Chandelier

Chapter 4

Warning: Typo, FemaleNeji, FemaleDeidara

-Rumah Sakit Umum Konoha-

Naruto merapatkan mukanya ke kaca pintu UGD di mana Deidara sedang diberi pertolongan pertama. Mata birunya masih berkaca-kaca meskipun kini tidak ada air mata yang turun. Dalam hati, Naruto berdoa semoga kakaknya itu baik-baik saja. Beberapa meter dari kanannya, si kembar Uchiha sedang duduk dengan tenang sambil meminum jus jeruk kalengan di tangan mereka. Mata hitam mereka fokus ke arah Naruto yang mondar mandir di depan pintu UGD. Tak jauh dari mereka, Itachi terlihat sedang serius menelpon seseorang.

"Duduklah Naruto. Kakakmu akan baik-baik saja. Dokter di sini kan hebat-hebat." Sai berkata dari tempat duduknya. Naruto menatap pintu UGD beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk dan duduk di sebelah anak laki-laki itu.

"Aku sudah menelpon rumahmu, Naruto-kun. Iruka-san akan segera datang." Itachi berkata sambil mendekati Naruto. Naruto memaksakan sebuah senyuman.

"A-Ah terima kasih banyak, ummm..."

"Ini Aniki ku, Uchiha Itachi. Aniki, ini Naruto, teman sekelas kami." Sai memperkenalkan. Mata Naruto mengerjab dan menatap Itachi sebentar.

"Ah, terima kasih banyak Kak Itachi." Naruto berdiri dan membungkuk dalam. Itachi hanya tersenyum kecil dan mengibas-kibaskan tangannya.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Lagipula-" sebelum Itachi dapat meneruskan perkataannya, seornag suster keluar dari ruang UGD. Naruto dan yang lain dengan cepat mendekati perempuan berbaju putih itu.

"Pemisi, apakah Anda keluarga dari sang pasien?"

"Ya." Naruto segera menjawab.

"Pasien kehilangan banyak darah dan harus secepatnya mendapatkan donor. Apakah salah satu dari kalian memiliki golongan darah yang sama?" Tanya suster itu khawatir. Naruto menggigit bibir bawahnya. Donor darah? Mana mungkin dia bisa mendonorkan darahnya kepada Deidara. Golongan darahnya kan B sedangkan Deidara AB.

"Apa golongan darah kakakmu?" Pertanyaan Itachi membuat Naruto sedikit kaget.

"Ummm...AB"

"Ah, golongan darah saya AB. Saya saja yang menjadi donor." Kata Itachi dengan cepat. Itachi melangkah mengikuti suster, meninggalkan ketiga remaja itu dengan berbagai ekspresi di wajah mereka.

"Sai, Teme, kakakmu itu baaaaaaiiiiiiiiik banget ya. Beda banget sama kalian." Naruto berkata dengan senang kepada si kembar. Sai hanya tersenyum dang mengangguk namun Sasuke malah mngerutkan dahi sambil memandang arah kemana Itachi pergi.

'Sepertinya ada yang aneh dengan Aniki...' pikir Sasuke. Memang, dari apa yang Sasuke perhatikan, wajah Itachi memancarkan sebuah semburat senang yang tidak biasa. Seperti ada maksud terselubung di dalamnya.

'Jangan-jangan Aniki merencanakan sesuatu' Sasuke berkata namun menggeengkan kepalanya cepat. Dia tidak boleh berburuk sangka kepada Itachi dahulu. Namun, Sasuke berharap apapun yang membuat kakaknya itu mengeluarkan ekspresi senang yang tidak biasa bukanlah hal yang buruk.

"Sai, Sasuke, Naruto?" Sebuah suara lembut dan pelan menyapa ketiga remaja itu. Mereka menoleh dan mendapati Hyuuga Hinata berdiri tidak jauh dari mereka dengan wajah sangat merah.

"Hinata-chan!" Sapa Naruto riang. Wajah Hinata yang sudah merah seakan bertambah merah.

"N-Naruto-kun, k-kenapa kau d-disini?"

"Oh itu." Wajah riang Naruto berubah menjadi sedih, namun segera senyuman muncul di wajahnya.

"Kakak sepupuku kecelakaan. Tidak apa-apa kok, sudah ditolong dokter dan sekarang sedang dapat donor darah dari kakaknya Sasuke dan Sai. Kamu sendiri ngapain, Hinata?" Hinata tersenyum dan melirik koridor yang kosong di belakangnya.

"U-Umm, aku mengantar K-Kak N-Neji. T-Tadi ada sedikit k-kecelakaan di laboratorium k-kimia." Kata Hinata perlahan. Mata Sai spontan melihat ke arah Sasuke yang kini terlihat khawatir. Mata hitamnya menyipit.

"Ada apa memangnya?" Tanya Sasuke. Hinata melirik pemuda yang paling tinggi itu sebelum menunduk.

"U-Umm.. Lee-senpai t-tidak sengaja m-menjatuhkan c-cairan ki-kimia ke tangan Kak Neji." Jawab Hinata pelan. Mata Sasuke kini terlihat marah.

"Sudah Sasuke, aku yakin Neji-senpai tidak apa-apa kok. Kamu itu belum jadi pacarnya saja sudah se-overprotective ini." Kata Sai santai sambil menepuk-nepuk pundak saudara kembarnya itu. Sasuke tidak berkata apapun tapi matanya menatap Sai dengan tatapan membunuh.

"Teme, teme, kalau memang suka langsung bilang saja kenapa sih? Biar bisa jadian sekalian, udah capek aku lihat gerak-gerik kamu. Ya ya ya? " Kata Naruto sambil menaik-naikkan alisnya.

"Siapa memangnya yang disukai Sasuke-kun?' Suara lain membuat keempat remaja itu membeku. Mereka menoleh dan mendapati Neji berdiri di belakang Hinata dengan senyum kecil. Sasuke berdehem kecil dan mengalihkan pandangannya ke arah dinding putih bersih di sebelahnya.

"Ah, Neji-senpai, bagaimana tangannya?" Sai bertanya. Wajah sudah dihiasi oleh senyum biasanya. Neji mengangkat tangannya yang diperban.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit, yah, terbakar. Beberapa minggu juga hilang." Neji berkata. Matanya menatap adik-adik kelasnya yang mengangguk dan melirik-lirik tangannya sebelum beralih ke Sasuke yang kini manatapnya. Mata perak Neji bertemu dengan mata hitam Sasuke. Mereka bertatapan beberapa saat sebelum Itachi datang dan menepuk pundak Neji.

"Hoo, Neji-chan, Hinata-chan, ada apa kesini?" Tanya Itachi ramah. Neji tersenyum. Gadis yang setahun lebih tua dari Sasuke itu hanya memperlihatkan tangannya yang diperban.

"Kecelakaan lab kimia." Jawabnya singkat.

"Kak Itachi sendiri?"

"Oh, Kak Itachi tadi menolong kakakku yang kecelakaan. Dia juga memberikan donor darah kepada kakakku. Baik banget kan? Kan? Kan? Beda sama adik kembarnya." Kata Naruto menggebu yang membuat Sasuke menjitak kepala kuning itu. Itachi dan yang lain hanya tertawa kecil.

"Kakakmu akan sadar sebentar lagi, Naruto-ku. Katanya lukanya tidak begitu parah. Kakakmu itu punya tubuh bak besi ya? Heran aku." Tanya Itachi sedikit menaikkan alisnya. Naruto tertawa.

"Bagaimana ya? Aku juga tidak tahu. Dulu Dei-neechan juga pernah kecelakaan parah sih, tapi cepat sembuh."

"Mungkin klan Namikaze memang mempuyai kemampuan cepat sembuh. Dahulu kau juga begitu kan, Naruto-kun?" Tanya Neji membuat Naruto hanya menggaruk-garukkan kepalanya.

"Iya mungkin."

"Hinata-sama, aku ke toilet dulu ya." Neji berbisik kepada sepupunya. Hinata mengangguk. Mata lavendernya menatap tubuh tinggi bak model milik sepupunya sebelum melihat tatapan Sasuke. Tersenyum kecil, Hinata membuka mulutnya.

"Kak Neji itu bak putri ya, dia lebih pas menjadi pewaris Hyuuga daripada aku." Kata Hinata.

"Eh? Menurutku Hinata juga cantik kok. Hinata kan juga baik dan pintar jadi kau juga cocok jadi pewaris Hyuuga. Bahkan Hinata juga bisa jadi ibu yang baik nanti." Naruto mulai berbiara ngawur tanpa menyadari makna dibalik kata-katanya. Hinata tentu saja memerah bak warna tomat membuat Sai dan Itachi tertawa geli.

"Na-Naruto-kun bisa saja. Sayang ya usia Kak Neji sudah 17 tahun dan sebentar lagi 18 tahun." Hinata melanjutkan dengan tatapan sedih.

"Memangnya kenapa kalau Neji-senpai sudah hampir 18 tahun?" Sai memiringkan kepalanya. Hinata menghela napas kecil.

"Di keluarga Hyuuga, ada tradisi mencari calon pasangan saat usia memasuki 17 tahun dan apabila anggota klan tidak dapat mendapat pasangan yang dianggap pas dan cocok sebagai pasangan maka para tetualah yang akan menentukan siapa pasangan orang itu."

"Jadi Neji-senpai sudah mulai cari jodoh?" Naruto mengerjapkan matanya tak percaya sementara Itachi dan Sai menatap Sasuke yang mengeratkan genggamannya di kaleng jus jeruk miliknya.

"I-Iya. Karena Kak Neji belum punya pacar jadi ayahku sudah menjadwalkan banyak omiai tapi sampai sekarang Kak Neji belum menentukan siapa yang cocok menjadi pasangannya. Mungkin karena Kak Neji berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan memikirkan pacar sampai lulus SMA. Sayangnya Kak Neji akan sudah berumur 18 tahun nanti waktu kelulusan jadi Kak Neji tidak bisa bersama dengan orang yang disukainya, ya kalau ada." Hinata berkata sembari melirik Sasuke, walau yang dilirik menjadi satu-satunya orang yang tidak menyadari.

"Oh, jadi kalau Neji-chan punya pacar sekarang dia aman dong." Itachi bertanya sambil tersenyum usil.

"Ya tidak juga sih, tergantung siapa pacarnya. Kalau cocok dengan selera tetua pasti aman."

"Kalau seorang Uchiha?" Sai bertanya sambil menatap kembarannya yang kini melirik ke arah Hinata.

"Ya kalau seorang Uchiha pasti langsung aman." Hinata menjawab. Tanpa mengatakan sepatah katapun, Sasuke langsung membuang kaleng jusnya di tempat sampah terdekat dan dengan mengambil langkah panjang berjalan ke arah Neji menghilang beberapa menit yang lalu. Sementara itu Hinata, Sai, Itachi dan Naruto tertawa melihat tingkan pemuda Uchiha satu itu.

Beberapa saat kemudian,hp Hinata berbunyi. Hinata tersenyum melihat pesan masuk dari Sasuke itu.

Aku pinjam sepupumu sebentar. Nanti aku antar pulang

Neji menatap wajah pucatnya di cermin. Wajahnya cantik. Dia tidak bermaksud narsis tapi orang sebodoh apapun tahu itu, termasuk dirinya yang jenius. Dan karena itulah banyak yang menyukainyatermasuk calon pasangan-pasangan yang sudah disediakan paman sekaligus walinya itu. Namun sayang, mereka hanya lihat tampang bukan hati. Andai saja...

"Andai saja dia yang jadi pasanganku..." Kata Neji berharap sebelum tertawa kecil. Yah kalau dia berharap orang itu, pasti dia duluan yang harus mendekatinya duluan. Orang itu mah terlalu jaim untuk make a move. Neji melangkah keluar toilet wanita.

"Sudah selesai?" Suara yang amat dikenalnya menyapa. Neji tersenyum ketika melihat Sasuke bersandar di dinding dekat pintu masuk toilet.

"Sudah, kenapa? Kau mau ke toilet? Ini toilet wanita Sasuke." Kata Neji usil. Sasuke langsung memasang tampang cemberut.

"Bukan. Aku menunggumu."

"Oh ya? Ada apa?" Sasuke tidak berkata apa-apa. Pemuda yang lebih tinggi sedikit dari Neji itu hanya menawarkan tangannya. Neji menatap tangan Sasuke di depannya sambil mengangkat satu alis.

"Just grab a hold." Sasuke berkata. Neji tersenyum sebelum meletakkan tangannya di atas tangan Sasuke yang langsung digenggam erat. Sasuke sedikit menyeret gadis cantik itu keluar Rumah Sakit Konoha.

Neji menatap papan bertuliskan "Toko Bunga Yamanaka" di depannya sebelum mata lavendernya menatap Sasuke dari balik pintu kaca toko itu. Sasuke sedang membayar bunga yang ia beli. Beberapa menit kemudian, pemuga bermarga Uchiha itu keluar dengan seikat bunga mawar merah. Tanpa kata, Sasuke langsung menyodorkan bunga itu ke Neji.

"Apa?"Neji bertanya.

"Untukmu."

"Oh." Neji mengambil bunga mawar merah itu. "Kau itu tidak romantis ya..." gadis itu menambahkan.

Sasuke tidak berkata apapun. Ditariknya tangan Neji dan mulai berjalan. Neji hanya memutar matanya melihat tingkah sang pangeran Uchiha itu. Sepuluh menit berjalan, mereka sampai di Sungai Konoha. Neji memandang sekeliling heran. Mau apa mereka ke sini? Sasuke menuntun Neji ke dalam hutan kecil di samping sungai. Sasuke berhenti di sebuah tanaman yang menjalar kemana-mana. Dilepaskan genggaman tangannya dan mulai membuka tanaman lebat itu.

"Masuk." Perintah Sasuke singkat. Neji melihat sebuah lubang yang entah menuju kemana di balik. Neji masuk dan yang dilihatnya adalah sebuah petak tanah kecil dengan pemandangan indah Danau Konoha terbentang di depannya.

"Ini tempat rahasiaku dan aku belum pernah membawa seorangpun ke sini, termasuk Sai." Kata Sasuke. Neji memandang sekeliling "taman kecil" itu dengan takjub. Beberapa bungan mawar putih dan teratai menmbah keindahan tempat rahasia Sasuke itu.

"Aku membawamu ke sini karena..." Perkataan Sasuke yang terputus itu membuat Neji menoleh dan menatap putra tengah dari Fugaku Uchiha.

"Karena?"

"Yah, kau tahu sendirilah. Itu." Kata Sasuke sambil menunjuk mawar merah di tangan Neji. Sebuat semburat pink terlihat di wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi itu. Neji menahan tawanya. Jarang-jarang dia melihat seorang Sasuke seperti ini.

"Apa?" Tanyanya.

"Itu! Mawar merah. Kamu tahu artinya kan!" Jawab Sasuke ketus. Neji memicingkan matanya.

"Dasar tidak romantis." Cibir gadis itu. Sasuke menatap mata Neji yang sedang menunggu sesuatu. Menarik napas dalam, Sasuke melangkan maju.

"Mawar merah artinya...suka atau cinta. Aku membawamu ke sini karena kau orang yang istimewa untukku. Aku...menyukaimu. Aku mencintaimu." Sasuke akhirnya mengatakannya. Neji tersenyum. Ditatapnya wajah tampan Sasuke sebelum akhirnya memotong jarak mereka.

"Aku juga menyukaimu, Sasuke. Mungkin aku juga juga mencintaimu." Jawaban Neji itu membuat sebuah senyuman muncul di wajah tampan Sasuke. Sasuke menatap bibir Neji dan perlahan merunduk.

BEEP! Sebuah pesan masuk, oh honey bunny sweety adikku Sasu-chan tersayang~ BEEP! Sebuah pesan masuk, oh honey bunny sweety kakakku Sasu-chan tersayang~

Sebuah ringtone norak memecah suasana romantis pasangan baru itu. Neji tertawa mendengar suara Itachi menggema sementara Sasuke berjanji dalam hati akan membunuh kakak dan adik kembarnya itu.

Dilarang melakukan apa-pun kepada Neji-chan sebelum kalian setidaknya bertunangan.

Sebuat pesan singkat Itachi membuat Sasuke naik darah. Secepatnya dia membuka pesan baru

To : Otou-san

From : Sasuke

Lamarkan Hyuuga Neji untukku dan adakan pesta pertunangan secepatnya

Sasuke memencet tombol SEND dengan senyum puas.

"Sasuke?"

"Ayo pulang." Sasuke meraih tangan Neji dan kedua pasangan baru itu berjalan pulang dengan senyum bahagia di wajah mereka.

-Kamar Deidara-

Sebuah erangan kecil terdengar di dalam kamar bercorak putih yang sepi. Seorang perempuan berambut pirang dan berpakaian khas rumah sakit terlihat bergerak di atas tempat tidur di tengah ruangan. Deidara perlahan membuka matanya sebelum menutupnya kembali karena terangnya cahaya lampu. Deidara merasa seluruh badannya sangat sakit, terutama kepalanya. Gadis berambut panjang itu menarik napas dalam dan menijat kepalanya yang sakit.

"Aku merasa seperti habis ditabarak truk." Katanya pelan,

"Kau memang habis ditabrak truk." Suara familiar itu jelas membuat Deidara membuka matanya lebar-lebar.. Kepalanya menoleh ke sumber suara dan menatap horror seorang seorang berambut hitam panjang duduk di sebelah tempat tidurnya. Mata hitamnya fokus ke majalah di tangannya sebelum menatap Deidara. Deidara perlahan duduk dan mengacungkan jarinya secaratidka sopan kepada Itachi.

"K-Kau? A-Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Deidara dengan nada bergetar. Itachi tersenyum ceria yang membuat Deidara ingin sekali menampar wajah tampah sang Pangeran Kampus itu.

"Itukah yang kau katakan kepada pahlawanmu?"

"Hah? Pahlawan? Jangan bercanda kau." Deidara memutar bola matanya.

"Apa kau tidak ingat kejadian yang kau alami?" Deidara terdiam dan mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Naruto dan truk kini menghiasi kepalanya.

"Naruto! Bagaimana dengannya? Dia tidak apa-apa kan?" Deidara bertanya panik kepada Itachi, mengabaikan kepala dan badannya yang sakit luar biasa. Itachi menahan tubuh Deidara yang ingin bangun.

"Adikmu baik-baik saja. Dia sedang berbicara dengan dokter bersama Iruka-san." Deidara menghela napas lega.

"Kau tahu, adikmu itu panik ketika tubuhmu terlempar ke jalanan dan bersimbah darah. Untung aku dan adik-adikku berada di dekat kejadian jadi aku langsung membawamu ke sini."

"Oh jadi itu yang kamu maksud bahwa kamu itu pahlawanku?" Tanya Deidara bosan, paling cowok ganteng di depannya ini hanya ingin pamer.

"Bukan." Itachi menatap mata biru jernih Deidara dengan tajam.

"Kau kehilangan banyak darah, Deidara dan kau tentu tahu apa yang dokter dan suster lakukan untuk menyelamatkan nyawamu? Golongan darahmu AB kan? Kebetulan golongan darahku juga AB. Aku mendonorkan darahku untukmu. Darahku yang menyelamatkan nyawamu. Darahkulah yang kini mengalir di dalam dirimu dan kau tahu apa artinya itu?" Itachi tersenyum ketika Deidara menatapnya takut tanpa berkata apa-apa.

"You're mine."

TBC

AN : Saya masih hidup ehehehehe –bow bow bow-