Hanya sebuah cerita romansa yang terinspirasi dari 50 Shades of Grey, Beautiful Disaster, Enraptured, The Hart Family Series, dan With me in Seattle Series.

.

.

.

Hanya sebuah cerita romansa yang terinspirasi dari 50 Shades of Grey, Beautiful Disaster, Enraptured, The Hart Family Series, dan With me in Seattle Series.

.

.

.

Dalam fict ini saya menggunakan gaya bahasa novel terjemahan, dan jika ada di antara readers yang tidak dapat feel dalam membaca fict ini karena gaya bahasa saya, sebaiknya hentikan membaca fict saya daripada kalian kecewa, karena saya sama sekali tidak akan merubah gaya bahasa saya. thanks :)

.

.

.

.

.

.

.

Hingar bingar house music yang di mainkan oleh DJ sayup-sayup mulai terdengar sejak pintu depan The Chidori. Aku beserta teman-temanku melangkahkan kaki kami di sepanjang koridor yang menghubungkan pintu depan dengan pintu utama club. Terlihat di depan pintu utama ada dua pria berbadan besar, yang satu kepalanya hampir botak dan hanya menyisakan sedikit rambutnya di bagian kepala paling atas, dan sisi kanan kiri kepala. Sedangkan pria yang kedua berbadan tinggi dan tegap, berambut hitam mencuat dan masker yang menutupi wajahnya. Jika diperhatikan sepintas, pria kedua ini mirip dengan atasan dimana aku magang sebagai seorang jurnalis.

Kedua pria tersebut mengenakan setelan hitam dan berdiri tegap di kedua sisi pintu di depan sana untuk memeriksa identitas sekumpulan muda-mudi di depan kami, dan setelah kedua pria itu selesai dengan semua ID card mereka, mereka semua dipersilahkan masuk menuju ruang utama club ini. Dan kini giliran rombongan ku yang berdiri di depan kedua pria tersebut.

"Tunjukan kartu identitas kalian."

Aku dan Ino menyerahkan kartu identitas kami kepada pria yang bertubuh besar, sedangkan temanku yang dua lagi, Tenten dan Temari memberikan kartu identitas mereka kepada pria yang berbadan tegap. Ketika kartu identitas ku di lihat oleh pria bertubuh besar yang kini ada di hadapan ku ini, Ia menatapku dengan penuh selidik.

"Kau...Pasti anak SMA yang memalsukan identitas mu dan mengaku sebagai seorang mahasiswi kan?"

Sial! Apa-apa'an pria ini? Apakah kartu identitas ku tidak cukup meyakinkan bahwa aku ini seorang mahasiswi? Apa kartu ku terlihat palsu di mata nya? Gaaah... Aku memutar bola mata ku bosan. Ini kali kesekian aku di sangka anak SMA oleh orang-orang, well badanku memang tidak terlalu tinggi, wajah hanya di poles make up yang amat sangat minimalis dan dadaku juga tidak sebesar ketiga temanku, tapi bukan berarti aku ini anak SMA kan?

"Hey Jirobo, dia bersama ku okay, ini kali pertama dia ke sini dan dia itu teman kuliahku."

Ya, ini kali pertama aku datang kesini, itu pun setelah Ino dan kedua teman ku memaksa dan membujukku untuk yang kesekian kali nya, mereka beralasan aku butuh refreshing dari segala macam aktifitas ke jurnalistik-an ku, alasan yang cukup bodoh dan tidak masuk akal.

Kegiatan ku di bidang jurnalistik sama sekali tidak membuatku tertekan atau bosan, aku menikmati kegiatanku ini. Dari kecil aku memang sudah menunjukan minatku di bidang ini, aku sering kali duduk serius dengan mata terkagum-kagum saat menonton seorang wartawan berita yang sedang mewawancarai orang-orang penting atau meliput kejadian penting seperti kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh para orang-orang yang berpengaruh di negara ini, meliput bencana alam atau bahkan liputan mengenai tindakan kriminal. Itu semua terlihat menyenangkan di mataku, dan ketika aku lulus SMA, aku membulatkan tekad ku untuk menggapai mimpiku dan pergi ke Konoha untuk mengambil jurusan Jurnalistik di Konoha University. Kedua orang tua ku tidak masalah dengan keputusan ku, mereka mengijinkan ku pergi ke sini, dan sesekali mereka akan datang dari Suna untuk mengunjungiku.

Ini tahun kedua ku di perkuliahan, dan awal tahun kedua ku ini aku mendapat tawaran bekerja sebagai jurnalis magang di Hatake's Journal. Kala itu Owner dari Hatake's Journal yaitu yang menjadi atasanku sekarang, Hatake Kakashi datang berkunjung ke Konoha University untuk bertemu teman lamanya yang kini berprofesi sebagai salah satu dosen di fakultas ku, dia melihat-lihat tugas jurnalistik para mahasiswa di meja Iruka sensei, di situlah pertama kali dia melihat karyaku yang tertuang dalam sebuah tulisan berjudul Heroine of La Brama, yang berisi tentang Tsunade seorang model senior yang sudah berusia pertengahan namun tetap di daulat menjadi Brand Ambassador bagi salah satu merk busana ternama di Negara ini yaitu La Brama, karena tulisanku itulah dia tertarik merekrut ku menjadi salah satu karyawannya.

Aku semakin menikmati duniaku, dan tidak jarang aku mendapat protes dari teman sekamar ku, Ino. Menurut pandangannya aku ini terlalu excited dalam dunia jurnalistik sehingga menyia-nyiakan masa muda ku. Masa muda yang dimaksudkan Ino di sini adalah, hang out, clubbing, dan segala macam jenis kesenangan lainnya. Padahal dengan hasil magangku sekarang, aku bisa membayar kebutuhan sehari-hariku termasuk membayar setengah harga sewa flat yang aku tempati bersama Ino tanpa harus meminta uang bulanan kepada kedua orang tuaku, dan itu membuatku merasa lebih senang sekaligus bangga pada diriku sendiri. Siapa yang tidak bangga sih bila kita sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup sendiri tanpa menyusahkan orang lain?

Oya, seperti yang aku bilang diatas tadi, dengan bujukkan Ino yang hampir dilontarkan setiap hari padaku untuk mengikutinya "bersenang-senang", akhirnya aku menyerah untuk di seret mereka malam ini. Mari kita lihat, semenyenangkan apa "bersenang-senang" yang dimaksudkan oleh temanku ini.

"Ooh... Okay sorry Ino. Kalian boleh masuk."

Sebelum kami berempat melangkah ke pintu yang ada di depan kami ini, aku melemparkan tatapan jengkel ku pada si pria besar, dan hanya di di balas oleh kedua bahu nya yang di naikkan dengan tatapan yang mengatakan Sorry Miss.

Dan di sini lah aku dan ke tiga teman ku berada, di depan sekumpulan orang-orang yang sedang asik bergoyang ke sana kemari, loncat ke sana kesini dan menghentakan kaki nya di lantai dansa akibat dentuman musik yang di hasilkan oleh DJ diatas sana, baru beberapa menit saja kaki ku menginjakan kaki di sini, suara-suara bising ini sudah mulai membuat kepala ku berdenyut.

Lain halnya dengan kedua yang datang bersama ku, mereka asik menggerakan kepala mereka tanda mereka menikmati suasana dan kebisingan seperti ini sedangkan Hinata, dia hanya diam berdiri seperti ku, aku tahu Hinata juga terpaksa ikut ke tempat seperti ini, bedanya kemarin-kemarin aku bersikeras menolak, sedangkan Hinata hanya pasrah mengikuti ajakan kedua teman ku ini karena dia selalu merasa tidak enak untuk menolak ajakan orang.

Aku mengedarkan pandangan-ku keliling tempat yang asing bagi ku ini, disana aku melihat beberapa bar yang memanjang dan di isi oleh orang-orang yang sedang menikmati minuman di tangannya, entah orang-orang itu sendiri, dengan teman-temannya, maupun pasangan yang dalam posisi seorang wanita duduk di pangkuan pria nya dengan si wanita yang memegang gelas di tangan kirinya dan tangan kanannya bergelayut di leher si pria, sedangkan si pria asik menjelajahkan bibirnya di sekitar leher dan pundak si wanita.

Belum lagi di sisi lain tempat ini ada deretan sofa-sofa melingkar yang berisi sama seperti di bar tadi, namun lebih banyak lagi pemandangan erotis yang dihasilkan oleh pasang-pasangan di sofa tersebut. Berpelukan, bercumbu, bahkan ada wanita yang hampir ditelanjangi, namun bukan amarah atau teriakan yang di lontarkan si wanita yang sudah hampir telanjang itu, melainkan cekikikan yang keluar dari mulutnya. Well aku mulai merasa jengah sekarang.

"Ayo kita ke depan sana."

Temari mengajak kami mendekati kerumunan orang di ujung depan sana, tepat di bawah singgasana DJ yang sedang memainkan musik. Entah apa yang sedang di kerumuni orang-orang di sana, aku tidak dapat melihat nya dari posisi ku sekarang ini. Aku dan Hinata mengikitu Ino dan Temari dari belakang. Sepanjang jalan menuju kerumunan orang didepan sana, tidak jarang beberapa pria menatap kami dengan mata nakal nya, beberapa di antaranya bahkan sempat menyentuhkan tangan nakal mereka ke kulit Ino dan Temari, namun seperti nya kedua teman ku ini sudah terbiasa dengan hal tersebut, lain hal nya dengan ku dan Hinata, beberapa kali aku lihat Hinata bergidik ngeri ketika ada tangan-tangan usil yang mencolek nya.

Ino yang menyadari itu segera menarik Hinata untuk berjalan di tengah antara dia dan Temari, bagaimana pun di antara kami berempat, Hinata lah yang paling lemah. Sedangkan aku sendiri, tetap berjalan di belakang mereka dan memberikan delikkan 'jangan sentuh aku' pada pria-pria yang berniat menyentuh ku. Beruntung malam ini aku mengenakan celana jeans panjang dan sweater cokelat muda dengan kerahnya yang tinggi, sehingga beberapa sentuhan mereka tidak menyentuh kulit ku langsung.

Temari dan Ino mengajak ku menelusup ke kerumunan yang kini sudah ada di depan kami dengan Hinata yang kami posisikan berjalan di tengah-tengah kami, dan ketika kami sudah di depan, errrr pemandangan di depan ku sekarang ini benar-benar membuat ku ingin menjatuhkan rahang ku ke lantai! Para wanita di depan kami sedang melakukan striptease, tapi bukan hal itu yang membuat rahang ku ingin jatuh ke lantai, melainkan para pria yang sedang menjamahi tubuh mereka.

"Ino! Apa kau membawaku ke sini untuk menyaksikan live orgy bahkan untuk bergabung dengan mereka huh?"

Aku setengah berteriak di kuping Ino. Sedangkan Ino hanya tertawa mendengar pertanyaanku.

"Dear, kita kesini hanya untuk bersenang-senang lagipula ini tontonan gratis, dan lagi kita melihat mereka bukan berarti kita harus bergabung kan? Oh, atau kalau kau mau bergabung di depan sana juga boleh, biar aku yang akan merekam-mu! Hahahaha ."

"Hollyshit. Brengsek kau Ino!"

Aku membelalakan mataku dan memukul bahu Ino.

"Awww... hey aku hanya bercanda Saki!."

"Tidak lucu! Aku pergi saja dari sini, sebelum aku memuntahkan makan malam ku di sini."

"Hey kau jangan pulang ya! Ingat kunci mobil mu ada padaku!."

Ino berteriak ketika aku melangkahkan kaki untuk keluar dari kerumunan ini. Sial, kenapa pula tadi aku mengijinkan dia untuk membawa C63 AMG ku. Haaah sepertinya aku harus bertahan di sini untuk beberapa jam kedepan. Aku mengedarkan pandangan ku lagi di tempat ini, aku butuh tempat yang tidak terlalu ramai untuk duduk, dan pandanganku tertuju pada salah satu anak tangga yang menuju ke atas, aku melihat di ujung anak tangga bagian atas ada dua orang sedang mengorol dengan gelas ditangan mereka. Hm, sepertinya diatas sana juga ada bar. Aku memutuskan untuk menaiki tangga tersebut, dan benar yang ada dipikiranku, ada sebuah bar sudut sana yang tidak begitu ramai seperti di bawah tadi, dan aku memutuskan untuk mengambil salah satu tempat duduk di situ.

"Ingin minum apa nona?"

Seorang bartender berwajah pucat dengan rambutnya yang lumayan klimis dan senyum aneh di bibirnya menyapaku ketika aku mendudukan bokongku di salah satu kursi.

"Margarita."

"Segera datang untukmu."

Kemudian dia berlalu dari hadapanku untuk meracik minuman pesananku. Tanganya gemulai memainkan blend glass yang ada di tangannya, dia melemparnya ke sana kemari dengan tangannya secara bergantian. Hingga akhirnya tiba pada proses build in glass.

"Silahkan."

Dia kembali memberikan senyuman anehnya dan menaruh segelas margarita di depanku, setelah itu Ia berlalu untuk melayani tamu yang lain. "Thanks."

Aku mendekatkan gelas ke bibirku, dan menyesapnya perlahan. Enak.

Suasana di sini lebih baik dari pada di bawah tadi, setidaknya tidak ada sekumpulan orang-orang yang sedang berjingkrak-jingkrak disini. Hhhhh... aku merindukan kamar ku yang nyaman, hangat, dan tenang.

Kemudian aku mendengar suara musik sedikit melembut, tidak seberisik tadi, kini kedua telingaku terasa agak sejuk. Namun 10 menit kemudian aku mendengar teriakan heboh yang di picu oleh teriakan seorang wanita yang berasal dari ruangan DJ.

"Okaaay, sekarang giliran ku yang akan membuat kalian menggila di bawah sanaaa! Readyyy?!"

"Yeaaaaaaah!"

Dan musik pun kembali menggila, lebih gila dari yang tadi. Orang-orang di bawah sana semakin berteriak heboh. Tanpa melihat pun aku yakin gerakan tubuh mereka pasti ikut menggila juga bersamaan dengan musik yang sedang diputar oleh sang DJ.

"Hey, kau sudah selesai malam ini?"

Suara sang bartender yang tadi melayani ku mengalihkan pikiranku. Aku menengokan kepalaku kearah sumber suara, nampak sekitar tiga meter dari tempatku duduk berdiri seorang pria berpostur tubuh tinggi dengan surai nya yang berwarna biru gelap, kemeja putih ketat yang di kenakannya menempel pas di dadanya dan itu tidak dapat menyembunyikan betapa tegap badan pria ini, lengan kemejanya di gulung sesikut dan aku dapat melihat Tourbillon Mars dari Louis Moinet di pergelangan tangan kirinya, dan dengan baju yang dimasukkan asal-asalan ke dalam celana jeans yang menempel pas di pinggulnya, menambah kesan sexy dalam dirinya.

"Yeah." Pria itu mengambil posisi duduk di dekat tempatnya berdiri tadi, kemudian dia mengeluarkan rokok dan pematik dari saku belakang jeans nya. Perlahan dia mulai menghisap dan mengeluarkan asap dari mulutnya secara perlahan.

"Berikan aku seperti biasa Sai."

"Okay."

Tidak seperti tadi saat melayani ku, kini Bartender yang ternyata bernama Sai tersebut mengambil botol yang jika aku lihat dari sini sepertinya itu sebotol scotch . Ia menuangkannya ke dalam gelas pendek dan menyerahkan nya kepada pria itu beserta botolnya juga.

"Thanks."

Pria itu meniupkan satu hembusan asap dari mulutnya, kemudian Ia mulai meneguk scotch nya hingga tidak tersisa setetes pun di gelasnya, lalu Ia menuangkan lagi scotch dari botolnya ke dalam gelas, dan melanjutkan menghisap rokoknya. Sebelumnya aku tidak pernah memperhatikan seorang pria hingga sedetil ini, ada sesuatu di dalam diri pria ini yang membuatku tidak dapat mengalihkan tatapanku padanya, hingga akhirnya dia meletakan lengan kirinya di atas meja bar dengan tangan kanan yang masih memegangi rokok, dan tanpa kuduga Ia menolehkan kepalanya kearahku seraya menghembuskan asap rokoknya, lalu ia menyunggingkan sebuah senyuman padaku.

Aku berkedip beberapa detik saat merasakan sentakan arus energi seperti listrik statis didalam tubuhku, hingga akhirnya aku mengalihkan pandangan ke sisi kiriku, Crap, sepertinya aku tertangkap basah sedang memandanginya. Aku tidak berani lagi menengokan kepalaku kearah kanan. Aku tetap pada posisi ini hingga sekitar setengah jam kemudian aku mendengar nada yang menandakan adanya whatsapp masuk ke iphone ku.

Ino :

Hey, kau dimana Saki? Jangan bilang kau pulang duluan huh?!

Aku :

Aku di bar atas, kepalaku pusing dibawah -.-'. Kapan kita pulang?

Ino :

Haaah kau ini. Temari masih di Dance Floor. Aku dan Hinata akan keatas sekarang.

Aku memasukan kembali iphone ku kedalam tas. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah pria tadi masih melihat kearah ku? Aku memberanikan diri untuk menengokan kembali kepala ku kearah pria tadi. Dia masih melihat kearah ku ... dan kembali dia menyunggingkan senyuman nya padaku, namun kali ini seperti ada rasa geli di senyumannya.

"Hey, sepertinya kau menikmati suasana disini huh sehingga tidak kembali lagi ke bawah?"

Ino dan Hinata menempatkan bokong mereka masing-masing di sisi kanan dan kiriku. Aku hanya mengangkat kedua bahu ku untuk menjawab pertanyaan Ino tadi.

"Kau tidak datang bersama Dei Ino?"

Terdengar suara pria yang sekitar dua jam lalu mengobrol dengan sang bartender. Kini dia berjalan kearah kami dengan tangan kanan di saku jeans nya, dan tangan kanan memegang gelas yang masih berisikan scotch. Aku dapat melihatnya dengan sangat jelas sekarang, satu kalimat untuk menggambarkan pria di depan ku ini, he is so damn hot.

"Oh, hi Sasuke, apa kabar?" Ino menengokan kepalanya kearah sumber suara yang tadi menyapanya.

Oh, jadi pria ini bernama Sasuke. Sepertinya Ia lumayan dekat dengan Ino dan kakaknya, Deidara.

"Aku baik, hey Hinata." Dia mengarahkan pandangannya ke sisi kiriku, dan dibalas anggukan beserta senyum simpul oleh Hinata.

"Mana Dei?."

"Oh, dia semakin sibuk dengan pekerjaannya sekarang. Oya, penampilan mu diatas sana tadi keren! Tidak heran para wanita sering memaksa masuk kedalam ruang DJ! Hahaha."

Ino menunjuk ruang tempat DJ biasa memainkan musiknya dengan mengedipkan sebelah matanya. Sasuke hanya menanggapi nya dengan terkekeh. Dan itu membuatnya semakin menarik.

"Yeah, dan itu sangat menyebalkan kau tahu." Sasuke mendengus mendengar penuturan Ino.

"Hahaha, sudahlah, nikmati saja. Toh semakin kau ramah semakin banyak juga profit yang kau dapat dari tempat ini kan?"

"Hn, ya dan karena itulah aku dengan berat hati mengijinkan mereka masuk." Dia meringis di akhir kalimatnya. Kemudian dia mengarahkan pandangannya dan kembali menatapku.

"Kau tidak berniat mengenalkan teman mu ini padaku?" Senyumnya kali ini perpaduan antara senyuman menggoda dan menyeringai. Seringai khas playboy. Aku menanggapi senyumannya dengan poker face ku. Seharusnya seringai nya itu kujadikan pertanda untuk waspada dan menjauh dari pria semacam ini.

"Oh iya, ini Sakura, dulu dia teman SMA ku, dan sekarang kami berdua satu kampus, tapi beda jurusan. Sakura, kenalkan ini Sasuke temannya Dei-nii ,dia juga alumni Konoha University."

Ino memperkenalkan Sasuke pada ku. Sasuke memindahkan gelas scotch ke tangan kirinya, kemudian Ia mengulurkan tangan kanannya duluan untuk menjabat tanganku, aku menatap tangannya sejenak dan beralih menatap wajahnya, bersih dan putih untuk seorang pria, aku yakin dia melakukan perawatan khusus pada wajahnya, ada beberapa helai rambut yang jatuh ke keningnya, aku menelusuri struktur wajahnya menuju bawah, kedua iris nya yang sekelam malam, rahang yang kokoh, hidung yang mancung, dan bibir sexy nya yang beberapa kali menyunggingkan senyum menawannya seperti sekarang ini. Aku mengulurkan tangan kanan ku untuk menyambut jabatan tangannya, hangat.

"Salam kenal Sakura. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya di sini."

Dia menjabat tanganku erat dan menatapku masih dengan senyuman di bibir indahnya. Entah kenapa pipi ku terasa panas hanya dengan genggaman dan tatapannya padaku.

"Salam kenal Sasuke. Ini memang kali pertama aku menginjakan kaki ditempat seperti ini."

Aku memberikan senyuman ku padanya. Aku melihat ada ekspresi terkejut di dalam mata kelamnya saat aku mengatakan kali pertama aku menginjakan kaki ditempat seperti ini , pupilnya sedikit melebar dari yang tadi, mungkin dia berpikir aku ini seorang gadis kuno yang conservative karena baru menginjakan kaki di tempat seperti ini pada usia ku yang sudah menginjak bangku perkuliahan. Persetan dengan apa yang ada di pikiran pria ini. Setelah itu dia mengembalikan senyum nya dan jabatan tangan kami terlepas. Berikutnya dia kembali memindahkan gelas scotch nya ke tangan kanan untuk kemudian menyesapnya sedikit.

"Kalian mau minum nona-nona? Aku yakin pria yang ada di depan kalian sekarang tidak akan keberatan untuk mentraktir malam ini."

Tiba-tiba Sai sudah ada di dekat kami dan tersenyum aneh seperti beberapa saat yang lalu.

"Hi Sai!." Ino menolehkan kepalanya ke arah Sai dan melambaikan tangan kanannya pada pria berwajah pucat itu, dan dibalas anggukan oleh Sai.

"Yeah, silahkan pesan pada pria pucat ini."

Pemuda yang Ino dan Sai bicarakan akhirnya angkat bicara dan tersenyum pasrah berpura-pura terpaksa mentraktir kami.

"Well... Tidak sopan kan jika kami menolak?"

Kali ini Sasuke tertawa dan menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Ino.

"Kau benar-benar duplikat kakak-mu Ino."

Dan Ino hanya menampilkan cengiran lebarnya. Setelah itu Sai kembali meracikan margarita untuk ku dan kedua temanku. Kami mengobrol selama sekitar satu jam, beberapa kali aku mendapati Sasuke menatapku dengan senyuman menggodanya. Tatapan nya benar-benar seperti mengalirkan arus listrik di tubuhku dan itu membuatku duduk gelisah di kursiku, aku mulai merasa tidak nyaman. Aku harus pergi dari sini secepatnya sebelum aku benar-benar terbakar karena 'listrik' tak kasat mata.

"Um, Ino, bagaimana jika kita melihat Temari sekarang? Kupikir ini sudah terlalu lama kita meninggalkannya di bawah."

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan untuk kabur dari tatapan Sasuke.

"Ah! Aku hampir saja melupakan Temari."

Ino segera beranjak dari kursinya dan menuju anak tangga dan di ikuti oleh Hinata, kemudian aku di posisi paling belakang, namun belum sempat aku melangkah jauh, ada sebuah tangan yang menarikku, dan itu menghentikan langkahku seketika.

"Apa aku membuatmu tidak nyaman? Padahal beberapa jam lalu aku menangkap basah kau yang sedang menatapku."

Aku menolehkan kepalaku untuk membalas ucapan pria yang kini masih mencengkram pergelangan tanganku, tatapannya masih seperti tadi, bahkan kini terasa lebih membakar.

"Bisakah kau lepaskan aku Sasuke? Aku harus menyusul teman-temanku, dan mengenai aku yang menatap mu beberapa waktu yang lalu, aku minta maaf jika itu mengganggu mu."

Aku mencoba memutar pergelangan tanganku untuk lepas dari cengkramnnya.

"Oh, aku sama sekali tidak merasa terganggu." bibirnya kembali menarik sebuah garis senyuman.

"Well, sudah tidak ada masalah lagi kalau begitu. So, bisa lepaskan tanganku sekarang? Sai melihat kita, dan itu membuatku merasa tidak enak."

Aku memang menyadari bahwa si bartender telah menyaksikan kami dari awal dia menarik pergelangan tanganku.

"Ya, kau benar yang tadi sudah tidak masalah, tapi sekarang ada masalah baru..."

Dia mengalihkan pernyataan ku mengenai Sai, dan sekarang Ia justru membicarakan masalah baru? Firasatku mengatakan pria ini akan mengacaukan hidupku.

"Excuse me, masalah baru? Maksudmu?"

"Ya, kau membawa masalah baru dalam hidupku, tatapan mu beberapa waktu lalu memang tidak mengganggu ku, tapi justru membuat ku tertarik padamu."

Oh Tuhan, pria ini benar-benar akan mengacaukan ku!

-T.B.C-

Hello Minna, gomen ne bukannya ngasih update-an KSA, saya malah buat erotic fict kaya gini T_T.

KSA saya pending dulu beberapa hari (berhubung sering banyaknya kesalahan dalam pengetikan dan fokus nya saya yang mulai kacau *aqua mana aqua*, mungkin itu kode kalo saya harus refreshing dulu dari KSA hahaha XD)

Untuk saat ini kepala sya lagi di isi khayalan, imajinasi dan ide yang sedikit erotis XD, jadilah saya tuangin di Passion Journals, tapi saya belum tau bakal sampe berapa chapter fict kali ini, jadi liat nanti aja ya ;)

Mind to review? ;)

Hope you enjoy Minna.

Warm Regards,

Scotty Fold a.k.a Shinichi Haruko.