FUTURE

©all the characters belong to Masashi Kishimoto

Story by me


chapter 1: be my wife


.

.

.

"Ck!" pemuda emo beberapa kali mondar-mandir di depan pintu gerbangnya.

Meski tampak tenang, pemuda berjubah hitam itu sebenarnya menggerutu di dalam hatinya. Perang besar sudah usai dua tahun lalu, dan bersamaan dengan itu lah dia memutuskan untuk pergi. Yah, memang bukan pergi untuk selamanya. Hanya saja ada sesuatu yang ingin ia pastikan. Dan hal penting itu hanya dapat dia lakukan tanpa ada orang di sekelilingnya. Ia tak ingin membuang-buang waktu dengan melakukan hal yang salah seperti tahun-tahun kemarin. Tak perduli dengan penduduk yang masih tak rela dia kembali tinggal disini. Bukankah semua orang bisa berubah? Tak terkecuali dirinya. Setelah menimbang-nimbang selama dua tahun ini, akhirnya dia mengerti apa yang harus dilakukan untuk menebus dosanya.

Sasuke memutuskan untuk kembali mendatangi Kakashi yang masih betah dengan posisinya menjadi hokage. Tak perlu mengetuk atau meminta ijin, Sasuke menerobos masuk. Pria bermasker dan berambut perak yang sedang membaca map berisi dokumen itu mendongak. Ia mendapati lagi mantan muridnya itu ada di hadapannya.

"Aku tak akan merubah omonganku." Katanya.

"Ck!"

Kakashi menyandarkan punggungnya di kursi, ia lalu berkata, "apa kau khawatir?"

"..."

"Kau tahu dia tidak seperti saat kalian genin. Kekuatannya tak diragukan lagi. Kau mengerti kan?" ujar Kakashi meski tak ada sahutan dari sang Uchiha, "dia tak perlu lagi dilindungi, Sasuke."

"Ck!" lagi-lagi hanya itu yang keluar dari Sasuke.

Kakashi kemudian menarik salah satu laci dan mengambil satu map disana. Membukanya dan mengamati seseorang yang tertera. "Dia adalah ninja medis terhebat yang pernah ada. Kau tahu bahwa Tsunade-sama sendiri yang mengajarinya kan. Kekuatan yang dimiliki Sakura juga tak main-main. Aku bertaruh, saat kau terkena pukulannya, kau tak akan mampu hidup." Kakashi terkekeh. "Dan.." Kakashi melanjutkan, "diantara tim 7, kecerdasannya lebih unggul dibanding kau dan Naruto."

Sasuke mengerutkan dahinya. Tak perlu diberitahu pun ia tahu bahwa Sakura begitu cerdas, hanya saja...

"Kau tak perlu lagi melindungi Sakura seperti dulu. Kau, dan shinobi disini mampu berdiri sendiri. Lagi pula ada Naruto, ia tak akan membiarkan gadis yang dicintainya terluka kan? Dan lagipula ada Sai yang yah, sepertinya juga menyukai Sakura. Aku sempat melihat mereka berjalan bersama."

Kening Sasuke mengernyit, mencoba menerka ekspresi dari hokage bedebah ini. Dan apa maksudnya mengatakan kedekatan antara Sai dan Sakura.

"Kau tak bisa pergi kesana, Sasuke. Sebagai hokage, aku ingin kau disini dan membantuku jika ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Kau tahu, aku memiliki kepercayaan pada mereka, tapi aku tak akan membiarkan mereka dalam bahaya. Jika sesuatu terjadi, Sai akan segera mengirim burung tintanya itu."


.

.

.

Waktu kembali berlalu, mereka sudah menjalankan misi, ini 3 hari terhitung hari ini. Langit semakin memurung, menelan cahaya yang sedari tadi menemaninya. Sasuke terus berdiri diatas atap gedung hokage, menatap jauh ke depan dibalik patung pahatan hokage disana. Dia tak bisa berbuat apa-apa, ini juga termasuk misinya untuk melindungi desa dan hokage. Hingga tiba-tiba sebuah ledakan yang sangat besar hadir dihadapan matanya. Sasuke mencoba menenangkan diri dan menunggu, semoga Sai segera mengirim sesuatu agar dia bisa kesana.

'Jika saja Naruto tidak ada disana, kau harusnya aku lindungi, dan aku tak ada pilihan lain selain melindungimu, Sakura'


.

.

.

Entah sudah berapa jam Sasuke berdiri disana, tak ada tanda meminta bantuan dari Sai. Apakah mereka baik-baik saja? Sasuke melirik saat seseorang melompat dibelakangnya.

"Tidak biasanya." Kata Tsunade, ia menatap sosok berjubah dihadapannya. "Apa kau mulai menyadari sesuatu, Sasuke?"

"Apa yang anda maksud, Tsunade-sama?"

"Aku sudah mendengar banyak tentang tim 7 dari Kakashi. Sejak dari genin kau selalu berusaha melindunginya kan? Dan sekarang, Naruto, rivalmu itu tumbuh semakin kuat dan kuat. Dia akan lebih bisa melindungi Sakura, saat kau tak disana. Kau mengerti betapa besar rasa cintanya Naru—"

"Dia bukan rivalku.. Dia temanku." Kata Sasuke memotong.

Tsunade tersenyum yang tentu saja tak mampu dilihat oleh Sasuke, "Kalau Sakura berada ditengah kalian, Naruto masih sahabatmu atau rivalmu? Oh, dan jangan lupakan Sai—" lagi-lagi belum sempat melanjutkan perkataan Tsunade terpotong, karena Sasuke buru-buru melompat dari gedung itu dan pergi menjauh. Rupanya mereka kembali, Sakura yang sedang asyik mengobrol dengan Sai dikejutkan dengan Sasuke yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya. Sasuke melirik, melihat Naruto yang sedang menggendong Hanabi dan Hinata berdiri di sebelahnya. Mata hitam itu lalu menatap Sai yang tersenyum padanya.

"Ano, Sai-kun. Tadi apa yang ingin kau katakan?" ujar Sakura, Sasuke mengernyit.

"Besok saja ya, lebih baik kita beristirahat dulu saja." Ujar Sai.

"Teme, kenapa wajahmu tegang seperti itu –ttebayo."

"Hn. Bukan urusanmu."

"Sasuke, kau ngambek tidak ikut serta di misi?" cibir Naruto disusul kekehan lainnya tak terkecuali Sakura.

Mereka kemudian kembali berjalan. Sedang Sasuke masih diam di tempatnya.

"Sakura." Nada berat itu menghentikan langkah gadis pink di hadapannya. Sakura menoleh dengan ekspresi yang seolah bertanya ada apa. Sasuke lalu berjalan melewati gadis itu, "Kenapa berhenti? Kau tak ingin pulang?" ujarnya lagi.

Shikamaru yang berjalan belakangan mendengus geli, ia melihat bagaimana Sakura berlari kecil dan mensejajarkan langkahnya pada pemuda Uchiha itu.

"Sepertinya akan ada yang merepotkan sebentar lagi, hoaaam!"


.

.

.

Sakura menggeliat di tempat tidurnya, ia menengok ke arah jam kecil di mejanya. "Ah, sudah jam 4."

Gadis itu lalu bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia selalu melakukan hal rutin tiap pagi, yakni joging. Dengan sweater tebal Sakura mulai berlari-lari kecil, tak memperdulikan dingin yang kala itu menyelimuti desa. Saat langkahnya hampir tiba di gerbang desa, dia berhenti. Manik hijaunya menatap pemuda sedang duduk sendirian disana.

"Sasuke-kun?"

Sasuke mendongak dan menatap gadis itu yang sudah berada di hadapannya. "Ohayou."

"O—ohayou." Balas Sakura.

"Duduklah." Kata Sasuke lagi saat melihat Sakura kebingungan. Gadis itu akhirnya duduk disebelah kanannya.

"Sedang apa kau disini sendirian?" tanya Sakura.

"Hanya sedang mengenang masa lalu." Jawab Sasuke singkat tanpa mengalihkan pandangannya yang terus tertuju kebawah.

"Saat kau pergi dari sini?"

"Hn."

"Untuk apa?"

"Hn. Bagaimana dengan misi yang kemarin?" kata Sasuke membelokkan percakapan.

"Kau lihat sendiri kami semua pulang dengan selamat. Kami memang mengalami banyak kesulitan, tapi beruntung kami semua berhasil menyelesaikannya dan membawa Hanabi kembali kan."

"..."

"Naruto bilang, dia akan melamar Hinata." Ujar Sakura membuat pemuda di sampingnya itu menoleh.

"Kupikir Naruto menyukaimu." Ujar Sasuke.

Sakura menggeleng, "perasaan manusia bisa berubah Sasuke-kun. Naruto sempat bilang padaku, dia akhirnya menyadari kehadiran Hinata. Gadis yang seharusnya dia lindungi. Saat perang itu Hinata juga setia berada disisinya. Saat Pain menyerang dulu, bahkan Hinata hampir tewas karena melindunginya."

Pemuda itu diam mendengarkan gadis itu bicara.

"Naruto bilang, dia tidak akan meninggalkan orang-orang yang mencintainya."

"Bagaimana denganmu?" tanya Sasuke.

Sakura menoleh, menatap onyx yang sedari tadi menatapnya, "tentu aku setuju."

"Bukan itu."

"Eh?"

"Perasaanmu."

"Kau tahu kalau aku selalu menganggap Naruto itu sebatas teman."

"Apakah kau akan sama seperti Naruto, yang lebih memilih orang yang mencintaimu."

Sakura diam, ia tak mengerti apa yang pemuda itu katakan. Disisi lain apakah Sasuke ingin tahu jelas perasaanya padanya.

Woof! Woof!

Kedua muda mudi itu mendadak di kagetkan dengan gonggongan yang tak asing lagi.

"Akamaru!" seorang pemuda lain sedang mencoba mengendalikan anjing besarnya yang mendekati Sasuke dan mengendusinya.

"KIBA!" Sakura menggeram melihat bagaimana Akamaru mengendus Sasuke.

"Go—gomen. Ta—" Kiba yang saat itu mencoba menarik Akamaru malah ikutan mengendus jubah si Uchiha.

"KI—"

"Baumu tercampur dengan bau siapa, Sasuke?" tanya Kiba, "bau tubuhmu berbeda dengan bau yang berada dijubahmu. Seharusnya, meski kau belum mencuci jubah ini, baunya akan sama dengan bau tubuhmu.

"Hn," Sasuke mengendus jubahnya, "mungkin bau Karin."

Jawaban Sasuke mengundang 'oh' dari Kiba dan tatapan kaget dari Sakura. Setelah Kiba pergi, Sasuke menoleh kearah gadis di sampingnya yang sedang gelisah.

"Sakura—"

"Ano—"

"Hn?"

"Apa Sasuke-kun menemui Karin?" Sakura meremas ujung sweaternya.

"Selama dua tahun ini aku juga tinggal bersamanya dan—"

"Aaaaaah! Hari ini benar-benar dingin ya, Sasuke-kun." Sakura merentangkan tangannya, suasana sekitar masih gelap dan sepi.

"Aku mulai menyadari sesuatu." Ujar Sasuke dan membuat Sakura kembali memurung. "Akhirnya aku tahu apa yang harus aku lakukan, semua perkataanmu telah menyadarkan aku."

"..."

"Aku juga akan memilih orang yang selama ini ada disisiku dan terus mencintaiku."

Sakura menggigit bibir bawahnya, gadis yang menunduk itu sedari tadi sudah menangis, mengingat kembali bagaimana Karin selalu bersamanya dan mencintainya. Mengingat meski saat itu Sasuke hampir membunuhnya, tapi mereka tetap bersama. Bohong jika tidak merasa sakit. Dia bahkan bisa mati sekarang. Sepertinya memang harus berhenti, yah, perjuangannya cukup sampai disini saja. Dia tak ingin lagi membebani Sasuke dengan perasaan bodohnya ini. Terlebih, ia ingin melihat Sasuke bahagia dengan Karin, meski akhirnya Karin akan tinggal disini.

"Sasuke—" Sakura menghela nafas panjang, kepalanya masih menunduk, namun air mata yang deras itu tak mampu ia bendung. "Kau tadi... bertanya tentang perasaanku kan?"

"Hn."

"Aku.. hiks.." Sakura mengelap airmata yang mulai membasahi wajahnya. "aku akan tetap seperti ini.. hiks.. mencintaimu selalu."

"..."

"Sekarang pergilah.. dan katakan pada Karin.. tentang perasaanmu." Sakura menepuk punggung Sasuke dalam keadaan masih menunduk, hingga ia merasakan punggung itu tak lagi ia rasakan. Tubuhnya semakin meringkuk menahan segalanya. Emerald yang sedari tadi bersembunyi akhirnya terbuka, dan saat itu lah dia sadar.

Sasuke dengan wajah tegangnya berlutut di hadapannya, di tangannya terlihat sebuah cincin perak bermotif bunga dengan berlian merah di tengahnya. Sakura tak mengerti, ia masih sesenggukan dan syok karena mendengar ungkapan Sasuke tadi malah semakin bingung.

"Selama dua tahun ini aku sadar, bahwa tanpa orang kau aku merasa kurang. Aku sadar siapa yang benar-benar tetap menyayangiku meski aku dalam titik yang terburuk." Sasuke meraih tangan kanan Sakura dan menyematkan cincinnya. "Dan aku sadar siapa yang ingin aku lindungi selama ini."

Sasuke berjalan dengan lututnya lalu merangkul tubuh gadis itu dengan sebelah tangannya yang masih utuh.

"Sakura-chan.. Jadilah istriku."

Pernyataan Sasuke sukses membuat gadis dipelukannya kembali menangis sesenggukan. Ia memeluk balik tubuh tegap itu semakin erat, merasa bersyukur atas semuanya. Perjuangannya selama ini tak sia-sia. Ia dapatkan apa yang ia ingin kan selama ini. Tidak hanya bersama dalam satu desa, namun bersama dalam satu ikatan. Ikatan yang bahkan tak berani dia bayangkan dulu.


TBC


Hanya sependek ini saja ya hehe. Biar nggak berat dibaca.. thanks for reading and review please? Arigatou!

next chap siap-siap untuk pembuatan Sarada. saya tak akan menahan diri seperti fic-fic sebelumnya