DISCLAIMER: Yunjae not mine! Line story not mine too!
Title: OUR GAME
Pair: Yunho & Jaejoong
Editor: BananaMin YCTY
Story line: Esti Kinasih
Genre: Drama, Hurt, Romance, School life!
Warn: YAOI! BL, Boys X Boys
.
©Fairish, novel by Esti Kinasih - 2004
.
A/N: Fanfic ini adalah bentuk re-make, re-edit, dari novel Fairish karya sang penulis senior Esti Kinasih. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagum editor kepada penulis asli, editor mencantumkan nama beliau sebagai pemilik asli plot cerita. Adapun pengubahan tokoh, tempat, latar, penambahan serta pengurangan kalimat dalam cerita,
semata-semata editorr gunakan sebagai bentuk penyesuaian cerita rombakan.
DONT LIKE DONT READ
Mohon maaf jika ada sebagian readers yang tidak menyukai ff hasil olahan dari novel. ^^)/ gampangnya, DLDR aja. Okay, thank you :)
.
.
.
.
.
Sekarang giliran Junsu yang ketiban sial. Sahabat Jaejoong yang memang dikenal dekat dengan si cantik bermata doe itu mempunyai bisnis snack dan aneka jajanan makanan ringan yang sudah teresohor di seantreo sekolah.
"IGE MWOYA!?" seru Junsu. Dia terpana saat BoA mengatakan bahwa dirinya sudah tidak boleh lagi menaruh dagangan di kantin dan koperasi.
"Kau jangan bercanda?!" lengking suara dolpin itu.
"Siapa bilang ini bercanda?" balas BoA ketus.
"Terus, kenapa aku yang kena imbasnya? Please deh nona Kwon... Yang pacaran sama Yunho kan Joongie."
"Tapi kan kau sahabatnya Jaejoong!"
"Meski aku memang sahabat Jae hyung, memangnya si Yunho itu pacarku juga? Yang benar saja!"
"Terserah apa katamu! Yang jelas, ini serius!"
"Terus aku harus bilang apa sama eomma? Yah! kalian jangan tega dong.."
"Oh! Kau tidak perlu bilang pada eomma-mu Junsu yah, kau hanya perlu bilang pada Jaejoong!" tandas Boa enteng, lalu berbalik pergi.
Junsu menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa mengerti dengan kekonyolan ini. Tapi dia juga tahu, ini bukan main-main. Dan benar saja. Ketika dia bertanya pada Kang ahjumma yang mengelola koperasi, Kang ahjumma bilang dia sudah tidak bisa menjual jajanannya di situ lagi mulai besok!
Gila, kan? Junsu tidak mau bertanya ke kantin. Kalau koperasi yang di bawah kendali sekolah saja bisa diacak-acak, meskipun Junsu yakin pihak sekolah pasti tidak tahu-menahu soal ini, apalagi kantin.
Terpaksa dia harus memberitahu Jaejoong!
Begitu bel istirahat berbunyi, namja manis pemilik suara lumba-lumba itu langsung ke sana ke mari mencari sahabatnya, diiringi tatapan puas para antek-antek BoA yang memang bertebaran di sana-sini. Mereka puas karena ternyata awal ancaman mereka berjalan sesuai dengan yang mereka kehendaki.
Setengah mati Junsu mencari Jaejoong. Memeriksa setiap sudut kompleks sekolah yang sangat luas. Sejak Jaejoong punya pacar, mereka jarang bersama-sama lagi. Jarang banget malah, karena Yunho melekat seperti lintah! AISH!
Akhirnya Junsu menarik napas lega. Setelah kedua kakinya nyaris pegal linu, pasangan yang nyaris tak terpisahkan itu dia temukan juga di lab biologi.
"Jae hyung!" panggil Junsu sambil bergegas masuk.
Jaejoong menoleh, juga Yunho serta beberapa teman Yunho yang sedang membicarakan sesuatu.
"Aku ada perlu denganmu hyung, penting!" Junsu menyambar tangan Jaejoong lalu menariknya keluar.
"Sebentar ya Jung Yunho," kata Junsu pada Yunho dengan sedikit ketus. "Aku pinjam sahabatku dulu sebentar!" Sengaja Junsu bilang 'sahabatku', agar Yunho sadar bahwa dia sudah merampas satu-satunya sahabat yang dimilikinya.
"Ada apa Su?" tanya Jaejoong setelah mereka sudah di luar lab.
"Aku sudah tidak boleh menaruh jajanan lagi. Tidak di kantin, tidak di koperasi."
Doe eyes Jaejoong melebar. "Apa? Bagaimana bisa? Kenapa?"
"Ya karena kau pacaran dengan Yunho!"
"Huh?" Jaejoong terperangah. "Apa maksudmu Suie.. Aku tidak mengerti?"
Junsu mendesah kesal. "Hyung pikir aku mengerti? Tapi mereka bilang begitu!"
"Mereka siapa? BoA, Karam, dengan yang lainnya itu?" alis Jaejoong mengkerut bingung.
Dan Junsu mengangguk "Siapa lagi memangnya kalau bukan mereka?"
Jaejoong terdiam. Bingung sekaligus tidak menyangka. "Bagaimana kalau kita abaikan saja?"
"Diabaikan bagaimana hyung, terus aku harus bilang apa sama eomma?" gerung Junsu tidak setuju. Lumba-lumba berpantat montok itu tidak siap jika harus menerima wajah kecewa Mrs Kim.
Jaejoong diam lagi. Dia benar-benar tidak menyangka kenapa bisa pada tega seperti itu. Dasar orang kaya gelap mata. Begitu pikirnya.
"Mulai kapan Su?"
"Besok."
"Besok?!" Jaejoong terpekik. "Gila!" bibir chery-nya komat-kamit mengeluarkan rutukan.
"Kalau bukan gila, aku tidak mungkin mengadu padamu Jaejoong hyung?" Junsu mendesah kesal.
"Kau tenang saja Su, aku akan bilang pada Yunho.."
Junsu langsung melirik ke dalam lab dan mengecilkan volume suaranya. "Kau tidak bisa ya hyung, sedetik saja tidak menempel pada namja bermata sipit itu?"
"Bukan aku yang menempel, Suie! Tapi dia!" Jaejoong langsung protes keras.
"Eu kyang kyang..."
Junsu tertawa melihat Jaejoong mencebilkan bibirnya. "Ya sudah lah. Aku mencarimu hanya untuk bilang seperti itu. Aku kembali ke kelas dulu hyung.."
"Suie.. Mianhae...?" jemari Jaejoong yang terkesan lentik untuk ukuran namja itu menggenggam tangan Junsu sesaat sebelum sahabatnya pergi. Dia benar-benar merasa bersalah. Gara-gara dia, Junsu menjadi ikut tertimpa masalah.
"Gwenchana... Hyung, ini bukan salahmu. Memang dasar mereka saja yang keterlaluan."
Setelah Junsu pergi, Jaejoong menarik napas panjang-panjang. Ini benar-benar tidak lucu lagi, karena dia tahu persis besarnya peranan jajanan itu bagi keluarga Junsu.
"Ada apa?" Tiba-tiba suara Yunho mengagetkannya. Dan ternyata namja si biang kerok dari masalah itu sudah ada di sebelahnya.
"Eh? Oh, itu... Ayo kita kembali ke kelas!"
"Kenapa wajahmu kusut seperti itu, Jaejoong?"
Jaejoong tak langsung menjawab. Ia menarik napas panjang-panjang dulu. "Yunho yah... Junsu.."
"Kenapa dengan Junsu?"
"Dia sudah tidak boleh menaruh jajanan lagi di kantin dan koperasi."
"Kenapa?"
"Karena kita!"
"APA?!" Yunho terperangah.
.
.
.
.
.
Jaejoong bingung, khawatir, dan cemas dengan gagasan yang Yunho katakan. Tapi dia takut bertanya, apalagi memberi usul. Jaejoong hanya bisa pasrah saat namja berbibir seksi itu melarang dirinya untuk menemui BoA cs melainkan justru Yunho sendiri lah yang akan menghadapi mereka.
"Masuk!" seru BoA dengan suara berwibawa. Pintu terbuka. Tapi yang muncul bukan Jaejoong, melainkan... Jung Yunho!
Seketika ruangan berubah senyap begitu tahu siapa yang berdiri di ambang pintu. BoA dan Karam menjadi tegang dan saling adu pandang saat tubuh jangkung Yunho melangkah masuk dengan tenang dan sepasang mata sipitnya menyapu seisi ruangan. Menatap mereka satu per satu.
"Di mana aku harus duduk?" tanya Yunho.
"Emmmm... Em.. terserah Yun! Terserah kau mau duduk di mana saja boleh.." jawab BoA gugup.
Yunho menarik satu kursi tepat di hadapan nona Kwon itu, lalu duduk diam. Menunggu.
Ketenangannya, juga sepasang mata musangnya yang menyorot tajam, membuat mereka yang tadinya telah siap dengan daftar panjang berisi pertanyaan untuk Jaejoong, kontan menjadi ciut saat hendak buka mulut.
Yunho berdecak kesal. "Jadi kalian menyuruh aku datang cuma untuk duduk diam begini?"
"Kita menyuruh Jaejoong yang datang kok, Yun..." jawab Karam hati-hati.
"Dia sudah aku antar pulang!" tandas Yunho.
Tiba-tiba dia berdiri, menjulangkan tubuh jangkungnya, dan melangkah mendekati Karam dan BoA yang duduk berdekatan.
Kemudian Yunho menatap mereka satu per satu dengan jeda beberapa detik namun sanggup membuat keberanian mereka seketika menguap, nyaris tanpa sisa.
"Dengar! Ini pertama kalinya aku buka suara, dan tidak akan ada yang kedua kali!" Yunho mendekat, membuat keduanya merasa semakin gentar.
"Aku sendiri lah yang mengejar Jaejoong! Aku yang tetap ngotot, memaksa dia untuk duduk semeja meskipun dia sudah bilang itu kursinya Hyunjoong!"
BoA dan Karam langsung gelagapan. "Jadi kalian semua salah jika selalu menyalahkan Jaejoong. Seharusnya kalian semua meminta penjelasan padaku. Meskipun sebenarnya itu hak-ku sendiri, hak Jaejoong, hak kami berdua untuk tidak berbicara apa-apa! Jelas!"
Yang lain rata-rata takut saat hendak jawab. Tapi Karam dan BoA, yang sudah terlanjur mengeluarkan uang banyak, jelas tidak akan menyerah begitu saja. Mereka harus tahu yang sebenarnya!
"Memang apanya Jaejoong sih Yun yang bikin kau tertarik?" tanya BoA, saking tidak bisa menahan rasa irinya.
Seketika mata tajam Yunho menyambarnya. "Apa harus aku jawab eoh?"
"Yaaah...," BoA kelihatan agak malu, "Iya, kami ingin tahu."
Yunho menatap lurus ke arah BoA. Beberapa detik dia tetap seperti itu. Diam dan menatap BoA tajam. Membuat suasana jadi mencekam.
"Karena Jaejoong sama sekali tidak menyukaiku!" tiba-tiba Yunho berkata. Membuat kawanan BoA kontan terbengong.
"Hah...? maksudnya?" kali ini Karam yang bertanya. Dia menatap Yunho dengan tampang bodoh saking bingungnya.
"Maksudnya..." Yunho langsung beralih menatap Karam yang duduk di sebelah BoA.
"Yang menarik dari Jaejoong adalah... karena dia sangat cuek padaku!"
Mereka saling pandang. Tak menyangka sama sekali dengan jawaban Yunho tersebut, karena mereka sudah amat yakin bahwa jawaban Yunho pasti menyangkut soal fisik. Habis apa lagi? Ketertarikan pertama kan selalu dari situ awalnya. Baru setelah itu muncul alasan-alasan klise seperti Jaejoog itu... Baiklah, perhatianlah, sabarlah, pengertianlah.
Makanya mereka sudah siap dengan seribu celaan. Jaejoong itu kan dari keluarga pas-pasan, dari keluarga miskin. Makanya meski wajahnya cantik, Jaejoong berbadan kurus, soalnya menurut BoA, Jaejoong itu kurang gizi.
Kalau ada pesta Jaejoong tidak mau ikutan karena memang tidak levelnya. Bajunya juga jarang yang mengikuti mode. Malah terkesan culun. Dan masih banyak kekurangan yang lain! Semuanya sudah siap dilontarkan karena dari semula mereka sudah yakin, Yunho pasti menyukai Jaejoong dari segi fisik. Akan tetapi mereka benar-benar tidak menyangka kalau jawaban Yunho ternyata melenceng jauh.
"Jaejoong memang cuek kok, Yun. Bukan padamu saja. Yang lain juga begitu."
"Itu urusan yang lain. Kalo aku tidak bisa!"
"Jaejoong cuek padamu, berarti dia tidak menyukaimu Yunho yah," Karam tidak mau menyerah.
"Aku tidak peduli soal itu!"
"Atau... Kau jatuh cinta padanya?" tanya BoA, agak-agak salah tingkah.
Tatapan tajam Yunho kembali ke arah BoA.
"Jelas! Apa aku harus mencium Jaejoong di depan kalian semua?"
Wajah-wajah di hadapan pemuda Jung itu jadi memerah. Buset deh! Keluh BoA dalam hati. Horror banget nih namja!
"Berarti... Kau yang maksa Jaejoong untuk menjadi pacarmu. Begitu?"
Untuk pertama kalinya Yunho tersenyum. "Betul. Tepat sekali!"
Yunho telah mengatakan yang sebenarnya dan sekarang mereka sadar, usaha mereka sampai kapan pun tidak akan ada gunanya, karena ternyata yang terjadi tidak seperti yang mereka duga.
.
.
.
.
.
Setelah hari itu, hari saat Yunho mengakui sekaligus menegaskan bahwa dialah yang mengejar Jaejoong serta memaksanya duduk semeja dan bukan sebaliknya, BoA cs menjadi pasrah dan terpaksa menerima kenyataan bahwa Jaejoong memang sedang menjadi kesayangan Dewi Fortuna.
Akan tetapi, Jaejoong mulai menyadari satu hal. Begitu tidak ada lagi wajah-wajah iri, begitu tidak ada lagi mata-mata yang menatapnya sinis, begitu tidak ada lagi mulut-mulut yang kasak-kusuk, dia menjadi tak punya tempat untuk mengalihkan pikirannya. Dan tanpa dia sadari, semua itu justru meringankan bebannya karena tidak ada peran yang harus dia jalankan.
Tapi ternyata, membunuh perasaan cinta terhadap seseorang yang selalu ada bersama kita sangatlah berat!
Di saat yang sama, Jaejoong harus melindungi Yunho dengan segala cara. Tidak akan ada yang menyangka bahwa kedekatan mereka dan ekspresi kasih sayang yang mereka perlihatkan satu sama lain ternyata cuma pertunjukan opera sabun yang suatu saat nanti akan berakhir!
Yang membuat Jaejoong semakin jatuh-bangun dan memaksa hatinya untuk lebih rasional adalah Yunho tidak mau menjelaskan rencana-rencananya. Jadi sebenarnya bukan cuma orang lain yang terkejut, Jaejoong juga terkejut dengan semua kelakuan Yunho.
Hari-harinya begitu penuh kejutan. Jaejoong tidak tahu dan tidak berani membayangkan apa yang akan menyambutnya esok hari. Yunho bisa tiba-tiba saja meletakan sekotak cokelat di hadapan Jaejoong tanpa bilang apa-apa sebelumnya. Sepotong blackforest dengan stroberi merah di atasnya bisa ada di meja Kim cantik itu tanpa sepengetahuan sang empunya. Boneka gajah berwarna pink yang lucu sudah ada di tempat duduk Jaejoong tanpa ada yang tahu kapan boneka itu diletakkan.
Tapi yang paling membuat para yeoja sekelas iri adalah saat Yunho meninggalkan setangkai mawar putih di atas meja Jaejoong, soalnya saat itu Yunho harus ikut lomba fotografi tingkat sekolah, dan dengan gamblang Yunho meminta Shindong untuk menjaga pacar tersayangnya itu dengan pesan:
"Jaejoong harus diantar sampai di depan rumah ya, Shindongie... Dan tidak boleh lecet sedikit pun!"
Sementara yang bisa dilakukan Jaejoong hanya terpaku, hampir mati berdiri karena malu. Jaejoong membayangkan lagi kemesraannya bersama Yunho. Bergelayut manja di lengan pemuda sipit itu, menyambut setiap uluran tangannya, larut dalam setiap dekap dan peluknya, dan sejuta adegan yang semakin membuatnya bermimpi indah setiap malam.
Namun semua itu, segala perhatian, sejuta senyum dan tatap pandang, menghilang dalam waktu bersamaan! Begitu ia meninggalkan gerbang besi sekolah, begitu semua mata yang menatap iri itu tak lagi terfokus memandang, segalanya menghilang! Yang tertinggal hanyalah sosok dingin dan diam Yunho yang sebenarnya. Yunho yang bicara hanya satu-dua kata, dengan wajah nyaris tanpa ekspresi dan sepasang mata sipit yang bukan jendela jiwa!
Tidak akan ada yang menyangka bahwa cerita tentang malam minggu itu benar-benar cuma hasil karangannya. Tanpa ada kenyataan satu kali pun! Pasti juga tidak akan ada yang menyangka bahwa setiap malam minggu Jaejoong hanya sendirian di rumah. Ya mengarang cerita-cerita itu. Baru senin paginya, ketika Yunho menjemputnya, Jaejoong memberitahu Yunho supaya pemuda itu memberikan jawaban yang sama jikalau diinterogasi BoA cs.
Jadi apa yang dialami semua temannya -malam mingguan bersama pacar- sebenarnya juga dialami Jaejoong walaupun dalam khayal. Namun Jaejoong lebih parah. Mereka-mereka masih bisa berdua bersama sang pacar. Marah kalau sudah kesal. Pergi kalau sudah jenuh atau bosan. Tapi Jaejoong?
Jaejoong terpaksa bersabar. Terpaksa pasrah. Dan terpaksa ikhlas menjalani. Dan tidak ada yang lebih menyedihkan daripada duduk satu mobil bersama orang gagu! Yunho itu tega, dia bisa tidak berbicara sama sekali di mobil. Meskipun mereka terpaksa berjam-jam duduk berdua karena jalanan macet. Sementara Jaejoong sendiri bingung mau mengajaknya berbicara soal apa?
Yunho tidak pernah bercerita tentang keluarganya, apa nama kota kelahirannya sebelum ia pindah ke Seoul, apa hobinya, atau apa sajalah yang sedikit bisa memberikan informasi seperti apa sih latar belakang pemuda bermarga Jung yang selalu mengekor di sebelahnya itu. Kadang Jaejoong takjub sendiri. Ajaib banget, ternyata dia tidak tahu apa-apa tentang Yunho.
Satu-satunya yang dia tahu tentang pemuda irit bicara tersebut hanya kecelakaan itu. Bahwa mantan kekasihnya, Han Youngwoong terlempar hampir seratus meter. Sempat koma sebelum akhirnya meninggal. Cuma itu! Dan itu jelas tidak bisa dijadikan bahan obrolan!
.
.
.
.
.
Hari-hari datang, diam, dan hilang. Lewat satu demi satu. Setiap melambung di awang-awang pada malam hari, dibelai mimpi indah yang rasanya seperti kenyataan namun dihempas tanpa ampun begitu mata terbuka, akhirnya kesadaran itu datang.
Akan ada hari akhir untuk semua ini. Hari saat Yunho hanya akan mengucapkan terima kasih. Tak lebih. Lalu pemuda itu akan pergi.
Jadi, daripada terpuruk di hari itu nanti, lebih baik dipersiapkan sejak dini. Yang pertama harus dilakukan adalah, menegaskan pada diri sendiri bahwa ini cuma sandiwara. Caranya? Ya tempelkan satu kata itu di depan mata!
Dan itulah yang segera dilakukan Jaejoong. Kata "SANDIWARA" kini tertempel di atas meja belajarnya, dengan ukuran huruf sebesar gajah!
Tapi lumayan, ada hasilnya!
Bayangan saat Yunho merangkulnya, menggandengnya, mengajak makan berdua, mengerjakan tugas bersama, bercanda, tertawa, dan semua hal indah yang dilakukan hanya apabila mereka ada di depan banyak mata, sekarang tidak lagi membuat Jaejoong bahagia. Karena satu kata itu, "SANDIWARA", muncul jelas-jelas di monitor otaknya, memberikan kesadaran bahwa Yunho melakukannya pasti juga tanpa perasaan apa-apa.
Dan itu semua telah banyak membantu Jaejoong melupakan Yunho. Sukses!
Akhirnya tibalah Jaejoong di hari itu. Hari di saat matanya betul-betul jernih. Hari di saat perasaannya benar-benar netral. Hari di saat tidak ada lagi mimpi-mimpi di kepala. Hari di saat hatinya tidak lagi tumbuh bunga. Hari di saat ia bisa mengimbangi sandiwara itu tanpa beban. Di hari-hari kemudian, sandiwara itu bahkan jadi terasa menyenangkan. Selalu bisa meninggalkan tawa juga kelakar.
Dan setiap sabtu malam, atau keesokan harinya seharian, kalau tidak ada acara keluar, dengan enjoy Jaejoong melewatkan waktu dengan mengarang cerita baru untuk disiarkan di sekolah, di depan wajah-wajah yang selalu punya segudang perhatian, untuk mendengarkan cerita tentang date time mereka.
.
.
.
.
.
Perlahan, ada yang berubah. Cinta yang muncul dalam diam dan tumbuh dalam keheningan. Yang datang bahkan tanpa Yunho sadari.
Berjalan bersama Jaejoong, larut dalam tawa dan semua kelakarnya, limbung dalam senyum dan tatap mata. Bahkan saat jari-jari si cantik bermata bulat meraihnya, satu hal yang kerap terjadi sejak semula, dan satu bisikan kecil di telinga... sesuatu di dadanya berdetak lebih cepat dari yang Yunho duga.
Dan di saat Yunho semakin jatuh-bangun untuk tetap ada dalam skenario yang telah mereka tata, Jaejoong malah semakin wajar dan menjalani perannya apa adanya.
Hampir putus asa, lalu dia teriakkan cintanya ke udara, tapi ternyata... menguap sia-sia!
Kim Jaejoong, namja cantik itu, ada di dekatnya, hampir selalu bersamanya, tapi telah menjelma, menjadi apa yang pernah dia minta: angin!
Dan dia terlambat menyadari. Saat melihatnya dengan hati, dan bukan dengan kepentingan sendiri, baru dia sadar... Jaejoong telah ada di seberang lautan!
Dan prahara itu benar-benar datang. Menggulung bentang cakrawala, memudarkan bianglala, menarik fajar, dan di kejauhan, bergerak perlahan...bayang-bayang malam! Dan di sinilah dia sekarang... terseok menghalangi..
Ada yang perlahan berubah. Cinta yang muncul dalam diam dan tumbuh dalam keheningan. Yang datang bahkan tanpa dia sadari. Terlalu pelan kesadaran itu datang. Dan saat mata hati terbuka, dia sudah jadi gumpalan!
SIALAN! rutuk Yunho. Untuk yang kesekian kali. Resah dan bingung sendiri. Dia pernah mengenal lebih dari tiga lusin perempuan manis, juga lelaki cantik. Dari cuma yang sekedar manis sampai yang luar biasa manis, dari yang agak cantik, sampai yang sangat cantik.
Salah satunya Han Youngwoong. Dan dibanding namja cantik blasteran Jepang-Korea itu, Jaejoong ini sedikit susah untuk bisa disejajarkan. Youngwoong bukan cuma menyandang nama belakang ayahnya, Takizawa. Tapi juga rambut segelap malam, kulit seputih kapas, serta garis muka khas pemuda negeri sakura.
Tapi dulu Yunho tak pernah seemosional ini. Padahal dulu dia yang mengejar Youngwoong dengan segala cara. Dia juga begitu bangga bisa menggandeng namja cantik itu. Tapi toh tak banyak waktu yang bersedia dia lewatkan untuk mengenang-ngenang seperti ini setelah pertemuan mereka. Semuanya lewat begitu saja.
Sementara si cuek Jaejoong itu bukan saja berhasil membuatnya mengenang lagi waktu yang baru saja mereka lalui, tapi juga berharap itu tak lekang ditelan esok hari! Dan ini bukan yang pertama kali dia jadi hobi menatap bintang begini... Membayangkan kejadian bersama si cantik Kim itu.
"Ini sangat tajam, dan aku tidak bohong" ucap Jaejoong waktu itu di kelas saat istirahat.
Alis Yunho terangkat. Menatap menjepit kertas yang dipegang si pemuda cantik yang duduk di sebelahnya tersebut. "Terus?"
"Terus..." Jaejoong merapatkan diri, mengapit lengan Yunho, menengadahkan kepala, dan mendekatkan bibirnya. "Kau lihat ada garisnya, kan. Jung Yunho?!" bisiknya.
Yunho mengangguk, mulai tidak bisa menahan senyum. Di depan mereka ada sepotong puding. Dan memang ada dua garis tipis yang membagi puding itu menjadi dua bagian.
"Itu dikasih Junsu hanya untukku. Dan sebenarnya juga ingin aku makan sendiri. Tapi daripada nanti muncul omongan yang tidak-tidak, terpaksa aku rela membaginya denganmu. Ingat ya...ter-pak-sa! Jadi, kalau kau memakannya lewat dari garis sedikiiit saja..."
Pelukan Jaejoong di lengan Yunho semakin kuat karena Ahra lewat dan menatap mereka dengan sinis, "terpaksa ini mesti diuji coba!" Jaejoong mengacungkan penjepit kertas di depan hidung bangir Yunho. "Paham?"
"Paham!" Yunho mengangguk sambil menahan tawa.
"Bagus!" Jaejoong melepaskan pelukannya.
"Makannya pakai apa nih?"
"Aku sih pakai mulut."
"Bukan ituuuu, Joongieeeeeee!" Dijitaknya si namja bermata doe itu dengan gemas. "Ini diambil begitu saja pakai tangan?"
"Tadi sih dikasih sendok plastik sama Junsu. Tapi kok sekarang tidak ada?"
"Jadi?"
Jaejoong ikut bingung. "Pakai apa ya?"
"Ini tadi bikin garisnya pakai apa?" Yunho balik bertanya.
Bibir chery di depannya meringis lucu. "Penggaris sama jangka."
"Apa!? Kan kotor!"
"Alaaah, paling juga diare!" jawab Jaejoong enteng. "Malah kebetulan kan, kita bisa pulang cepat!"
"Dasar!"
Yunho juga pernah hampir salah tingkah saat suatu hari Jaejoong menyuapkan potongan kue cokelat yang dibawanya dari rumah, begitu mesra di depan banyak mata, kemudian berbisik lirih di kupingnya.
"Yunho yah, kau tahu kenapa aku harus menyuapimu? Soalnya kalau tidak begini, kau pasti akan menghabiskannya lagi seperti waktu itu!"
Tawa Yunho hampir pecah, dan akibatnya, dia tersedak. Dengan lembut Jaejoong menepuk-nepuk punggungnya setelah mengangsurkan minum yang juga dibawanya dari rumah.
"Makanya kalau makan pelan-pelan. Ya sudah. Kalau begitu kau tidak usah makan lagi ya? Tersedak satu kali tidak apa-apa. Lebih dari itu bisa sama rumah sakit urusannya." Sambil meringis lebar-lebar, Jaejoong melahap kuenya tanpa sisa.
Itulah Jaejoong. Seperti itulah si namja cantik itu menurut Yunho. Lucu dan menyenangkan. Yunho memilih Jaejoong karena hanya sepasang doe eyes itulah yang langsung menolaknya di tatapan pertama. Yunho yakin, perasaannya tidak akan berubah, dia tak mungkin jatuh cinta pada namja cantik itu. Tapi kenyataan kemudian berbicara lain. Jaejoong memberinya tawa dari hari ke hari. Dan tawa adalah jalan lapang menuju hati.
Kini Yunho sadar, warna hatinya mulai berubah! Mengimbangi semua sandiwara dan kepura-puraan ternyata mulai butuh konsentrasi. Menerima genggaman dan rangkulan Jaejoong juga butuh kesadaran.
Sintingnya lagi, sekarang jantungnya jadi gampang deg-degan kalau tiba-tiba Jaejoong memeluknya, bersandar di pundaknya, dan banyak macam ulah lagi. Meskipun itu dilakukan kalau Jaejoong sedang jengkel karena terus dipelototin BoA cs.
"Biar mereka pada nightmare nanti malam! Pasti mereka mimpi ingin mencekik atau menendang pantatku. Hahahaha... Tapi biar saja. Cuma mimpi ini. Pokoknya mereka akan Kim Jaejoong buat..." suara Jaejoong merubah menjadi desahan, mirip orang yang lagi baca puisi roman, "mati merana karena kejamnya cinta... Ooooh..." kemudian Jaejoong menoleh ke arah Yunho. "Yah Yunho yah, kau setuju tidak?"
Yunho hanya bisa mengangguk sambil, lagi-lagi, menahan tawa. Dia tidak bisa menolak, karena pernah sekali dia tolak dan Jaejoong langsung melotot.
"Aish Jung Yunho pabbo! Kau itu sudah aku bela-belain, bisa-bisanya kau bilang tidak setuju!"
Dan yang lebih membuat Yunho tercengang, ternyata dia bisa benar-benar cemas ketika suatu saat didapatinya Jaejoong duduk diam di bangkunya. Lesu dan sedikit pucat.
"Kenapa?"
"Kepalaku sakit," Jaejoong menjawab lirih, membuat Yunho semakin khawatir.
"Sudah minum obat?"
"Sudah barusan. Belum bereaksi mungkin."
"Obat apa yang kau minum?"
Sepasang doe eyes itu lalu menatapnya kesal. "Obat cacing!" jawab Jaejoong judes. "Ya obat sakit kepalaaa lah, Jung Yunhooooooo! Orang yang sakit kepalanya. Dasar pabboooooo!"
Waktu itu ingin rasanya Yunho mencium kedua pipi Jaejoong saking gemasnya.
Tiba-tiba Yunho tersadar dari lamunannya. Dia menghela napas panjang, heran kenapa dia jadi menyukai kebersamaan ini. Dan jadi berharap lebih. Yang jadi masalah, di saat dia mulai gelisah begini, Jaejoong malah semakin enjoy, rileks, dan asyik sendiri.
.
.
.
.
.
Praha itu telah datang.
Ada anak baru lagi. Murid laki-laki juga. Di kelas sebelah. Namanya Shim Changmin. Tapi dia benar-benar berbeda 180 derajat dibandingkan Yunho.
Changmin itu ramah, periang, murah senyum, dan kocak pula. Mungkin karena itu, posisi Yunho tak tergeser. Orang memang lebih suka dengan sesuatu yang misterius. Tapi herannya, dan ini yang sekali lagi membuat seluruh penghuni sekolah terutama murid yeojanya bingung, heran dan tidak mengerti adalah karena Changmin langsung terpesona begitu pertama kali melihat Jaejoong!
Dan dengan sikapnya yang cuek dan terbuka itu, jelas saja berita itu langsung tersebar tanpa bisa direm.
Waktu itu Jaejoong sedang berjalan di luar kelas. Sendirian. Tanpa peduli suasana kelas yang lagi ramai, Changmin berseru keras, "Eh, siapa itu? Itu tu, yang cantik dan matanya bulat!"
Belum sempat ada yang menjawab, Changmin sudah berteriak lebih dulu, "YA! NAMJA CANTIK BERMATA BULAT! KAU MANIS SEKALI SIHH!"
Mata-mata di sekitarnya langsung jadi lebar. Jaejoong sendiri berusaha masa bodo. Soalnya para namja cantik di sekolahan ini yang bermata bulat bukan cuma dia. Jadi dia tidak perlu terlalu percaya diri.
"Dia sudah punya namjachingu lho, Min.." kata Tiffany.
"Oh ya?" Changmin kelihatan terkejut. Tapi sedetik kemudian dia mengibaskan tangan tidak peduli. Dan ketidakpedulian itu ternyata benar-benar dia buktikan! Di mana saja dan kapan saja, salam spesialnya bertebaran, hanya untuk Jaejoong seorang!
Jaejoong sendiri sampai hampir histeris. "YAH! Kau bisa tidak sih jangan menggangguku!?" teriaknya setengah putus asa.
Seperti biasa, Changmin memasang tampang polosnya. "Wah, tidak bisa, Jaejoogieeee. Jangan suka cemberut begitu dong. Sayang, kan? Soalnya senyum Jaejoogie itu manissssssssss sekali!"
"Aish! Terserah!" jawab Jaejoong ketus sambil balik badan dan buru-buru pergi. Tapi Changmin membuntutinya sambil tertawa geli.
Jaejoong mengepalkan tangan kuat-kuat, kemudian mempercepat langkah, malah hampir berlari. Tapi itu bukan masalah bagi Changmin yang langkah kakinya dua kali lebih panjang. Tanpa kesulitan, dia masih tetap bisa mengekor.
"Jaejoongie... Baby... Mau tidak kau jadi pacarnya Minnie?" Seketika langkah Jaejoong yang sudah seperti lomba jalan cepat, kini berhenti. Ia berbalik, lalu memelototi Changmin tajam-tajam. Mulutnya sudah terbuka, siap melontarkan semua kejengkelan. Tapi detik berikutnya dia sadar, Changmin sengaja memancing reaksinya.
Akhirnya, sambil berkata, "Sabaaaar! Sabar! Sabar sabar!" Jaejoong balik badan terus kabur terbirit-birit.
Saat itu barulah Changmin berhenti membuntuti. Dia menatap Jaejoong sambil menahan tawa.
.
.
.
Jaejoong sedang sibuk merapikan beberapa file catatan hasil rapat ekskul musiknya, ketika tiba-tiba Changmin menerobos masuk dan langsung duduk di depannya.
"Annyeong Jaejoongie baby... Ada yang ingin aku tanyakan, sudah lama sebenarnya, tapi aku baru ingat sekarang. Katanya kau sudah punya pacar, ya?" tanyanya tanpa basa-basi apalagi salam pembuka.
Jaejoong cuek, tapi bibirnya langsung mempout. Dan seperti biasa, pemuda jangkung itu tidak peduli. Dia meneruskan kalimatnya tanpa pusing dengan ekspresi kesal di depannya.
"Aku bersedia lho jadi pacar kedua. Pacar gelap juga tidak apa-apa deh. Jadi, kau jangan bilang siapa-siapa kalo kita pacaran. Yang penting kita bisa berangkat dan pulang sekolah bareng, makan di kantin bareng, mengerjakan tugas bareng, jalan-jalan bareng. Gimana? Mau, ya? Ya? Ya? Ya?"
WHAT THE FUCK?!
"YAH! APA KAU SUDAH GILA!?" bentak Jaejoong. Padahal semalam dia sudah bertekad. Mulai besok dia akan tabah, sabar, cuek, dan masa bodo amat terhadap kelakuan Changmin ini. Tapi ternyata begitu berhadapan langsung, lagi-lagi dia langsung emosi. Lupa sama tekadnya semalam.
"Biarpun jadi pacar gelap, kalo kau ngomongnya sambil teriak begitu, semua orang jadi pada tau!"
"Oh!" seketika Changmin langsung menoleh ke kiri dan kanan, lalu menyeringai ke arah orang-orang di sekitar mereka yang memperhatikan sambil senyum-senyum.
"Jangan bilang siapa-siapa ya, kalo aku itu pacar gelap-nya Jaejoong!" serunya ke seisi ruangan.
Semuanya kontan ketawa geli dan menjawab kompak, "Oke deeeh!"
Changmin menyeringai lagi, lalu berbalik menghadap Jaejoong. "Apa pacarmu itu lebih baik daripada aku?" tanyanya percaya diri akut.
"Asal kau tau Jaejoongie, di sekolah yang dulu, aku tuh lelaki idaman! Soalnya aku itu lembut, sabar, perhatian, penyayang, setia pula! Terus aku juga orangnya pengertian, lembut... eh tadi lembut udah ya?" Serius banget Changmin menyebutkan sifat-sifat baiknya. Mirip salesman perabotan dapur. Tidak peduli tangan di depannya sudah gatal ingin mencakar.
"Shim Changmin!" desis Jaejoong pelan. Sebenarnya ingin rasanya ia berteriak keras-keras, tapi sayangnya di situ banyak orang. "Jangan sampai aku harus bilang ke..."
"Yunho?" potong Changmin santai. "Bilang saja sana cepat! Aku tunggu di sini!"
Jaejoong menegakkan badannya sambil menatap Changmin. Raut tenang di wajah pemuda jangkung itu membuat Jaejoong tahu, ancamannya tidak akan mempan.
.
.
.
.
.
Jaejoong yang tadinya merasa lega karena bisa ke mana-mana sendirian, tidak harus selalu berdua bersama Yunho setiap menit, setiap detik, akhirnya harus ikhlas melepaskan kebebasannya yang baru dirasakan belum lama itu. Soalnya Changmin selalu muncul setiap saat dan hampir di semua tempat. Tidak bisa diduga dan tidak bisa ditebak.
Ada saat ketika Changmin menghadangnya di ujung tangga dan tidak mau memberi jalan.
"Bilang dulu, 'Hai, Changminnie,' baru boleh lewat."
Jaejoong melotot tapi terpaksa nurut. "Hai!" katanya ketus.
"Aduh! Kok judes banget sih? Yang manis dong. Yang lembut... Joongie..."
"Aaaaah, awas! Aku buru-buru bodoh!" jerit Jajejoong tertahan. Tidak berani keras-keras, takut jadi perhatian.
"Makanya cepat bilang, biar bisa cepat lewat."
Jajejoong menarik napas dalam-dalam. Mati-matian menahan sabar. "Haaaai... Changmin!"
Changmin mengerucutkan bibirnya, kedua bola matanya melirik ke atas, menimbang-nimbang. Lalu dia geleng kepala. "Kurang! Masih kedengaran judes."
"Aisssssshhhh! Terserah!" Jaejoong buru-buru berjalan, tapi Changmin lebih cepat lagi. Ia menggeser badannya dan menghalangi Kim cantik itu.
Dan itulah kali pertama Jaejoong menuruti perintah Changmin. Terpaksa diucapkannya "Hai, Changminnie" dengan intonasi sesuai permintaan si jangkung itu.
Tapi yang paling membuat Jaejoong malu, adalah saat dia sedang diskusi bersama Heechul dan Gunhee di perpustakaan, tiba-tiba terdengar suara Changmin menyanyi dari luar seperti orang kesetanan.
Jeje Jeje baby baby baby
Jeje Jeje baby baby baby
O neomu bukkeureoweo chyeodabol su eobseo
Saranghae ppajyeosseo sujubeun geol
Jeje Jeje baby baby baby
Jeje Jeje baby baby baby
Suara itu melingking gila-gilaan. Semua yang di dalam sampai terlonjak kaget, kemudian tertawa geli. Itu adalah lagu Gee girband SNSD yang liriknya diubah secara sembarangan oleh Changmin.
"Jaejoong ah, penggemarmu tuh! Samperin sana!" kata Heechul yang duduk di sebelahnya. Yang lainnya pun mengangguk.
"Iya. Daripada nanti satu kaset dia nyanyikan semua. Kalo suaranya oke sih tidak apa-apa. Lah orang dia nyanyinya sambil menjerit-jerit begitu.." sambung Gunhee.
Sekali lagi Jaejoong mengelus dada sambil mengucap, "Sabaaar! Sabar! Sabar! Sabar!"
Tapi sedetik kemudian Jaejoong mengomel, "Aku bunuh juga tuh orang!"
Si cantik itu pun keluar sambil mengamuk. "HEH!" bentaknya pada Changmin yang masih sibuk bernyanyi. Sekarang namja jangkung itu malah sambil nge-dance. Benar-benar tidak tahu malu!
"APA YANG KAU LAKUKAN, PABBO!?"
"Ya nyanyi. Memang kedengarannya dari dalam bagaimana?" seperti biasa, Changmin memasang tampang pura-pura bodohnya.
Jaejoong sudah tidak mau memperpanjang lagi. Buru-buru ia keluar dari perpustakaan. Tapi rupanya Changmin tidak mau kalah. Cepat-cepat dia kabur mengambil langkah seribu.
"BYEEEEEE, JAEJOOONGIEEEE MY BABYYYY... SAYANGKU! CINTAKU! MANISKU! KASIHKU! PERMATA HATIKU! DAMBAAN KALBUKU! BELAHAN JIWAKU! BUNGA-BUNGA MIMPIKU!"
.
.
.
.
.
Besoknya, teror-teror Chagmin memaksa Jaejoong back to basic. Ke mana-mana berdua degan Yunho lagi. Seperti dulu. Habis mau gimana lagi? Cuma ini satu-satunya jalan supaya aman.
Pemuda Shim itu ternyata benar-benar nekat, tidak bisa di tebak sama sekali apa isi kepalanya. Dan Jaejoong sadar, ternyata meski Yunho ada di sebelahnya pun bukan berarti dia akan aman dan terbebas dari godaan Changmin.
Dan siang ini terbukti. Saat ia menyeberangi lapangan sekolah dengan lengan kiri Yunho melingkari pundak Jaejoong plus diiringi tatapan iri teman-teman dan di tengah hiruk pikuknya suasana karena baru usainya jam sekolah, tiba-tiba melengking keras suara seorang Changmin dari koridor di lantai tiga yang menghadap persis ke lapangan.
Beautiful boys all over the world
I could be chasing but my time would be wasted
They got nothing on you JEJE~~~
Nothing on you JEJE~~
Semua kepala sontak menoleh ke asal suara itu. Changmin! Pemuda itu tertawa lebar sambil melambaikan tangan ke para murid yang memenuhi lapangan. Anak-anak menatapnya dengan berbagai ekspresi. Tapi kebanyakan sih tertawa geli. Changmin benar-benar merusak lagunya Bruno Mars.
Ada juga yang berusaha menahan tawa, tapi akhirnya tidak berhasil dan memutuskan untuk menonton. Mereka ingin tahu apalagi yang dilakukan si sableng yang lagi terang-terangan mau ngerebut pacar orang itu.
Sekarang Changmin sudah jadi pusat perhatian. Tapi tanpa peduli, dia mengulangi satu bait lagu yang dilantunkan B.o.B feat Bruno Mars itu. Malah kali ini disertai gaya, mengundang makin banyak tawa dan tepuk tangan. Sementara sang JEJE alias Jaejoong itu sendiri... jangan ditanya lagi deh! Wajahnya benar-benar meeeerah paraaaaaah! Tanpa bisa dicegah, namja cantik itu jadi salah tingkah.
Di sebelahnya, Yunho mencoba tetap tenang, tak terpengaruh. Tapi meskipun begitu, sepasang mata sipitnya yang tajam menghunjam ke satu sosok di lantai tiga itu.
Chagnmin tersenyum lebar saat tatapan mereka bertumbukan. Dikedipkannya sebelah matanya, mengisyaratkan bahwa dia tak peduli apa pun risikonya. Dia malah memanfaatkan momen itu, momen saat sepasang mata sipit Yunho seperti ingin mencekiknya, dengan meneruskan lagu cintanya. Dan masih tak lupa, disertai gaya.
(Not not not nothing on you babe)
(Not not nothing on you)
Nothing on you JEJE~~
(Not not not nothing on you babe)
(Not not nothing on you)
They might say hi (hi) and I might say hey (hey)
But you shouldn't worry (aha) about what they say (why)
'Cause they got nothing on you JEJE~~
(Not not not nothing on you babe)
(Not not nothing on you)
Nothing on you JEJE~~
(Not not not nothing on you babe)
(Not not nothing on you)
Dan sambil melompat, Changmin berteriak keras " Nothing on you JEJE~~ YEAH!" dengan menghentak-hentakan tubuhnya.
Setelah melayang indah dan mendarat di langkah sempit di dinding luar koridor, dengan sigap kedua tangan pemuda jangkung itu meraih talang air dan sedetik kemudian tubuhnya meluncur turun.
Sekitar tiga meter sebelum menyentuh tanah, Changmin menghentakan kakinya dan tubuhnya kembali melayang. Membuat gerakan memutar di udara dengan indah, kemudian mendarat dengan manis di atas rumput. Kontan dia mendapatkan tepuk tangan meriah. Lepas dari syair lagu acak adul yang dinyanyikan, akrobat yang dia tunjukan sungguh benar-benar hebat.
Anak-anak jadi ingin semakin tahu lagi. Mereka mengikuti dengan penuh mintat saat Changmin yang selalu cuek dalam penampilan, dengan baju yang jarang terkancing dan selalu berantakan tanpa dimasukan kedalam celana, dengan santai menghampiri Yunho dan Jaejoong.
Dan dua pemuda tampan yang sama-sama tinggi itu lalu berhadapan. Dalam jarak yang sangat dekat. Yunho dengan ketenangannya yang tidak pernah terbaca, dan Changmin dengan sikap santainya yang tak pernah mau peduli pada apa pun juga.
Jaejoong menatap waswas. Benar-benar ngeri. Kalau sampai Yunho dan Changmin tonjok-tonjokan, yang pasti Jaejoong-lah yang bakalan habis. Tapi untungnya itu tidak terjadi. Setelah sekian detik saling tatap, Changmin membungkukkan badan, menyejajarkan wajahnya tepat di depan Jaejoong, lalu dengan lembut menyapa si Kim cantik itu.
"Halo, sayaaaang. Mau pulang ya?"
Jaejoong kontan melotot marah. Tapi belum sempat dia menyemburkan jawaban, dengan lembut Changmin mengusap kepalanya. "hati-hati di jalan ya? Bye bye..."
Kemudian Changmin melenggang pergi, masih dengan gayanya yang santai dan tidak peduli. Melihat para penonton yang masih berkerumun, Changmin pun berseru keras, "Ayo pada pulang! Sudah sore nih!"
"Yah! Changmin ah, masa hanya begitu saja!? Kurang seru ih..." teriak salah satu temannya kecewa.
"Belum saatnya, tinggal tunggu tanggal mainnya, my man!" jawab Changmin sambil menyeringai lebar.
Yunho dan Jaejoong terus menatap Changmin sampai pemuda itu meluncur dengan motornya.
Sepeninggal Changmin, suasana menjadi hening. Bahkan ketegangan masih terasa sampai Yunho dan Jaejoong berada di dalam Audi milik Jung tampan tersebut.
"Jaejoong, kau tidak-"
"Tidak!" sambar Jaejoong ketus. "Aku tidak tau, dan tidak ada hubungannya dengan kelakuan Changmin barusan!"
Dahi Yunho berkerut. "Siapa yang bilang kalau kau ada hubungan sama dia?" Yunho kembali bertanya.
"Tapi pasti kau mau bertanya begitu, kan?"
"Bukan! Kau salah!"
Kedua alis Jaejoong menyatu. "Terus?"
Yunho menatap sepasang doe eyes Jaejoong, yang bisa tampak begitu tenang.
"Yang mau aku tanya... Kau terpengaruh tidak?"
"Maksudnya?"
"Itu tadi pertunjukan heroik. Gentleman. Berani. Meskipun sedikit kacangan!"
"Terus, maksudnya itu apaaa, Jung Yunhooooo?"
Mata sipit Yunho menajam. Tapi Jaejoong tidak takut karena dia memang tidak tahu apa-apa. Akhirnya Yunho memalingkan muka, kembali menatap lurus ke depan.
Sambil memutar kunci kontak, dia berkata tegas, "Mungkin kau tidak mengerti, Jae... Tapi aku tau apa yang harus aku cari!"
Tangan Yunho terulur, melakukan hal yang tidak pernah dilakukannya, mengusap kepala Jaejoong, lalu mengacak-acak rambutnya sampai kusut. Tinggal Jaejoong yang terbengong-bengong. Benar-benar tidak mengerti.
.
.
.
.
.
T B C
