Gekkan Shoujo milik Tsubaki Izumi

General, Humor

Warning : OOC, drabble.

.

.

.

.

.

[Celana Dalam]

Mikoshiba sibuk berjongkok khidmat di sebuah pojokan toko, di antara jajaran rak yang berhimpit yang memajang puluhan boks figurine wanita dalam pose dan harga beraneka rupa. Wajahnya nampak serius dan amat keras, dibandingkan dengan saat ia sedang mengurusi tugas menggambar bunga-bunga sebagai efek latar di komiknya Nozaki.

Mikoshiba meneguk ludah.

Toko di depan stasiun yang ia singgahi saat ini nampak lengang dan sepoi—tanpa adanya tanda-tanda kehidupan yang sejahtera. Hanya ada penjaga toko botak dengan ekspresi preman dan satu-dua pengunjung laki-laki tua dengan ransel dan wajah yang ditutupi masker—yang sama seperti Mikoshiba, tengah mengisi suatu pojok rak tak bergutik bagai mur tertancap. mereka semua menguarkan ekspresi suram dengan bibir mengucap mantra capcipcup kembang sepatu kuncup.

Beruntunglah toko figurine ini tak begitu terkenal—lagipula siapa juga anak SMA di sekolahnya yang mau repot-repot masuk kesini, dan berbelanja gila? Cuman Mikoshiba seorang!

Ia tidak perlu jaim—dengan fakta bahwa saat ini Mikoshiba tengah berjongkok ngangkang non-elit plus wajah poker dan keringat bercucuran membasahi tengkuk serta dahi. Meskipun sejujurnya ia tak peduli jika ada fans yang kecewa dengan kelakuan culunnya saat ini. Persetan dengan imej, hari ini ia sudah menetapkan sebuah determinasi terhadap dua buah boks figurine yang harganya sedang meluncur bagai malaikat turun dari langit.

Ia ingat minggu lalu menemukan keduanya di antara rak dan saat itu Mikoshiba sedang tidak ada uang untuk membelinya. Dengan licik ia memindahkan figurine incarannya pada rak-rak tersembunyi yang jauh dari jangkauan mata.

Hari ini ia menelepon Sakura lima kali bagai orang (yang merasa) penting dan penuh nafsu kesetanan. Sang gadis di seberang yang baru saja meniatkan dirinya untuk makan siang jadi tertunda hanya karena sebuah pertanyaan kronis dari Mikoshiba yang meminta saran,

"Lebih baik yang polkadot atau garis-garis?"

Tut tut tut tut…

Suara telepon ditutup tiba-tiba.

Mikoshiba kembali pada realita. Merenung dan menelaah.

Apa yang salah dengan pertanyaannya?

Padahal menanyakan motif celana dalam bukanlah tindak kriminal. Bahkan hal ini merupakan suatu yang amat krusial (baginya). Semua ini ia lakukan semata-mata demi kesejahteraan matanya yang tidak ingin dibuat jenuh oleh figurine bermotif celana dalam yang membosankan. bayangkan berapa puluh ribu yen yang akan ia bakar demi berhala mungil satu ini. bukanlah suatu hal yang aneh jika ia ingin yang terbaik dari benda mahal favoritnya.

Sakura terlalu dingin lah.

padahal Mikoshiba bertanya dengan bahasa yang baku dan santun.

.

.

.

Lonceng emas yang dipasang pada pintu toko bergoyang dan seseorang dengan figur mencolok berseragam SMP hitam-hitam membuat beberapa mata otaku bujang teralihkan sejenak.

Tentu saja—langsung terbesit pertanyaan yang hampir serupa di tiap kepala : "Laki-laki tampan, masuk ke toko figurine, belok ke bagian rak ecchi. Untuk apa?"

Mikoshiba juga ternganga—dengan sosok yang kini berdiri persis di depannya.

Sampai dua boks yang Mikoshiba pegang meluncur bebas dari tangan dan menghantam lantai. Untung saja posisinya sedang berjongkok, jadi tidak ada kerusakan yang ditimbulkan olehnya.

"M-M—Mayu?!"

Pekikan Mikoshiba dijawab dengan anggukan kepala. Lawan bicaranya merunduk sedikit, menatap sosok hina di depannya dengan posisi jongkok, figurine semi porno di antara selangkangan dan wajah pome terekspos cuma-cuma.

"Aku melihatmu dari depan toko. Awalnya sempat berpikir kalau mungkin aku salah orang."

"A-A-Ahahaha—"

Mikoshiba makin keringat dingin dan tawanya seperti orang terjangkit radang. ia mungkin cuek jika yang menangkap basah dirinya di toko figurine adalah teman SMA. tapi tidak jika kasusnya seorang adik kecil (yang badannya tidak kecil) manis (yang sesungguhnya tampan) dari keluarga Nozaki. Mikoshiba sungkan membangun imej culun di depan orang nomor 10 besar yang paling tidak ingin ia beberkan jati dirinya cuma-cuma. Karena Mikoshiba paling senang tampil sempurna, bak jagoan dan pamer di depan anak-anak yang lebih muda darinya.

Saat itu Mayu telah mengalihkan pandangannya pada boks figurine yang berceceran di dekat Mikoshiba. Menyadari intensnya pandangan itu, buru-buru Mikoshiba memungut dan tertawa lagi dengan canggung.

"Haha."

"Ini."

"Ini—yah. K-kau bisa lihat sendiri—"

Berani taruhan, ekspresi Mikoshiba over tegang dan tangannya gemetaran. Bagaimana cara mendeskripsikan tentang dirinya sendiri bahwa ia seorang otaku dengan bahasa yang lugas namun tetap elegan?

"Sebenarnya aku seorang pengamat patung yang berseni—"

Fail kuadrat.

"Kau sedang berbelanja figurine Nano-san versi mahou shoujo dengan celana dalam terekspos?"

"…"

Mikoshiba speechless.

"…Darimana kau tahu namanya Nano?"

"Aku punya teman yang sering mendiskusikannya di kelas dengan semangat."

"…begitu."

Sudah kepalang basah, Mikoshiba berusaha untuk tetap stay kul dan seolah tindakannya di rak figurine ecchi, sibuk menatap mesum adalah perbuatan yang wajar.

"K-kalau kau cukup paham tentang dunia berseni ini—"

Mikoshiba memutar badan, memunggungi Mayu. Memilah beberapa dus di rak dan mengambil dua buah lainnya yang memiliki harga sama rendah,

"M-menurutmu—aku harus pilih yang mana? Celana polkadot, atau strip biru-putih? Atau sebaiknya aku beli edisi spesial Marin-chan yang celana dalamnya bisa menyala di dalam gelap? Harganya beda tipis—tapi kostumnya kuakui lebih manis yang versi celana polkadot—"

"Ungu polos…"

Mikoshiba memutar leher dan berwajah bingung saat jawaban tidak nyambung didapatkannya.

"Hei! Kubilang polkadot, strip atau glow in the dark! Aku tidak menunjuk Aki-chan si celana ungu yang harganya paling mahal—"

"Bukan Aki-chan."

Mikoshiba baru sadar—pandangan Mayu tidak terletak pada rak figurine saat menjawab pertanyaannya.

"Boxermu—terlihat."

melainkan dirinya.

"Boxermu, Mikoshiba-san."

DUK

Untuk yang kedua kalinya, boks figurine di tangan Mikoshiba jatuh karena tangan itu kini telah berpindah fungsi menutupi bagian belakang tubuhnya.

"M-M-M-M—"

Padahal hanya tiga senti nongol dari belahan pantat—tapi Mayu cukup jeli untuk menyadarinya.

"MAYUUUUUU!"

.

.

.

.

.

.

.

Fin

A/N : dateng-dateng di fandom ini malah bikin drabble maksud. ya sudahlah pokoknya aing ka bogoh MayuMiko. mereka lebih spesial daripada garage sale di mall-mall manapun.