Terinspirasi dari film More than Blue.

Untuk OTP tercinta Sehun & Luhan.

Yang sekarang lagi terpisah..

Yang suatu saat pasti bakal bersatu lagi..


FOR SEHUN THE ANSWER IS LUHAN

Luhan,

Jika Setiap hari yang terlewati

Kita bisa bersama seperti ini

Bukankah itu sebuah kebahagiaan?

Sehun,

Jika dari sekarang,

Setiap hari yang terlewati

Kita bersama seperti ini

Bukankah kita akan lebih bahagia?


"Sehun-ah.."

Sehun terbangun dari tidurnya,merasakan sebuah jari menusuk-nusuk pipinya.

"Hmm?"

Luhan tertawa geli melihat Sehun mengerutkan alisnya karena tidurnya terganggu.

"Ayo Bangun! Kau tidak melupakan janjimu kan Sehun?"

"Janji apa?" tanya Sehun malas,enggan membuka matanya yang masih mengantuk.

Luhan menganga tak percaya, Sahabat sialan,bisa-bisanya ia lupa dengan janjinya sendiri.

"Kau melupakan janjimu Hun? Kau jahat!" Luhan memukul wajah Sehun dengan guling,lalu keluar dari kamar Sehun sambil menghentakkan kakinya keras.

"YAH! LUHAN!" teriak Sehun sambil mengusap wajahnya yang terhantam guling. Sehun akhirnya bangun,masih menggerutu dan memaki Luhan.

Ia beranjak dari kasur dengan malas,dan berjalan keluar dari kamarnya. Di ruang tengah rumah yang ia bagi dengan Luhan,Ia melihat Luhan sedang duduk dengan tangan terlipat didada. Pipinya mengembung dan alis bertaut menandakan ia sedang kesal. Sehun mengurungkan niatnya untuk membalas dendam dan menghampiri sahabat sekaligus homemate'nya itu.

"Hey XiaoLu. Kau marah?" tanya Sehun sambil mencolek bahu Luhan. Luhan meringis dan menepis tangan Sehun.

"Tidak."

Sehun menghela nafas.

Bibirmu mengerucut hingga 5 centi,bagaimana bisa kau tidak marah?

"Aku tahu kau marah."

"Kalau kau tahu, kenapa kau bertanya?"

Sehun menghela nafas lagi. Ok,Kalau sudah begini,lebih baik Sehun menyerah daripada harus main playstation sendirian hingga seminggu lebih.

"Ok Maafkan aku. Aku tidak lupa dengan janjiku untuk membeli kopi di kafe langgananmu. Tapi aku benar-benar lelah Lu,aku tidak punya tenaga untuk melangkah keluar."

Luhan berdiri dari duduknya lalu menghadap Sehun masih dengan bibir yang mengerucut.

"Tapi aku tidak pernah mengeluh jika membelikanmu bubble tea! Selelah apapun diriku aku tetap akan menemanimu membeli bubble tea!"

"Tapi aku tidak pernah memaksamu untuk menemaniku!"

Luhan tidak menjawab dan memandang Sehun dengan sengit. Sehun akhirnya sadar bahwa ia tidak seharusnya berkata sekasar itu pada Luhan.

"Kau memang tidak memaksaku!" teriak Luhan sambil menghentakkan kakinya kesal,

"Tapi Demi orang bodoh yang menyukai bubble tea walaupun aku tidak menyukainya,aku akan tetap menemaninya meminum bubble tea demi melihat orang bodoh itu tersenyum!"

Sehun terkesiap,entah kenapa jantungnya berdegup dengan cepat mendengar amarah dari Luhan.

Luhan melipat tangannya didada tidak sadar dengan apa yang sedang dipikirkan Sehun,teman serumahnya.

"Apa kau tidak mau membuat sahabatmu ini bahagia Sehun-ah?"

Luhan mengeluarkan jurus puppy-eyesnya dan dengan sekejap Sehun luluh karenanya.

"Baiklah pangeran,aku akan menemanimu membeli kopi," Ucap Sehun lemah.

Luhan mengangkat tangannya dan berteriak "Yehet!" menirukan suara Sehun.

Sehun masuk kekamarnya untuk mengambil dompet dan dua jaket tebal kepunyaannya. Ia lalu kembali,memakaikan satu jaketnya kepada Luhan dan akhirnya mereka pergi menuju kafe.

Luhan dan Sehun adalah teman serumah sejak tahun pertama mereka di sekolah menengah. Mereka bertemu pertama kali saat Luhan sedang dibully 9 tahun lalu, Semenjak itu Sehun menjadi satu-satunya teman Luhan. Dan saat ia mengetahui Luhan hidup sendiri di kamar sewaan yang kecil,Sehun memutuskan untuk mengajak Luhan untuk membeli rumah dan tinggal bersama.

Semakin lama mereka tinggal bersama, mereka semakin mengenal sifat dan karakter masing-masing. Luhan adalah orang yang ekspresif sementara Sehun adalah kebalikannya. Sehun orang yang dewasa dan Luhan adalah kebalikannya. Walaupun banyak perbedaan antara mereka,ada satu hal yang pasti sama diantara mereka. Luhan percaya dengan Sehun,begitupun dengan Sehun. Ia mempercayai Luhan seutuhnya.

Namun akhir-akhir ini ada yang aneh terasa oleh Sehun. Entah sejak kapan jantungnya akan berdegup cepat jika Luhan menyentuhnya atau sekedar dekat dengannya. Entah sejak kapan Luhan selalu memenuhi pikirannya dari siang hingga malam,saat ia sedang makan ataupun tidur,dan bahkan ketika Sehun sedang bermimpi. Dan Entah sejak kapan Sehun lebih protektif kepada Luhan. Memang,Sehun sangat protektif kepada sahabatnya itu, Saat SMA dulu Luhan sering di bully oleh teman-temannya di sekolah,dan Sehunlah yang akan membela Luhan walaupun ia juga harus kehilangan banyak teman.

Sehun lebih baik kehilangan seribu teman daripada harus kehilangan Luhan.

Sehun menganggap rasa aneh yang timbul itu hal yang biasa karena mereka sudah tinggal dalam satu rumah sejak SMA . Sehun sebenarnya tidak mempermasalahkan rasa itu. Hanya saja sekarang rasa aneh itu semakin kuat. Bahkan sekarang,Sehun menganggap bahwa senyum Luhan adalah senyum terindah yang pernah ia lihat. Dan jika Luhan tersenyum padanya,perutnya terasa bergejolak dan timbul rasa keinginan untuk mencium bibir yang tersenyum itu.

"Sehun-ahh!" Luhan mengelus dagu Sehun dan menggelitiknya. Luhan terus memanggil nama Sehun sementara Sehun masih sibuk bermain dengan ponselnya.

"Sehuunn."

"Ck! Apa ?!" Sehun akhirnya mengalihkan perhatiannya kepada sahabat berambut hitamnya. Luhan hanya terkekeh,lalu membelai halus dagu Sehun.

"Tidak,hanya saja aku bosan! Kenapa sih kau bermain dengan ponselmu terus?" gerutu Luhan sambil menyeruput kopi yang ada ditangannya.

"Aku sedang mengirim pesan pada temanku," jawab Sehun sambil mengecek pesan yang baru diterima oleh ponselnya.

"Siapa?"

"Tao," jawab Sehun lagi.

"Oh.." Luhan kembali meneguk kopinya,bahkan hingga tak tersisa. Luhan kesal atau bisa dibilang ia cemburu karena Sehun lebih memperhatikan temannya daripada Luhan. Demi Tuhan,apakah Sehun lebih mementingkan teman yang jauh keberadaannya daripada Luhan yang duduk tepat disebelahnya?

"Sehun-ah.."

"Hmm?"

"Apa kau senang tinggal denganku?"

Sehun mengalihkan pandangannya pada Luhan, "Kenapa?"

"Kenapa? Aku hanya ingin tahu,selama 9 tahun ini,apakah aku adalah teman serumah yang baik untukmu. Apakah aku menyebalkan,atau ak-"

"Ya Kau menyebalkan," potong Sehun masih sambil menatap Luhan.

Luhan memukul tangan Sehun keras hingga Sehun merintih kesakitan.

"Kau Jahat!"

"Hey! Aku hanya menjawab pertanyaanmu dengan jujur!" protes Sehun.

"Iya tapi apakah harus sejujur itu?!"

"Aish aku tidak mengerti dirimu Lu," ucap Sehun sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Terbukti kan kalau kau itu menyebalkan?"

"Ish! Dasar bodoh," Gumam Luhan sambil merampas Ice tea Sehun dan menyedotnya kuat-kuat.

Sehun tersenyum jahil melihat Luhan yang sedang kesal. Seru sekali menggoda sahabat yang lebih pendek darinya ini.

"Tapi aku menyukainya."

Luhan berhenti menyedot Ice tea Sehun, "Apa?"

"Sifatmu yang menyebalkan," Jawab Sehun santai.

"Benarkah?"

"Iya benar," jawab Sehun sungguh-sungguh, "Bahkan kalau aku sudah tahu betapa menyebalkannya dirimu dulu aku akan tetap mengajakmu untuk tinggal bersama."

Luhan tersipu malu, "Jadi kau tidak menyesal tinggal denganku?"

"Tidak. Sama sekali."

"Thanks,Sehun-ah," ucap Luhan tulus.

"Bagaimana denganmu? Apalah kau menyesal tinggal denganku?" tanya Sehun pada Luhan. Luhan tertawa kecil lalu mengusap dagu Sehun lembut.

"Tidak,aku tidak menyesal. Sama sekali tidak menyesal." Sehun tersenyum dan membiarkan Luhan melakukan kebiasaannya mengusap dagu Sehun yang runcing.

"Oh ya, Bagaimana dengan naskah novelmu? Apakah penerbit menerimanya?"

Luhan berhenti mengusap dagu Sehun dan menghela nafas. Wajahnya berubah jadi muram dan ia menyandarkan tubuhnya dengan lesu.

"Aku sudah mengirimkan sebagian dari naskah novelku. Tapi aku tidak tahu apakah mereka mau menerbitkannya atau tidak," Jawab Luhan lesu sambil memainkan sedotan yang tertancap di gelas plastik.

"Ya! Kenapa kau pesimis seperti itu! Novelmu bagus,aku yakin penerbit mau menerbitkannya untukmu!"

"Ck sok tahu," ucap Luhan sambil tertawa, "Darimana kau tahu novelku bagus?Apa kau sudah membacanya?"

"Sudah!" Jawab Sehun yakin, "Novelmu yang tentang pembunuhan berantai itu kan?"

Luhan tertawa mendengar jawaban dari Sehun dan dengan keras memukul kepala pemuda itu.

"Itu naskah yang kutulis saat SMA dulu Babo!" Omel Luhan, "Bukan cerita itu,tapi cerita yang lain."

Sehun berpikir sejenak,berusaha mengingat apa saja naskah novel Luhan yang sudah ia baca. Kebanyakan tentang kisah pembunuhan sadis yang tidak Sehun suka,maka dari itu ia tidak begitu mengingatnya.

"Novelku bercerita tentang kisah percintaan."

"Apa?!"

Luhan mendesis kesal mendapat reaksi berlebihan dari Sehun.

"Novel yang sedang kutulis bercerita tentang kisah percintaan sepasang kekasih."

"Bagaimana ceritanya?"

"Uhm sebentar," Luhan membuka tasnya dan mengambil naskah novelnya, "Ini. Aku baru selesai menulis bagian pertamanya. Kalau penerbit suka aku akan melanjutkan ceritanya."

Sehun mengambil naskah berjudul 'For me the answer is you' itu dan membacanya.

Cerita yang Luhan tulis seperti novel percintaan lainnya. Dimana wanita pemeran utama yang begitu menderita diselamatkan oleh pemeran utama laki-laki yang datang seperti ksatria.

Namun cerita ini tidak asing untuk Sehun. Ia tersenyum-senyum sendiri kala ia mengingat jelas kejadian demi kejadian yang Luhan tulis pada naskah yang ia baca.

"Sebenarnya ini cerita mengenai pertemanan kita selama ini. Bahkan diawal novel ini ceritanya sama dengan pertemuan pertama kita! Kau ingat kan?"

Sehun tentu mengingatnya. Seperti film yang ia download dan ia simpan baik-baik dalam memorinya. 9 tahun lalu saat istirahat berlangsung,Sehun seperti biasa berjalan santai menuju kantin dengan headphone yang ia kenakan. Saat ia berjalan dikoridor, jalannya terhambat dengan segerombolan siswa yang mengerubungi gudang. Karena penasaran,Sehun menghampiri kerumunan itu dan mendapati beberapa orang anak sedang mencemooh seorang anak laki-laki yang duduk menciut takut.

"Kenapa Kau tidak berani memandangku huh princess Lulu?!" teriak seorang anak, "Apa kau juga menyukaiku seperti kau menyukai park seongsaengnim?!"

Sehun mengernyit. Ah ternyata anak itu yang digosipkan penyuka sesama jenis karena seseorang menemukan surat cintanya yang ditujukan untuk seorang guru olahraga. Kabar itu merebak dan menjadi topik yang begitu panas karena Anak laki-laki itu mengirimkan surat cinta untuk Gurunya yang juga laki-laki.

Seorang siswa menendang anak laki-laki itu hingga membuat Sehun meringis.

Kenapa ia tidak melawan? Pikir Sehun.

Anak itu terlihat ketakutan dan rapuh. Ia begitu kecil dengan kulit yang begitu putih. Sehun heran kenapa Wajahnya yang cantik malah menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya,padahal untuk Sehun ia pasti akan menghargai wajah yang diukir manis oleh tuhan itu.

Karena tidak tahan,tanpa berpikir panjang dan tanpa ia sadari,Sehun menghampiri Anak laki-laki itu. Dengan santai ia mendorong Seorang anak yang hendak menendang perut anak laki-laki itu.

"Hey," sapa Sehun sambil mengecek nametag anak laki-laki itu, "Luhan?"

Luhan mengangkat kepalanya dengan pelan dan menatap Sehun dengan takut. Sehun tersenyum pada Luhan.

"Bukankah kau berjanji untuk menemuiku?Kenapa kau masih disini."

"Hey Sehun! Ada apa denganmu?!" tanya seorang anak lelaki, Sehun menatap anak lelaki itu yang notabene adalah sahabatnya sendiri dengan intens. Sehun tidak menyangka sahabatnya ikut menindas pria kecil ini.

"Aish.." Sehun menarik Luhan berdiri lalu membersihkan celana Luhan dari tanah yang menempel.

Luhan masih menatap Sehun dengan matanya yang memerah akibat menangis.

"Pakai ini," bisik Sehun sambil memakaikan headphonenya ditelinga Luhan dan memainkan Lagu yang sampai sekarang menjadi lagu favorit Luhan.

"Aku dan Luhan pergi," ucap Sehun sambil menarik tangan Luhan, "Ah dan kalau aku melihat satu diantara kalian masih mengganggu Luhan. Aku tidak akan segan untuk membalas perbuatan kalian beratus kali lipat."

Semua orang terdiam, dan membiarkan Sehun membawa Luhan pergi. Tidak ada yang berani melawan Sehun yang terkenal pandai berkelahi dilingkungan Sekolah mereka.

"Ya tentu aku ingat," jawab Sehun. Wajahnya memanas,mengingat panggilan dirinya dulu dari Luhan adalah 'My Knights in shining armor' membuat dirinya malu dan gugup.

"Lalu bagaimana?Kau tidak suka?" tanya Luhan sambil cemberut, "Kalau kau tidak suka aku bisa mengganti ceritanya."

"Tidak. Aku suka kok. Aku suka dengan ceritanya."

"Benarkah?" tanya Luhan penuh harap.

Sehun tersenyum lalu mengelus kepala Luhan lembut, "Ya benar,apapun yang kau tulis pasti akan terlihat bagus. Aku mempercayaimu."

Mereka saling menatap dan saling melempar senyum.

Sehun tidak akan membuat Luhan terjatuh. Sehun tidak akan membuat Luhan terluka.

Sehun akan selalu menjaga Luhan disetiap langkah yang ia pilih,karena Sehun satu-satunya orang yang bisa Luhan percaya. Karena Sehun adalah Knights in shining armor kepunyaan Luhan.


"Yeoboseyo?" ucap Sehun malas sambil mengangkat teleponnya yang berdering dini hari.

"Sehun-ah!"

Sehun menjauhkan ponsel dari kupingnya saat mendengar Luhan meneriakkan namanya dengan antusias, "Aish! Mwo?!"

"Kenapa sih kau selalu terdengar galak?" protes Luhan, "Bisakah sekali saja kau terdengar ramah saat menyapaku?"

"Hai Luhan! Ada apa kau menelepon saat tengah malam begini hmm?" tanya Sehun dengan sangat manis, "Dan lagipula kita tinggal di satu rumah,haruskah kau menggunakan telepon untuk berbicara padaku?"

"He he.. Memangnya tidak boleh? Lagipula kalau aku kekamarmu sekarang apa kau akan membukakan pintu untukku?"

"Tidak akan."

"Nah tepat sekali! Kau tidak akan membukakkan pintu jadi aku memutuskan untuk meneleponmu saja!"

Sehun menghela nafas. Kadang Teman serumahnya ini melakukan hal konyol yang membuat Sehun menggeleng-gelengkan kepala bingung.

"Terserah. Ada apa kau menelepon?"

"Ah iya! Lihat ke langit sekarang!"

"Huh?Untuk ap-"

"Palli!"

Tanpa bertanya apapun Sehun beranjak dari kasurnya dan menyibakkan gorden yang menutup jendela kamarnya.

"Aku sedang melihat langit. Sekarang apa?" ucap Sehun malas sambil duduk di kursi meja belajarnya.

"Kau lihat bulannya? Sangat indah kan?"

"Ya," jawab Sehun sambil memperhatikan bulan yang bersinar sangat terang dan terbentuk bulat sempurna.

"Sehun, kalau kita tinggal ditempat yang berbeda. Apa kita masih bisa melihat bulan yang sama seperti sekarang?

Sehun tertawa kecil mendengar pertanyaan konyol Luhan. Tapi daripada ia harus mengambil resiko dimusuhi Luhan selama seminggu karena mencemoohnya, ia memilih untuk menjawab pertanyaan itu.

"Tentu saja. Kalau kita berada digaris waktu yang sama pasti kita melihat bulan yang sama juga. Karena hanya ada satu bulan di alam semesta. Bukankah begitu?"

"Woah Sehun ternyata kau pintar juga!"

Sehun mendesis mendengar candaan Luhan,sementara Luhan tertawa dibuatnya.

"Sehun.."

"Hmm?"

"Besok,bisakah kau menemuiku ditaman dekat tempat kerjamu?"

"Huh? Untuk apa?" tanya Sehun bingung dengan permintaan Luhan.

"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Tidak bisakah dibicarakan sekarang saja? Kenapa harus besok ditaman?"

"Tidak bisa!" Jawab Luhan, "Pokoknya kau harus datang besok! Ok?"

"Kalau begitu kututup teleponnya ya! Bye!" pamit Luhan, "Oh dan sarapan besok kau yang membuatnya ya!"

Luhan tertawa lalu menutup telepon,meninggalkan Sehun yang masih kebingungan dan akhirnya menarik nafas pasrah lalu kembali tidur.

.

.

.

Setelah pulang kerja dan menyelesaikan proyek barunya Sehun memutuskan untuk membeli bubble tea dan bersantai sejenak di lobby kantor bersama rekan kerjanya,Tao.

"Aish!" gerutu Tao sambil membanting Ponselnya. Sehun yang duduk disebelahnya sambil menyeruput bubble tea menatapnya dengan heran, "Kau kenapa sih?"

"Kris hyung benar-benar menyebalkan!"

"Memangnya kenapa?"

"Ia bertemu dengan rekan kerja wanitanya tanpa sepengetahuanku!" omel Tao sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal.

"Lalu kenapa?" tanya Sehun lagi.

"Lalu kenapa?! Aku kekasihnya Sehun! Seharusnya ia membicarakannya dulu denganku."

"Ya! Tidak semua yang ia lakukan harus memberitahumu!Kenapa kau harus marah-marah seperti itu?"

Sehun menggeleng-gelengkan kepala heran,bertemu dengan rekan kerja bukan masalah yang besar. Kenapa Tao bereaksi berlebihan seperti itu?

"Karena aku cemburu," Jawab Tao lemah, "Sebagai kekasihnya aku selalu merasa gelisah. Bagaimana kalau ada orang lain yang lebih baik dariku?"

Sehun tertawa, "Hanya itu? Aish kekanakkan sekali kau Zitao!"

"Terkadang rasa cemburu bisa mengalahkan kedewasaan dan akal sehatmu Sehun." ucap Tao, "Lihat saja nanti,suatu saat kau akan merasakannya."

Sehun tertawa makin kencang sambil mengacak rambut Tao.

"Sehun berhenti mengacak rambutku ! Aku sudah menatanya dengan rapi pagi tadi!"

"Mian," ucap Sehun sambil tersenyum jahil, "Ah omong-omong jam berapa sekarang?"

"Pukul 7."

"Shit!" umpat Sehun sambil membereskan barang-barangnya.

"Ada apa Sehun?"

"Aku ada janji dengan Luhan ditaman! Aku pergi dulu ya! Bye!"

Sehun bergegas menuju taman tempat ia dan Luhan berjanji untuk bertemu. Sehun berlari secepat mungkin karena ia sudah terlambat dari waktu yang ia sepakati dengan Luhan. Namun setelah ia sampai di taman sosok Luhan belum terlihat dimanapun. Sehun akhirnya duduk dibangku taman untuk menunggu Luhan. Setengah jam berlalu Luhan tidak kunjung datang,dan tidak membalas pesan yang Sehun kirimkan. Saat Sehun meneleponnya pun Luhan tidak mengangkatnya. Sehun berpikir mungkin Luhan mempunyai kelas tambahan hingga ia lupa menghubungi Sehun,jadi Sehun memutuskan untuk menunggu Luhan lagi. Hari sudah semakin malam dan taman sudah semakin sepi,saat Sehun melirik jam tangannya waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan Luhan tetap tidak terlihat. Sehun memutuskan untuk pulang ke rumah karena perutnya sudah mulai terasa lapar.

Saat ia sampai,rumahnya masih terlihat gelap,tidak ada tanda-tanda Luhan sudah pulang ke rumah. Saat ia masuk terdengar samar-samar suara isak tangis dari ruang tengah rumahnya. Dengan perlahan Sehun mengikuti arah suara tangis itu, dan saat ia sampai di ruang tv,ia melihat Luhan sedang memeluk Lutut dan menangis terisak. Rasa kesal karena ia harus menunggu berjam-jam ditaman hilang setelah ia melihat sahabatnya itu menangis. Ia langsung menghampiri Luhan dan menepuk pundaknya. Luhan mendongak, mata dan hidungnya sudah memerah,air mata sudah membasahi pipinya.

"Sehun.." Luhan kembali menangis dan memeluk Sehun erat.

"Ada apa Lu?" tanya Sehun sambil mengusap kepala Luhan.

"Sehun-ah,a-aku." Luhan tidak melanjutkan kalimatnya dan kembali menangis. Sehun mempererat pelukannya ditubuh Luhan sambil terus mengusap punggung dan kepala Luhan.

"Apa ada yang menghinamu lagi?"

Luhan menggeleng pelan,tangannya masih erat memegang kemeja Sehun.

"Apa novelmu ditolak?"

Luhan kembali menggeleng,tangisannya masih belum berhenti.

"Lalu ada apa? Katakan padaku. Jangan membuatku khawatir."

"Se-sehun." panggil Luhan sambil terisak.

"Apa yang kau inginkan dihidupmu?" Tanya Luhan.

"Hmm?"

"Apa keinginan terbesarmu selama kau hidup?"

"Mmm.. Apa ya?" pikir Sehun sambil mengayunkan tubuh Luhan pelan untuk menenangkannya, "Entahlah. Bagaimana denganmu?"

"Kalau aku ingin kau menyanyikan lagu favoritku."

"Lagu favoritmu?"

Luhan mengangguk lemah.

"Tapi kau tahu aku tidak bisa bernyanyi."

"Tapi aku menyukai suaramu." Ucap Luhan masih sambil terisak.

Sehun tertawa kecil dan akhirnya bernyanyi,menuruti permintaan Luhan.

"Sarangiran geu maleun mothaedo (Walaupun aku tidak bisa mengatakan aku mencintaimu)
Meon gosaeseo ireohke baraman bo-ado (Kenyataan bahwa aku bisa melihatmu dari kejauhan)
Modeungeol jolsu isseoseo (Memberikan segalanya untukmu)
Saranghalsu isseoseo (mencintaimu)
Nan seulpeodo haengbokhamnida (walaupun aku merasa sedih,aku bahagia)

"Sehun,Saranghae," ucap Luhan pelan. Kepalanya bersandar didada Sehun dengan nyaman.

Sehun tersenyum sambil mengusap kepala Luhan, "Hmm Nado.."

Luhan lalu tertidur dipelukan Sehun setelah Sehun bernyanyi hingga tiga kali. Sehun masih mengusap kepala Luhan yang dengan nyaman tidur dipelukkan Sehun.

"Kau kenapa hmm?Kenapa kau menangis?"

Sehun mengelus wajah Luhan yang pucat, "Aku tidak ingin apapun kecuali tawamu Lu."

Sehun jadi mengingat masa lalu ketika Luhan terbiasa menangis seperti ini saat ia ditindas oleh teman-temannya. Sulit untuk Sehun mengembalikan Luhan menjadi dirinya yang periang. Maka dari itu untuk Sehun,senyuman bahagia Luhan sungguh berharga untuk dirinya. Sehun tidak ingin lagi melihat Luhan menangis,karena hal itu juga menyakiti dirinya.

Ponsel Luhan berdering,menandakan sebuah pesan masuk. Sehun dengan hati-hati meraih ponsel Luhan dari meja dan mengecek pesan tersebut.

From: Baozi Xiumin^^

Lu,apakah kau sudah sampai?

Kau baik-baik saja kan?

Sehun tertawa pahit melihat pesan itu. Jadi tadi Luhan bertemu dengan Xiumin hingga ia lupa dengan janjinya bertemu di taman?

Sehun mengatur nafasnya.

Kenapa ia jadi kesal seperti ini? Ia harus mengontrol emosinya,karena kondisi Luhan sedang tidak baik sekarang. Besok ia harus meminta penjelasan dari Luhan.

"Aish!"

Membayangkan Luhan menghabiskan waktu bersama Xiumin membuatnya muak.


Luhan terbangun dari tidurnya. Mendapati dirinya masih diruang tengah,tertidur di sofa dengan selimut milik Sehun menyelimutinya.

"Sehun?" panggil Luhan parau sambil mengusap matanya yang sembab akibat menangis.

"Ya! Sebentar," jawab Sehun sambil memindahkan pancake ke piring yang ia sediakan. Sehun membawa sepiring pancake dan segelas susu kepada Luhan diruang tengah, "Kau sudah bangun?"

"Mmm.." gumam Luhan sambil mengurut dahinya, "Ah aku merasa pusing.."

Sehun berdecak, "Tentu saja! Kau menangis semalaman hingga tertidur dan tidak sempat makan!"

"Sekarang kau habiskan makananmu lalu jelaskan padaku apa yang terjadi!"

"Huh? Tidak terjadi apa-apa," Jawab Luhan sambil memakan pancakenya dengan lahap.

Sehun memutar bola matanya jengkel, "Lalu kenapa kau menangis semalam? Apa itu semua hanya akting?"

"Bukan apa-apa Sehun," ucap Luhan sambil tersenyum, "Kau tidak usah khawatir,itu bukan masalah yang besar."

"Aku tidak boleh tahu,sementara Xiumin boleh begitu?"

"Apa maksudmu?" tanya Luhan bingung.

"Tadi malam Xiumin mengirim pesan ke ponselmu."

Mata Luhan membulat dengan cepat ia meraih ponselnya dan mencari pesan Xiumin, "Apa kau membacanya?!"

"Ya aku membacanya."

"Ya Sehun! Kenapa kau lakukan itu?!" tanya Luhan kesal, "Kau sudah melewati batas privasiku!"

Sehun mendengus kesal, "Privasi? Oh jadi Xiumin bagian dari privasimu yang tidak ingin kucampuri?!"

"Apa kau juga lupa janjimu ditaman karena kau bersama Xiumin ?!"

Luhan menatap Sehun sambil menggenggam ponselnya erat, "Ke-kenapa kau tahu?"

Sehun tertawa pahit, "Ternyata aku benar. Kau menghabiskan waktumu bersama Xiumin. Kau menceritakan semua bebanmu pada Xiumin. Lalu kau menganggapku apa?! Bantal untukmu tidur?! Untukmu bersandar jika kau sedang ingin menangis?! Sekalian saja kau hidup dengan Xiuminmu yang berharga itu!"

Sehun meninggalkan Luhan menuju kamarnya dan membanting pintu. Ia menghempaskan dirinya dikursi. Meninju meja kerjanya dengan keras karena kesal. Sungguh, ia begitu kesal karena Luhan yang terlihat begitu memprioritaskan Xiumin dibanding dirinya.

Konyol sekali ia yang biasanya dewasa menghadapi masalah, merasa marah hanya karena masalah sepele seperti ini.

Sehun jadi mengerti tentang kata-kata Tao kemarin.

Kadang rasa cemburu membuat seseorang berlaku tidak dewasa seperti dirinya sekarang.

Berarti ia benar-benar cemburu melihat Luhan berdekatan dengan Xiumin?

Kenapa ia harus merasa cemburu?

Sehun menjambak rambutnya sendiri karena kepalanya begitu pusing. Dengan keras ia menghempaskan tubuhnya keatas tempat tidur.

Sehun menghela nafas. Dadanya terasa perih dan ia kesal bukan main.

Ia memilih untuk memejamkan mata,mencoba tidur sebelum ia harus menghadiri rapat pada siang hari.

Sehun terbangun satu jam sebelum ia harus menghadiri rapatnya. Dengan gontai ia keluar kamar dengan handuk tersampir di pundaknya. Saat ia melewati ruang tengah, Sehun melihat Luhan tertidur disofa dengan laptopnya yang masih menyala dan segelas kopi yang sudah dingin.

"Ck,Kebiasaan buruk." Gumamnya pelan sambil menutup laptop Luhan dan membenarkan posisi Luhan dan menyelimutinya. Ia juga sempat menyalakan alarm yang akan berbunyi dua jam kedepan agar Luhan terbangun untuk menemui editor barunya.

Luhan terbangun saat mendengar alarm dari ponselnya berbunyi. Dengan malas ia bangun dan mematikan alarmnya. Sambil menggaruk-garuk kepalanya malas,Luhan mengecek jam diponselnya,melihat laptopnya yang sudah tertutup dan sebuah note kecil yang tertempel di mug kopi'nya.

Kau harus bangun untuk bertemu dengan editor novelmu pukul 5.

Sebelum berangkat,

Jangan lupa untuk makan siang. Aku sudah menyiapkannya untukmu.

Kartu bus-mu sudah kusiapkan di meja.

Jangan lupa mengunci pintu rumah.

OSH

Luhan mendecak sebal sambil melempar notes itu. Ia masih sebal dengan kelakuan Sehun yang memarahinya tadi pagi dengan alasan tidak jelas. Luhan bersikeras tidak akan menuruti perintah Sehun. Luhan berjalan kekamar mandi dengan menghentakkan kakinya keras,namun ia kembali menuju sofa untuk mengambil notes dari Sehun yang ia buang. Ia lalu menuju kamarnya, menempelkan notes itu didinding kamar,didekat meja belajarnya. Bersama dengan notes-notes lain yang pernah Sehun tulis untuknya.

.

.

.

Sehun pulang malam itu dengan membawa sekotak kue ditangannya. Ia masuk kedalam rumah dan menemukan Luhan sedang duduk didapur,mengetik sesuatu di laptopnya yang berada dimeja makan.

"Kau sedang apa?" tanya Sehun sambil ikut duduk disebelah Luhan. Luhan berhenti dengan kegiatannya untuk memandang Sehun sebentar lalu mengedikkan bahu.

"Kau sedang menulis naskah novelmu?" tanya Sehun lagi. Namun Luhan tidak menjawab,ia masih sibuk mengetik dilaptopnya dengan bibir yang mengerucut menandakan ia masih kesal dengan Sehun.

"Kau sudah bertemu editormu?"

Luhan akhirnya mengangguk kecil. Sehun menggumamkan kata, "Oh.." lalu kembali menatap Luhan.

"Aku membelikanmu kue," ucap Sehun sambil menaruh kotak kue didekat laptop Luhan, "Kue favoritmu."

Luhan mencuri pandang pada kotak kue itu sambil menelan ludah. Namun ia tetap bersikeras untuk tidak menyentuh apapun yang diberi Sehun karena ia masih marah kepada sahabatnya itu.

"Kau tidak mau memakannya?" tanya Sehun, "Kau tidak suka?"

Luhan menggeleng keras,walaupun dirinya ingin sekali membuka kotak kue itu dan memakan kuenya hingga habis tak tersisa.

"Benarkah?"

Luhan mengangguk dengan mantap.

"Kau tidak mau memakan kue dariku karena kau masih kesal padaku. Ya kan?"

Luhan mengangguk lemah,menatap Sehun masih dengan mengerucutkan bibirnya.

"Kalau begitu,Aku minta maaf,kelakuanku tadi pagi memang kekanakkan. Tidak seharusnya aku menyentakmu dan mendesakmu untuk menceritakan sesuatu yang tidak ingin kau ceritakan," ucap Sehun penuh sesal.

"Maafkan aku ya Lu? Aku hanya ingin kau tahu,kau bisa membagi kesedihanmu padaku."

Luhan mengangguk lagi,sambil meraih kotak kue diatas meja. Ia membukanya pelan dan mulai menyendok kue kesukaannya itu.

"Enak?" tanya Sehun sambil menatap Luhan yang dengan memakan kue pemberiannya.

Luhan kembali mengangguk masih sibuk memakan kue. Sehun tertawa kecil melihat Luhan. Ia mengacak rambut Luhan gemas,dan kembali memeperhatikan Luhan dengan senyum yang tak pernah hilang dari bibirnya.

.

.

.

Tiga hari sudah berlalu sejak mereka bertengkar dan hubungan mereka kembali seperti biasa. Luhan kembali berbicara dengan Sehun dengan semangat dan Sehun seperti biasa dengan setia mendengarkan apapun yang Luhan bicarakan. Walaupun Luhan masih menolak untuk membicarakan sebab ia menangis pada waktu itu.

Malam itu Sehun duduk menghadap jendela besar dirumahnya dan Luhan. Rumah mereka berada ditingkat dua,sementara basement di tingkat satu terbuka lebar, terkadang dijadikan lapangan basket untuk mereka berdua bermain. Dari jendela rumahnya,Sehun bisa melihat pemandangan lampu-lampu kota Seoul yang gemerlap. Salah satu alasan mereka memilih rumah itu adalah karena Luhan menyukai pemandangan yang terlihat dari sana.

Selimut besar menyelimuti tubuh Sehun yang kedinginan dengan cokelat panas digenggaman tangannya.

"Aku pulang.."

Sehun menoleh kebelakang,melihat Luhan yang baru datang berjalan gontai menghampirinya.

"Oh kau sudah pulang?"

"Ya," Jawab Luhan lemas.

"Kau terlihat lelah."

"Mmm,Ya begitulah," jawab Luhan sambil duduk disofa.

"Luhan-ah," panggil Sehun. Luhan menoleh lalu Sehun menepuk-nepuk tempat kosong disisinya.

"Kemari," ucap Sehun. Luhan dengan patuh beranjak mendekati Sehun. Ia lalu mengambil tempat disisi Sehun,sementara Sehun membuka selimut besarnya agar Luhan bisa ikut masuk. Luhan yang sudah duduk dengan nyaman, memeluk tubuh Sehun.

"Penerbit bilang novelku terlalu datar dan menyedihkan," ucap Luhan, "Mereka membutuhkan novel romantis yang mempunyai konflik dramatis."

Sehun memeluk Luhan,mengusap bahu Luhan lembut.

"Lalu apa yang kau bilang?"

"Aku bilang aku tidak akan mengubahnya. Novel ini karyaku,kalau aku tidak boleh menumpahkan ekspresiku didalamnya,sama saja dengan mereka menyiksaku."

Sehun tersenyum, "Kau benar. Tulis apa yang kau ingin tulis jangan biarkan mereka merusak imajinasimu."

"Lihat saja nanti! Kalau mereka tidak menerima naskahku,aku akan memberinya pada penerbit lain dan saat Novelku menjadi terkenal akan kupastikan mereka menyesalinya!"

Sehun tertawa lalu memeluk Luhan lebih erat, "Wow tenang Lu,tenang. Aku tahu kau akan menjadi penulis terkenal dengan karya-karyamu. Satu penerbit tidak akan mempengaruhi karirmu,masih banyak penerbit lain yang sadar akan kemampuanmu."

"Sehun,kau membuatku malu." Luhan menenggelamkan wajahnya didada Sehun.

"Huh kenapa?"

"Kau menyikapinya dengan dewasa. Sementara aku? Hanya bisa mengeluh dan merengek padamu!"

Sehun tertawa mendengar pernyataan Luhan, "Karena kau Luhan. Sahabatku yang sering mengeluh dan merengek."

Sehun mengeratkan pelukannya dan menggoyangkan tubuh Luhan dengan keras.

"Ya! Lepaskan!" gerutu Luhan sambil berusaha melepaskan pelukan Sehun ditubuhnya.

"Sakit! Babo!" umpat Luhan dengan rambut yang acak-acakan karena usahanya untuk melepas diri dari Sehun.

"Maaf,Maaf!" Sehun masih tertawa terpingkal membuat Luhan yang tadinya cemberut juga ikut tertawa. Luhan memegang tangan Sehun lalu menggigitnya,membuat Sehun berteriak sakit.

"Aw sakit!"

"He..He.. Balas dendam berhasil!" ucap Luhan sambil menjulurkan lidahnya.

"Hey Sehun! Kalau kau sudah berumur 30, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Luhan sambil memeluk tangan Sehun erat dan merebahkan kepalanya di bahu Sehun.

"Membuka perusahaanku sendiri. Aku akan menggunakan gajiku selama ini untuk membuka kantor arsitekku sendiri," ucap Sehun sambil menerawang, "Bangunan pertama yang akan kubangun adalah rumah untuk kita. Aku akan membangun kamar dengan atap transparan untukmu karena kau menyukai bintang dilangit. Aku akan membuatkan ruang kerja yang kedap suara untukmu agar kau bisa berkonsentrasi untuk menulis novelmu."

Luhan tersenyum sambil menatap Sehun, "Thanks Sehun-ah."

"Hey tapi apa Kau berencana untuk tinggal denganku selamanya?" tanya Luhan dengan alis yang mengerut.

"Ya," jawab Sehun.

"Kenapa?"

Sehun menoleh kearah Luhan yang wajahnya begitu dekat dengannya. Luhan menatap Sehun lekat,dengan dagunya yang menempel dibahu Sehun.

Sehun memajukan wajahnya lalu mengecup Luhan lembut, "Karena aku menyukainya."

Mata Luhan membulat tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Lu,aku-" Sehun menghela nafas lalu menatap Luhan lagi,

"Aku menyukaimu."

TBC