He's Gone

By: Irna Lulu

.

.

Main Cast : Jung Luhan, Oh Sehun, Jung Daehyun

Other Cast : Byun Baekhyun, Jung Yunho, Kim Jaejong (nyempil dikit)

Genre : Sad, Angst, Romance ( dikit)

Warning : FF ini pernah aku publish dengan main cast ChanLu, jdi ini remake dengan main cast HunHan, Typo bertebaran, EYD tak beraturan, cerita sinetron bin absurd (Harap Maklum)

DON'T LIKE

.

.

.

.

.

DON'T READ

Happy reading ^^

.

.

Pagi itu sangat cerah, terlalu cerah untuk sebuah kesunyian yang menyesakkan. Derap langkah laki-laki itu menggema di koridor rumah sakit sebelum dia berhenti di depan sebuah pintu. Namja itu menahan nafas sebelum akhirnya menyunggingkan sebuah senyum bodohnya seperti biasa. Dengan gerakan yang pelan karena tidak ingin mengganggu seseorang yang berada di dalamruangan itu, ia membuka pintu.

• He's Gone •

Ruangan serba putih itu terasa sepi, hanya terdengar deru nafas teratur dari seorang yang berbaring di ranjang pesakitan. Jung Luhan seorang namja yang terbaring setelah di nyatakan koma. Sudah seminggu lama-nya Luhan terbaring di sana setelah menjalani operasi pendonoran mata.

Cklek

Pintu kamar rawat Luhan terbuka, masuklah seorang lelaki tampan berkulit putih pucat. Nama-nya Oh Sehun sahabat terbaik Luhan semasa sekolah. Sehun masuk ke dalam kamar rawat Luhan dan menutup pintu dengan pelan agar tak mengganggu tidur panjang Luhan. Perlahan Sehun berjalan ke arah Luhan terbaring, menarik kursi dan duduk di samping ranjang, menatap wajah Luhan dengan pandangan sendu.

Tangan Sehun terangkat membelai surai karamel Luhan yang lembut, turun ke pipi tirusnya. "Bukalah mata-mu, Lu. Apa kau tak ingin melihat ku? Sehun sahabat-mu yang paling tampan!" Sehun-pun terkekeh dengan ucapan-nya sendiri. Sedetik kemudian tatapannya berubah sendu.

"Aku merindukan-mu, Lu." Tangan-nya terangkat mengusap mata Luhan. "Aku merindukan mata ini yang selalu memancarkan kehangatan." Setetes air mata jatuh membasahi pipi Sehun.

"Apa kau ingat waktu kita sekolah duluLu?" ucap Sehun sambil menerawang.

Flashback

Derap langkah kaki itu menggema di lorong sekolah. Dua anak manusia tengah berlari beriringan.

"Mati aku pelajaran Choseonsaengnim lima menit lagi di mulai!" ucap Luhan masih terus berlari.

"Cepatlah Lu kalau kau tidak mau kena hukuman darinya!"

"Yaakkk! Sehun tunggu!" Luhan masih terus berlari menuju kelasnya.

"Fiiuuh.. Hampir saja!" Helaan nafas lega Luhan ketika sampai di kelas guru yang mengajar belum datang. Luhan dan Sehun - sahabatnya - berjalan menuju bangku mereka. Sehun duduk di belakang Luhan.

Waktu istirahat pun tiba, sambil memasukan buku-buku pelajarannya Sehun berkata "Kau tahu Lu, ku dengar ada siswa baru pindahan dari Jepang."

"Benarkah? Seperti apa orangnya? Apa mengasyikkan atau menyebalkan seperti mu?"

"Hei.. aku tidak menyebalkan, Lu!"

Luhan terkekeh pelan. "Ayo ke kantin aku lapar."

Setibanya di kantin Luhan dan Sehun memesan makanan dan minuman kemudian duduk di bangku kosong yang berada di sudut ruangan. Tiba-tiba dua orang laki-laki menghampiri Luhan dan Sehun.

"Hai.. boleh kamiduduk disini?"ucap salah satu laki-laki manis sambil mendudukan diri tepat di sebelah Luhan.

"Aku Byun Baekhyun dan dia Jung Daehyun!"

Luhan tersenyum manis hingga membuat Daehyun terpesona. "Silahkan! Ah, margaku juga Jung. Aku Jung Luhan dan dia Oh Sehun." Sehun hanya tersenyum tipis, matanya melirik sekilas kearah Daehyun.

Sebulan sudah Luhan, Sehun, Baekhyun dan Daehyun berteman. Tapi hanya Daehyun yang terlihat selalu menempel pada dua sahabat ini. Sedangkan Baekhyun dia terlalu sibuk untuk menampakan dirinya karna Baekhyun sedang dekat dengan Park Chanyeol, ketua tim basket sekolah mereka.

Selama sebulan ini, Daehyun berusaha mendekati dan mendapatkan perhatian dari Luhan, tapi Luhan seakan tidak menanggapinya. Jika Daehyun mengajak Luhan makan, maka Luhan akan selalu mengajak sahabatnyan sekaligus orang yang menempati hatinya, Sehun.

Hari ini kelas sepi karna waktunya jam istirahat, hanya ada Luhan, Sehun, Baekhyundan Daehyun.

"Kau mau kemana?" tanya Luhan ketika dia lihat Sehun berdiri dan melangkah keluar kelas.

"Aku mau ke toilet dan mencari makan, kau mau ikut?"

"Hmm.. Tidak, aku mau ke perpustakaan, aku tunggu di sana yaa"

"Ah.. Sehun aku ikut, Chanyeol sudah menungguku di kantin," ujar Baekhyun.Sebelum beranjak dari duduknya Baekhyun sempat mengedipkan sebelah matanya ke arah Daehyun dan berujar "semangat". Daehyun hanya menanggapi dengan senyuman tipis. Baekhyun tau bahwa sahabatnya ini sangat menyukai Luhan.

"Ah oke, oh ya Lu, nanti aku akan menyusul kesana. Kau bersama Daehyun?"

Entahlah akhir-akhir ini Sehun merasa hatinya tak enak ketika melihat Luhan selalu bersama Daehyun. Mungkin cemburu. Sehun tau Daehyun menyimpan perasaan lebih pada sahabatnya Luhan, tatapan mata Daehyun berbeda jika menatap Luhan.

"Yaa.. Memangnya dengan siapa lagi? Ayo Daehyunnie!"

Daehyun hanya diam saja sambil menenangkan degup jantungnya karna baru saja Luhan menyentuh tangannya, dan apa tadi Luhan memanggilnya dengan nama yang manis 'Daehyunnie'. Baekhyun hanya terkikik geli disamping Sehunmelihat wajah bodoh Daehyun.

"Ayo Sehun kita ke kantin, Chanyeol sudah menunggu!" ucap Baekhyun sambil berlalu. Sementara Sehunhanya memperhatikan punggung Luhan yang perlahan menjauh kemudian berjalan meninggalkan kelas menuju kantin.

Setibanya di perpustakaan. Luhan membawa kaki mungilnya menuju sebuah rak buku dan mengambil buku Biologi kemudian berjalan ke bangku disudut ruangan, Daehyun-pun duduk di samping luhan.

'Aku harus memgatakannya, Ayolah Jung Daehyun kau pasti bisa!' batin Daehyun.

"Lu..."

Luhan hanya menjawab dengan gumaman tanpa menoleh ke Daehyun.

"Lu-Luhan.."

"Hmmm..apa?" Kali ini Luhan menoleh. Jantung Daehyun terpompa dengan cepat. Gugup itu yang di rasakan Daehyun saat ini.

"A-aku menyukaimu, maukah kau menjadi kekasihku? A-aku tau ini terlalu cepat, tapi a-ak-aku menyukaimu!"

Luhan kembali menunduk "Maaf Dae, aku..tidak bisa."

"Tidak apa-apa Luhan," pupus sudah harapan Daehyun.

Tak berapa lama Sehun menghampirinya. "Maaf aku terlambat, kantin penuh tadi, ini untukmu Lu. Aku tau kau belum makan, jadi tadi aku beli roti saja untukmu." Luhan menerimanya dengan tersenyum dan ada semburat merah muda menghiasi pipinya. Daehyun yang memperhatikan hanya menghembuskan nafas berat.

'Jadi begini rasanya ditolak?' batin Daehyun miris. "Aku kembali ke kelas yaa!" ucap Daehyun.

"Eoh.. Kausudah mau kembali? Tidak mau makan bersama? Aku juga membelikan roti untukmu," - Sehun

"Tidak, terima kasih. Aku sudah kenyang! Sampai jumpa dikelas!" ucap Daehyunsambil berjalan keluar perpustakaandengan perasaan yang sakit.

Luhan hanya melihat kepergian Daehyun dengan perasaan bersalah. 'Maafkan aku. Aku sudah mencintai orang lain.'

"Eoh.. Kau menangis Lu?"tangan Sehun terangkat menghapus jejak air mata dipipi Luhan.

"Eoh? Aku tidak menangis, akhir-akhir ini air mataku memang sering keluar, padahal aku sudah memberikan obat tetes mata." kilah Luhan.

"Apa kau sakit?" tanya Sehun lagi.

"Tidak!"

"Hhhah.. Apa kau sudah memeriksakannya?"

"Belum aku pikir ini hanya sakit mata biasa," jawab Luhan.

"Periksalah ke dokter!" ucap Sehun tersenyum lembut. Dan Oh! Tidakkah kau menyadari warna merah muda yang menghiasi pipi Luhan?

"Hmm.. Besok mungkin akan aku periksakan ke dokter. Kau perhatian sekali, hati-hati nanti kau bisa suka padaku," ucap Luhan malu-malu.

'Aku memang menyukaimu... Tidak tapi aku mencintaimu Lu, lebih dari sahabat!' batin Sehun. "Tentu saja aku perhatian padamu kau kan sahabat ku bodoh."

Luhan hanya tertawa miris tanpa di sadari oleh Sehun. 'Apakah hanya aku sendiri yang merasakan perasaan ini Sehun?'

"Tumor? Kanker mata?"Luhan menatap kosong kertas yang dipegangnya. "Apa itu artinya sebentar lagi aku akan buta dan aku akan mati?" Air mata semakin deras mengalir dari mata indah Luhan.

RETINOBLASTOMA adalah salah satu penyakit mata yang juga punya potensi untuk menyebabkan kebutaan. Penyakit mata ini disebabkan oleh tumor ganas yang ada di retina mata atau bisa juga di daerah saraf. Tumor ini dapat menjalar kemana - mana. (sedikit penjelasannya)

Luhan ingat pembicaraan nya dengan dokter spesialis mata yang menanganinya.

"La-lalu.. ap-apa bisa di sembuhkan?" Luhan berkata dengan lirih hampir seperti berbisik tapi dokter itu masih bisa mendengarnya.

"Tumor anda sudah menjalar ke sistem saraf mata anda, anda harus melakukan kemoterapi. Tapi kemungkinan anda untuk sembuh total sangat sedikit. Kami akan berusaha untuk memperlambat penyebaran sel kankernya."

Luhan berjalan dengan langkah gontai, tak perduli orang-orang melihatnya. Air mata semakin deras mengucur dari manik indah itu.

Sesampainya di rumah Luhan melihat ayahnya, Jung Yunho sedang membaca majalah bisnis disofa ruang tamu. Dengan langkah pelan Luhan menghampiri ayahnya, dan duduk di sebelahnya, menatap wajah ayahnya lekat yang menurutnya masih terlihat mudadi usianya yang mencapai empat puluhan.

Yunho yang merasakan ada seseorang duduk di sebelahnya hanya terdiam, dia tau anaknya yang sekarang duduk di sebelahnya sedang menatap lekat dirinya.

"Mau sampai kapan kau menatap appa seperti itu? Appa akui memang appa tampan." ucap Yunho masih sambil membaca majalah bisnis ditangannya. Luhan hanya memajukan bibir bawahnya mendengar ucapan ayahnya yang percaya diri.

"Appa... Kenapa appa tidak menikah lagi saja?"

Mendengar pertanyaan anaknya, Yunho langsung menutup majalahnya dan menghadap ke arah anaknya.

"Kau ini bicara apa? Kau tau bahwa tidak akan ada yang menggantikan umma-mu dihati appa, hanya umma-mu satu-satunya yang akan menjadi istri appa dan kau adalah anak kebanggan appa." ucap Yunho sambil memeluk Luhan erat.

"Tapi Appa nanti siapa yang akan menjaga appa jika aku tidak ada?"

"Apa kau pikir appa setua itu untuk tak bisa menjaga diri apa sendiri eoh? Lagi pula kau mau pergi kemana?" Ucapnya sambil mengusak rambut Luhan sayang.

"Aku kan tidak mungkin selamanya bersama appa, aku pasti akan menikah dan meninggalkan appa." Yunho tak menyahuti, hanya memeluk erat Luhan dengan sayang.

"Appa.."

"Hmmm.."

"Ceritakan tentang umma, bagaimana appa bertemu dengan umma? Bagaimana sifat umma? Umma sangat cantik aniya?"

Yunho melepaskan pelukannya, menghadap kedepan melihat foto yang menempel di dinding. Foto itumenampilkan satu yeoja cantik, satu namja dan seorang bayi laki-laki yang manis sekitar lima bulan dalam pangkuan yeoja cantik itu. Luhan menyandarkan dirinya kebahu kokoh sang ayah sambil mendengarkan cerita ayahnya tentang umma yang tidak pernah dilihatnya setelah Luhan berumur satu tahun. Kim Jaejong yeoja cantik yang telah melahirkannya, kebersamaan Luhan dengan sang ibu hanya ssebentar tepat diusia Luhan genap satu tahun yeoja cantik itu meninggalkarna penyakit yang dideritanya. RETINOBLASTOMA kanker mata yang sukar disembuhkan, sama dengan apa yang Luhan alami. Ironis aniya?

"Umma mu memang sangat cantik, tidak salah appa memilihumma-mu menjadi pendamping hidup appa. Kecantikan umma-mu itu menurun padamu baby. Mata ini sangat mirip dengan umma-mu." Ada rasa hangat menjalari hati Luhan kala Yunho mengecup kedua matanya.

"Appa.. kenapa Umma tidak mau di operasi?"

"Hmm.. Umma-mu sangat keras kepala Lu, dia berkata tidak ingin melewati perkembangan buah hatinya, dia ingin melihatmu tumbuh. Tapi appa mencoba mengerti, umma-mu sangat bahagia waktu kau lahir." Ada setitik air disudut mata musang itu. Kehilangan orang yang dicintai memang sangat menyakitkan, tapi takdir sudah berkehendak.

"Jja.. Lebih baik kau ganti baju, makan lalu istirahat! Besok kau sekolah!"

"Ne appa." ucap Luhan sambil mengecup kedua pipi ayahnya. Yunho menghela nafas.

"Apakah kau bahagia disana? Apa aku sudah menjadi appa yang baik untuk anak kita? Bogoshippo Boo, jeongmal!" ucap Yunho Lirih. Luhan yang mendengar kalimat yang diucapkan ayahnya menangis tersedu. Isakan kecil terdengar dari bibirnya.

"Umma.. Bogoshippo, aku harus bagaimana mengatakan tentang ini." ucap Luhan sambil meremas kertas ditangannya.

• He's Gone •

"Selamat pagi Luhan sahabatku yang manis!" sapa Sehun di pagi yang cerah itu,tapi tidak untuk Luhan. Sehun mengerutkan alisnya bingung, tak biasanya sahabatnya ini mengacuhkannya. Luhan hanya berjalan menatap kosong jalanan di depannya. Tiba-tiba Sehun menarik tangannya.

"Hei ada apa? Kau pucat Lu, apa kau sakit?" Pertanyaan beruntun Sehun.

"Aku tidak apa-apa Hun-ah, hanya perutku sakit. A-aku ke toilet dulu." Tanpa menunggu jawaban Sehun, Luhan langsung berlari menuju toilet. Sehun hanya memandang Luhan dengan khawatir.

Luhan buru-buru masuk ke salah satu bilik toilet paling pojok dan menguncinya, tidak melihat Daehyun yang baru keluar dari bilik toilet sebelahnya. Menarik selembar kertas dari saku celananya dan menatap lembaran kertas hasil pemeriksaan rumah sakit itu lagi. Di dalam toilet Luhan menangis terisak. Daehyun yang mendengarisakan Luhan segera menghampiri bilik toilet yang di tempati Luhan, dengan ragu mengetuknya.

Tok

Tok

Tok

"Lu..."

"Dae.." bisik Luhan parau, mengusap air mata dengan kasar.

"Kau kenapa, hmm?"

Luhan membuka pintu, dan pemandangan yang di lihat Daehyun adalah Luhan dengan jejak air mata di pipi mulusnya dan mata merah. Hati Daehyun sakit melihat orang yang di cintainya seperti itu.

"Kau kenapa?" Ucap Daehyun sekali lagi sambil menghapus air mata Luhan dan menarik Luhan kedalam pelukannya, mengusap punggung Laki-laki cantik itu dengan lembut.

"A-Aku tidak apa-apa Dae, a-aku hanya, perutku sakit makanya aku menangis." Luhan tersenyum tipis.

Bohong, Luhan ingin sekali berbagi kesedihan dengan orang-orang terdekatnya termasuk Sehun, sahabtnya sekaligus laki-laki yang di cintainya, tapi dia tidak ingin membebani laki-laki pucat itu. Ingin menceritakannya dengan Daehyun juga Luhan tidak mau, Luhan hanya tidak ingin karna penyakitnya ini orang-orang berubah menatapnya dengan kasihan.

Tanpa mereka sadari ada Sehun yang melihat Luhan berpelukan dengan Daehyun, Karna khawatir tadi Sehun mengikuti Luhan ke toilet. Hati Sehun sakit melihatnya, tangannya naik menuju bagian dada sebelah kiri tanpa sadar dia meremas bagian itu, menepuk-nepuk perlahan agar rasa sesak yang menjalari rongga dadanya berkurang. Kemudian Sehun memutuskan untuk pergi.

Luhan mendorong Daehyun pelan. "Maaf, bel sebentar lagi berbunyi aku masuk." Daehyun hanya memperhatikan punggung Luhan dengan sendu hingga pintu toilet tertutup. 'Sebenarnya kau kenapa Lu?' Daehyun menatap refleksi dirinya didepan cermin sambil tersenyum miris.

Pintu kamar mandi terbuka, Daehyun menolehkan kepalanya ke arah pintu dan melihat siswa lain memasuki toilet. Daehyun mencuci tangannya di wastafel, ketika hendak keluar siswa tadi memanggil Daehyun.

"Ano, apa ini milikmu?" ucap siswa tadi sambil menyerahkan selembar kertas pada Daehyun.

Daehyun hanya memperhatikan siswa tadi beralih ke selembar kertas itu, Daehyun pun mengambilnya, melipatnya dan memasukannya kedalam saku celananya. Tidak lupa dia mengucapkan 'Terima kasih' pada siswa tersebut.

Shock! itulah yang di rasa Daehyun ketika membuka lembar kertas yang ditemukan siswa tadi. Setelah keluar dari toilet Daehyun langsung membuka lembaran kertas itu dan membacanya.

"Bagaimana bisa?" Lirih Daehyun.

Dikelas Luhan hanya bisa menatap Sehun yang tertawa bersama Baekhyun dan Chanyeol. 'Apa besok aku masih bisa melihat senyummu Hun-ah?' Air mata menetes dari mata Luhan.Buru-buru Luhan mengapusnya dan kembali fokus pada buku yang dibacanya. Sementara Daehyun menatap Luhan dengan pandangan yang tak kalah sendu.

Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa maupun siswi bersiap untuk pulang setelah guru yang mengajar melangkah keluar. Daehyun yang melihat Luhan berdiri segera bernjak menghampiri Luhan dan menarik tangannya. Sehun dan Baekhyun saling berpandangan, mengedikan bahu acuh. Jauh didalam hati Sehun ada perasaan sesak melingkupi rongga dadanya.

"Aku duluan Sehun, Chanyeol sudah menungguku." Benar saja di depan kelas sudah ada Chanyeol menunggu dengan senyum lebar.

Sementara itu ditempat DaeHan...

"Ada apa Dae? Kau mau membawa ku kemana?" Daehyun tak menyahut, hanya berjalan sambil menarik pergelangan tangan Luhan menuju taman belakang sekolah.

"Lepaskan tanganku Dae!" sentak Luhan.

"Ada apa denganmu, eoh?" Daehyun tidak menjawab. Dia mengeluarkan selembar kertas dari sakunya dan memberikannya pada Luhan. Dengan tangan bergetar Luhan memerimannya dan membuka lipatan kertas itu.

"Kau bisa jelaskan ini?"

"I-ini.. kau temukan dimana?"

"Hhhah.. Aku menemukannya tadi pagi sewaktu kau meninggalkan toilet. Yang tercantum disitu apa benar Lu? Kau... sakit?"

"Lupakan ini Daehyun, aku tidak apa-apa, aku tidak perlu dikasihani!"

"Bukan begitu, Lu!Kau tau persis bagaimana perasaanku padamu. Aku mencintaimu Lu, sungguh. Bukan karna aku kasihan padamu!"

"Tapi aku tak bisa Dae, lupakan aku. Aku tidak bisa memberikanmu cinta karna cintaku sudah kuberikan pada-nya," ucap Luhan sambil menahan tangis, tapi percuma air mata jatuh menuruni pipi mulus tanpa cacat itu.

"Apa dia tau tentang hal ini? Dia sahabatmu kan? Hal seperti ini dia tidak tau? Apa itu yang disebut sahabat?"

"Tidak, aku tidak memberitahunya dan aku tidak ingin memberitahunya. Dia akan bahagia tanpa aku harus menyusahkannya." Air mata semakin deras membasahi pipi mulus itu.

"Aku mencintainya, sangat mencintainya. Untuk itu aku tidak mau menyusahkannya. Dia pantas mendapatkan pasangan yang lebih baik daripada aku Dae, yang bisa membuatnya bahagia, bukan laki-laki penyakitan yang akan meninggalkannya seperti aku."

"Maka dari itu, karna kau mencintainya kau berhak bersamanya Luhan. Aku akan memberitahunya." Setelah mengatakan itu Daehyun pergi meninggalkan Luhan. Namun, baru dua langkah berjalan suara teriakan Luhan menghentikan langkahnya. Ketika berbalik, alangkah terkejutnya Daehyun melihat Luhan yang tersungkur dengan lutut dan tangan yang menahan berat tubuhnya.

"TIDAK, JANGAN! JUNG DAEHYUN" Luhan hendak mengejar Daehyun akan tetapi pandangannya tiba-tiba memburam tanpa sadar kakinya menyandung batu dan Luhan terjatuh.

"Aaakh..."

"LUHAN!" teriak Daehyun panik.

"Kau baik-baik saja?"

"Ku mohon jangan beritahu Sehun, berjanjilah Dae, hmm?"

"Baiklah, aku tidak akan memberitahunya! Aku antar kau pulang!"

Sepulang dari kantor Yunho langsung melesat kedapur menyiapkan makanan yang tadi dibelinya. Setelah siap Yunho masuk kedalam kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Kemudian Yunho menuju kamar anaknya -Luhan- untuk makan bersama. Setelah mengetuk pintu,Yunho masuk ke kamar Luhan.

"Hmm.. Sedang mandi rupanya!" Yunho tersenyum sambil merapikan buk-buku yang berserakan dimeja belajar dan mematikan laptop yang menyala. Sebelum mematikan laptop, mata musangnya memperhatikan bacaan yang tertera RETINOBLASTOMA. "Untuk apa dia membuka artikel itu?" Mengedikan bahu Yunho lantas mematikan laptopnya. Disamping laptop terdapat sebuah amplop dengan logo Seoul Hospital dipojok kanan.

Dengan ragu Yunho membuka amplop tersebut, tiba-tiba saja mata musangnya terasa panas membaca sederet kalimat yang tertera pada selembar kertas itu.

"Bagaimana bisa? Anakku, Luhan," bisiknya parau.

Pintu kamar mandi terbuka menampilkan sosok Luhan berbalut piyama tidur bercorak gajah-gajah kecil, terlihat imut.

"Appa!" panggil Luhan hendak menghampiri ayahnya yang membelakangi dirinya. Yunho berbalik menghadap anaknya masih dengan tangan yang memegang selembar kertas. Dengan mata merah menahan air mata yang hendak turun.

Terkejut, Luhan yang melihat ayahnya memegang selembar kertas hasil test dari rumah sakit dengan mata musang sang ayah yang memancarkan kesedihan hanya bisa menunduk.

"Appa, mianhae. Jeongmal mianhae," ucap Luhan lirih.

"Kenapa kau menyembunyikannya dari appa, hmm?" Yunho berusaha untuk tidak menangis didepan anaknya. Berjalan kearah Luhan yang masih menunduk, meraih anaknya kedalam pelukan hangatnya seorang ayah. Air mata mulai menetes dari manik musang Yunho semakin lama semakin deras. Tak jauh berbeda dengan sang ayah, Luhanpun menangis terisak dipelukan sang ayah.

"Kau pasti sembuh, appa akan berusaha!" Luhan tak menjawab, hanya tangisnya makin keras. 'Kenapa kau buat satu persatu keluargaku meninggalkanku Tuhan, apa salahku? Tidakkah cukup istriku kau ambil, jangan ambil anakku, sembuhkan anakku Tuhan!'

• He's Gone •

Hari kelulusan tiba, semua orang berbahagia menyambut hari kelulusan itu terkecuali Luhan. Sehun membawa Luhan ke taman belakang sekolah. Beberapa menit mereka lalui hanya ada keterdiaman. Sehun menghela nafas dan beralih menghadap Luhan yang memandang kedepan.

"Lu..."

"Hmmm...?" jawab Luhan tanpa menatap Sehun.

"Kau kenapa? Akhir-akhir ini kau jadi pendiam."

Tanpa menatap Sehun, Luhan berkata, "Memangnya aku kenapa? Aku tidak apa-apa Hun-ah. Mungkin karna kemarin-kemarin aku takut tidak lulus ujian makanya aku jadi pendiam."

"Lusa aku akan berangkat, Lu!"

Reflek Luhan menghadapkan badannya, sekarang mereka duduk berhadapan. "Berangkat? Kau mau pergi? Kemana?"

"Aku mau melanjutakan sekolahku di Austria tepatnya Wina, aku mau mengembangkan musik Lu, kau tau cita-cita ku kan?"

"Menjadi pemain pemusik terkenal, tentu saja aku tau Hun-ah!"

'Semua tentangmu aku tau!' Lanjut Luhan dalam hati, Luhan tersenyum pedih.

"Hmmm.. Oh iya Lu, apa kau akan meneruskan cita-cita mu menjadi dancer terkenal? "

"Aku tidak tau Hun-ah, appa menyuruhku untuk meneruskan usahanya," jawab Luhan.

'Bagaimana aku bisa mewujudkan mimpiku sedangkan aku sebentar lagi akan buta Sehun dan aku akan mati!'

"Aku akan tampil hari ini, aku akan memainkan gitar dan menyanyikan lagu dengan baik. Ayo kita kembali ke aula."

Ketika hendak melangkah pandangan Luhan tiba-tiba menjadi buram. 'Oh tidak jangan sekarang, aku masih ingin melihat Sehun bermain musik dan melihat senyumnya. Jangan sekarang Tuhan!' Luhan memejamkan mata erat, setelah penglihatannya tidak mengabur Luhan berlari mengejar Sehun menuju aula sekolah.

"Kau mau menyanyi bersamaku?" Ajak Sehun ketika Luhan sudah di dekatnya. Luhan menganggukkan kepalanya. Sehun membawa Luhan ke atas panggung. Luhan berdiri diatas panggung denganSehun duduk dikursi dan mulai memetik senar gitarnya. Luhan mulai menutup matanya menyesapi suara merdu gitar yang dipetik oleh Sehun kemudian dia mulai bernyanyi.

Neoreul bojimalgeol geuraesseo

Dareun sesangeseo salgeoseul

Geujeo moreuneun sarameuro sandamyeon

Ireon apeumttawineun mollasseulteni..

(Seandainya saya tidak akan pernah boleh melihatmu bila aku akan hidup di kehidupan lain bila aku menjalani kehidupan sebagai orang lain Segala Kesedihan yang begini aku tidak akan mengetahuinya

Seandainya saya tidak akan pernah boleh melihatmu

bila aku akan hidup di kehidupan lain

bila aku menjalani kehidupan sebagai orang lain

Segala Kesedihan yang begini aku tidak akan mengetahuinya)

Maeil maeil neoreul jiugo

Maeil maeil neoreul beoryeodo

Naemameun imi neoreul kkok sumginchae

Nohajuji anha sarangira bureumyeo..

(Setiap hari aku melupakanmu

Setiap hari aku meninggalkanmu

Dalam hati saya sungguh aku telah merahasiakanmu

Tidak akan melepaskan untuk mengatakan kata cinta)

Sarangeun haengbogira mitgo isseonneunde

Malmotaneun sarangeun haneuri jun beorilppuniya

Neoman saranghamyeon mami jeoryeoseo

Nunmulman humchimyeo saraganikka..

(Aku percaya bahwa cinta membuat bahagia, namun

Ketidakmampuan mengatakan cinta adalah surga yang hanya memberikan hukumannya

Aku hanya mencintaumu, bila aku mencintaimu hatiku sangat nyeri

Hidup ini hanya ada airmata yang membuat luka)

Neo ireoneun beoreul ijeosseo

Ibeurodo neoreul ijeosseo

Gakkeumssik sure chwihae naesarangeul malhaebeoril geot gata

Geuge geobi nal ppunya..

(Seperti ini aku telah melupakan siksaan ini

Bibirku ( ucapanku )pun telah melupakanmu

Kadang2 saat mabuk seakan aku akan mengatakan cintaku

sungguh itu saat yang menakutkan)

Sarangeun haengbogira mitgo isseonneunde

Malmotaneun sarangeun haneuri jun beorilppuniya

Neoman saranghamyeon mami jeoryeoseo

Nunmulman humchimyeo saraganikka..

(Saya percaya bahwa cinta itu adalah kebahagiaan,namun..

ketidakmampuan mengucapkan kata cinta adalah surga yang hanya memberikan hukuman saja

Aku hanya mencintaumu, bila mencintaimu hatiku sangat nyeri

Hidup ini hanya ada airmata yang membuat luka,)

Kkumeseo sarangeul halkka

Ulgo tto uldaga jichyeoseo

Jami deureo bojiman

Kkaego namyeon haruga neul ttokgateunde..

(Akankah aku mencintaimu dalam mimpi..

Menangis dan menangis lagi hingga lelah sekali

Hingga tertidur, bangun dan kapanpun hari kembali seperti itu)

Neol saranghae ireoke saranghago isseo

Niga eomneun goseseo nammollae sarangeul malhaebwa

Hoksi niga deutgo daranalkkabwa

Amudo moreuge saranghajanha…

(Seperti ini aku mencintaimu

Bila kau tak ada, aku mencoba mengatakan cinta

mungkin saja engkau mendengar dan kau akan lari dariku)

~ K Will - Love is Punishment ~

Suara tepuk tangan terdengar dari setiap sudut aula. Luhan tersenyum kemudian membuka mata. 'Gelap' itulah yang Luhan lihat ketika membuka mata. Luhan takut, karna dia masih ingin melihat orang yang dicintainya. Daehyun yang duduk dibarisan paling depanpun buru-buru menghampiri Luhan dan merangkulnya. Sehun yang hendak menghampiri Luhan pun mengurungkan niatnya ketika Daehyun sudah mendekap Luhan dan melangkah keluar ruangan.

"Sehun?" bisik Luhan

"Bukan Lu. Ini aku Daehyun."

Luhan mengeratkan pelukannya dan menangis sejadi-jadinya. Sehun yang melihatnya-pun hanya tersenyum pahit.

"Kau tidak apa-apa?"

"Gelap!" lirih Luhan, nyaris berbisik. Tapi Daehyun bisa mendengarnya.

"Luhan.. Anakku, kau tidak apa-apa?" Yunho yang baru datang ke acara itu dan melihat Luhan diatas panggung sedang dipeluk seorang laki-laki sambil menangis langsung naik keats panggung tidak memperdulikan para siswa/siswi, guru dan wali murid menatapnya dengan heran. Begitu sampai di atas panggung, Yunho mengambil alih Luhan dari Daehyun.

"Appa, Luhan tidak bisa melihat appa, gelap!" Isakkan kecil lolos dari bibir mungil yang bergetar itu.

"Tenanglah, ada appa disini, kita pulang," bisik Yunho tenang, sambil menuntun Luhan menuruni panggung.

"Kau harus dirawat, Lu!"

"TIDAK.. AKU TIDAK MAU DAE!" jerit Luhan, Daehyun terus menarik Luhan membawanya untuk masuk ke rumah sakit. Pagi tadi Daehyun mengunjungi kediaman Luhan, dan minta izin untuk membawa Luhan pergi. Yunho dengan senang hati memberinya izin.

"Percuma Daehyun, aku tidak akan bisa melihat lagi, aku buta sekarang Daehyun, DAN AKU AKAN MATI!"

PLAAKKK

Tamparan Daehyun berikan untuk Luhan. Air mata membasahi pipi Luhan dengan jejak merah bekas tamparan Daehyun dipipinya.

"Aku tidak bisa melihatnya lagi Dae, besok Dia akan pergi. Aku tidak akan bisa melihatnya lagi."

Daehyun mendekap Luhan erat dan membelai rambut Luhan dengan sayang.Sakit melihat orang yang dicintainya meneteskan air mata untuk yang kesekian kali. Daehyun mengerjapkan matanya untuk menghalau air mata yang hendak melesak keluar.

"Kau masih punya kesempatan untuk melihatnya Lu, percayalah padaku." ucap Daehyun mencoba menenangkan Luhan yang masih terisak.

"Bagaimana caranya Daehyun? Aku sekarang sudah menjadi orang buta, dan besok dia akan pergi!" Daehyun semakin mendekap erat Luhan.

Hari keberangkatan Sehun ke Austria-pun tiba. Sehun sudah menunggu di kursi tunggu sambil mendengarkan lagu dari earphone yang terpasang di telingannya. Seseorang menepuk bahu Sehun.

"Dae.. Mana Luhan?" Sehun berkata ketika tidak melihat Luhan dan hanya ada Daehyun yang mengantarnya.

"Luhan tak bisa mengantarkan-mu, dia sedang sakit." Ada rasa kecewa ketika Luhan orang yang di cintainya tak bisa menemuinya.

"Owh... Dia sakit apa? Seharusnya dia meneleponku kalau dia tidak bisa datang." ucap Sehun sedih. Daehyun yang melihat wajah Sehun berubah hanya bisa tersenyum samar. Dia sudah berjanji pada Luhan untuk tidak berkata apapun tentang keadaannya. Daehyun duduk disamping Sehun.

"Sehun!"

"Hmm..?"

"Kenapa kau tak mengatakannya?"

"Mengatakan apa?"

"Aku tahu kau mencintai Luhan, Luhan-pun mencintaimu, tapi kenapa kau tidak mengatakannya?"

"Darimana kau tahu Luhan mencintaiku?" kaget Sehun.

"Aku tahu karena dia menolak ku." Daehyun tersenyum tipis.

Cukup lama keheningan tercipta hingga waktunya keberangkatan Sehun tiba.

"Aku memang mencintainya Dae, tapi kebahagiaannya tidak ada bersamaku sekarang. Aku ingin dia bahagia. Setelah sukses dengan musikku, aku akan kembali dan mencintainya, menikahinya dan mempunyai anak. Selama aku pergi aku titip Luhan padamu. Aku berangkat."

"Sehun.. aku harap kau tidak menyesal kalau Luhan—"

'Aku mohon, Dae jangan beritahuSehun tentang aku, aku mohon!'

sekelebat bayangan Luhan yang menangis dan memohon terlintas di pikirannya. Ingin sekali Daehyun memberitahukannya pada Sehun tentang Luhan.Tapi Daehyun sudah berjanji pada Luhan untuk tidak memberitahukannya. Sehun mengerutkan alis bingung.

"Dae?"

"Aah... tidak apa-apa, hati-hati. Jika ada waktu libur datanglah menjenguk aku dan Luhan." Sehun mengangguk dan tersenyum, kemudian berbalik dan melangkah masuk menuju pintu keberangkatan. Ada perasaan aneh dan menyesakan melingkupinyatentang kata 'menyesal' yang diucapkan Daehyun tadi. Tapi Sehun mencoba untuk berpikir positif, dia harus meraih gelar pemusik itu, dan menunjukannya pada Luhan.

Luhan sedang duduk sambil bersender dikepala ranjang ketika Daehyun datang. Setelah bujukandari Yunhoappanya, Luhan mau melakukan kemoterapi dan dirawat dirumah sakit.

"Hai..bagaimana kabarmu?" ucap Daehyun sambil melangkah menuju ranjang Luhan dan duduk dikursi samping ranjang.

"Seperti yang kau lihat, aku baik, tapi... aku juga bosan berada disini!" Luhan berkata sambil mengerucutkan bibirnya.

"Eii kau baru dua hari disini sudah bilang bosan," cibir Daehyun.

"Aku bosan karna aku sendirian disini, si beruang coklat itu juga jarang menemaniku." kening Daehyun berkerut.

"Beruang coklat?" tanya Daehyun.

"Iyaa, appaku. Kata appa, umma sering memanggil appa seperti itu!" ucap Luhan sambil terkikik geli. Daehyunpun hanya tersenyum. Seseorang yang memperhatikan mereka dari luar pun tersenyum.

'Tetaplah tersenyum seperti itu Lu, appa akan berusaha mencarikan donor mata untukmu.' batin Yunho sambil melangkah pergi menjauhi kamar rawat Luhan.

He's Gone

1 tahun kemudian

Sehun menatap ke luar jendela. Bangunan-bangunan yang sebelumnya tampak begitu kecil, perlahan mulai terlihat normal seiring mendaratnya pesawat.

Melepaskan sabuk pengamannya, Sehun sedikit merapikan kacamata yg menutupi bukti kesedihan tersembunyi di kedua matanya, sebelum mengambil tasnya. Menunggu keadaan sedikit lebih lengang, kemudian berjalan keluar dr pesawat.

Berapa lama dia meninggalkan Seoul?

Berapa lama dia meninggalkan orang-orang terkasihnya?

Keluarga, teman, dan juga...

Luhan..

Dia begitu merindukan namja mungil itu. Sangat rindu, hingga bahkan jarak dari pesawat menuju pintu keluar bandara yang hanya berjarak tak seberapa itu terasa begitu jauh. Bahkan dengan langkah lebar dari kedua kaki panjangnya, namja tampan itu masih merasa kalau dia tak kunjung keluar dari bandara.

Rasa rindu kah?

Rasa bersalah kah?

Untuk sejenak, Sehun berhenti dan menatap puluhan orang yang berlalu-lalang di depannya. Menatap beberapa penjemput yang menangis haru atau sekedar tertawa senang saat melihat orang yang mereka tunggu akhirnya tiba. Dan untuk sejenak itu, ada sebuah harapan hampa yang tercipta di dalam benaknya.

Harapan kalau 'dia' ada di sana...

Tersenyum padanya dan menyambutnya dengan kedua mata indah yang terus berbinar.

Tersenyum miris, Sehun kembali berjalan. Tidak seharusnya dia berlama-lama di sini danberharap yang tidak-tidak.

Karena dia tahu.

Itu tidak mungkin terjadi.

Luhan tidak mungkin datang kemari untuk menyambutnya.

Begitu keluar dari bandara Sehun langsung menaiki taksi. "Seoul Hospital, pak!" ucapnya. Sehun mengambil selembar kertas yang terselip di saku bajunya, membukanya dan melihat isi tulisan dari sang sahabat Daehyun.

For Sehun

Hai, bagaimana kabarmu?

Ku harap baik-baik saja. Setelah surat ini sampai ke tanganmu aku sudah tidak berada di sisi Luhan lagi Hun-ah. Maaf, aku tidak bisa menepati janjiku untuk selalu berada disisi Luhan selama kau tidak ada.

Ku harap kau segera kembali untuk menepati janjimu.

Taukah kau Hun-ah bahwa harapan Luhan yang terakhir adalah untuk bisa melihatmu, melihat orang yang di cintainya.

Yaa Hun-ah.. Luhan kehilangan penglihatannya pada saat hari kelulusan. Makanya dia tidak bisa mengantarmu. Luhan sakit Hun-ah, dia terkena kanker mata. Dia pernah bercerita padaku bahwa penyakit yang di deritanya adalah penyakit turunan dari Ibunya. Dia mengatakan padaku kalau dia takut tidak bisa melihatmu sebelum kepergiannya Hun-ah.

Maka aku putuskan untuk mendonorkan mataku untuk Luhan. Maafkan aku karna baru memberitahumu sekarang. Jagalah Luhan dengan baik Hun-ah, Bahagiakan dia sebelum waktu menjemputnya.

Jung Daehyun

Air mata keluar dari manik hitam Sehun. Dia sedih dan menyesal karena telah meninggalkan sahabatnya, cintanya yang yang sedang sekarat. Seandainya dia mengatakan kepada Luhan bahwa ia sangat mencintai laki-laki mungil itu, sebelum keberangkatannya mungkin waktu yang tersisa masih banyak.

Tapi, waktu tidak bisa berputar mundur, kan?

'Aku akan menepati janjiku Dae, terima kasih!'

Flashback OFF

"Sekarang aku sudah di sini, aku kembali untuk mencintaimu dan menikahimu. Aku mencintaimu, Lu"! Sehun kemudian berdiri membungkukan setengah badannya, menyingkirkan poni Luhan dan mencium keningnya dengan sayang. Tangan Luhan bergerak sedikit, matanya bergerak dan manik indah itu pun terbuka dengan perlahan. Sehun yang melihat Luhan tersadar segera menekan tombol darurat untuk memanggil dokter. Sehun sangat senang akhirnya Luhan sadar.

Yunho yang diberitahu oleh pihak rumah sakit bahwa Luhan telah sadar segera melesat kerumah sakit, meninggalkan ruang meeting. Dia tidak perduli, yang ada dipikirkannya hanya Luhan, anaknya sudah sadar. Sungguh dia sangat senang.

Sesampainya dirumah sakit, Yunho segera menuju ruang rawat Luhan. Dia melihat seorang laki-laki yang diketahuinya sebagai sahabat Luhan. Yunho membuka pintu kamar rawat Luhan dan disambut oleh senyuman merekah dari bibir anaknya.

"Appa!" panggil Luhan dengan senyuman yang tak pudar dari bibirnya. "Aku bisa melihat lagi, dan Sehun datang untuk melamarku!" Yunho berjalan menuju ranjang Luhan, memeluk Luhan erat.

"Aku bahagia appa!" Luhan tidak perduli lagi pada apapun, dia akan bahagia hidup bersama dengan orang yang dicintainya.

"Oh iya, aku tidak melihat Daehyun. Apa dia sibuk kuliah ya?" Wajah Yunho dan Sehun berubah menjadi tegang.

"Yaa, Baby. Mungkin Daehyun sedang sibuk," bohong Yunho.

"Jja.. kau harus istirahat, kata dokter kau tak boleh banyak berpikir agar kau cepat sembuh." ucap Yunho menarik selimut sebatas dada Luhan, kemudian mengisyaratkan Sehun untuk mengikutinya keluar.

"Aku keluar dulu Lu, kau istirahatlah!" Sehun mngecup kening Luhan dah berjalan keluar.

Di luar, Yunho sudah duduk dibangku tunggu didepan kamar rawat Luhan.

"Duduklah!" ucap Yunho. Sehun duduk disamping Yunho.

"Apa kau serius ingin menikah dengan anakku? Kau tau bahwa umurnya tidak akan lama."

"Aku.. mencintai Luhan, dan aku ingin membahagiakan dia di sisa umurnya Ahjussi. Aku pun tak mau kehilangan dia," ucap Sehun tulus.

"Baiklah, aku serahkan Luhan padamu, sayangi dia Sehun, bahagiakan anakku!" Sehun menepuk pundak Yunho pelan. Yunho tak perduli jika dibilang cengeng, dia merasa gagal merawat Luhan. Dia harus siap kehilangan orang yang dikasihinya dua kali.

• He's Gone •

Beberapa bulan kemudian

"Terima kasih Daehyun, karna kau, aku bisa melihat lagi. Dan maafkan aku yang tidak bisa membalas kebaikanmu."

Luhan menolehkan kepalanya kesamping dimana suami tampannya sedang tersenyum lembut. Mereka berdua sedang berada di makam Daehyun. Sehun memberitahu Luhan bahwa Daehyun-lah yang telah mendonorkan matanya untuk Luhan. Awalnya Luhan tidak bisa menerima, tapi Sehun memberi pengertian padanya. Dan setelah Luhan pulang dari Rumah Sakit, Sehun kemudian melamar Luhan secara resmi didepan Yunho. Sebulan kemudian mereka melangsungkan pernikahan mereka. Memang tidak meriah hanya dihadiri teman dan beberapa kerabat dekat.

Saat ini Luhan dan Sehun sedang berada di Panti Asuhan "LAMP MOTHER". Mereka memutuskan untuk mengangkat anak. Pilihan Luhan jatuh pada bocah berusia tiga tahun. Bocah itu begitu mirip dengan dirinya. Namanya Ye Ziyu.

"Halo adik manis, sekarang kau sudah punya orang tua. Ah iya marga-mu sekarang menjadi Oh, Oh Ziyu!" ucap Luhan dengan riang. Bocah itu hanya mengangguk dan ikut tersenyum. Sehun yang melihatnya juga ikut tersenyum.

'Jangan kau ambil kebahagiaan ini, ya Tuhan!' batin Sehun. Sehun megecup kening Luhan dan mensejajarkan dirinya dengan Ziyu yang sekarang menjadi anaknya.

"Nah.. Sekarang perkenalkan aku Appa mu, Oh Sehun!" ucap Sehun sambil memeluk Ziyu.

"Baba, aku sudah lapar!" teriak Ziyu yang berada di kursi meja makan sambil menggoyangkan kaki mungilnya. Sementara Luhan sedang mengaduk nasi goreng buatannya. Luhan tidak mau dipanggil 'Eomma' makanya dia meminta Ziyu untuk memanggilnya 'Baba'. Biar bagaimana pun Luhan itu laki-laki, akan terasa aneh jika dipanggil dengan sebutan 'Eomma'.

"Sebentar lagi siap sayang. Panggilkan Appa, suruh appa segera keluar kamar, kita sarapan bersama."

"APPA, CEPAT KELU-"

"Ziyu! Jangan teriak-teriak, itu tidak sopan, cepat sana panggilkan Appa atau jatah sarapanmu mau Baba kurangi?"

Ziyu menggelengkan kepalanya, menurunkan kaki mungilnya kemudian melangkahkan kakinya menuju kekamar orang tuanya.

Sehun melangkah keluar kamar bersama Ziyu di gendongannya. Menghampiri Luhan dan mengecup pipi Luhan kemudian mendudukan Ziyu dan dirinya sambil menunggu Luhan menyiapkan sarapan. Mereka melalui sarapan dengan tenang dengan diringi celotehan Ziyu bocah berusia tiga tahun.

Malam yang indah dipenuhi kelap kelip bintang. Sehun memeluk tubuh polos Luhan dan mencium bibirnya dengan lembut. Luhan tersenyum, sambil menyamankan posisinya.

"Hunnie, aku sangat mencintaimu!" ucap Luhan dengan malu. Sehun tersenyum.

"Aku juga sangat sangat mencintaimu, Lu!"

"Hunnie, jika waktuku telah tiba, aku ingin kau bisa hidup bahagia bersama anak kita Ziyu, jaga ia dengan baik, jadikan ia laki-laki sepertimudan jangan lupa sering-sering berkunjung ketempat Yunho appa."

"Kenapa kau berbicara seperti itu, emm? Hidupmu masih panjang karna masih ada aku dan Ziyu yang harus kau urus, appa-mu juga masih membutuhkanmu."

"Aku kan hanya berkata 'jika'. Berjanjilah Hunnie!" lirih Luhan. Entah mengapa Luhan merasakan waktunya semakin dekat.

"Hmm..baiklah aku berjanji." Sehun mengeratkan pelukanya pada Luhan, memejamkan matanya, membuang perasaan tidak enak pada hatinya. Kemudian mereka terlelap bersama.

Sehun melangkahkan kaki panjangnya menuju rumah mungilnya. Hari ini sangat melelahkan. Sehun memutuskankan untuk membenamkan cita-citanya sebagai musisi terkenal, hal itu dia lakukan agar ia bisa menjaga keluarganya, dan sekarang Sehun bekerja sebagai guru musik di SOPA. Sehun memasuki rumahnya dengan senyum terkembang di bibirnya, rasa lelahnya bisa hilang begitu saja ketika Luhan dan Ziyu menyambutnya.

"APPA PULANG!" teriak Sehun. Tapi kali ini dia pulang dengan keadaan rumah sepi. 'Kemana Luhan dan Ziyu? Apa mereka sedang keluar?' pikirnya. Sehun melangkahkan kakinya menuju kamar, membuka pintu dan kosong. Kamar Ziyu pun juga kosong. Samar-samar Sehun mendengar tangisan seorang bocah dari arah dapur, dengan segera Sehun menuju dapur.

Alangkah terkejutnya Sehun ketika sampai di dapur menemukan Luhan, orang yang dicintainya terbaring dilantai dengan Ziyu di sampingnya sambil menangis.

"Appa.. Baba kenapa tidak mau bangun? Ziyu takut Appa." Masih sambil menangis Ziyu menghampiri Sehun, memeluk kaki panjang Appa-nya. Sehun? Dia hanya diam mematung dengan pandangan kosong. Perlahan Sehun mendekati Luhan yang terbaring di lantai dan masih Ziyu yang menempel di kakinya. Sehun duduk dilantai, membawa Luhan ke pangkuannya. Ziyu duduk disamping orang tuanya masih sambil menangis. Sehun menggoncangkan tubuh Luhan pelan.

"Lu, aku pulang sayang! Kau tak mau menyambut ku, emm?"

"Bangunlah Lu, kau menakuti Ziyu!"

Tak ada jawaban, Luhan hanya diam membisu memejamkan mata dengan damai dan seulas senyum terukir di bibirnya. Air mata mulai jatuh dan semakin banyak turun dari manik hitam Sehun. Sehun memeluk Luhan erat sambil menangis terisak. Ziyu pun memeluk Sehun dan Luhan dengan tangan mungilnya. Tangisan Sehun dan Ziyu menjadi lagu pengiring Luhan menuju kedamaian.

• He's Gone •

4 tahun kemudian

"Lu, aku datang bersama anak kita. Ziyu, Haowen, ayo beri salam pada Baba!" ucap Sehun kepada dua bocah yang berada di sampingnya.

Kenapa ada dua? Karena satu tahun lalu, tepat saat usia Ziyu genap enam tahun, Sehun menemukan Haowen ketika sedang mengunjungi panti asuhan tempat Ziyu dulu. Jadilah Sehun memutuskan untuk mengangkat Haowen sebagai anaknya dan sebagai Kakak untuk Ziyu, karna usia Haowen lebih tua dua tahun dari Ziyu. Saat ini mereka bertiga sedang mengunjungi makam Luhan.

"Apa kabar Baba? Baik-baik sajakah?" ucap keduanya.

Sehun tersenyum menatap kedua anaknya. Kemudian berlutut di depan makam Luhan. Mengusap lembut makam Luhan seolah itu adalah tubuh Luhan sendiri.

'Kau tahu, Lu? Aku masih sangat mencintaimu, makanya aku tidak menikah lagi. Aku takut kau sakit hati. Hehe. Haowen sangat mirip denganku, kan? Aku tertarik dengannya saat aku mengunjungi panti asuhan tempat Ziyu dulu dirawat. Yunho Appa juga sudah tidak sedih lagi. Kami (aku, Haowen dan Ziyu) menjaganya dengan baik.

Apa kau bahagia? Pasti kau sangat bahagia, bertemu dengan Jae umma, ibu yang melahirkanmu. Berbahagialah Lu, sampaikan salamku pada Daehyun disana.

Aku bahagia sesuai permintaanmu. Apa kau akan menungguku? Ketika anak-anak kita dewasa dan mempunyai keluarga sendiri maka aku akan menyusulmu. Atau kau yang menjemputku?

Tunggu aku, Luhan!

Saranghae, Jeongmal saranghae Luhan!'

Semilir angin sore itu menerpa wajah tampannya dengan begitu lembut. Dan Sehun merasakan jantungnya berdetak cepat dengan sangat menyenangkan. Seolah Luhan ada di sana. Di sampingnya.

Sehun memejamkan matanya. menikmati semilir angin yang masih setia menyapa. Dalam pandangan matanya yang tertutup, namja tampan itu bisa melihat Luhan yang tersenyum manis padanya. Senyuman yang selalu bisa membuat harinya menjadi lebih baik. Senyuman yang selalu membuat Sehun jatuh cinta lagi dan lagi padanya.

Dan dalam pandangan matanya yang tertutup itu, Sehun bisa melihat Luhan yang menggerakkan bibirnya. Mengucapkan tiga kata ajaib yang selalu berhasil memberikan semangat untuknya bertahan bersama Ziyu dan Haowen.

'Nado Saranghae, Sehun-ah!'

.

.

End

A/N: Maaf cerita'y aneh,, karna aq baru. Minta kritik saran'y boleh donx?^^