Warning: Canon, Typo's, EYD kacau, aneh dan masih banyak kekurangan lainya.

Rate: T

Genre: Romance/Tragedy

Story By: Hikari No Aoi

Bagi yang Ga suka, Mohon tekan Tombol Back ^_^

.

.

.

Tsunade tahu, bahwa mengirim 'Pengguna Kekuatan Mata' pada misi kali ini adalah pilihan yang bijak, juga setelah memikirkan beberapa pertimbangan akhirnya ia mantap untuk memilih dua Jounin ini. Selain menghemat biaya karena tidak perlu mengerahkan Satu Tim, juga akan lebih efisien dari segi waktu dan materi jika ditangani oleh orang yang tepat. Maka dari itu, kehadiran dua orang Shinobi yang ada di ruanganya ini akan menerima misi tingkat B. yaitu menemukan gulungan wasiat negri Hanagakure* yang hilang secara misterius. Jika mereka berhasil, tentu akan ada Hadiah yang besar karena telah membantu menemukan peninggalan Sejarah yang berharga.

"Jadi itu tadi adalah misi kalian." Wanita berusia setengah abad tersebut menatap lekat-lekat pada sosok yang hampir memiliki ciri fisik yang hampir serupa. Atau mereka memang bersaudara? Ah tidak, hanya Nenek Moyangnya saja yang sama; Pengguna Mata. "Kalian akan berangkat pukul Tujuh pagi nanti, bergegaslah." Imbuhnya kemudian.

"An-ano, Tsunade-sama." Hinata Hyuuga, ingin mengajukan pertanyaan, namun raut wajah tidak suka dari sang Hokage ke Lima membuatnya mengurungkan niatnya.

"Bagian mana yang tidak jelas?" Dan Tsunade memang tidak suka jika ada yang membuang-buang waktu berharganya untuk segera memulai hari dengan sebotol sake yang ia sembunyikan di laci mejanya. Jika dua orang ini tak segera pergi dari ruanganya, maka ia tidak akan bisa menikmati minuman kesayanganya tersebut karena akan disita oleh kedatangan Shizune beberapa menit lagi.

"Ti-tidak, Arigatou." Hinata membungkuk lalu meminta izin untuk keluar dari ruangan ini, "Kami mohon diri, Tsunade-sama."

"Ya, ya… berhati-hatilah." Dan Tsunade pun langsung menarik laci meja kerja miliknya, mengabaikan tumpukan kertas yang harus ia koreksi dan teliti sebelum menandatanganinya. Lalu, mengambil sebotol minuman berwarna putih polos yang berada di samping tumpukan kertas tersebut kemudian membuka tutupnya. Namun, gerakanya seketika terhenti ketika sang Heiress Hyuuga berkata;

"A-ayo berkemas, Sasuke-san?"

"Aku masih ada urusan disini," jawaban dari Sang Uchiha tersebut membuat Tsunade manaikan sebelah alisnya. gerangan apakah yang ingin dikatakan Kepadanya?

"B-baiklah, aku tunggu d-digerbang pukul tujuh t-tepat." Lalu, Hinata membungkuk sekali lagi pada Tsunade dan Sasuke sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan Hokage tersebut dan mengemasi barang bawaanya di Mansion Hyuuga yang terletak lumayan Jauh dari Menara Hokage.

"Ada apa, bocah Uchiha? Mau memprotes?" Mata Madu Tsunade mengamati setiap gerakan si sulung Uchiha, sambil menikmati 'sake paginya'.

"Kenapa harus Hyuuga?" tanyanya datar, dingin dan menusuk. Mengapa bukan yang lain saja, kiba mungkin? Dengan adanya Hinata yang notabenya adalah seorang perempuan-lemah, besar kemungkinanya misi ini akan gagal. Dan Sasuke tidak suka dengan kata kegagalan.

"Kau tahu pengguna kekuatan mata yang ada Di Konoha Hanya Uchiha dan Hyuuga, memang kau mau siapa?" Tsunade bisa mengatasinya.

"Kenapa bukan kembaranya?" masih mencoba menawar, Sasuke tak mau mendapatkan parter yang hanya bisa merepotinya saja. Jika memang hanya ada Uchiha dan Hyuuga saja klan yang memiliki kekuatan mata di Konoha, ada kan, Hyuuga selain Hinata? Jujur Sasuke memang tidak suka kelemahan yang ada di gadis tersebut. Itu hanya akan membuat misi ini berantakan, lagipula ia sendiri bukan tipe yang mudah diajak bekerjasama-apalagi dengan perempuan Yang Merepotkan.

"Hanabi sudah ada misi dengan Konohamaru di Amegakure, Neji? Ah tidak, tidak, tidak. Kau hanya akan menghancurkan misi ini hanya karena Emosi pribadi. Aku tahu, kalian sama-sama Jenius, tapi percuma saja jika punya otak Jenius namun perilakunya masih egois dan kekanakan, masalah kecil saja sampai bertengkar." Tsunade tersenyum tipis, kemudian meneguk kembali Sake yang saat ini isinya masih tiga perempat. "Keluarlah dari ruanganku, sekarang juga."

Dan kata-kata terakhir dari Tsunade tersebutlah yang membuat Sasuke memincingkan matanya. Andai saja ia tidak memiliki janji untuk merubah sikap menjadi yang lebih baik kepada sang kakak, sudah sedari tadi pedang Kusanagi dan jutsu Susanoonya menyerang sang Hokage kelima. Sasuke mendengus, melanjutkan omongan sang cucu Hokage pertama hanya akan membuahkan hasil yang sia-sia, lebih baik ia pergi saja.

.

.

.

Anata

.

.

.

Hinata's P.O.V

Aku meluruskan kedua kakiku, sambil bersandar pada sebatang pohon besar yang berada satu meter dari bibir sungai. Saat ini sudah tengah hari, itu berarti besok pagi ia baru bisa sampai di negri Hanagakure jika beristirahat selama empat jam termasuk tidur, tidak apa-apa. Semua ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan perjalanan Naruto-kun yang harus berkali-kali mengunjungi Gaara-sama di Sunagakure untuk belajar menjadi Kage tiga bulan lagi, tapi… Naruto-kun 'kan, sudah mengusai jutsu Minato-sama untuk berpindah tempat, tentu jarak Konoha-suna bisa dihitung dalam beberapa jam saj-Eh? Apa yang aku fikirkan? Tidak, tidak! Aku tidak boleh memikirkan hal ini, Naruto-kun bertambah kuat karena ia sering berlatih keras. A-aku tidak boleh menilainya hanya dari sekilas saja dengan fikiran yang instan. Ditambah lagi, semua kesuksesanya itu karena ia pantang menyerah dan selalu berusaha semaksimal mungkin karena ia ingin menggapai impianya, membawa Sasuke-san ke Konoha dan menjadi Hokage. Aku juga tidak akan menyerah, Naruto-kun!

Semilir angin mulai berhembus memberikanku keteduhan, ditambah dengan suara air sungai yang merdu seakan menyanyikan lagu paling manis yang pernah ku dengar. Cuaca memang panas, namun rindangnya daun tempatku bersandar seakan menjadi payung agar aku dan Sasuke-san tidak kepanasan.

Ah… Sasuke-san, ya? Aku mengamatinya dengan takut-takut, satu misi dengan Sasuke-san yang merupakan mantan Missing-Nin memang tidak membuatku takut untuk berdekatan denganya, ngeri atau semacamnya Hanya saja, aku merasa canggung. Karena aku belum terbiasa dengan kehadiranya…

"Ayo berangkat."

Aku terperanjat, namun mulutku tak bisa berkomentar apa-apa saat kami harus melanjutkan perjalanan kembali setelah beristirahat selama Lima Menit. "H-ha'i," hanya kata patuh tersebut yang bisa keluar dari mulutku, meski begitu aku yakin Sasuke-san tidak mau beristirahat lama-lama karena kami tidak ingin datang ke Hanagakure melebihi waktu yang telah diperkirakan. Meski dia terlihat acuh, tapi sikapnya yang perduli pada misi ini entah mengapa terlihat jelas dari perilakunya.

Blush.

a-apa yang aku fikirkan? Hinata! Kau tidak bersikap seolah-olah mengatahui pribadi Sasuke-san, Hyuuga tidak mengajarkanmu menjadi lancang. Uh.. semua keheningan ini membuat fikiranku secara otomastis menerawang, menganalisis sendiri sikap Sasuke-san yang belum akrab denganku karena kami berdua memang tipe yang susah membuka pembicaraan. 'G-gomen atas kelancanganku, Uchiha-san.' Aku meminta maaf dalam hati, tentu saja kalimat tersebut tak akan mampu Sasuke-san dengar karena ia bukanlah ninja berjutsu seperti Ino yang bisa mengetahui apa yang difikirkan orang tersebut-apa lagi musuhnya dengan Menggunakan Jutsu 'Hati' yang ada di Klanya. Kembali, Kami hanya terdiam dalam keheningan saat melanjutkan perjalanan.

x

x

x

Tap!

Satu pijakan mantap pada batang pohon yang bercabang besar telah mengantarkan langkah demi langkah kami mendekati Tujuan dari misi, memang sedari tadi tak ada yang memulai pembicaraan namun aku sendiri menyukainya. Tapi ternyata keheningan yang nyaman tersebut tak berlangsung lama saat Sasuke-sanlah yang pertama membuka pembicaraan.

"Hyuuga." Sasuke-san melompati dahan pohon berikutnya, tepat Tiga Meter di belakangnya adalah tempat dimana aku berada, dan aku yakin dari jarak yang dekat seperti itu aku masih bisa mendengar bahwa ia memanggil namaku ah bukan, nama margaku.

"Y-ya, Sasuke-san?" meski saat memanggil namaku, Sasuke-san tidak menolehkan kepalanya untuk menatapku, namun hal tersebut tidak membuatku marah karena; Ajaran klan Hyuuga adalah 'tidak sopan jika kau tidak menatap lawan bicaramu.' Asalkan Sasuke-san menganggap ada tentang keberadaanku di Misi ini, itu sudah cukup Untukku.

"Jangan membuatku terpaksa mematahkan lehermu jika kau menggagalkan misi ini."

Diam.

Terkejut.

Bingung.

Sakit.

Aku hanya Bisa terdiam begitu mendengar ucapanya barusan. Sesak, Sakit. Seperti itukah perasaan yang aku rasakan sekarang? Mengapa Sasuke-san menilaiku seperti itu? Hatiku terasa seperti tertusuk oleh sebilah Pedang, dan Jantungku terasa berdegup kencang karena menerima sebuah kenyataan; selemah itukah aku dimatanya?

"Ak-aku…" 'aku akan berusaha sebaik mungkin.' Namun, yang terasa malah lidahku yang kelu sehingga aku tak mampu mengucapkan satu kalimat itu. Tidak… Hinata Hyuuga harus tegar, jika aku menangis maka aku akan semakin terlihat lemah di hadapan Sasuke-san. Aku-aku akan melindungi misi ini apapun yang terjadi, dan membuktikan pada Sasuke-san bahwa aku tidak lemah Hingga bisa menyelesaikan misi ini, dan membuktikan kepada Naruto-kun bahwa aku telah menjadi kuat.

Namun, Mataku mengkhianati Hatiku yang mencoba tegar saat kurasakan lelehan Cairan dingin telah membasahi pipiku dan mengalir jatuh mengikuti gravitasi Bumi. Tak mampu membendung Airmata semakin membuatku merasa bahwa aku ini memang lemah, mengendalikan tubuh sendiri saja tidak bisa… bagaimana aku melindungi orang lain?

tes.

tes.

Masih tak mau berhenti juga, padahal aku sudah menyekanya dengan punggung tanganku. Berhentilah, kumohon… aku-aku ingin menjadi kuat dan aku tidak Ingin dianggap Lemah Lagi oleh Sasuke-san.

tes. tes.

tes.

J-jika begini terus aku akan menjadi tidak berguna. Aku terus menyekanya, sebanyak mungkin yang aku bisa. Namun sia-sia, air mataku malah terasa menetes semakin banyak. Kami-sama…

tes. tes. tes. tes.

tes. tes.

tes.

hingga akhirnya aku harus membagi konsentrasiku menjadi dua, mengejar Sasuke-san yang semakin berada di depan dan menyeka Airmataku agar tidak terlihat sembab sehabis Menangis, aku benci diriku yang seperti ini. Hanya bisa menangis.

Menangis dalam diam Karena Kelemahanku sendiri, hingga pandangan 'biasa'ku kabur oleh Airmata yang tidak Kunjung berhenti. A-aku tidak suka… saat dimana aku harus menghemat cakra, malah kubuang sia-sia untuk mengaktifkan Byakugan karena penglihatan normalku yang teganggu, membuat Chakra ku terpakai Percuma.

Aku… menyedihkan ya.

End of Hinata P.O.V

.

.

.

Anata

.

.

.

Sasuke mengaktifkan Sharingan miliknya sudah sekitar dua jam yang lalu, saat ini memang sudah pukul Sembilan malam. Namun terlalu malas baginya untuk menegur Hinata yang saat ini masih mengaktifkan Byakuganya sadari tadi, atau lebih tepatnya sejak 6jam yang lalu. Bukanya apa-apa, tapi bukankah sudah diajarkan di Akademi Ninja jika seorang Shinobi harus pandai menghemat Chakranya?

Bodoh.

Gadis yang bodoh. Lalu jika Hinata bodoh maka ia sendiri apa? Pemuda yang dungu karena membiarkan parternya yang belum memiliki banyak pengalaman membuang-buang Chakranya dengan percuma? Kan bisa, Hinata dan dirinya bergantian menggunakan Jutsu Mata, hingga tidak ada Chakra yang terbuang sia-sia untuk berjaga-jaga dengan keadaan sekelilingnya?. Ya, Sasuke dungu. Ia tak keberatan dikatakan seperti itu saat menyadari dirinya sendiri terus mengamati setiap pergerakan gadis tersebut.

Ck, sial.

"Kau tahu tempat aman untuk beristirahat malam ini?" Sasuke mengalah, yang membuatnya muak adalah Ciptaan tuhan tentang perbandingan gender yang selalu menang. Dimana Wanita itu lemah dan Laki-Laki itu kuat. Namun jika dikaji lagi, jika Laki-Laki dan Wanita itu setara kekuatanya… akan jadi apa anak-anak mereka? Terserahlah, yang penting saat ini adalah membiarkan Hyuuga muda itu untuk istirahat lalu meninggalkanya. Menyelesaikan misi tersebut seorang diri-dengan Jutsu peniru Hinata lalu kembali ke Konoha dengan selamat, soal Hinata yang asli… ia bisa membungkamnya.

"Arah-ugk… jam dua, Sasuke-san." Sasuke kira Hinata hanya mengalami dehidrasi karena kurang beristirahat dan makan bekal yang mereka bawa, atau opsi kedua, saat ia kira Hinata hanya sedang cegukan biasa karena kurang minum banyak air mineral selama perjalanan.

Namun, Sasuke amat sangat tidak menduga bahwa ternyata gadis tersebut sedari tadi menagis.

Karenanya.

Tap. Sasuke menghentikan langkahnya. Membiarkan Hinata yang memang kurang waspada-nyaris menabrak punggungnya andai saja Gadis tersebut tak segera menghindar dan berhenti tepat di samping kananya.

"Bodoh, ceroboh. Sampai kapan kau akan menyusahkanku dengan sikap tidak waspadamu dan malah mebuang percuma Chakramu?" lagi, Hinata semakin merasakan ngilu di dalam dadanya. Sekarang, pikiran positif sejak tadi pagi yang Hinata bangun terhadap sosok Sasuke hanyalah tinggal kenangan yang tertiup angin. Sasuke-san adalah laki-laki yang… kurang baik untuk Hinata berada di sampingnya.

Airmata itu tidak lagi mengalir, enam jam menangis sudah cukup membuat matanya kering karena kehabisan air mata. Entahlah, Hinata sampai bingung harus bersikap sedih atau senang karena ia tidak lagi menangis. Namun, berbeda dengan airmatanya yang berkurang, sakit dalam hatinya karena perkataan Sasuke berusan malah semakin bertambah. Membuat dadanya semakin ngilu dan terasa menyesakkan. Bahkan hanya untuk mengambil udara melalui rongga hidungnya pun terasa Sakit.

"G-gomen."

"Kita akan beristirahat disini, jika sekali lagi kau merepotkanku. Ucapanku untuk memotong lehermu masih berlaku," dan Hinata kembali tersentak. Lagi-lagi ucapan pemuda itu mengapa begitu mengenai relung hatinya? Nafas Hinata memburu bukan karena menahan amarah, namun karena rasa Sedih yang menjalari hatinya semakin menjadi. Oh kami-sama, mengapa Sasuke-san begitu membencinya? Apakah kesalahan yang ia perbuat? Selalu saja serba salah dimatanya…

"Go-gomen." Suara bergertar menahan isak milik Hinata semakin jelas di indra pendengaran Sasuke, membuat pemuda Uchiha tersebut mendengus kesal sebelum akhirnya meninggalkan Hinata yang saat ini masih berpegangan pada batang pohon untuk menopang tubuhnya yang terasa semakin ringan. Tidak ingin lagi perduli pada gadis tersebut, Sasuke lebih memilih mempersiapkan alas dan perlengkapan tidur lainya yang ada di dalam tas punggungnya.

.

.

.

Anata

.

.

.

Pukul 11.12 malam, perbatasan Konohagakure-Hanagakure.

Sasuke mengerjapkan matanya selama beberapa saat begitu indra pendengar dan perasa Sasuke merespon sebuah gerakan halus yang membuatnya terbangun. Hal yang pertama ia dapati adalah mata bulan Milik Hinata yang sayu, tengah menatapnya dengan sendu. apa? Apa yang gadis bodoh ini sedang lakukan dengan menindihnya!

"Uhuk." Hinata terbatuk pelan, tak sengaja, darah mengalir dari sudut bibirnya dan menetes ke pipi pucat milik Sasuke. Dan Uchiha bungsu itu hanya bisa membulatkan matanya. Hinata terluka.

"Gom-Gomen." Hinata lagi-lagi meminta maaf kepadanya untuk hal yang Sasuke tidak mengerti, namun yang semakin membuatnya yakin ini adalah situasi berbahaya adalah dengan ambruknya Hinata kepada dirinya setelah mengucapkan-ah lebih tepatnya membisikkan kata-kata maaf disisa waktu sebelum tubuhnya tak lagi mampu menopang berat badanya sendiri.

Sharingan itu telah aktif, menganalisa setiap gerakan mencurigakan atau lebih tepatnya adalah jejak si pelaku yang kini telah melarikan diri setelah menyerang Hinata. Sial, ia belum bisa menemukan tanda-tandanya, belum bukan berarti tidak kan?. Hinata terluka, itu karena gadis bodoh ini mencoba untuk melindunginya. Setidaknya, ia harus bisa menemukan si pelaku tersebut agar pengorbanan Hinata tidak sia-sia.

Ketemu, aura panas ini milik pelaku tersebut, arah jam 11 menuju ke Negri Hanagakure. Sasuke bisa saja menghajar penjahata tersebut dengan Susanoo atau Chidori Nagasaki Miliknya, namun ia tidak bisa melakukan serangan jarak dekat tersebut sekarang. Setidaknya ia harus menolong Hinata dulu dengan mengobati luka yang ada di punggungnya akibat senjata yang menyerupai pedang tersebut tengah tertancap disana.

Siaall!

Direbahkanya gadis berambut hitam itu diatas alas tidur miliknya dengan posisi tengkurap. Sedetik kemudian ia tersadar, Rambut gadis itu bukan berwarna Hitam. Terakhir ia melihatnya saat mereka beristirahat siang tadi, dan Sasuke yakin warnanya biru gelap. Apa namanya? Ungu? Bukan. Ah ya, Indigo. Warna rambut yang Sama dengan Warna Rambut Miliknya.

Dicabutnya dengan sigap pedang tersebut lalu mengamati pendarahan yang ada di lukanya. Ck, ia harus melepaskan jaket Hinata. Namun sebelum Sasuke melakukanya, digigitnya ibu jari kananya hingga mengeluarkan tetesan darah segar berwarna merah lalu menggerakkan kedua telapak tanganya menyerupai simbol-simbol binatang-khusus dunia Ninja. kemudian diletakkanya telapak tangan kananya tersebut ke tanah. "Hebi no Jutsu"*

Tak lama kemudian, munculah segel berwarna Hitam melingkar yang mengelilingi telapak tangan Sasuke. Berhasil, saat ini Sasuke hanya perlu memerintahkan hewan panggilanya-yang Saat ini sudah muncul dihadapanya tersebut untuk mengejar pelaku penyerangan terhadap dirinya dan Hinata melalui benda berwarna Merah jambu gelap yang ia gunakan untuk meluikainya.
"Bawakan aku kepalanya."

Manda*-Hewan panggilan milik Sasuke hanya menjulurkan Lidahnya beberapa kali lalu mendesis senang, karena Hari ini ia akan mendapatkan mangsa yang berarti hal tersebut adalah makanan. Setelah mengerti apa yang harus ia lakukan, Ular berwarna perpaduan Ungu pucat dan gelap itu segera mengejar si pelaku yang telah Sasuke ketahui identitasnya; perampok tak bertuan/tak memiliki desalah yang menyerang para Ninja saat mereka sedang beristirahat dalam menjalankan misi.

x

x

x

Hinata membuka kelopak matanya yang terasa berat dengan perlahan, mencoba beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Fajar sudah mulai menyingsing di ufuk timur, membuat Hinata merasakan hangatnya Sinar Matahari pagi yang menyehatkan.

Rasa ngilu dan perih yang mendera punggungnya membuat Hinata kembali memutar memorinya untuk mengulang kejadian semalam; mengingatkanya akan serangan tiba-tiba dari musuh yang mencoba untuk melukainya dan Sasuke. Ya, Sekarang Hinata ingat, dimana Wanita yang memiliki perawakan tinggi dan Anggun tersebut menyerangnya secara bertubi-tubi Dan Tiba-tiba dalam waktu yang singkat tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Api pelindung Ameterasu yang Sasuke buat di sekeliling tempat istirahat mereka tak mampu menahan perempuan berambut merah gelap tersebut saat penjahat yang bernama Guren* itu dengan mudahnya memasuki kawasan yang di lindungi Ameterasu dengan Jutsu Kristalnya-menyusup secara sempurna Tanpa Aura dan Suara.

Hinata tahu, wanita itu mengincar sesuatu Dari Sasuke Dan dirinya. Mengingat daerah perbatasan adalah wilayah rentan perampokan, maka Hinata asumsikan bahwa Guren menginginkan Uang dan perbekalan mereka karena ia adalah Ninja Perampok. Namun Hinata tak bisa membiarkanya begitu saja, bagaimanapun juga Satu Yen sangatlah berharga. Juga, janjinya pada Sasuke untuk melindungi misi ini bagaimanapun caranya akan ia tepati. "Dasar bocah ingusan, serahkan padaku sekarang juga."

"!" mata Byakugan itu menganalisa lagi titik-titik Chakra wanita tersebut yang sebelumnya telah berhasil ia lumpuhkan hingga Guren terpental jauh karena seranganya, namun kenyataanya, Guren tampak baik-baik saja meskipun ia telah menyerangnya dengan Jyuuken 64 pukulan raja tepat pada Pusat Chakranya.

"Baiklah, akan aku ambil sendiri setelah kalian berdua aku habisi." Dan Pergerakan selanjutnya yang bisa Hinata prediksi adalah Guren akan menyerang Sasuke. "Sasuke… Bangunlah". Hinata sangat ingin menjerit seperti itu, namun ia Tidak bisa melakukanya. Ia hanya bisa menjadi penonton saat seluruh tubuhnya telah membeku didalam kotak es yang saat ini menyelimuti seluruh bagian tubuhnya(Kesho No Yoroi Jutsu). Setidaknya, ia harus bisa melindungi rekan satu misinya! Ayo fikirkan Hinata, fikirkan bagaimana caranya.

"Percuma kau meronta, tidak ada yang bisa keluar dari jutsuku. Kecuali… kau mati seperti bogkahan es yang pecah menjadi butiran kecil dengan Jurus Shoton Kesho Gakakuroku," bibir Guren yang berwarna merah lipstick tersebut hanya melengkungkan senyuman. Ya, Wanita berusia dua puluh lima tahun itu sedari tadi berkomunikasi dengan Hinata dengan menggunakan Telepati jutsu melalui media kristalnya. Hinata tak menggubris ancamanya, yang harus ia fikirkan saat ini adalah… bagaimana ia bisa keluar dari sini?

Jarum Chakra ya, ada kemungkinan ia bisa meloloskan diri dengan Jutsunya yang ia Gunakan untuk melawan Lebah para penjahat yang hendak mencuri serangga Bikocho saat ia, Shino, Kiba dan Naruto menerima misi mencari Sasuke.

"Bagaimana Jika aku memberikan temanmu itu sebuah Shoton: Suisho To!"

Dan degup Jantung Hinata semakin berdetak cepat saat Guren mengeluarkan Jurus Kristalnya untuk membuat senjata yang menyerupai Pedang Dengan ketajaman yang tidak akan Hinata pertanyakan lagi, jika ia hanya diam seperti ini terus ia hanya akan mengulur waktu dan membuat Sasuke dalam bahaya. Tidak, ia harus konsentrasi mengeluarkan Chakranya, dan keluar dari Jurus yang mengekangnya Ini. Hinata berkonsentrasi, mengumpulkan Aliran Chakranya yang tidak membeku. Untunglah Jutsu Guren ini hanya membekukan tubuhnya, bukan Chakranya. Sehingga Hinata bisa mengeluarkan selubung Chakra tipis dari seluruh tubuhnya untuk memecahkan Kurungan Kristal ini menjadi kepingan-kepingan yang kecil.

Lebih.

Lebih banyak lagi.

"Percuma, kau tidak akan bisa melakukan apa-apa. Kristalku lebi kuat daripada Chakramu yang lemah itu."

Lagi, lebih banyak Chakra lagi.

Lagi.

Lagi.

Lalu dengan senyumnya yang masih mengembang namun terlihat meremehkan, Guren menggenggam pedang ukuran sedangnya tersebut dengan pandangan yang fokus untuk mengunci sasaranya; pemuda lengah yang tertidur.

"!"

Terus! Semakin Banyak

Lebih banyak lagi!

"Lihatlah temanmu yang akan mati di depan kepalamu sendiri." Kemudian, Guren melemparkan pedang Kristalnya yang saat ini melesat dengan cepat itu tepat pada Sasaran jantung pemuda berambut raven tersebut. Dengan akurasi dan kemampuan Shinobi yang sama dengan para buronan yang ada dalam daftar Binggo Book tentu membuat Guren sangat mudah menumbangkan lawanya, dan ia suka hal itu.

CRASH!

"!" serangan Guren Tepat mengenai lawan, memang. Namun bukan pemuda yang saat ini sudah terbangun, Melainkan gadis pemilik mata Putih yang mengaggumkan itu. Guren kembali terksiap melihat Kristal pengurungnya telah Hancur. Gadis tersebut berhasil memecahkanya, gawat. Ia harus melarikan diri.

"Kita akan berjumpa lagi, sayang."

Hinata mengerjapkan matanya beberapa kali begitu sadar apa yang terjadi semalam. Jika ia tidak sadarkan diri karena menolong Rekan satu Misinya, B-bagaimana dengan Sasuke selanjutny-

"Jangan banyak bergerak, bodoh." Sasuke mendecak sebal saat Hinata mulai bertingkah dalam gendonganya. Berarti gadis itu sudah sadar, ya? Baguslah ternyata ia tidak apa-apa.

"E-ETO! Sasuke-san!" dan Hinata Langsung menjauhkan wajahnya dari pundak Sasuke begitu menyadari bahwa sedari tadi ternyata ia berada di dalam gendongan punggung pemuda itu. "Gomen! Jangan memotong leherku!" jerit Hinata secara refleks.

"…"

Hinata kemudian mematung begitu menyadari apa yang barusan ia lakukan, pertama ia merasa bodoh akan reaksinya yang berlebihan terhadap ancaman Sasuke yang akan memisahkan kepala dengan badanya dan yang kedua… ia digendong Sasuke.

Digendong di punggung.

Blush.

"Khe, dasar bodoh." Dan sikap membatu Hinata semakin berlanjut saat Uchiha muda itu terkekeh pelan dengan sikapnya yang-sangat memalukan. Wajahnya langsung memerah seketika. Bukan karena menahan sedih seperti kemarin, tapi… malu mengakui bahwa ia telah melihat Sasuke-san yang jarang tertawa saat ini tengah terkekeh karena tingkahnya, ia terlihat begitu….tampanya jika memasang senyum kecil seperti itu.

Blush.

Kyaaaaaaa!

"Kubilang jangan banyak bergerak, baka! Atau aku akan benar-benar akan memotong lehermu!" kemudian, Hinata berhenti menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran bodohnya tersebut. Namun, gambaran akan Sasuke yang tengah tersenyum tipis kepadanya masih terngiang-ngiang jelas di kepalanya. Oh kami-sama… Hinata hanya bisa merasakan wajahnya terasa semakin mendidih saat memikirkanya. S-sasuke-san yang tengah tersenyum… sambil memotong lehernya.

Jleb.

"Ck, mendokusai!" dan, Sasuke kembali menggerutu saat menyadari bahwa Hinata pingsan lagi dalam gendonganya. Apa sih yang ada di dalam pikiran wanita Ini hingga ia suka pingsan begitu? Dasar lemah, jika Sasuke tahu kedepanya seperti ini… lebih baik ia tinggalkan saja Hinata di hutan tadi. Jika bukan karena luka dan kemungkinan gadis Hyuuga itu akan di serang lagi, Sasuke akan benar-benar memilih untuk meninggalkanya.

"Hei, Hyuuga. Kita sudah sampai." Sasuke menatap ke samping kanan dari jalan setapak diatas bukit tempatnya berdiri, kerajaan Hanagakure sudah terlihat jelas di depan mata. Berarti hanya tinggal satu atau dua kilo lagi, dan mereka datang tepat waktu-lebih awal malah.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Author Note's: Hanagakure*: Hika nemunya Negara ini untuk misi SasuHina, meski Ngarang Hika tahu ini ada dalam anime Naruto, tapi Gomen nanti bakal tak utak-atik ^^'a #plak

"Hebi no Jutsu"*: Hika menyamakan supaya Sasuke sama dengan Naruto yang bisa memanggil Hewan panggilan *?*

Manda*: Anggap saja, Orochimaru sudah mati karena Habis perang dunia Ninja ke-4 dan Jutsunya di turunkan ke Sasuke *Duagh*

Guren*: Hika ingin dia yang jadi lawan Hinata, namun tak ubah Negaranya jadi Shinobi Buronan yang suka rampok :)

Nee Minna-san, ada kabar gembira untuk kita semua. Kulit manggis kini ada-*dibekap reader* 1. Hika ga Hiatus lagi 2. My wife is Hinata chap 10 bakal update 1 sampai dua minggu lagi 3. Hika harap Minna-san suka fict baru ini karena Hika dapat inspirasi dari fict lama Hika yang Namida No Regret, mubazir dibuang :'( #plak# kalau minna-san suka, Hika lanjut kalau engga tak delete aja ^^ hehehe

Yap, terimakasih sudah mau baca Fict Hika, setiap dua minggu sekali Hika akan berusaha update semua cerita secara bergantian. Jadi mohon bersabar ya : ) terimaksih sudah mampir, apalagi Review :D *Dibuang ke angkasa*

Salam hangat, Hikari No Aoi.