Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.
.
DISCLAIMER : TITE KUBO
.
RATE : M For Safe
.
Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan.
.
Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja. hehehe
.
.
.
600 tahun yang lalu, berdiri sebuah kekaisaran yang begitu tangguh, kuat dan gagah. Kekaisaran yang didirikan oleh Dinasti Kurosaki selama berabad-abad yang tidak pernah sekali pun kalah dalam peperangan apapun. Kekuasaan yang begitu besar dan begitu kuat yang tak ada tandingannya.
Kini, Dinasti Kurosaki dipimpin oleh seorang Kaisar hebat sepanjang sejarah dinasti ini berdiri. Adalah Kurosaki Isshin yang telah memerintah selama 35 tahun. Kaisar besar yang telah memimpin puluhan peperangan dalam perebutan daerah kekuasaan yang dijajahnya.
Kaisar besar ini memiliki dua orang putra yang sebentar lagi akan dinobatkan sebagai Putra Mahkota Kekaisaran.
Sayangnya, dari dua putra kandungnya, hanya satu orang yang mampu dan layak untuk memimpin Dinasti Kurosaki selanjutnya. Isshin bersama dengan isterinya sekaligus Permaisuri Masaki telah mendidik kedua putranya sedari kecil dengan telaten. Segala urusan negara dan tahta telah dipelajari dua kakak beradik yang memiliki hubungan baik ini dengan giat. Mereka berdua adalah dua anak laki-laki yang memiliki kepandaian yang sangat hebat. Kaisar dan Permaisuri sangat menyayangi kedua buah hatinya yang hanya berpaut jarak dua tahun ini.
Mereka berdua juga memiliki hubungan yang sangat baik dan akrab.
Sehingga, baik Kaisar dan Permaisuri tidak menginginkan adanya perebutan tahta dan kekuasaan yang biasa terjadi di dalam dinasti kerajaan yang telah berlangsung berabad-abad ini. Tidak ingin ada darah yang tumpah hanya demi kekuasaan semu yang tak akan kekal abadi di kehidupan fana ini.
Meskipun penobatan sang Putra Mahkota tinggal menghitung mundur sebentar lagi, tapi Kaisar masih tidak bisa juga menentukan siapakah seseorang yang cocok untuk posisi ini karena kedua putranya yang sama-sama memiliki kemampuan untuk itu dan layak mendapatkan posisi ini. Lagipula, belum ada sejarahnya sebuah kekaisaran memiliki dua orang putra mahkota.
Harus ada seseorang yang mengalah.
"Tepat sasaran!" pekik seorang pengawal istana yang bertugas menjaga sasaran tembak. Panah berbulu merak itu tepat mengenai point dari papan sasaran tembak itu.
"Seperti biasa kemampuanmu memang hebat, Ichigo," ujar sang Pangeran sulung dari dinasti Kurosaki ini.
"Sebaiknya Kakak menunjukkan kemampuan Kakak dulu, baru memujiku," balas sang adik dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Kalau begitu kau harus lihat baik-baik."
Sang adik mengangguk dengan patuh menunggu sang kakak yang bersiap menarik busur untuk melepaskan panah berbulu merak dari tangannya itu. Matanya memicing perlahan untuk menentukan posisi panah ini nantinya akan terbang melesat. Setelah membidiknya dengan pasti, akhirnya tanpa ragu jemarinya dengan cepat melepaskan panah berbulu merak itu agar melesat dengan indahnya.
Dan… trakk!
"Tepat sasaran!" pekik lagi seorang prajurit yang berjaga di arena sasaran tembak itu.
"Bagaimana? Sasaranku juga tepat sama sepertimu kan?" ujar sang kakak dengan seringaian khasnya.
"Kalau Kakak meleset, aku akan malu menjadi adikmu," gurau sang adik.
"Apa? Kenapa kau malu? Dasar!" sang kakak dengan sayang meninju pelan perut sang adik yang masih tersenyum tipis ke arahnya.
Siapa yang menyangka kedua kakak beradik yang begitu akrabnya bersama harus menjalani takdir yang begitu rumit. Seandainya mereka dibesarkan dari lilngkungan keluarga biasa saja, mungkin saja takdir yang membelit mereka tak akan serumit ini.
Dari jauh, sang Kaisar Agung memandang sedih kedua anaknya yang tengah bercanda gurau di arena lapangan panahan itu. Mereka berdua begitu erat dan dekat semenjak masih balita. Berbagi mainan yang sama, berbagi makanan yang sama, berbagi kasih dan cinta yang sama, berbagi kehidupan yang sama.
"Yang Mulia, sedang apa di sini?"
Permaisuri Agung mendekat ke arah suami sekaligus ayah kandung dari dua pangeran yang memiliki takdir rumit itu. Melihat Kaisar Agung di negeri ini dengan jubah naga kebanggaannya memandang sedih seperti itu tentu saja membuat wanita paruh baya ini ikut sedih.
"Ternyata mereka sudah tumbuh besar…" lirih sang Kaisar.
"Mereka baru 15 tahun dan 14 tahun. Belum begitu dewasa. Biarlah mereka menikmati masa-masa seperti ini…" jawab sang Permaisuri seraya ikut memandang ke arah Kaisar yang masih termenung menyaksikan dua putra kandungnya yang masih bermain panah dengan gembira itu. Sekarang mereka tampaknya tengah melakukan adu cepat dan tepat membidik sasaran dengan panah itu. Apalagi mereka sama-sama berusaha menjadi yang tercepat menghabisi panah-panah di tangannya.
"Yang Mulia, apakah ada yang mengganggu pikiran Yang Mulia?"
Kaisar Agung itu terdiam seraya mengingat kembali beberapa waktu lalu sesaat setelah kerajaan merayakan ulang tahun sang Kaisar. Para tamu undangan yang ikut memeriahkan pesta ulang tahun Kaisar terhebat sepanjang di Dinasti ini juga ikut menunggu titah baru sang Kaisar yang sudah lama mereka tunggu.
Pemilihan Putra Mahkota.
Seharusnya Putra Mahkota memang ditunjuk langsung dari garis keturunan pertama. Jadi putra sulung-lah yang memang seharusnya menduduki jabatan itu.
Tapi Kaisar merasa kalau kedua putranya sama-sama layak mendapatkan kedudukan itu. Mereka memiliki jiwa kepemimpinan yang hebat dan saling membantu satu sama lain. Apalagi mereka berdua tidak keberatan dengan siapa saja yang dipersilahkan menjabat kedudukan itu.
Hanya saja, di dalam dunia politik kerajaan tentu ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Diam-diam sudah ada beberapa pejabat yang sudah memilih kubu masing-masing untuk mendukung siapa yang layak dijadikan putra mahkota penerus ahli waris kekaisaran agung ini.
Putra sulung, Kurosaki Kaien. Dia memang memiliki kebijaksanaan sang ayah. Selalu berwibawa dan mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Namun tak memiliki kehebatan seperti ayahnya dalam menaklukkan lawan dengan peperangan. Kaien cenderung lebih lembut. Bahkan Kaien hampir tidak memiliki ambisi apapun karena dia bukan laki-laki ambisius yang menginginkan segalanya menjadi miliknya. Kaien lebih kepada menjaga perdamaian dan ketenangan.
Putra bungsu, Kurosaki Ichigo. Hampir seluruh orang-orang yang mengenal di bungsu ini tahu bahwa si bungsu memiliki ambisi yang begitu besar. Apapun yang diinginkannya harus menjadi miliknya apapun caranya. Apalagi Ichigo tak akan sungkan-sungkan menggunakan kekuasaan dan kekuatannya untuk menaklukkan keinginannya. Hanya saja, Ichigo memang tidak pernah merampas apa yang menjadi milik kakaknya. Jika itu milik kakaknya, maka Ichigo sama sekali tidak menginginkannya meskipun Ichigo mungkin tidak akan mendapatkan gantinya. Maka, jika melihat Ichigo dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, seluruh orang yakin bahwa kekaisaran layak mendapatkan pemimpin seperti si bungsu ini.
Namun, jika memang tradisi turun temurun Dinasti ini harus dijalankan, maka tak ada pilihan lain.
.
.
.
*KIN*
.
.
.
"Yang Mulia Pangeran telah tiba!"
Kaien merangkul bahu adiknya itu dengan gemas dan tertawa penuh bahagia di saat perjalanan mereka dari pavilion Pangeran hingga ke balai terbuka tempat dimana diadakannya perjamuan minum teh sang Kaisar. Perjamuan minum teh ini hanyalah upacara minum teh biasa. Dan memang biasanya Kaisar akan memanggil kedua putranya untuk ikut bersama mencoba teh yang selalu dibuat oleh Permaisurinya.
"Selamat sore Yang Mulia Ayahanda," sapa Kaien yang diikuti oleh Ichigo yang juga menunduk hormat memberikan salam kepada penguasa tertinggi negeri ini.
"Ya baiklah. Silahkan duduk, Permaisuri baru saja menyeduhkan teh untuk kalian berdua."
Tanpa bicara apapun lagi, Ichigo dan Kaien masing-masing mengambil tempat duduk yang telah disediakan di balai terbuka yang langsung menghadap kolam koi paling besar yang ada di istana ini. Balai terbuka ini adalah ruangan terbuka yang lebih tinggi dari bangunan lainnya tanpa dinding dan jendela. Jadi memang khusus untuk melihat pemandangan yang ada di sekitar balai terbuka ini.
Alunan musik khas negeri ini terdengar merdu dengan dimainkan oleh pemain musik paling berbakat di penjuru negeri.
Setelah Permaisuri selesai dengan kegiatannya, para pelayan istana menghidangkan teh tersebut kepada kedua pangeran yang telah menunggunya. Sang raja tampak begitu bahagia melihat kedua putranya yang begini rukun dan bersahabat. Mereka selalu bersama sejak lahir dan tidak pernah terpisahkan. Sungguh hubungan persaudaraan yang begitu indah mengingat posisi mereka berdua yang sama-sama berhak mendapatkan kekuasaan di negeri ini.
"Aku akan langsung saja kepada inti pertemuan kita sekarang ini," buka sang raja Isshin sambil menatap kedua putranya bergantian.
"Ada apa Ayahanda tiba-tiba bicara begini serius?" sambut Kaien.
"Karena calon pemimpin yang baru sudah kutentukan…"
Seketika itu juga ekspresi keduanya berubah perlahan-lahan.
Kaien yang benar-benar terkejut mendengar penuturan sang ayah merasa tidak enak, sedangkan Ichigo hanya menunduk diam tanpa ekspresi berarti di wajahnya. Pembicaraan ini memang terlalu serius.
"Ayahanda… sepertinya ini pembicaraan yang terlalu serius di saat seperti ini. Sebaiknya pembicaraan ini kita tunda terlebih dahulu," ujar sang putra sulung.
"Untuk apa ditunda kalau jawabannya sudah jelas. Lagipula, banyak pejabat yang sudah mendesakku untuk mengumumkan siapa calon putra mahkota selanjutnya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Selagi aku masih sanggup mengatakannya."
"Kenapa Ayahanda bicara seperti itu? Ayahanda masih tetap kuat hingga sekarang. Dan selamanya akan tetap menjadi Raja terkuat di dinasti ini. Jadi, hamba mohon untuk Ayahanda tidak membicarakan itu sekarang," jelas Kaien.
"Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, Kaien. Jika penunjukkan putra mahkota sudah dilaksanakan, maka aku baru bisa tenang menghabiskan masa tuaku. Lagipula, bukankah kalian sudah tahu kalau hari ini cepat atau lambat akan segera tiba?"
Kaien kemudian menunduk dalam tanpa berani membantah lagi.
"Kaien, kau adalah Putra Mahkota resmi yang kutunjuk untuk meneruskan tahta dinasti ini berikutnya. Karena itu, kau harus bersedia mengabdikan hidupmu untuk dinasti dan rakyat yang akan kau pimpin di masa depan. Jadilah raja yang kuat, bijaksana, arif dan adil. Apa kau bersedia?"
Kaien tidak menjawab segera permintaan sang ayah. Menurutnya ini memang seharusnya, tapi terlalu awal untuk saat seperti ini. Lagipula, dia memiliki adik yang jauh lebih cakap daripada dirinya. Kaien selama ini terus mengukur dirinya yang memang tidak ada apa-apanya dibandingkan sang adik yang jauh lebih di atasnya. Makanya, rasanya titah ini cukup besar untuk ditanggungnya.
"Pangeran Kaien, kenapa kau tidak menjawab titah Ayahandamu?" sela Permaisuri Masaki yang juga ikut bingung mengapa putra sulungnya ini tidak menjawab segera.
"Hamba… merasa tidak cocok dengan tanggungjawab sebesar ini, Yang Mulia Ibunda…" jawab Kaien.
Kontan saja kedua orangtua ini merasa aneh mendengar penuturan sang putra sulung yang begitu merendah.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" tanya Isshin.
"Hamba mengira, kalau sebenarnya posisi ini lebih cocok untuk Ichigo saja. Dia jauh lebih cakap daripada Hamba. Karena Hamba takut, jika nantinya Hamba gagal memenuhi perintah Ayahanda," jelas Kaien.
"Itu tidak benar Kakak," sela Ichigo.
Kaien menoleh ke arah adik semata wayangnya yang menatapnya dengan lembut itu.
"Kakak adalah orang yang paling pantas untuk menjabat posisi ini. Jika Ayahanda percaya pada Kakak, itu artinya Ayahanda percaya Kakak memiliki kemampuan untuk itu. Jika aku memang lebih cakap dari Kakak, maka aku seharusnya mampu membantu Kakak dalam melaksanakan perintah Ayahanda untuk memimpin negeri ini. Bukankah semua Raja membutuhkan orang yang seharusnya mampu membantunya?" jelas Ichigo.
"Ichigo benar, Anakku. Sekarang tidak ada alasan lagi untukmu menolak permintaan Ayahmu ini. Kalian berdua adalah penerus bangsa ini dan harus menjaga negeri ini selama sisa hidup kalian nantinya. Kalian adalah mutiara bangsa yang paling berharga di dunia ini. Karena itu, bukankah tidak masalah siapa yang harus menduduki posisi ini? Karena kalian-lah yang akan menjaga dinasti nenek moyang kita ini sampai akhir hayat nanti," jelas Isshin.
"Kalau begitu, jawablah titah ayahmu, Kaien," timpal sang Permaisuri.
"Hamba… menerima titah Yang Mulia Ayahanda…"
Mendengar keputusan itu, semua orang yang berada di balai terbuka itu tersenyum lega dan bahagia karena penunjukkan putra mahkota telah dilakukan dan mendapatkan persetujuan dari yang bersangkutan.
Ini adalah berita paling membahagiakan di seluruh pelosok negeri ini.
.
.
.
*KIN*
.
.
.
Tak lama berselang dari upacara minum teh itu, Kaisar Kurosaki Isshin mengeluarkan titah untuk melaksanakan penobatan Kurosaki Kaien sebagai Putra Mahkota Dinasti Kurosaki selanjutnya. Sebelum penobatan itu dilakukan, maka Kaisar menggelar pemilihan untuk calon pendamping Putra Mahkota nanti.
Meski dikatakan menggelar pemilihan, namun yang dipilih nantinya hanyalah anak-anak yang berasal dari pejabat penting dan bangsawan terkemuka yang berada di seluruh Dinasti Kurosaki ini. Karena bukan hal asing jika pernikahan selalu dijadikan ajang politik tersembunyi untuk mendapatkan pengakuan khalayak ramai dan gelar resmi yang diberikan oleh kerajaan kepada keluarga besar kerajaan ini.
Tentu saja akan banyak orang yang berlomba-lomba mengambil kesempatan emas ini.
Meski pilihan tentunya akan dilimpahkan kepada Permaisuri Agung yang bertugas mengatur perjodohan untuk anak-anak penerus klan Kurosaki selanjutnya.
Namun, sudah beberapa hari ini Ichigo tidak bisa bertemu dengan Kaien. Kakak sulungnya itu mendapatkan tugas untuk mengikuti ajang pendidikan bagi Putra Mahkota yang hanya dihadiri oleh penerus keluarga kerajaan saja. Tentu saja Ichigo tidak bisa ikut berpartisipasi. Meskipun merasa kesepian, tapi Ichigo bersabar menunggu kakaknya yang bisa memiliki waktu luang di saat tertentu. Mereka juga masih bisa melaksanakan makan pagi bersama dan olahraga pagi bersama.
Sembari menunggu sang kakak yang masih mengikuti pendidikan putra mahkota itu, Ichigo berencana berkeliling sekitar istana sebentar. Angin istana memang selalu begini sejuk meskipun musim panas sekali pun. Apalagi banyak pohon-pohon yang tumbuh berwarna-warni di sekitar llingkungan istana. Terutama pohon Sakura.
Ketika asyik berjalan itulah Ichigo bertemu dengan seseorang yang tak pernah ada sebelumnya di lingkungan istana ini.
Seorang gadis.
Gadis berambut caramel indah itu dihiasi tusuk rambut dan jepit yang begitu cantik hingga wajahnya tak terkalahkan dari bidadari sekali pun.
Seraya memegangi gaun kimononya yang berwarna pink dan biru lembut itu, kepalanya sedari tadi menoleh ke sana sini seperti mencoba mencari sesuatu. Siapa gadis itu? Apakah memang ada gadis yang biasa ada di istana? Tapi Ichigo tidak mengenalnya sama sekali.
"Maaf, kau… siapa?"
Begitu Ichigo mendekati gadis bertubuh indah itu, dia langsung menoleh dengan cepat dan cukup terkejut dengan kehadiran Ichigo yang begini tiba-tiba itu. Merasa ketakutan, gadis itu hanya menunduk dengan cepat dan segera memutuskan untuk melarikan diri.
"H-hei! Tunggu sebentar!"
Ichigo merasa aneh. Kenapa gadis itu berlari begitu saja begitu melihat Ichigo? Memangnya Ichigo hantu hah? Wajah begini tampan kenapa gadis cantik itu justru kabur melihat Ichigo?
Merasa dikejar, gadis asing itu malah mempercepat larinya sekuat tenaga. Namun karena kimono yang dikenakannya itu hampir menyapu lantai, jelas saja gerakannya terbatas. Ichigo hampir mendapatkan gadis itu. Dan ketika kimono menyusahkan itu benar-benar membuat malapetaka, Ichigo dengan cepat menarik lengan gadis itu hingga gadis misterius ini menghentikan langkahnya dan kehilangan keseimbangan. Kecerobohan yang terjadi itu justru berdampak pada bencana selanjutnya.
Punggung Ichigo berhasil membentur tanah dengan kuat karena menghindarkan gadis itu dari malapetakanya. Sekarang punggungnya benar-benar terasa sakit sekali karena beban yang diterimanya kini.
Namun, bukannya merasa kesal, tapi Ichigo lega karena gadis berambut indah ini baik-baik berada di pelukannya. Tepatnya sekarang dia ada di atas dada Ichigo.
"K-kau… tidak apa-apa?" tanya Ichigo.
Seakan sadar dari posisinya, gadis itu cepat-cepat menjauh dari posisinya dan berdiri sambil merapikan kimononya yang jadi kusut dan kotor.
"Astaga… bagaimana ini… kimonoku kotor… padahal aku harus menemui Yang Mulia…" gumam gadis itu setengah menangis sambil tetap membersihkan kotoran yang menempel di sekitar kimononya karena bencana yang menimpanya barusan.
Merasa diacuhkan, Ichigo bangkit dari pembaringannya dan berdiri tepat di sebelah si gadis yang tidak diketahui namanya ini. Menemui Yang Mulia?
"Hei, kau benar-benar tidak apa-apa?" tanya Ichigo sekali lagi.
"Bagaimana mungkin aku tidak apa-apa? Bagaimana aku bisa menemui Yang Mulia dengan pakaianku yang seperti ini?" kini gadis itu benar-benar menangis.
Ichigo yang bingung karena baru pertama kali menghadapi seorang gadis yang menangis jadi ikut pusing. Jadi ini salahnya kenapa baju gadis itu kotor huh?
"Memangnya kau ingin menemui siapa di istana ini?" tanya Ichigo lagi, mencoba mengalihkan tangisan gadis itu.
Mendengar pertanyaan Ichigo, gadis cantik itu mengusap wajahnya yang memerah karena tangisan dan menoleh ke arah Ichigo sembari memandangi Ichigo dari atas sampai ke bawah.
"Kau… siapa?" tanya gadis itu pelan.
Dilihat dari dekat gadis ini semakin cantik.
"O-oh? Aku? Aku… aku penghuni di istana ini. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya? Kau siapa? Kenapa kau bisa masuk ke istana ini?" tanya Ichigo membabi buta.
"Bisakah kau… membantuku membersihkan pakaianku? Karena pertemuan kali ini sangat penting. Sedari tadi aku mencari letak Balai Agung karena tersesat. Dan sekarang, kalau aku tidak buru-buru, aku bisa terlambat ke pertemuan itu."
Ichigo terdiam.
Memangnya di balai agung ada pertemuan apa? Dan kenapa gadis muda dan cantik seperti ini bisa tersesat di istana begini?
"Ikut aku," Ichigo segera menarik tangan gadis bermata kelabu itu untuk mengikutinya.
Ichigo membawa gadis itu ke tempat dimana orang-orang yang membawakan kimono baru untuk Yang Mulia Permaisuri. Tentu saja gadis itu tak tahu siapa Ichigo sebenarnya karena Ichigo menyuruh semua pelayan di sana untuk menutup mulutnya dan membantu Ichigo mencarikan kimono baru untuk dikenakan oleh gadis ini.
Melihatnya memakai kimono itu… mengingatkannya pada sosok ibunya.
Gadis ini mirip ibunya. Cantik dan anggun.
Siapa dia?
.
.
.
*KIN*
.
.
.
Kaien selesai dengan pendidikan Putra Mahkota yang akhir-akhir ini diikutinya sebagai syarat untuk posisi ini. Sebenarnya Kaien suka dengan pendidikan ini karena ada banyak materi yang bisa dibahasnya bersama guru pribadi yang bertugas mengawasi pembelajaran sang Putra Mahkota. Rasanya benar-benar menyenangkan. Tapi Kaien juga ikut sedih karena sang adik yang tidak bisa ikut dan membiarkannya sendirian selama Kaien tidak bisa menemaninya.
Kini Kaien berada di luar istana untuk mencari Ichigo yang bisa berjalan di sekitar istana sambil menunggu Kaien selesai.
Selagi berjalan untuk berkeliling mencari adiknya itu, dari jauh Kaien terkejut melihat dahan-dahan pohon sakura yang tengah bermekaran itu tanpa bergoyang hingga meruntuhkan kelopak berwarna pink itu hingga jatuh ke tanah. Apa yang terjadi di dahan kokoh itu sehingga bunga-bunga yang belum waktunya gugur ini jatuh begitu banyak?
Perlahan-lahan Kaien melangkah mendekati pohon besar itu untuk menyelidikinya lebih jauh. Tapi baru saja tiga kali melangkah, suara bedebum yang begitu hebat membuat Kaien terkejut hingga dirinya terjengkang jatuh.
Lebih parahnya lagi ternyata ada seseorang yang tiba-tiba melompat dari langit—tidak bukan langit, dia sepertinya melompat dari suatu tempat.
Sesosok yang tidak dikenal Kaien itu mengenakan kimono sutra paling mahal yang pernah dilihat Kaien dengan warna yang begitu lembut dan cantik. Apalagi corak kimono itu sepertinya menggambarkan lambang sebuah keluarga bangsawan. Kaien ingat beberapa corak kimono yang melambangkan identitas suatu keluarga bangsawan di dinastinya. Lalu siapa…
Sosok itu bertubuh mungil. Kalau dia mengenakan kimono berarti dia seorang wanita kan?
Dia ini… wanita darimana.
Sosok itu menengadahkan kepalanya menatap dahan pohon tepat di atas kepalanya.
"Jangan sampai jatuh lagi, burung kecil."
Kaien ikut menengadahkan kepalanya mencari sesuatu yang dilihat oleh wanita tak dikenal ini. Hah? Sejak kapan di situ ada sarang burung?
Kaien berdiri dari tempatnya yang sedari tadi menatap sosok itu. Kaien hendak menghampirinya. Karena itu tanpa banyak berpikir Kaien menepuk pelan pundak wanita mungil itu untuk memanggilnya, tapi yang terjadi selanjutnya, tangan Kaien ditarik begitu kuat dan diputar ke belakang untuk mengunci pergerakannya.
"Aw! Sakit! Sakit! Apa yang kau lakukan?!" pekik Kaien ketika tangannya diputar begitu cepat dan kuat sampai-sampai tangannya terasa mau patah.
"Siapa kau?!" tanya sosok mungil itu dengan nada yang begitu serius dan dingin.
"Hei! Aku ini penghuni istana ini! Kau siapa? Penyusup?" tuduh Kaien.
"Aku bukan penyusup. Apa kau melihatku tadi?"
"Melihat apa?! Hei, lepaskan! Tanganku hampir patah!" jerit Kaien lagi.
Dengan segera wanita asing itu melepaskan kuncian tangannya dan mundur beberapa langkah dari tempat Kaien berdiri. Kaien masih memeriksa tangannya yang masih terasa sakit itu.
"Aw, tenagamu besar juga sebagai wanita. Kau ini siapa hah?"
Wanita itu… mungkin lebih tepatnya gadis… menundukkan kepalanya dalam dengan kedua tangannya yang bertumpu di atas perutnya. Sesaat Kaien seakan terhipnotis oleh sosok itu. Wajahnya begitu cantik dengan mata besar yang sangat indah. Walau dia menunduk, Kaien bisa melihat jelas semua kecantikan yang disembunyikan gadis itu dengan tundukkan kepalanya.
"Mohon maafkan kelancangan saya. Saya harap, Tuan tidak mempermasalahkan kejadian barusan. Tolong, anggap saja kejadian tadi tidak pernah Tuan lihat."
"Heh? Tadi sepertinya kau kasar sekali kenapa tiba-tiba begini sopan huh?" tanya Kaien bingung.
"Kalau begitu saya mohon undur diri."
Setelah mengatakan hal itu gadis berkimono cantik itu langsung berpaling dan meninggalkan Kaien yang masih bingung seorang diri.
"He-hei tunggu—"
Belum sempat Kaien mencegahnya pergi, gadis cantik itu sudah menghilang di tengah kelopak sakura yang berterbangan seiring dengan menghilangnya gadis itu.
Kaien tidak pernah melihat sosok gadis itu. Ini pertama kalinya. Apakah anak salah satu pejabat pemerintah di sini? Rasanya Kaien tidak ingat pernah melihat sosok gadis seperti itu. Kaien tidak bisa melupakan pertemuan pertama mereka yang begitu mengesankan itu.
Kalau seandainya gadis itu memang putri salah satu pejabat di sini, artinya dia sedang mengunjungi ayahnya. Dan kesempatan untuk mencari tahu tentangnya akan lebih besar.
Kalau begitu… pertemuan kedua pasti ada takdir mereka.
"Kalau bertemu sekali lagi, kau pasti adalah takdirku," gumam Kaien.
.
.
.
*KIN*
.
.
.
"Hamba, Inoue Orihime memberikan penghormatan pada Baginda Kaisar."
Gadis berambut caramel itu berlutut di hadapan pasangan Kaisar dan Permaisuri Dinasti Kurosaki paling terkenal ini dengan begitu gemulai dan sopan. Tidak salah kalau dia adalah keponakan Menteri Militer Aizen Sousuke yang merupakan sepupu dari Permaisuri Kurosaki Masaki. Aizen memang telah menikah, namun isterinya sudah lama meninggal sebelum sempat melahirkan seorang anak. Jadinya, Aizen mengadopsi keponakannya yang telah lama ditinggal oleh kedua orangtuanya karena kecelakaan sehingga mereka meninggal dunia.
Kini setelah melewati tahapan seleksi pemilihan calon pendamping Putra Mahkota, di sinilah kandidat yang berhasil lolos.
"Hamba, Kuchiki Rukia, memberikan salah penghormatan kepada Baginda Kaisar."
Kuchiki Rukia adalah adik bungsu dari bangsawan paling terkenal di dinasti ini sekaligus anak dari cendikiawan paling jenius yang pernah ada di dinasti Kurosaki. Ayahnya adalah Kurosaki Sojun yang merupakan guru besar di perguruan tinggi yang ada di dinasti Kurosaki yang mengajarkan semua sarjana muda untuk mengikuti seleksi pemilihan pegawai istana yang nantinya akan menjabat sebagai pejabat pemerintahan. Bisa dibilang Kuchiki adalah bangsawan paling berpengaruh di seluruh dinasti ini. Wajar saja apabila putri bungsu mereka bisa melewati tahapan seleksi yang mementingkan sikap santun seorang bangsawan juga memiliki pengetahuan yang luas meskipun dia adalah wanita.
Kakaknya, Kuchiki Byakuya adalah pejabat muda di istana yang membantu Menteri Kebudayaan. Apalagi dengan prestasi sang kakak yang juga tak kalah mengesankan, mungkin dalam waktu dekat kakaknya bisa menjabat sebagai pejabat pemerintahan langsung.
"Aku senang sekali mendapatkan kandidat yang begini berharga. Keponakan dari Menteri Pertahanan dan putri dari guru besar Kuchiki Sojun. Terima kasih atas kedatangan kalian berdua."
Kedua putri itu menundukkan kepalanya sedalam mungkin untuk menjawab Kaisar.
"Nah, karena kalian berdualah kandidat yang terpilih, salah satu dari kalian akan menjadi Putri Mahkota untuk mendampingi Putra Mahkota, dan satu lagi dari kalian, akan menjadi Selir Agung untuk mendampingi Putra Mahkota pula. Kalian sudah mengerti kan tentang ketentuan ini?"
Ketentuan yang berlaku bagi kandidat putri mahkota yang sudah dilakukan berabad-abad lalu adalah dua putri yang bersaing akan mendapatkan posisi sebagai Putri Mahkota dan Selir Agung istana. Memang kandidat yang sudah terpilih dilarang untuk menikah dengan siapapun karena mereka sudah menjadi milik Putra Mahkota. Mungkin terdengar tidak adil, tapi ini sudah dilakukan berabad silam. Kaisar, tidak ingin mengubah tradisi yang sudah lama berlangsung ini.
"Besok, datanglah untuk menghadiri upacara minum teh. Kalian akan berkenalan langsung dengan Putra Mahkota sebelum penunjukkan resmi Putri Mahkota dilaksanakan. Terima kasih atas kedatangan kalian."
.
.
.
*KIN*
.
.
.
"Ichigo!"
Ichigo baru saja akan membuka buku sastra yang biasa dibacanya setiap malam sebelum tidur ketika mendengar suara kakak sulungnya itu berteriak kecil dari luar ruangannya. Ini kan paviliun milik Ichigo, ada apa kakaknya malam begini datang kemari?
Ichigo kembali menutup bukunya dan mulai meladeni kakak satu-satunya itu.
Mereka keluar berjalan menikmati malam hari di sekitar istana. Langit malam hari yang kelam ini terlihat cerah dengan bulan putih yang bersinar begitu terang. Sungguh menyenangkan melihat malam yang begini indah.
Kini mereka melewati pepohonan sakura yang tumbuh berjejer di sekitar taman istana. Sesekali kelopak sakura itu terbang dengan gemulai tertiup angin.
"Hei Kak, apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Ichigo bingung.
"Kau tahu? Tadi siang… aku bertemu seseorang di sini…" buka Kaien seraya mendongakkan kepalanya ke salah satu dahan pohon yang begitu rimbun memayungi Kaien yang berdiri di bawahnya. Kaien bisa melihat sarang burung kecil yang masih ada di sana.
"Siapa?" tanya Ichigo.
"Tidak tahu," balas Kaien sembari menyeringai lebar.
"Hei, Kak… kau mau membuat lelucon huh?"
"Aku benar-benar tidak tahu dia siapa. Tiba-tiba saja dia menghilang sebelum sempat kukejar. Sejak itu, aku berpikir. Kalau kami bertemu lagi untuk yang kedua kalinya dia pasti adalah takdirku!" kata Kaien mantap.
Ichigo ikut mendongakkan kepalanya seperti yang Kaien lakukan sekarang.
Siapa seseorang itu?
Tapi ngomong-ngomong, Ichigo memang bertemu seseorang juga di sini hari ini sebelum bertemu Kaien.
Gadis cantik yang menarik hatinya. Mungkin karena kesamaan fisik yang dimiliki gadis itu. Sama seperti ibundanya. Lalu tanpa sadar Ichigo jatuh hati padanya hanya pada pandangan pertama sejak melihat gadis cantik itu.
Apakah Ichigo juga boleh berpikir seperti Kaien?
Kalau kali kedua mereka bertemu, gadis cantik itu… adalah takdir Ichigo?
"Kau jatuh hati pada pandangan pertama ya?" kata Ichigo.
"Kau benar! Dia adalah gadis tercantik yang pernah kulihat. Dengan wajahnya yang rupawan dan mata… yah matanya. Matanya sangat indah. Jauh lebih indah dari permata yang ada di muka bumi ini. Ketika kau melihatnya kau pasti akan langsung terpesona!"
Ichigo tersenyum geli.
"Sayang sekali, aku sudah terpesona pada satu gadis," gumam Ichigo.
"Heeee?"
.
.
.
*KIN*
.
.
.
"Kau harus menarik perhatian, Putra Mahkota. Dia harus menyukaimu."
"Baik."
"Semua yang sudah kuajarkan padamu, adalah untuk hari ini. Kau harus menjadi Putri Mahkotanya! Tidak boleh gadis lain. Kau mengerti?"
.
.
.
*KIN*
.
.
.
Para dayang istana sibuk menyiapkan upacara minum teh hari ini. Meskipun harusnya hanya upacara sederhana, tapi sepertinya tidak begitu. Ada banyak hal yang disiapkan. Dari pemain musik kerajaan sampai makanan mewah khas dinasti Kurosaki yang terkenal ini. Menyambut tamu kerajaan yang sangat penting tentu saja harus membuat persiapan yang matang. Apalagi ini menyangkut mengenai masa depan dinasti Kurosaki.
"Hei, kau bertemu seseorang kan?"
Ichigo tetap diam berjalan santai tanpa mempedulikan kakaknya yang berjalan di sampingnya dengan wajah penasaran. Sejak semalam, Kaien terus merongrong Ichigo mengenai gumaman Ichigo semalam. Namun Ichigo tidak berniat memberitahukan kakaknya. Biarlah itu menjadi kejutan nantinya.
"Hei! Kau tidak mau memberitahukan pada Kakakmu huh?"
"Itu bukan hal penting Kak. Yang penting adalah sekarang. Kau harus melihat calon isterimu di masa depan," ujar Ichigo.
"Ah~ aku tidak tertarik. Mereka sudah pasti adalah orang-orang yang ingin Ayahanda jodohkan denganku. Apakah takdir sedang tak berpihak padaku?" rengek Kaien.
"Kakak belum melihatnya kan? Kau harus ke sana dulu. Nanti Ibunda akan memarahimu."
"Baik, baiklah. Huh… kuharap ini cepat usai…"
Kaien dan Ichigo masuk ke paviliun yang sudah disiapkan oleh kerajaan untuk menyambut upacara minum teh hari ini.
Begitu pengawal mengumumkan kedatangan mereka, ternyata sudah ada dua gadis berkimono yang duduk berdampingan, berseberangan dengan meja yang disiapkan untuk dua pangeran hari ini.
Dua gadis itu menundukkan kepalanya memberikan hormat untuk kedua pangeran yang sudah tiba.
Begitu mereka berdua mengangkat kepalanya, tentu saja baik Ichigo maupun Kaien kaget bukan main. Dua gadis itu…
Kaien tentu saja senang karena salah satu dari mereka adalah kandidat yang akan dipersiapkan oleh kerajaan untuk pemilihan Putri Mahkota selanjutnya.
"Ternyata dia memang takdirku…" bisik Kaien.
Lain halnya dengan Ichigo. Cokelat madunya terbelalak tak percaya melihat gadis yang bertemu dengannya kemarin adalah salah satu kandidat Putri Mahkota. Ini artinya… gadis itu tidak akan pernah menjadi milik Ichigo apapun yang terjadi. Kenapa Ichigo tidak berpikir demikian begitu melihat gadis ini berkeliaran di istana kemarin dengan kimono yang begitu bagus dan berkata akan menemui seseorang di istana. Kenapa tidak terpikir seperti itu? Dan sekarang…
Pengawal lain mengumumkan kedatangan Baginda Kaisar dan Permaisuri.
Tepat setelah kedua orang itu datang, acara langsung dimulai dengan pembukaan permainan musik oleh pemusik istana. Ichigo masih memperhatikan gadis itu di seberang sana. Dia tampak tenang dan sama sekali tidak melihat Ichigo.
Apakah gadis itu tahu siapa Ichigo… dan Kaien?
.
.
.
*KIN*
TBC
.
.
.
Hola minnaa!
Yuppie ini adalah fic yang saya adaptasi dari Moon Embrace the Sun.
Alurnya gak sama persis kok, tapi memang ada beberapa scene yang akan mengingatkan sama film korea itu. Ini menggantikan fic saya yang udah tamat Destiny Between Moon and Sun. karena jujur saya memang benar-benar menyukai drama historical-romantis seperti ini. Tadinya mau dibikin modelan dari setting kerajaan Eropa jaman dulu, tapi jujur kalo settingan itu kesannya jauh lebih berat dan istilah yang dipakai juga gak boleh sembarangan makanya saya agak susah mengaplikasikannya.
Semoga ada yang suka yaa.
Jaa Nee!