Silent Angel
Credit to Ebby Kim ( m . fanfiction s / 9722918 / 1 / Silent –Angel (hapus semua spasi).
Cast : Xi (Kim) Luhan, Oh Sehun
Pairing : HunHan
Warning : FF ini bukan milik irna, ff ini aslinya milik Ebby Kim dengan pair YunJae, irna hanya mengganti castnya, sisanya semua sama (Irna sudah mendapatkan izin dari si empunya ).
.
.
.
Yang merasa terganggu dengan remake ini, yang gak suka HunHan, dan yang gak suka ff ini Irna remake, Irna minta maaf dan silahkan klik 'x' di pojok kanan atas, atau 'back' aja! Karena saling menghargai itu indah ^^
.
.
.
Happy Reading ^^
.
.
Meneliti ekspresi datar di depannya. Apa mungkin? Rasanya tidak. Pasti tidak. Sudah lebih tiga tahun dan tak mungkin terjadi dalam hitungan bulan bertemu namja itu. Luhan tak percaya. Mengatami wajah si malaikat sedari tadi yang tak menunjukkan reaksi apapun–sekali lagi membuat ia yakin bahwa yang dikatakan namja Oh tersebut tidak benar.
Kenapa pula ia perlu repot-repot memikirkan kata Sehun tadi? Tak penting. Ia lebih mengenal anaknya dibanding siapapun–walau sekarang terdapat sedikit keraguan mengfenai hal itu. Ah~! Sudahlah.. tak usah dipikirkan lagi. Luhan menghela napas kasar.
"Michigetta…" katanya.
.
.
.
"APA?!"
Semua yang berada di ruang keluarga kediaman Oh tersentak kaget mendengar jeritan sang kepala rumah tangga yang sampai bangkit berdiri dari sofa dan menatap nyalang pada seorang pemuda yang tertunduk lemas di hadapannya.
Mrs Oh dan Jin Ri mengelus dada. Baekhyun bergidik ngeri–pertama kali melihat pamannya marah sampai begitu. Dan pemuda yang menjadi objek bentakan Mr Oh menunduk takut. Meski sering di marahi–dulu–ia tidak pernah dibentak begini. Apalagi setelah membeberkan suatu peristiwa yang membuat Oh senior hampir terkena serangan jantung mendadak.
"Kau!" menuding Sehun. "Apa aku pernah mengajarimu untuk tidak bertanggung jawab! Menghancurkan hidup orang lain! Berlaku tidak pantas, hah! Pernah?!" bentak Mr Oh. Emosinya sudah tak tertahan. Terbukti dari serbuan napas yang memburu. Padahal baru kemarin ia amat senang karena kabar perubahan Sehun, tapi kini..
Sungguh! Ia tak menyangka akan perbuatan pemuda itu kali ini. Ba-bahkan melahirkan seorang anak yang berarti cucu baginya? Mr Oh berusaha mengatur napasnya kemudian duduk kembali. Tatapannya tak tertuju pada Sehun. Pikiran lelaki paruh baya ini melayang membayangkan bagaimana rupa seorang anak kecil dan betapa malu ia bila bertemu dengan seseorang yang merupakan ibu si anak.
Hah.. rasanya ingin mengubur diri ke dasar bumi dan menghabisi pemuda di hadapannya yang tertunduk. Bagaimana hal seperti ini disembunyikan sekian tahun dan baru sekarang dituturkan? Beliau benar-benar akan memotong leher Sehun. Tapi.. meski Sehun terbunuh, orang yang menjadi korban itu tetap menderita. Percuma. Dan pikiran Mr Oh berkelana makin jauh.
Sehun tahu. Sakit dari rasa bersalah yang dalam telah mendera dirinya akhir-akhir ini. Satu kesalahan paling fatal dalam hidupnya. Dia sadar. Maka itu ia berusaha semampunya untuk mendapatkan maaf dari seseorang disana.
Hari penghakiman yang ia kira akan menjadi akhir hidupnya. Namun ia masih diberi kesempatan dari reaksi sang ayah. Sehun mengerti kalau Mr Oh sangat marah, tapi memang tak pernah menggunakan kekerasan. Namja ini menelan saliva kasar. "Mianhae."
Tentu Mr Oh mendengar. Melirik ke arah Sehun yanbg masih menundukkan kepala. "Bukan untukku kata itu seharusnya kau ucapkan."
Sinis serta dingin.
Dadanya terasa perih. Ayahnya tak pernah bernada begitu sebelumnya. "Algesseumnida." Seandainya Mr Oh tahu bagaimana ia meminta maaf dan mendekati orang itu. Sulit dan Sehun hampir menyerah. Semua usahanya gagal. Pedih di hati Sehun kian bertambah seiring mengingat seberapa orang itu membencinya.
"Bertanggung jawablah." Suara Mr Oh melembut. Memecah keheningan di ruang keluarga yang tercipta beberapa lalu.
Senyum getir terukir di bibir berbentuk hati itu. Seraya kedua mata bak musangnya memerah. Itu.. itu yang ingin ia lakukan. Itu tujuannya. Tapi–"Aku ingin.. geundae–"
Sehun tak melanjutkan kalimatnya ketika sebulir cairan bening jatuh dari sudut mata ke pipi. Berikutnya terdengar isak pilu dari namja tampan ini merebut seluruh perhatian dari mereka yang ada di ruang keluarga. Oh Sehun menangis–meloloskan isakan yang menunjukkan ia tengah dalam keadaan rapuh.
"Hun.."
"Oppa.."
"Hyung.."
Mrs Oh, Jin Ri dan Baekhyun berucap bersamaan. Prihatin.
Meski marah, Mr Oh tak tega juga melihat Sehun begitu. Apalagi sampai mengeluarkan air mata. Pertama kali pemuda itu mengaku dan menangis atas kesalahannya. Sebagai seorang ayah dan manusia, beliau kasihan pada Sehun. Menghela napas sebentar. "Pertemukan aku dengan dia.."
Sehun mendongak dan semua pasang mata menatap Mr Oh. Pertemukan?
"Um.. Ahjussi.. ibon.." Baekhyun bersuara sembari menyodorkan ponselnya. Terpikirkan olehnya ketika Mr Oh mengatakan pertemuan.
Sang kepala rumah tangga menerima benda persegi panjang berwarna hitam itu dan mengamati wajah yang terpampang di layar ponsel Baekhyun.
Sebentar..
Mr Oh mengerutkan dahinya. "Kim.. Luhan?"
"Mwo?" semua tercengang mendengar Mr Oh menyebut sebuah nama yang tak disangka beliau tahu.
"Kau tahu, Kim Luhan?" Mrs Oh menyentuh lengan suaminya.
Mr Oh menengadah dengan eskpresi bingung di wajahnya. "Aku yang memberi tes pada putrinya ketika mendaftar di sekolah."
"Mwo?" pelan, tapi masih terdengar. Be-benarkah? Berarti ayahnya yang menerima Eunsun. Sehun tak tahu. Teringat dulu dia amat membenci gadis cilik itu sampai berniat mengeluarkan dari sekolah. Takdir?
Mendapati wajah shock orang di sekitarnya dan foto Kim Luhan yang ditunjukkan padanya, Mr Oh menarik sebuah kesimpulan. "Geureom.. Luhanie-yo tar-ie.." yah, kesimpulannya anak dari Kim Luhan adalah anak Sehun.
"Hajiman.. namja?" kali ini giliran Mr Oh shock atas pertanyaannya sendiri.
~xXXx~
Sehun merasa amat kacau. Ditambah beban pikiran bertumpuk-tumpuk dan tubuh kekurangan energy. Mengusap kasar wajahnya lalu menyambar sebuah gelas dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk. Ia menyodorkan lagi gelas tadi pada seseorang di hadapannya. Bartender.
Ya, sebab tak tahu harus kemana, Sehun memutuskan masuk ke sebuah club sebagai pelampiasan kepenatan. Tak tahu sudah berapa gelas ia habiskan, pemuda ini Cuma ingin menenangkan pikiran sebentar. Hanya kali ini saja kembali menjadi Oh Sehun yang suka mabuk dan mampir ke club malam. Sekali ini.
Namun bayangan bagaimana reaksi sang ayah usai melontarkan pertanyaan terakhir membuat kepala Sehun jatuh tertunduk bersamaan sesak di dada. Ia tahu akan sulit, tapi tak menyangka belum siap menerima. Apa yang harus ia lakukan untuk meminta persetujuan ayahnya?–yang berkemungkinan besar merubah keputusan awal.
Sakit di kepala mendera. Segera Sehun menghabiskan segelas minuman lagi dan menagih kembali pada si bartender yang menggelengkan kepala. Malam ini.. ia tak mau memperdulikan apapun. Cukup untuk pikiran, hati dan tubuhnya.
.
.
.
Luhan tersentak ketika mendengar bunyi benturan yang kuat dari arah pintu depan. Sekali lalu disusul ketukan terus menerus dengan tempo tak beraturan. Siapa? Bertamu? Tengah malam begini?
Turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Ketukan masih terdengar namun tak sekuat sebelumnya. Perlahan mendekati sambil memegang sebuah benda yang bias digunakan untuk memukul jika yang di luar sana adalah penjahat–sapu. Membuka kunci sembari bersiap lalu menarik daun pintu.
Pelan.. tapi dorongan keras dari depan mampu membuatnya jatuh bersamaan beban yang menimpa pintu. Hampir Luhan berteriak, namun segera membungkam mulutnya sendiri begitu seraut wajah terpampang di depannya. Kekagetannya menjadi tiga kali lipat.
Seseorang tergeletak di ambang pintu. Wajah yang ia tahu berkesan tegas, kali ini tampak tak beraturan disertai pakaian yang berantakan. Luhan berjongkok, memperhatikan wajah yang sebetulnya telukis jelas dalam hatinya. Dia.. tidak! Luhan membuang muka. Mengusir perasaan yang sempat merasuk. Namun, tak lama ia menoleh lagi. Tak ada waktu untuk mencari kunci pintu hati yang telah ia tutup.
Meski dia ingin mendorong tubuh itu keluar, tapi tak melakukannya. Entahlah.. tak ada alasan khusus. Sewaktu Luhan berusaha mengangkat tubuh Sehun, namja itu menggeliat membuat si pria manis kesulitan. "Hash.." gerutunya.
"Luhan-ah.."
Berhenti. Mendengar namanya disebut, Luhan refleks menghentikan usahanya membopong tubuh besar yang ia rangkul. Diam. Seakan menunggu suatu kalimat yang entah darimana ia yakin pasti akan terlontar. Apapun kalimat itu–menyakitkan, kata kasar seperti dulu, atau bahkan kalimat maaf yang akhir-akhir ini diucapkan Sehun–dia siap mendengarnya. Walau ada sesuatu yang amat sangat ingin ia dengar sekali lagi dari mulut namja ini. Tapi.. dia tak yakin kata itu yang akan keluar.
"Hng! Ukh~ Lu.." racau Sehun tak sadar. Bergerak tak beraturan seolah mencari sesuatu. "Lu.. Luhan-ah.. Lu.. Saranghae."
.
.
Dan jantung Luhan berhenti berdetak.
Itu...
~xXXx~
Bila biasanya sarapan selalu disertai pertanyaan-pertanyaan dari Luhan mengenai pelajaran sekolah pada Eunsun, namun pagi tak satu pun pertanyaan ia tujukan pada gadis kecil yang duduk di hadapannya. Kantung mata namja berparas lembut itu tampak makin hitam dari biasanya. Membuat si yeoja kecil yang keheranan dengan sikap sang eomma. Ingin berbalik bertanya, tapi.. sepertinya bukan waktu yang tepat, sebab raut muka Luhan pun mendukung suram suasana rumah.
Si namja cantik menyodorkan satu gelas berisi susu kepada Eunsun tanpa melihat wajah si gadis kecil. Sikap Luhan benar-benar aneh. Bahkan susu tersebut diaduknya selama lima belas menit hingga menjadi dingin. Meski begitu, gadis itu telah diajar untuk tidak membuang makanan. Memanjangkan lengan kecilnya untuk meraih gelas di atas meja.
Klek. Hanya Eunsun yang menoleh ketika suara aneh itu terdengar. Dan raut kebingungan langsung terpancar di wajahnya saat melihat seorang namja yang adalah wali kelasnya baru keluar dari kamar sang ibu. A-apa yang dilakukan Oh saem di rumahnya? Kenapa ada di sini? Apa terjadi sesuatu yang tak diketahuinya?
Sehun yang juga kebingungan Cuma balas menatap si gadis kecil. Menundukkan kepala sebentar tanda minta maaf lalu mengarahkan pandangannya pada seseorang yang bahkan tak melihat ke arahnya. Apa sewaktu mabuk tanpa sadar ia malah kemari? Apa yang ia lakukan semalam? Sialnya, Sehun tak mengingat apapun. Hanya sadar dan terkejut karena bukan berada di kamarnya. Kali ini rasa benci namja cantik itu pasti makin besar. Oh Sehun, apa kau Cuma bisa memperkeruh suasana? Makin membuat buruk keadaan?
"Mi-mianhae.." satu kata ini saja yang bisa ia ucapkan. Tentu. Apa lagi? Tak mungkin mengatakan 'terima kasih telah menampungku', sementara ia tak ingat apa-apa. Mungkin merugikan si tuan rumah.
Ku mohon.. maafkan aku.
Luhan memejamkan matanya. Walau sudah berpikir semalaman, ia tetap tak mendapat jawaban. Masih banyak keraguan menyumbat pikirannya, menghalau kepastian yang ingin ia raih. Silahkan hakimi ia egois.. sebab ia juga mementingkan dirinya. Tak mudah menyembuhkan luka Sembilan tahun lalu. Bahkan Luhan sendiri tak ingin mengobatinya meski dia tahu ada penawar racun itu.
Aku mencintaimu, Lu. Jangan pergi..
"Pulanglah.." mengatakannya tanpa bertatapan langsung pada yang bersangkutan.
Ya. Pisau kasat mata menancap tepat di hati Sehun. Sudah tahu akan seperti ini, tapi ia belum juga rela merasakan perihnya. Namja ini menghembuskan napas pelan, mengatur perasaan yang baru saja diledakkan ranjau–porak poranda. "Ne. Kalkke."
Setelah berpamitan Sehun melangkah pergi meninggalkan ruang dapur dimana Luhan dan Eunsun berada. Hanya si gadis kecil yang menatap kepergiannya. Dengan kebisuan serta ekspresi yang sulit ia baca. Pikiran Sehun makin kacau seperti benang kusut. Tak ada celah. Tak tahu lagi mesti berbuat apa agar Luhan mau memaafkannya. Keyakinan Sehun sudah tak ada kesempatan untuknya. Jalan maaf sudah terkunci. Dikarenakan perbuatannya.
Ucapan-ucapan namja Oh itu masih terngiang-ngiang di telinga Luhan. Susah mencari cara untuk menghadapinya. Kalau dia mau, sebenarnya dengan memaafkan namja itu semua perkara akan selesai. Tapi.. penderitaan batin dan fisiknya tak terbayarkan. Dendam? Bukan–tapi, mungkin sedikit. Luhan sakit hati. Dia tak ingin memberi Sehun maaf sebelum namja itu merasakan juga bagaimana ia berjuang melahirkan Eunsun, membesarkan seraya berusaha untuk menyambung hidup, menerima hinaan karena ia namja yang bisa mengandung. Oh Sehun harus tahu itu semua.
~xXXx~
Termenung. Sama sekali tak menyimak pelajaran yang diberikan seonsaengnim. Disaat para murid lain tampak serius, Kim Eunsun malah memikirkan hal lain. Membayangkan interaksi ibunya dan Oh seonsaeng tadi pagi. Mereka kelihatan sama-sama menahan pedih di hati masing-masing. Sampai membuat sang eomma yang selalu mengajarkan kesopanan, melanggar itu–tak mau menatap lawan bicaranya.
Dia yang merupakan anak kecil dibuat tak mampu menyimpulkan apapun. Kedua orang itu adalah ayah dan ibunya. Tapi kenapa.. kenapa bersikap layaknya orang asing? Kenapa tidak seperti orang tua lainnya? Harmonis, tampak bahagia. Sungguh, Eunsun ingin sekali memiliki keluarga utuh. Dia selalu iri melihat keluarga lainnya. Bisakah orang tuanya begitu? Mengingat dirinya ada diantara mereka.
Appa.. eomma.. jebal~
.
.
.
Ya Tuhan.. apa aku keterlaluan? Bolehkah aku bersikap seperti itu? Karena terus mengulang kalimat tersebut, Luhan jadi berpikir mengenai sikapnya. Sesungguhnya ia bukan orang yang akan menyimpan dendam, tapi entah keapa tiap melihat namja Oh itu amarahnya memuncak dan hatinya menjadi keras.
Memang benar perkataan Baekhyun sebelumnya, bahwa Sehun tidak main-main. Terbukti juga ketika mabuk dia terus berujar maaf. Meski begitu.. tak apa 'kan ia menahan diri? Biarpun sakit hati, namun ada lubang kecil tempat sesuatu yang memiliki banyak makna berdiam.
Keyakinan itu tak ada, tapi menyimpannya selama Sembilan tahun bukan membuat beku, malah hampir meluber melumuri isi dadanya. Luhan mengepalkan kedua tangannya. Apa aku boleh berharap?
"Lu hyung!"
"A–eh?" terkejut seraya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari orang yang memanggil.
Di belakang ada Tao yang sedang memberi kode. Mengerti, Luhan mendongak.
Oh, astaga! "Jweisonghamnida.." katanya mencoba tersenyum pada pengunjung yang mungkin ingin membayar.
.
.
Kelelahan. Tak hanya tubuh. Otaknya pun ikut lelah. Tak mau digunakan untuk berpikir. Sehun merebahkan tubuhnya di ranjang–terlentang. Menatap dinding kosong, sama seperti kepalanya yang terlalu berat jadi terasa tak berfungsi. Ia tak bekerja hari ini. Meliburkan diri.
Lama-kelamaan mata bak musang itu tertutup rapat menandakan pemiliknya jatuh ke alam bawah sadar. Mungkin mabuk semalam belum cukup mengistirahatkan tubuh serta pikirannya.
Di mimpi kali ini Sehun memilih untuk melihat dirinya tertawa bahagia bersama keluarga kecil miliknya. Ku harap..
~xXXx~
"Bagaimana perkembangan akademik Kim Eunsun?"
Mr. Kim segera menyerahkan map berwarna hijau tua pada seseorang di hadapannya. "Meningkat di beberapa mata pelajaran."
Orang ini yang adalah Mr. Oh membolak-balikkan kertas berisikan nilai seorang murid selama satu semester. Benar, menunjukkan peningkatan. Termasuk Matematika. Mr. Oh terdiam melihat angka yang tertera di pelajaran Matematika. Bukan ia tak tahu guru Matematika di kelas murid itu adalah putranya sendiri.
Berarti mereka sering bertemu. Bertatap muka bahkan berkomunikasi. Apa anak itu tahu bahwa orang yang menjadi gurunya adalah ayah kandungnya sendiri? Bagaimana reaksinya bila tahu dulu ayahnya tak menginginkan ia ada di dunia? Menolak kehadirannya. Mr. Oh paham perasaan Sehun yang tentu merasa bersalah ketika melihat anak yang ia tolak kehadirannya ternyata lahir dan tumbuh besar menjadi gadis yang cantik. Namun.. apa anak itu akan menerima Sehun sebagai ayah? Terlalu lama dia tak tahu mengenai ayahnya. Terlalu lama Sehun muncul dan sudah terlalu lama ia hidup tanpa seorang ayah.
Meletakkan map hijau tua itu ke atas meja, Mr. Oh beranjak dari duduknya dan berjalan keluar ruang Kepala Sekolah diikuti Mr. Kim. Mereka menyusuri koridor dalam diam dan pikiran masing-masing. Bel tanda istirahat baru saja berbunyi membuat area gedung sekolah bising karena teriakan anak-anak yang gembira. Mereka berhamburan, berlarian ke sana dan kemari, bercengkrama, bercanda dan bermain bersama teman. Pemandangan lumrah di sekolah dasar.
Langkah Mr. Oh terhenti saat retina matanya menemukan seorang gadis kecil yang baru keluar dari sebuah kelas. Hanya melihat ke sekitar, memandang teman-teman lain yang bermain tanpa berniat bergabung. Ekspresinya datar, sangat berbeda dengan raut muka anak-anak sebayanya kebanyakan. Kenapa anak itu..?
"Ah, itu Kim Eunsun." Mr. Kim menunjuk anak kecil yang berdiri di depan pintu sebuah kelas dengan dagunya. Tak mungkin secara terang-terangan. "Sekarang dia sudah mau keluar. Sebelumnya dia akan berdiam diri sendiri di dalam kelas. Sangat tertutup."
"Saat bersama Sehun.. Eunsun lebih banyak berekspresi. Tak Cuma bermuka datar." Sambung Mr. Kim lagi.
Cukup terkejut mendengar pernyataan itu. Ah, ia ingat. Kim Eunsun sama sekali tak mau bicara bahkan membuka mulutnya. Menerima anak itu karena melihat kemampuannya berhitung dan mampu belajar cepat. Tak disangka keputusan tersebut membawanya pada kenyataan bahwa anak kecil itu adalah cucunya. Putri dari Sehun.
Uh?
Seorang murid perempuan tak sengaja menyenggol Eunsun karena asik berkejaran bersama temannya. Si gadis cilik tak meringis sama sekali, Cuma melirik sebentar sambil memegangi pundaknya yang terkena senggolan. Mungkin sedikit sakit.
"Mianhae, Eunsun-ah." Kata si murid perempuan yang bername tag Kang Hanbyul. Membungkuk sedikit kemudian berlalu. Melanjutkan kegiatan berkejaran bersama temannya.
Eunsun tak membalas. Ia mengikuti pergerakan Hanbyul sampai intan hitam miliknya bertemu dengan bentuk mata yang amat familiar. Mirip mata Oh seonsaeng. Ia membungkuk sedikit lalu berbalik dan masuk ke dalam kelas.
Terperangah melihat sorotan kosong itu. Anak kecil yang harusnya hanya tahu kesenangan memiliki tatapan begitu? Apa yang sudah terjadi? Kenapa Kim Eunsun seperti itu? Mr. Oh tak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya. Memutar otak sekalipun. Sikap Eunsun sangat diluar dugaan. Bagaimana anak berumur delapan tahun bertahan tanpa bicara dan bermain bak anak seusianya?
~xXXx~
Meski telah beristirahat sepanjang hari, rasanya tak mempengaruhi tubuh maupun otak Sehun. Malah tubuhnya terasa kaku karena tak digerakkan. Kini ia duduk di lantai menyandar pada ranjang. Termenung. Tak habis-habis memikirkan seseorang. Sehun membayangkan tak ada kesempatan untuknya lalu melihat Luhan bersama orang lain. Memilih pria lain menjadi pendamping serta ayah untuk Eunsun. Sungguh! Ia tidak rela. Posisi itu adalah miliknya. Tapi.. sikap si namja manis membuatnya tak berani berpikir hal-hal baik lagi.
Apa yang terjadi bila dia tak mendapat maaf dari Luhan? Mungkinkah Sehun akan kehilangan kewarasannya? Menjadi gila? Yah.. mungkin. Sebab yang ada di otaknya hanyalah Luhan, Luhan dan Luhan. Entah sejak kapan ia menjadi terobsesi pada namja bermarga Kim itu. Terobsesi mendapatkan maaf. Terobsesi menjadi pasangan Luhan. Terobsesi menjadi ayah dari si gadis kecil. Dan terobesi mencintai namja cantik itu.
Cinta..
"Hyung."
Sehun mendongak. Melihat Baekhyun berdiri di ambang pintu menatapnya sendu. Dia tahu. Pasti semua merasa kasihan padanya dan ia tak butuh itu. Mendengus pelan. "Aku sedang tak ingin di ganggu, Baek."
"Tentang Lu hyung.." Baekhyun menggantung kalimatnya saat melihat gerakan Sehun terhenti sewaktu akan menaiki kasur. Namja tampan itu kembali duduk di tempat semula. Baekhyun memberanikan diri masuk ke dalam kamar kemudian duduk di sebelah Sehun. Mereka diam beberapa menit. "Aku tahu kau sungguh-sungguh minta maaf pada Luhan hyung. Hajiman.. apa hanya karena rasa bersalah?"
Sehun diam. Itu memang latar belakang utama, namun.. ia mempunyai keinginan lain. Keinginan umum setiap orang. "Ne."
"Hyung.. kau hanya akan menambah sakit hati Luhan hyung jika karena rasa bersalah." Menatap kakak sepupunya sedih. Ia mengenal baik Luhan dan sudah tahu rahasia terbesar sahabat terbaiknya itu. Tak akan rela bila si namja cantik tersakiti lagi.
"Kau tidak tahu Baekhyun-ya. Aku juga ingin menebus semua penderitaannya. Membawa lagi senyum yang dimiliki Luhan yang telah lama hilang. Juga membuat Eunsun tertawa." Boleh 'kan ia berdoa semoga semua itu terjadi?
"Dengan cara?" Tanya Baekhyun menyelidik.
"Bertanggung jawab."
~xXXx~
Setelah seminggu, Luhan dikejutkan kembali dengan kehadiran dua orang di tempat ia bekerja yang ingin bertemu dirinya dan meminta diperbolehkan bertandang ke flat kecil miliknya. Bukan mau menolak, tapi ia sedikit malu menunjukkan flat kecil yang adalah rumahnya–meski dua orang itu tak perduli dan terus memaksa. Alasan lain karena katanya ingin sekali melihat Eunsun.
Luhan meletakkan secangkir teh di hadapan seorang yeoja yang mengaku sebagai ibu dari namja bernama Oh Sehun. Tersenyum kecil seraya duduk di hadapan Mrs Oh. Keduanya belum membuka pembicaraan, masih diam dengan pikiran masing-masing. Kemudian bersamaan memandang ke arah ruang tamu dimana seorang gadis kecil tengah di ajak bermain oleh yeoja dewasa–Jin Ri. Yeoja cantik itu mencoba mendekati Eunsun yang sejak tadi Cuma diam saja, tak serius menanggapi ajakan Jin Ri.
"Yeppeoda. Ni cheoreom." Ujar Mrs Oh memperhatikan Eunsun. Anak kecil yang merupakan cucunya. Tak disangka memiliki wajah menyerupai Luhan. Cantik. [cantik. Seperti dirimu]
Mendengarnya, Luhan hanya membuat senyum lirih di bibirnya sembari mengamati malaikat kecilnya. Bukan satu atau dua orang yang mengatakan wajah Eunsun sangat mirip dengannya, bahkan ada yang bilang si gadis kecil adalah versi mini dia yang seorang perempuan. Dia pun terkejut melahirkan seorang anak perempuan. Walau sempat merasa janggal karena anaknya perempuan, sekarang Luhan tak perduli. Asal anaknya Eunsun, ia bahagia. Anak yang spesial bagi dirinya.
"Aku tak pernah tahu apa yang dia pikirkan." Luhan tanpa sadar mengucapkan isi hatinya membuat seseorang menatap terkejut bercampur heran ke arahnya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba dia menjadi pendiam. Tak pernah berbicara padaku lagi. Padahal sebelumnya dia adalah anak yang ceria. Bogoshipta."
Mrs Oh sangat mengerti perasaan Luhan, sebab ia juga seorang ibu. Menghadapi anak yang tiba-tiba berubah tanpa tahu sebabnya bukan perkara mudah. Tapi Luhan sungguh hebat, tetap menawarkan dirinya untuk si anak menjadi tempat bersandar. Bertahan di kondisi si anak yang begitu. Tetap menyayangi Eunsun dan bersikap seperti biasa seolah tak terjadi apapun. Kalau ibu lain kebanyakan mungkin sudah mengirim anaknya ke rumah sakit.
"Kenapa kau tidak mencoba mencari tahu penyebab dia berubah?"
Luhan menggeleng. "Sudah. Tapi aku tak mendapatkan jawabannya. Aku menyerah.. menerima pilihannya untuk menjadi diam meski sedikit sakit. Bagiku, anakku adalah harta.. aku akan menerima bagaimanapun kondisinya."
"Lu.."
"Tak lagi mendengar orang-orang yang mengatakan aku ini kelainan, monster atau apalah karena dapat melahirkan. Aku tak merasa rugi bisa melahirkan Eunsun.. malah merasa amat beruntung mempunyai karunia seperti yeoja." Menceritakannya sambil terkenang dahulu. Merobek perut sendiri di saat tak ada satu pun dokter yang mau membantu. Memberikan air nasi sebagai pengganti ASI karena dia tak bisa menghasilkannya. Jika kata orang berat, tapi bagi Luhan itu adalah saat-saat paling menyentuh.
Rasanya bukan manusia yang ada di depannya, melainkan malaikat yang terjatuh ke bumi dan tak ingat tentang dirinya sehingga menjalani kehidupan sebagai manusia. Mrs Oh tak dapat menahan genangan di kantung matanya mendengar cerita Luhan. Meraih tangan kurus itu kemudian menggenggamnya. Benar. Tak apa.. tak apa Luhan yang menjadi menantunya. Ia akan dengan senang hati menerima. Namja ini sudah melebihi dari kriteria menantu idaman yang selalu ia rongrong pada Sehun.
"Lu.." panggilnya. Si namja cantik menoleh. "Aku ingin menjadi halmoni untuk Eunsun."
~xXXx~
Kejadian hari ini sungguh tak terduga. Apalagi permintaan Mrs Oh yang ingin menjadi halmoni untuk Eunsun. Luhan tidak tahu harus menjawab apa, sebab pada kenyataannya Mrs Oh memang halmoni kandung Eunsun. Kenapa mesti meminta lagi? Apa karena permasalahaannya dengan Sehun yang tak kunjung selesai, maka dari itu Mrs Oh bersikap begitu? Apa yang harus ia lakukan? Kenapa hal ini terus-terusan bertambah pelik. Luhan dibuat makin bingung. Tak tahu berbuat apa.
C-klek. Eh? Memandang ke arah pintu. Seorang gadis kecil baru saja membuka pintu kamarnya lalu menutup lagi dan berjalan menghampiri ranjang. Ada apa?
"Kau ingin tidur bersamaku?" Tanya Luhan memastikan. Gadis cilik itu mengangguk kemudian menaiki ranjang yang sudah diberik jarak oleh sang ibu yang bergeser sedikit agar ia mendapat tempat.
Mengarahkan wajahnya ke dada Luhan, mencari posisi yang nyaman kemudian melingkarkan tangannya pada tubuh si ibu. Memeluk. Luhan sedikit terkejut namun ia lalu tersenyum. Membalas pelukan Eunsun dengan tangan satunya yang bebas mengusap surai hitam milik malaikat kecilnya. Halus dan lembut. Tak biasanya Eunsun bersikap manja begini. Apa ia kelelahan makanya ingin tidur bersama Luhan? Entahlah.. jelasnya, namja yang berstatuskan ibu ini senang mendapat pelukan dari Eunsun.
"Jalja Eunsun-ie.. saranghae." Bisik Luhan setelah mengecup kening Eunsun. Aku sudah berjanji dan akan menepatinya, Sun-ie.
~xXXx~
Ketika Luhan dan Eunsun sedang mencuci piring bersama terdengar ketukan di pintu depan membuat keduanya terpaksa menghentikan kegiatan mereka dan berjalan ke arah depan. Luhan melirik Eunsun di sebelahnya. Insting mungkin, makanya mereka bersama-sama ingin membuka pintu. Mengusap puncak kepala gadis kecil itu kemudian memutar kunci yang tergantung lalu menarik knop pintu.
Keduanya terkejut begitu pintu terbuka seseorang yang berdiri di depan langsung jatuh berlutut di hadapan Luhan dan Eunsun. Terlebih si namja cantik yang membelalakkan mata tahu siapa orang tersebut dari pakaian serta postur tubuhnya.
"Mianhae.." lirihnya dengan kepala tertunduk. "Aku.. aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Jebal, maafkan aku. Maafkan aku. Ku mohon.." Sehun berusaha menahan rasa sesak yang membuncah di dalam dada. Otaknya sudah buntu. Dia sudah berusaha keras, hanya ini yang bisa ia lakukan. Bila tetap tak mendapatkan maaf dari Luhan, Sehun memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya. Bahkan melupakan dua orang ini, meski pasti sulit.
Menarik napas dalam lalu menghembuskan kasar. Tapi usaha untuk mengurangi kesesakan tak berhasil, malah rasanya makin tak tertahankan sehingga membuat napasnya tersendat. "Bu-bukan Cuma karena rasa bersalah ku padamu saja. A-aku ingin menebus semuanya. Aku ingin bertanggung jawab. Aku ingin menjadi ayah untuk Eunsun. Jebal, Lu.. maafkan aku."
Cairan bening yang seenaknya saja berkumpul di kantung mata mulai merembes dari sudut mata Sehun. Terakhir kali untuk mencoba. Ia akan mengatakan semuanya. "Aku memang orang jahat dan egois. Tapi itu dulu.. sekarang aku sudah berubah. Karena dirimu, karena Eunsun. Aku ingin mencoba menjadi orang berguna bagi kalian. Entah bagaimana caranya bertanggung jawab, aku.. aku akan berusaha melindungi kalian."
"A-aku mencintaimu, Luhan-ah.."
Cuma bungkam dengan pikiran melayang-layang. Kata itu diucapkan secara sadar oleh Sehun kali ini.
Terasa sapuan lembut di pipi kanannya, menghapus sebulir air yang baru menetes membuat Sehun mendongak sehingga bertemu pandang dengan sepasang mata indah menyerupai milik si namja cantik. Sehun tak tahu mesti melakukan apa menyadari sikap si gadis kecil sama sekali tak terkejut mendengar pengakuannya. Aku ayahmu. Orang yang pernah tak menginginkan kehidupanmu, Sun-ah..
"Uljima.."
Bukan Cuma Sehun yang melotot kaget, si pria manis ikut melebarkan matanya ketika suara asing terdengar diantara mereka. Suara yang amat lembut dan halus. Memandang shock si yeoja cilik yang tak mengindahkan tatapan dua orang di dekatnya. Eunsun masih melihat Sehun seperti biasa. Datar. Tak banyak berekspresi.
Luhan berjongkok seraya menilik wajah anaknya. Ia tak salah dengar 'kan? Suara Eunsun? Eunsun baru saja mengucapkan satu kata? Kata pertama sejak kebisuannya selama tiga tahun. Eunsun berbicara! "E-eunsun-ah.."
Si gadis kecil beralih menoleh pada sang ibu. "Eomma.. maafkan appa."
Masih tak percaya dengan indra penglihatan dan pendengarannya, Luhan mengabaikan perkataan Eunsun. Menatap intens si yeoja kecil tak berkedip. Sekian tahun tak mendengar suara Eunsun.. ia benar-benar merindukannya. Meski terkejut, ia bahagia mengetahui malaikatnya mau berbicara lagi. Lama.. lama sekali menunggu hari ini datang.
"Eomma.."
Tersadar, namja cantik ini kemudian menoleh. Menatap Sehun yang juga memandangnya. Menganggukkan kepala pelan mengundang tatapan tak percaya namja bermata rubah itu. Ia sudah berjanji dan ketika Eunsun sendiri yang meminta, Luhan harus membuang segala hal yang menghambat. Melepaskan setitik cahaya yang ia kurung dalam hatinya.
"Je-jeongmal?" gerakan kepala si namja cantik terekam jelas oleh matanya, namun rasanya.. entah, dia tak menyangka. Sekali lagi Luhan mengangguk disertai senyum kecil transparan membuat Sehun sontak menggapai tubuh kurus di depannya lalu mendekap erat.
Tak kuasa menahan bulir-bulir bening itu menuruni pipinya, Sehun membiarkan saja. Tidak, kali ini kesesakan di dadanya bukan karena perih melainkan bahagia yang baru ia sadari amat penuh hanya karena mendapat maaf dari Luhan. Yah, namja cantik yang berada dalam pelukannya ini telah memberikan maaf padanya. Sungguh! Hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. Suara isak keluar senantiasa mengiringi air mata yang jatuh menyerupai hujan membentuk sungai kembar di wajah Sehun.
"Gomawo.. jeongmal gomawo! Gomapta!" ujar Sehun berulang-ulang. Mendekap lebih erat lagi.
Bibir cherry itu melengkung membentuk seulas senyum. Tak tahu kalau setelah memberi maaf, beban yang ia pikul terasa berkurang. Sakit hati yang ia pendam berangsur sembuh. Lega. Menyesal mempertahankan keegoisan yang membawa pedih semakin dalam. Rasa benci yang ia tanam perlahan tercabuti akarnya. Karena di suatu sudut hatinya, dia tahu kalau sebenarnya ia pun telah jatuh pada pesona orang yang tengah memeluknya erat. Luhan mencintai Oh Sehun, bahkan sewaktu peristiwa malam itu terjadi.
Sementara si gadis kecil mengembangkan senyumnya. Senyuman yang pernah tenggelam di raut datar wajahnya. Eomma.. appa.. saranghae~ dan Eunsun ikut menghambur memeluk kedua orang yang baru mengingat dirinya sesudah ia tubruk. Sehun melonggarkan pelukannya agar si yeoja cilik bisa berada diantara tubuhnya dan Luhan. Memposisikan Eunsun di tengah mereka dan kembali memeluk kedua orang itu.
Benar, usaha keras akan membuahkan hasil. Memaafkan adalah bibit dari kebahagiaan. Dan bahagia adalah hidup baru untuk ketiganya.
.
.
.
Sedangkan tiga orang yang sejak tadi berdiri di dekat sebuah pintu berwarna coklat tak jauh dari flat Kim Luhan menangis tersedu. Terharu melihat Luhan yang mau memaafkan Sehun. Mrs Oh serta Jin Ri juga Baekhyun hampir saling berpelukan karena terlalu meresapi kejadian itu. Mereka senang. Akhirnya perjuangan Sehun meminta maaf terwujud dan Baekhyun tersenyum bahagia sebab dia tahu perasaan Luhan terbalas.
"Aku akan lebih bahagia bila Sehun menjadikan Luhan sebagai pendamping hidupnya." Kata Mrs Oh seraya menyeka air mata yang mulai menetes dari sudut matanya.
Jin Ri mengangguk. "Aku pun bahagia jika Luhan oppa menjadi kakak iparku dan Eunsun menjadi keponakanku."
Hyung.. kau mendapatkan kebahagiaanmu. Selamat. Batin Baekhyun.
Dan seorang pria berperawakan tegas yang berada di belakang ketiga orang tadi yang juga menyaksikan kejadian barusan menghela napas pelan kemudian membuat senyum kecil.
'Semoga kalian berbahagia.'
~xXXx~
Hening.
Meski sunyi, tapi tak membuat seorang pun merasa kesepian. Sebab mereka tengah diliputi kebahagiaan. Sehun tak bosan mengusap kepala Eunsun yang tertidur di pangkuannya. Luhan sendiri duduk di sebelah Sehun sembari merapikan rambut si gadis kecil yang berantakan. Mereka berada di ruang depan flat Luhan, duduk di sofa panjang. Senyum pun tak lepas dari keduanya.
"Bagaimana Eunsun tahu kalau aku adalah ayahnya?" Sehun melontarkan pertanyaan tanpa melihat ke arah Luhan.
Si namja cantik terdiam. Memandangi wajah malaikat kecilnya yang meski tertidur, senyum terukir di bibirnya. Eunsun memang pernah bertanya mengenai Sehun, namun ia tak menjawabnya. Dia pun bingung bagaimana anak sekecil itu tahu padahal ia tidak pernah menceritakan apa-apa. Tak lama senyum kembali muncul di bibir Luhan. "Dia anak yang pintar. Mungkin menyimpulkan dari bagaimana kita selama ini."
Sehun mengangguk. Di sekolah pun, ia banyak memberi clue pada Eunsun. Jadi pastilah gadis kecil ini cepat menangkap. "Maafkan aku yang pernah tak mengharapkan kehadiranmu. Aku sangat menyayangimu, Sun-ie." Mengecup kening Eunsun.
Apa ini takdir? Mereka dipertemukan kembali. Rasa benci yang ia suburkan ternyata masih belum mampu mengalahkan rasa cinta yang hadir begitu saja dalam hatinya. Melihat perlakuan Sehun pada Eunsun, sekali lagi membuatnya merasa amat bersyukur karena memilih mempertahankan kandungannya dulu. Anak yang ia lahirkan sekarang menjadi kunci dari kebahagiaannya. Luhan juga tak menyesal mengalami penderitaan bila dibayar dengan senyum di akhir.
Lamunan Luhan buyar kala tangannya yang merapikan rambut Eunsun digenggam oleh tangan besar yang semula mengusap kepala anaknya. Menengadah dan mendapati Sehun sedang menatapnya lekat.
"Terima kasih mau memaafkanku. Terima kasih menginjinkanku berada di sini. Aku.. aku berjanji akan membalas semua penderitaanmu. Menjaga kalian berdua. Tak akan kubiarkan hal buruk menimpa kalian." Ujar Sehun tegas.
"Hun.."
"Lu, menikahlah denganku."
FIN
EPILOG
"Kita mau kemana Baekhyun samchon?"
"Sudah.. ikut saja. Eum.. kau harus membantuku, arra!" putus namja berwajah imut ini sepihak sembari menggenggam erat tangan kecil seorang yeoja cilik di sebelahnya. Kini mereka berjalan di dalam sebuah mall ternama Seoul.
Eunsun diam saja. Walau tak tahu kemana samchonnya ini akan membawanya, ia tidak takut. Alasan Baekhyun tadi katanya ingin mencari hadiah untuk sahabat baiknya. Karena sudah lama tak bertemu, jadi dia bingung. Mungkin selera sahabatnya telah berubah. Maka dari itu mengajak Eunsun yang tak tahu orang seperti apa sahabat Baekhyun. Samchon aneh, pikir Eunsun.
Bruk!
"Uuh~"
Baekhyun dan Eunsun berhenti ketika seorang anak lelaki menubruk si namja imut lalu terjatuh ke lantai sambil mengusap dahinya yang mungkin terkena kaki Baekhyun.
"Gwenchana?" Tanya Baekhyun mengamati si anak kecil. Eunsun Cuma melihat saja.
"Uh? Ng!?" cepat-cepat ia berdiri. "Ah, nan gwenchana. Jaljinae~" katanya memamerkan senyum ceria.
Anak yang lucu.
"Yah! Anak nakal!" seorang pria dewasa menghampiri mereka bertiga dengan napas tak beraturan. Habis berlari. Sadar keberadaan orang asing, ia buru-buru membungkukkan badan sopan. "Jweisonghamnida. Pasti anakku berbuat salah padamu, kan?" serbunya lalu menarik anak tadi ke sampingnya. Si anak cemberut lucu.
Baekhyun sedikit salah tingkah. Meski ia yang ditabrak, tapi yang jatuh justru anak kecil itu. "Ah, tidak. Tidak apa-apa."
"Maafkan anakku." Katanya sambil menunduk. "Cepat minta maaf bodoh." Bisiknya tajam pada anak yang berdiri di sebelahnya. Namun tak ada balasan. Eh? Kemana anak itu? Ia pun menggerakkan kepalanya ke sana kemari mencari anak lelaki yang ia temukan berdiri di belakang Baekhyun dengan tangan bertengger di pinggul. "Apa yang kau lakukan?!"
"Appa.. pinggul hyung ini ramping."
Jedeerrr! Bagai tersambar petir di siang hari, Baekhyun kaget bukan main mendengar penuturan seorang anak lelaki yang diperkirakan seusia Eunsun. Matanya membulat shock. Pi-pinggul ramping?
"PARK TAEYONG!" gelegar namja yang merupakan ayah dari bocah bernama Taeyong itu.
"Wae? Bukankah appa menyukai orang yang mempunyai pinggul indah seperti hyung ini?" ceplos Taeyong lagi membuat wajah sang ayah serta Baekhyun merah padam. Sementara Eunsun mengerutkan keningnya dan ingin tertawa melihat wajah samchonnya yang bak lobster siap saji.
"Cepat minta maaf!" menarik kasar tubuh Taeyong lalu membuatnya membungkuk. "Maafkan anak bodoh ini. Maafkan kami.." katanya kemudian menarik Taeyong menjauh.
Taeyong meronta. Ia tidak mau berpisah dengan hyung berpinggul ramping–Baekhyun. "Appa nikahi hyung itu. Aku suka padanya. Aku ingin hyung itu menjadi eommaku!"
"DIAM!"
Uh-oh.. Baekhyun menelan ludah kasar mendengar kata-kata Taeyong. Apa-apaan ini? Kenapa dia harus mengalami ini? Di tempat ramai dan disaksikan puluhan pasang mata! Bagus! Betapa malunya ia sekarang. Huweee.. aku mau pulang!
"Samchon.. anak tadi ingin samchon menjadi ibunya." Celetuk Eunsun membuat Baekhyun makin malu.
Tidak!
END
Well.. terima kasih banyak untuk Ebby Kim, karyamu benar – benar bagus dan menyentuh. Dan terima kasih juga karena sudah ngizinin buat remake ff-ny. Jeongmal gomawo #bow
BIG THANKs buat semua yang review, follow favorite atau silent readers. Sudah mengikuti ff ini dari awal sampe akhir. Keterlambatan yang lalu-lalu ny udah terbayar 'kan? Irna double update buat kalian nih! Irna harap kalian suka /senyum lebar/
Review again?