeol menengok ke arah Baekhyun.

Baekhyun benar-benar terlihat kecil di dalam bajunya yang kebesaran. Kerah kausnya yang kebesaran terus menerus melorot di bahunya, menampakkan kulitnya yang seputih susu.

Chanyeol mengalihkan pandangannya dari Baekhyun. Apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan? Dia tidak dan tidak akan pernah menyukai Baekhyun.

"Bagaimana kalau aku saja yang melanjutkan memasaknya?" Tawar Baekhyun, karena sepertinya luka itu menyulitkannya.

"Kau bisa?" Baekhyun mengangguk. "Baiklah kalau begitu."

Chanyeol duduk di salah satu kursi makan dan meringis pelan saat lukanya kembali menyakitinya.

Baekhyun ikut meringis mendengar ringisan Chanyeol. Dia menyelesaikan memasak nasi goreng itu dan menaruhnya ke dalam dua buah piring.

"Sudah jadi," Baekhyun menaruh salah satu piring itu di depan Chanyeol.

Mereka makan dalam sunyi, tapi kesunyian kali ini tidak terasa begitu canggung.

"Chanyeol, dimana kau belajar masak?" Baekhyun bertanya.

"Kalau kau tinggal sendiri selama bertahun-tahun kau pasti akan tau caranya memasak," Chanyeol tersenyum sinis, seakan itu bukan hal yang patut dibanggakan.

"Kenapa kau tinggal sendiri?"

"Bukan urusanmu, tapi bisa dibilang aku bosan diatur."

Chanyeol beranjak bangkit dari tempat duduknya, "tidurlah, ini sudah malam."

Baekhyun tidak beranjak dari tempat duduknya untuk sementara waktu. Dia sedang memikirkan betapa anehnya situasi yang dialaminya. Dia memanah seseorang dan sekarang dia tinggal seatap dengan orang yang sama. Rasanya ini adalah kejadian teraneh yang pernah dialaminya dalam hidupnya selama ini.

Baekhyun menelepon orang tuanya dan memberitahu mereka situasinya. Untungnya mereka mengerti dan memberinya izin.

Sambil menguap, Baekhyun beranjak naik ke kamar barunya sekarang. Semoga saja besok semua akan menjadi lebih baik.


Ini dia chapter baru

Maaf kalau lama dan rada gak jelas

Soalnya author lagi pusing sama ujian nih -_-

Review lagi ya reader-nim~

chuuu~~:*