Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki


Bagai tercandu setenggak bir memabukkan, aku meneguk ludah tak tersudah, menganga lagi di tempatku biasa berdiam–Game center.Di atas kilap lantai ruangan gaduh musik bersahut-sahutan, dihimpit belasan letupan rasa penasaran mendalam, dengan tak mengindahkan bingar layar puluhan inci yang menuntut perhatian lebih, aku benar-benar tak bergeming sama sekali.

Di atas pad ini, seharusnya aku sedang menari dengan lincah. Seharusnya aku sedang menyalurkan berang masa kacauku lewat kegesitan kedua tungkaiku seirama dengan ketukan musik bernada ska yang terdengar paling membahana dari seluruh permainan di dalam ruangan ini. Seharusnya aku membuat orang-orang–rival-rivalku mendecih jengah beradu kemampuan denganku, pun dengan para amatir yang terkadang dengan bodohnya menungguku menyelesaikan permainan yang entah sampai kapan usai–tergantung mood-ku.

Ya, itu semua seharusnya. Tidak ada penjelasan lebih untukmu untuk mengetahui kondisiku yang tidak seharusnya. Aku hanya tidak melakukan itu semua saat ini. Hanya tersebab satu hal, dan seharusnya semua orang tahu apa yang bisa membuat seorang gadis tak berhati ini sejenak berpaling dari surga dunianya–dunia game center–untuk memperhatikan sesuatu. Sangat klise, aku bersumpah!

Sekarang, dengarkan penuturanku. Mengenai kejanggalan pada diriku.

Kau tahu? Pad tempatku biasa menari ini, pad yang menyuguhkan candu ekstrem hingga berakar kuat di dalam jantung dan otakku, berada di tengah-tengah panggung seluruh game yang ada di sini. Berkat pad ini, aku menjelma benderang kapanpun aku berkunjung ke game center, bagai dewi Theia dengan para dancer lain sebagai dayang-dayang penyembah. Aku tidak tertandingi dalam hal menari di atas pad, jikapun kau ingin tahu. Aku berani bilang, ketenaranku di kalangan para dancer hampir setara dengan si model ikemen Kise Ryouta–yah, yang notabene ia adalah seorang sahabat (pengikut)-ku yang tak sengaja kukenal di sebuah event menari. Game ini adalah alasanku eksis di dunia–aku yakin aku tidak berlebihan mengenai perkataan itu.

Namun, itu bukan intinya. Kutegaskan sekali lagi, untuk pertama kalinya, akhir-akhir ini aku merasa cahayaku di saat menari meredup. Tapi aku bertaruh, tak ada yang menyadari itu, tentu saja. Mungkin kau pun tidak menyadarinya pula 'kan? Karena, hanya aku yang menyadari, fokusku pada permainan mulai terbagi kala pintu game center berderit lemah, menyilakan dia untuk masuk.

Dia orang yang kubicarakan padamu sedari tadi. Hari ini, dia datang lagi. Dia berjalan melewatiku ke pojok ruangan, mendatangi sebuah stall bola basket, memasukkan beberapa koin yang dia ambil dari saku bajunya, lalu mulai bermain dengan khusyuk. As always, 'cause I'm noticing him all the time.

Dia … Ah, bagaimana caranya kudeskripsikan dia? Yang aku tahu, dia-lah penyebab redupnya cahayaku, penurunan pada kemampuan menariku. Dia selalu berhasil membuyarkan fokusku ke pojok ruangan tempatnya bermain hanya dengan bunyi nyaring rantai ring yang terguncang tiap detik bola yang dilemparnya mencetak skor. Dia selalu berhasil meloloskan decakan kagum dari mulutku oleh aura maskulin yang tergambar dari senyum piciknya tiap satu sesi basketnya usai. Dia selalu berhasil membuat napasku tercekat secara otomatis kala ia menyeka lelehan peluhnya dengan t-shirt polos yang dikenakannya. Dia selalu lebih bercahaya dariku, meskipun tak ada yang menyadarinya.

Pemuda di pojok ruangan itu … membuatku merasa bernostalgia tiap kali memandangnya. Ada suatu persamaan antara diriku dan dirinya yang aku tak tahu apa, namun aku yakin akan keberadaannya.

Aku … Aku ingin mendekatinya …

.

"Jangan dekati dia, kau akan menyesal nantinya –ssu …"

.

Saat itu, langkahku terhenti lagi. Mengurungkan niat, aku menaikkan kembali kaki kananku yang terlanjur turun dari pad.

Setiap kali aku hendak mengenal dia lebih jauh, petuah dari Ryouta-kun selalu terngiang di kepalaku. Aku tidak paham dengan Ryouta-kun yang bertingkah seolah telah mengenalnya–atau Ryouta-kun memang mengenalinya? Ryouta-kun sebenarnya melanjutkan kalimatnya, namun pada saat itu aku tidak begitu mendengarkan karena terlalu tergugah oleh lemparan bola pemuda itu yang masuk dengan mulus ke dalam ring. Entahlah, tidak ada petunjuk sama sekali untukku dari Ryouta-kun.

"Hei."

Dan, luckily, di saat kebimbanganku menempati titik puncak, tiba-tiba dia sendiri yang mendatangiku. Menjulurkan sebelah tangannya di depanku dengan senyum yang sama setiap kali aku melihatnya menyelesaikan sesi permainan basketnya.

Tidak, kuralat perkataanku. Itu bukanlah keberuntungan, melainkan sebuah bencana. Karena pada saat itu, aku yakin aku tergugu tak logis di depannya. Satu buah poin negatif yang sukses membuat dia menyeringai lucu padaku.

"Jangan kira aku tidak tahu kau selalu memperhatikanku dari atas panggungmu, nona."

Kau tahu bukan, bagaimana tidak nyamannya ketika seseorang menodong dengan kata-kata yang tepat sasaran? Itu pulalah yang kurasakan ketika dihadapkan dengan senyum mencemooh sang 'cahaya' yang mampu melampaui kilauku di saat aku unjuk kemampuan.

"Kau belum melihat seluruh kemampuanku. Jika kau berkenan, izinkan aku untuk melakukan itu. Aku menantangmu berduel denganmu. Dalam permainan yang kau cintai ini." Ia berkata sembari menjejakkan sebelah kakinya di atas pad-ku–wilayah kekuasaanku.

Tentu saja, aku tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa detik itu adalah dimulainya malapetaka di dalam kecintaanku pada dunia game center. Ryouta-kun ternyata benar. Dia–pemuda berhelai sea fog itu, yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai seorang bernama Haizaki Shougo, merebut semua duniaku dalam satu tindakan licik yang aku pun tidak tahu menahu mengapa bisa terjadi begitu saja padaku.

"Kita berdua sama-sama memandang hidup sebagai sebuah permainan. Maka dari itu, izinkan aku merenggut semua duniamu, nona."

.

.


Ludens –

Haizaki x Readers/OC, slight Kise x Readers/OC

Standard warning applied~


[A/N]

Terimakasih sudah mampir! Ini sebenernya hanya fic pelampiasan gara-gara saya lagi keranjingan main Pump It Up di tengah kesibukan maba yang semakin menggila dari waktu ke waktu buat sedikit refreshing :') ohaha intinya saya curhat lewat fic, bedanya saya ga jago main PIU u,u /slapped!

Saa, beginilah jadinya. Abaikan saja curhatan saya dan bayangkan 'aku' disana sebagai kalian ya. Maaf pula kalo masih geje. Dan betewe, saya ingin nerusin fic ini sih tapi idenya mentok disini, takut ga disukai juga. Jadi menurut kalian gimana? Masukan vote-mu di review, and I'll proceed it 'til the review's much enough for supporting me~! xD