Thanks to :

Tyahra Lau (ini sudah dilanjut, ya~); Yuuchan (semoga bisa nemuin alasan Chwang di sini); shintalang (yeay, akhirnya saya buat ff SiBum lagi, yah? Btw semoga chap ini bisa menjawab semua pertanyaanmu, ya); dontatan144; GabyGaluh (makaseeeh sudah dibilang keren walau diri ini sendiri tak yakin akan hal itu TT Kibum macem tsun-tsun di sini, ya?); Teuki-Angel; kyurielf (semoga chap ini menjawab pertanyaanmu); hyunyoung; LS-snowie (tadinya emang mau oneshot tapi kepanjangan haha Chwang anak baik, tak mungkin begitu #macemspoiler); choi hana; dan bumhanyuk (siwon macem malaikat yang selalu sabar dia wkwk ayo suruh mereka jadian!) yang sudah review di chap awal.


You can't start the next chapter of your life.

If you keep re-reading the last one.

.

.

.

It's About Time

This story belongs to Fujimoto Yumi

Kim Kibum, Choi Siwon, Shim Changmin etc

Are belong to God and themselves

BoysLove, Shonen-ai content.

OOCness! AU!

So, if you don't like just unread.

I don't take any profit by publishing this story.

Last Chapter Update!

Wanna read and review?

Thank you~

.

.

.

A SiBum Fanfiction

It's About Time

by Fujimoto Yumi

.

.

.


Terkadang, mengingat masa lalu itu sangat menyenangkan—tetapi dalam waktu yang sama akan sangat menyesakkan. Dan hal tersebut hanya akan membuatmu tertahan—di tempat yang ingin sekali kau tinggalkan.


Tunggu. Siwon mulai berpikir. Bukankah tidak ada salahnya jika ia jatuh cinta pada Kibum? Dalam kasus seperti ini, kebanyakan orang bilang; jika kau ingin move on dari mantanmu, maka kau harus jatuh cinta lagi. Iya kan? Siwon benar kan? Lalu kenapa Kibum harus menghindarinya hingga sekarang?

Hah. Entahlah. Siwon terlalu pening memikirkannya.

Dirinya kembali bersandar pada pintu kaca yang mengarah ke balkon kamarnya. Ia melihat ke arah samping, berharap jika ada sosok Kibum yang berdiri di sana. Namun nihil, tak ada siapapun di sana. Pun tanda-tanda kehadirannya tidak ada.

Siwon menghela napas lelah. Dirinya jatuh terduduk dengan tangannya yang meremas rambut frustasi.

Kenapa kisah cinta pertamanya harus seperti ini? Apa Siwon harus berpura-pura tidak pernah mengatakan hal itu jika bertemu? Apa Siwon harus bersikap biasa saja seolah tidak mengharapkan apapun dan tetap membantu Kibum menghapus kenangannya?

Sudahlah. Memikirkannya saja membuat Siwon ingin jungkir balik.


.

.

.


Liburan semester sudah berlalu. Siwon semakin kesal karena benar-benar tak mendapati kehadiran Kibum sama sekali. Begitupun sahabat berbagi apartemen Kibum yang juga tak kelihatan. Hei hei, kenapa rasanya ia benar-benar ingin marah?

Siwon melangkah tergesa untuk keluar dari apartemennya. Ia berlari melalui anak tangga, terlalu malas menunggu lift untuk turun. Dan ketika di lobby, di sana, ia bisa melihat sosok itu tengah berdiri bersama Sungmin dan sahabatnya –Kyuhyun.

Tatapan mereka bertemu tanpa sadar. Siwon berniat untuk tak peduli, menunjukkan bahwa ia memang tidak pernah berpikir untuk mengatakannya. Jadi ia memilih berlalu, namun batal ketika Kyuhyun menyapa.

"Yo, Won. Tergesa sekali?"

"Ah, begitulah," balas Siwon lalu terdiam. Ia melirik Kibum yang justru melihat ke arah lain. Kyuhyun menyadari tatapan itu dan ikut melihat ke arah yang sama.

Alisnya mengernyit, kemudian melontarkan pertanyaan yang selama ini mengganggunya. "Sebenarnya, di pesta reuni itu, apa yang terjadi pada kalian?"

'Set'

Sontak keduanya menatap Kyuhyun, lalu saling melirik kemudian membuang muka. Tak ada yang berniat membalas. Namun Siwon menghela napas setelahnya. Berniat memberikan jawaban. "Tidak terjadi apa-apa, jika memang kau penasaran."

Dan jawaban Siwon berhasil membuat Kibum menatapnya, yang di mana dirinya memilih untuk tidak menatap sosok itu.

"Tapi—"

"Seperti yang kau dengar, Kyu. Tidak-terjadi-apapa. Okay? Do I make it clear?"

"No, no. Selama liburan semester, aku terkejut kau malah ingin menghabiskannya di rumah orang tuamu. Kau berubah semenjak pesta reuni itu berakhir. Jadi, tidak salah jika aku mempertanyakannya, kan?

"Now, now, Kyu. Sebaiknya kita sarapan dulu. Kau juga Siwon-ah," ujar Sungmin menengahi kemudian menarik tangan Kyuhyun maupun Kibum, diikuti Siwon di belakang mereka.


.

.

.


Mereka makan dalam diam. Tak ada yang berniat membuka percakapan. Kyuhyun menatap sahabatnya dan sepupunya tidak mengerti. Kenapa sebenarnya dengan mereka? Reaksi mereka berbeda. Benar-benar aneh.

"Kupikir selama ini kalian sudah berteman dengan baik," celetuk Kyuhyun membuat Siwon menghentikan makannya dan Kibum yang menatapnya, lalu melirik Siwon sebentar sebelum menjawab.

"Kami tidak berteman."

"Na-ah! Kau tidak boleh berkata begitu, Kibum. Jika kalian tidak berteman, Siwon tidak mungkin mau membantumu."

"Itu bukan permasalahannya."

"Jadi kalian memang berteman, kan?"

"Kubilang tidak."

"Terserah. Pendapatku tetap—"

"Apa benar aku harus menyebutnya temanku jika dia malah jatuh cinta padaku?!" seruan kesal Kibum berhasil membuat Kyuhyun, Sungmin dan Siwon benar-benar menghentikan acara makan mereka.

Kibum menghela napas. Menyesal akan apa yang diucapkannya. Tapi sungguh, ia sebenarnya terus kepikiran sampai sekarang. Diliriknya lagi namja itu. Kyuhyun juga melakukan hal yang sama.

"Won, serius?" Kyuhyun mulai bertanya. Lalu menatap bergantian sang sepupu dan sahabatnya.

Siwon mengangguk dalam diam. Lalu menatap namja manis itu. "Aku sudah bilang maaf, kan?"

Kibum hanya membalasnya dengan tatapan yang Siwon sendiri tak bisa mengartikannya.

Kyuhyun malah menghela napas. "Okay. Jadi reuni kemarin—"

"Aku tidak sadar mengucapkannya."

Hening lagi. Kibum sendiri tidak berniat untuk menanggapi. Kyuhyun mengangguk mengerti dan menatap sepupunya. Sebenarnya ikut berpikir apakah perlu memberitahu soal Changmin atau tidak. Tapi yang baik menurutnya adalah dengan tidak membawa-bawa nama Changmin sekarang.

"Now, Kibum. Bukan salahnya jika ia jatuh cinta padamu, kan? Tidak ada larangan untuknya jatuh cinta padamu."

"Di saat dia bilang akan membantuku melupakan masa laluku?"

"Itu bagian dari membantu, Kim Kibum."

"Aku tidak berpikir itu akan membawa perubahan, Cho Kyuhyun."

"Tapi setidaknya ambil sisi posi—"

"Dan aku tidak melihat sisi positifnya."

"Jangan memotongku saat aku sedang bicara."

"Kau hanya sepupuku. Bukan orang tuaku."

"Aku peduli pada—"

"CUKUP!" teriakan yang berasal dari Sungmin berhasil membuat argument mereka terhenti. Kibum maupun Kyuhyun serentak melihat ke arah Sungmin. "Sudah cukup. Tidak bisakah kalian tidak bertengkar? Ini bukan rumah kita, ini tempat umum. Tahu malu, kenapa sih?"

Keduanya langsung diam ketika Sungmin mengomel. Siwon juga menatap kaget Sungmin. Napas Sungmin memburu menahan kesal akibat kelakukan sang kekasih dan sahabatnya.

"Sekarang, Kibum. Jadi ini alasan kau memilih berlibur di rumah orang tuamu? Berniat menghindari Siwon? Iya kan? Apa salahnya jika ia menyukaimu? Apa salahnya kau membuka hatimu? Toh, niat dia baik. Untuk membuatmu lebih baik. Itu salah?"

"Sungmin hyung…"

"Kau tidak akan bisa bangkit jika kau tidak ada kemauan. Oke, jangan pikirkan soal perkataan orang-orang. Tapi apa salahnya membuka hati lagi kan? Kegagalan bukan untuk membuatmu diam di tempat. Kegagalan memintamu untuk berusaha lebih baik. Itu yang harus kau tahu."

Kibum diam. Benar-benar bungkam mendengarnya. Lalu sebaris kata maaf terlontar begitu saja. "Maafkan aku."

Siwon menarik napas lalu menghembuskannya. Tersenyum maklum melihat kejadian ini. "Oke, sepertinya waktuku untuk bicara. Sebelumnya aku minta maaf pada Kibum, bukan maksudku untuk—ya, jatuh cinta padamu. Dan—bisakah kita lupakan soal ini? Anggap saja, aku tidak pernah mengucapkannya. Do I make it clear, Kibum-ah?"

"Apa?"

"Jangan terlalu memikirkan. Anggap saja—aku bercanda kemarin. Dan, kau bisa bersikap seperti biasa. Lagi."

"Tapi, Won—"

"Its alright. I don't think it would hurt me, Kyu," Siwon melempar senyum sebaik mungkin, berharap bisa meyakinkan sahabatnya jika ia akan baik-baik saja. Yang terpenting sekarang, membangun pertemanan dengan Kibum tanpa menyinggungnya.

"I'll look forward to stay here to help you though…deal, Kibum-ah?"

Kibum menatap Siwon tak percaya? Tatapan matanya entah mengapa menyanyu. Dan senyum yang tak bisa Siwon artinya ia dapatkan. "I don't need your help, Siwon-ssi. Since you gave your hand, I didn't even think to take it. So, no problem if you want to stop now."

Mungkin hanya perasaan Kyuhyun dan Sungmin, tapi dari nadanya, ada banyak emosi yang Kibum berikan. Siwon melihat bagaimana sosok itu berlalu pergi meninggalkan beribu pertanyaan dalam dirinya.

Apakah benar ia akan baik-baik saja setelah ia memutuskan begitu?

Apa benar hatinya takkan sakit setelah ini?

Apa benar Kibum bisa mengatasi segalanya sendiri?

Apakah—semua ini sudah berakhir?


.

.

.


Kibum bersandar pada ujung tempat tidurnya. Menghadap ke tembok yang menghubungkannya pada sebelah apartemennya. Tempat sosok itu ada. Kenapa setelah hari itu—yang dipikirkannya hanyalah pernyataan Siwon?

Ke mana perginya sosok Changmin yang selalu menghantuinya? Apa itu artinya ia sudah bisa bangkit berkat sosok sang tetangga?

Bersikap biasa? Apa dirinya tidak bersikap biasa pagi ini? Apa ia menunjukkan sikap yang lain ketika bertemu dengan Siwon? Ia merasa ini dirinya, lalu apa yang salah? Kenapa jadi sesulit ini?

Kenapa Kibum malah berpikir tentang bagaimana tangan Siwon mengacak rambut? Atau ketika tangan itu melingkupi tubuhnya di pesta reuni kemarin? Ketika Siwon berbisik mengucapkan kata—cinta padanya. Sebenarnya apa yang dipikirkan Kibum? Kenapa ia jadi lebih memilih memikirkan Siwon?

ARGH! Menyebalkan.

Kibum bangkit dari duduknya dan keluar kamar ke arah balkon. Ia berdiri di sana seperti biasa. Di sandarkannya tubuhnya pada pembatas teras. Lalu melirik ke arah apartemen sebelahnya.

Ah, kenapa ia malah mencari sosok itu? Kenapa ekspresi tadi pagi yang Siwon berikan berputar terus di kepalanya sekarang?

Kibum juga mulai memikirkan perkataan ibunya. Jika kita memang ingin melupakan orang itu, kita harus menghapus segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Apa Kibum harus membuang segala sesuatu itu lalu membakarnya?

Kibum beranjak masuk lagi lalu mengambil segala sesuatu itu, membawanya ke teras balkon dan duduk di sana. Melihat-lihat lagi tentang mereka, terlarut tanpa tahu di mana arah kembali. Tapi sontak suara Siwon yang menggema berhasil membuatnya tersadar. Tapi yang ia lihat di samping balkonnya hanya kekosongan. Tak ada siapapun di sana.

Kibum memutuskan yang terbaik. Ia juga tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Diambilnya korek api dan mulai membakar seluruh benda itu. Tepat ketika Kibum menunduk melihat bagaimana api itu mulai mengeluarkan asap, sosok tetangganya muncul. Di sana. Sampai bertumpu pada pembatas besi balkon yang sama dengan miliknya.

"So, aku terkejut ketika kau memutuskan untuk membakarnya," mulai Siwon mengajak sosok itu berbicara.

Kibum sontak menoleh mendengar pertanyaan itu. Lalu menunduk lagi, dan menjawab sepelan mungkin. "Aku tidak mau membuat orang tuaku khawatir."

"Anak yang berbakti."

"Diamlah."

"Okay."

Kalau boleh jujur, sebenarnya Siwon sudah sedari tadi memperhatikan sosok manis itu. Ketika sosok itu mulai terlena dalam kenangan yang sama, sampai akhirnya sosok itu memutuskan untuk melemparkan api ke dalamnya.

Dan tak ada yang bicara, hanya ada suara jangkrik yang menggema. Baik Siwon maupun Kibum tak ada yang mau memulai lagi. Siwon terlalu lelah untuk maju, karena ia sendiri masih berusaha meyakinkan diri bahwa ia baik-baik saja dan tak sakit hati.

Sampai akhirnya, entah keberanian dari mana, Siwon melontarkan pertanyaan yang membuat Kibum langsung menatapnya.

"Sakit hati itu seperti apa?"

"…"

"…"

"…"

"Ah, mian, mian. Aku melontarkan pertanyaan yang bodoh. Jadi Kibum-ah, tidak bisakah kita berteman saja? Daripada kau terus membenciku?"

"Aku tidak membencimu, Tuan Sok Tahu."

"Jadi kita teman, kan?" mau tidak mau walau sebenarnya ada rasa aneh yang menyerang Siwon, ia mengulurkan tangannya untuk disambut Kibum. Menanti ketika tangan itu mau berjabat dengannya.

Menunggu selama beberapa menit sampai akhirnya Kibum menyambut uluran tangannya. "Benar-benar berteman, kan?"

Siwon mengangguk. "Yup. Tanpa jatuh cinta padamu. Kecuali kau yang jatuh cinta padaku."

"Well, dalam mimpimu."

"Okay, akan dengan sangat senang hati aku tidak bangun jika mimpiku seperti itu."

"Kau maso. Gila, maniak."

"That's mean, Kibum-ah."

"…"

Dan angin benar-benar berhembus. Menerbangkan abu yang berasal dari kenangan yang Kibum lenyapkan. Meninggalkan satu hati yang sedang menjerit sakit, dan satunya lagi yang penuh kebingungan.

Entah sebenarnya apa yang terjadi, mereka juga tidak tahu.

Apa takdir sedang mempermainkan mereka?

'Apa boleh aku berharap kau akan jatuh cinta padaku?'


.

.

.


Setelah hari itu, semua berjalan secara normal. Hubungan mereka semakin baik, sebagai seorang teman tentu saja. Walau sebenarnya Kibum masih tidak mengerti, terkadang masih ada di dalam dirinya yang memikirkan Changmin, tapi dalam waktu bersamaan ia juga memikirkan Siwon.

Ia mengusap kasar wajahnya sambil menatap langit-langit kamar. Apa yang salah dengan dirinya?

Padahal ia sudah mulai terbiasa menjalani hidup yang normal lagi. Atau ia masih belum bisa mengakui kalau sebenarnya ia telah jatuh cinta lagi?

Ah entahlah.

Dan ketika pagi ini Kyuhyun mengatakan sesuatu tentang Changmin, kalut sebenarnya. Sedih dan beberapa perasaan bercampur aduk begitu saja. Namun ketika mendapati Siwon di sana, Kibum merasa lebih baik.

Sebenarnya ada apa dengannya?

Memutuskan untuk menyegarkan pikiran, Kibum membuka pintu balkon dan kembali memandang langit saat itu.

"Yo, tetangga."

Kibum sedikit kaget namun segera menoleh, memasang tampang bosan atas kebiasaan Siwon saat menyapanya. "Aku punya nama Siwon-ssi."

"Masih memanggilku Siwon-ssi?"

"Masih memanggilku tetangga?"

"Pffttt, okay. Wajahmu lucu sekali. Baiklah, jadi mau kupanggil Kibum, Kibum-ah, Kibummie atau Bummie chagi?"

"Kau minta kulempar sepatu, ya?" Kibum berucap kesal mendengar pilihan terakhir. Apa-apaan itu? Dan apa-apaan ekspresi Siwon yang entah mengapa membuatnya sedikit menghangat. "Aku bukan pacaramu jadi jangan berikan pilihan itu."

"Mian, mian. Jadi yang mana?"

"Terserahmu."

"Jadi kalau aku maunya memanggilmu Bummie chagi bagaimana?"

"Ha ha ha. Siap-siap sepatu menyangsang di wajah sok tampanmu itu."

"Well, aku tidak pernah mengatakan diriku tampan."

"Ya ya ya."

"Ahahaha, kau mulai kesal. Baiklah, kupanggil Kibummie saja tapi kau harus memanggilku Siwonnie. Bagaimana?"

"In your dream," balas Kibum cepat karena sebenarnya ia malah membayangkan dirinya memanggil Siwon dengan panggilan semanis itu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah langit luas. 'Apa sih yang kupikirkan?'

Mengabaikan tatapan Siwon yang melembut melihat teman barunya itu asik melihat langit. Tak menyadari bagaimana Siwon tersenyum lembut padanya.

'Mungkin hanya harapanku saja, ya?'


.

.

.


Hari-hari terus berjalan. Pertemanan yang terjalin di antara mereka semakin mengerat dan Sungmin senang melihatnya. Terkadang ia juga bertukar kabar dengan kekasihnya di kota sebelah perihal Kibum dan Siwon.

Sungmin bisa melihat Kibum mulai terbuka. Mungkin setelah mendengar alasan Changmin memutuskannya, dan—Kibum sudah bisa melupakannya. Walau sebenarnya dalam hati Sungmin masih mengaduh, alasan yang dilontarkan Kyuhyun tentang Changmin belum semuanya tersampaikan. Masih ada yang tertinggal, dan mereka tidak tahu kapan bisa mengatakannya.

Matanya terpejam lelah. Apa yang harus mereka lakukan ketika hari itu tiba? Apa mereka sanggup mengatakannya?

Kibum, Sungmin dan Siwon sedang menyiapkan beberapa persiapan menjelang halloween, walau Kibum menolak memakai kostum, itu sudah membuat Sungmin senang karena Kibum mau bergabung.

Diliriknya keduanya yang kini sedang terlihat bercanda. Bagaimana Siwon yang terus mendekatkan wajahnya ke arah Kibum, menggodanya dan Kibum yang terus berusaha menjauhkan Siwon jauh-jauh darinya.

Sungmin masih bisa menahan tawanya tapi tidak ketika Siwon terus bersikeras untuk maju menggoda sahabatnya itu, entah mungkin ada yang mendorong atau memang tak sengaja, Siwon jatuh tepat di atas Kibum membuat dahi mereka bertemu.

Sungmin terkekeh melihat keduanya dan berlalu menuju dapur mengecek masakannya. Hari ini Kyuhyun juga akan datang. Setelah mengecek masakannya, Sungmin kembali mengintip dua orang yang terlibat posisi sesuatu tadi.

Sungmin bisa melihat jika keduanya masih betah mempertahankan posisi mereka. Jujur saja, sebenarnya Sungmin merasa jika keduanya itu saling menyukai. Tapi setelah insiden waktu itu, tak ada yang mau memulai lagi. Hah, dasar mereka.

Walau Sungmin bisa melihat ekspresi bosan Kibum, sebenarnya ia yakin jika sahabatnya itu berusaha menyembunyikan rona merah yang hampir menyandangi wajahnya.

Kibum menatap Siwon bosan, menekuk bibirnya tanpa sadar membuat Siwon mengalihkan pandangannya ke arah bibir semerah apel itu. Namun suara Kibum membawa kembali kesadarannya. "Well, sampai kapan kau mau berada di atasku, Siwon-ssi?"

Mendengarnya, bukannya bangun Siwon malah menumpukan dirinya dengan kedua tangannya berada di samping kepala Kibum. Menatap mata itu lekat-lekat. "Menurutmu sampai kapan aku bisa bertahan dalam posisi ini?"

Kibum memutar bola mata, walau kenyataannya ia merasa berdebar. "Sampai tanganmu tak sanggup lagi menahan berat tubuhmu."

Siwon mengangguk. "Lalu?"

"Kau akan terjatuh. Dan jika kau jatuh mengenaiku, berarti kau sudah siap untuk mati," lanjut Kibum membuat Siwon terkekeh kecil dan malah mengecup gemas kening Kibum lalu bangkit dan sedetik kemudian mengacak rambut hitam itu membuat Kibum terdiam.

"Apa? Mau kucium lagi?"

Kibum mengernyit kesal. "Coba saja jika memang benar-benar ingin mati."

"Galak sekali," balasnya dan sekali lagi, mengacak rambut Kibum membuat namja itu sontak menangkap tangan besar Siwon yang masih melakukannya.

"Kenapa kau suka sekali mengacaknya?"

"Karena lembut. Wae? Tidak suka? Baiklah, baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi."

"…"

"…"

Kibum tak menjawab. Tapi melepaskan tangannya yang memegang tangan Siwon lalu memalingkan wajahnya. Berusaha mengusir rasa hangat yang entah kenapa datang ke dalam hatinya.

"Itu bagus," gumamnya yang masih bisa di dengar Siwon. Namja bersenyum malaikat itu sekali lagi—mengacak rambut Kibum membuat namja manis tersebut menggeram. "Kau pembohong!"

"Ahahaha, okay. Itu yang terakhir, Kibummie."

"Tsk."

Yang tanpa mereka sadari, semua itu ternyata sudah diperhatikan oleh Sungmin dan—Kyuhyun yang ternyata sudah bergabung bersama kekasihnya.

"Kenapa mereka tidak jadian saja?"

Gumam satu dari dua orang yang tengah memerhatikan interaksi antara Kibum dan juga Siwon di ruang santai sana.


.

.

.


Saat ini, Kibum kembali terduduk diam di ujung tempat tidur di kamar apartemennya. Duduk dalam sunyi tanpa tahu harus melakukan apa.

Bedanya, dulu ia seperti itu karena tak tahu bagaimana cara keluar dari ruang hampa penuh kenangannya bersama Changmin. Namun kini, hal itu karena ia tidak tahu apa yang ia rasakan untuk sang tetangga yang saat ini statusnya adalah teman baginya. Teman baik. Kibum akui itu.

Musim semi yang sama. Tapi hal yang berbeda.

Kala itu yang dia rasakan hanya sakit. Namun saat ini perasaan hangat yang Kibum sendiri ragu mengartikannya.

Akankah dirinya sudah bisa benar-benar melenyapkan Changmin dalam hatinya dan digantikan oleh Siwon?

Kibum mengacak asal rambutnya. Ia bersandar pada ujung tempat tidur dan menatap lurus ke arah tembok menghubung kamar mereka. Dan tanpa bisa dicegah siapapun, entah siapa yang memutar, seakan banyak bayangan tentang kebersamaan keduanya muncul di otaknya.

Tanpa tahu, Kibum harus mengartikan ini sebagai apa.


.

.

.


Semilir angin menyapa Kibum ketika dia memutuskan untuk membuka pintu balkon kamarnya. Kakinya melangkah kecil ke arah sandaran besi, lalu bertumpu sebentar sebelum melirik sekilas ke arah samping balkonnya. Entah kenapa, ia berharap Siwon muncul di sana.

Malam ini banyak bintang yang muncul, dan rasanya…ia ingin sekali melihatnya bersama teman barunya itu.

Tanpa sadar Kibum menggeleng menyadari apa yang ia pikirkan, tidak tahu jika balkon di sampingnya sudah berdiri sosok yang ia harapkan.

Sampai ketika sosok itu bersuara. "Selamat malam, tetangga," katanya membuat Kibum sontak menoleh dan memasang tampang terkejutnya.

"Wowowow, kenapa terkejut?"

Kibum balas membuang muka. "Sejak kapan kau di sana? Tidak bisakah kau mengurangi kebiasaan muncul mendadakmu itu?"

"Hm?" Siwon melemparkan senyum menawan yang tak Kibum lihat. Namun sekilas, namja manis itu bisa melihatnya melalui lirikan matanya. "Aku tidak punya kebiasaan seperti itu kok."

"Lalu nyatanya ini apa? Kau tiba-tiba muncul di sana," Kibum menunjuk tempat Siwon berdiri. Membuat namja tampan itu terkekeh kecil lalu mengulurkan tangannya—kembali mengacak rambut lembut milik Kibum membuat sang namja manis protes. "YA! Kau bilang tidak akan melakukannya lagi? Choi Siwon you're such a liar!"

"Nah-nah, okay! Mianhe, ne? Habis seharusnya kau sadar jika ekspresi yang kau tunjukkan tadi sangat menggemaskan," ujar Siwon membuat pipi Kibum menghangat.

"Sudahlah," balas namja seputih salju itu lalu beralih ke arah langit, melihat kerlap-kerlip bintang di sana. Tidak menyadari Siwon yang terus menatapnya penuh kelembutan. Hanya suara angin malam yang menemani, tapi suara Siwon selanjutnya yang terus bercerita kepadanya mereka lewati, ikut memberikan kesan khusus bagi keduanya di malam itu.

Kibum menoleh sesekali, untuk melihat wajah temannya yang masih bercerita. Tak ayal, kadang ia tersenyum ketika Siwon menatap langit luas, lalu diikuti dirinya. Sampai akhirnya ketika namja tampan itu selesai, Kibum melemparkan kekehan kecil yang Siwon balas sama halnya.

Sampai ketika suara angin malam yang mendadak hening beberapa menit lalu, kembali terisi dengan suara Kibum yang tiba-tiba. "Ne Siwon-ah, kau pernah bertanya padaku sakit hati itu seperti apa, kan?"

"Hm?" Siwon memandang sang tetangga dengan alis bertaut, seolah mengatakan apa-maksudmu pada Kibum.

Namja berbibir semerah apel itu tersenyum kecil lalu kembali melemparkan pandangannya ke arah manapun asal bukan wajah Siwon. "Iya, kau pernah bertanya seperti itu. Apa kau mau tahu jawabannya? Aku bisa memberitahumu, kok."

Siwon tersenyum mengerti. Lalu menumpukan tangannya di pagar besi disusul dengan dagunya di telapak tangannya. "Aku tidak berpikir untuk tahu hal itu sekarang. Rasanya…mungkin memang tidak perlu."

"Kenapa?" Kibum membeo, lalu melihat ke arah Siwon.

Siwon pun melakukan hal yang sama. "Karena jika kau memberitahukannya, pikiranmu akan penuh dengan sosok itu dan aku tidak mau. Aku hanya ingin kau memikirkanku," balas Siwon diakhiri dengan juluran lidah.

"Tsk," Kibum berdecak, lalu menatap sebal Siwon. "Pabo. Memangnya kau siapa, huh, Siwon-ssi?"

"Aku temanmu, kan?"

"Ya ya ya, dan?"

"Dan aku tidak ingin kau berubah sedih hanya karena pertanyaan bodohku waktu itu. Lagipula bagaimana mungkin kau masih ingat? Aku saja sudah lupa."

"Itu berarti ingatanku lebih baik darimu, Choi, Siwon."

"Hooo? Baiklah, baiklah," Siwon mengalah. Lalu kembali melihat langit malam. Walau sebenarnya pikirannya dipenuhi oleh namja di samping balkonnya itu. Mungkin Kibum tidak akan sadar, jika perasaan Siwon tidak pernah berubah sejak hari ini. Semuanya masih sama menurutnya.

Dan Kibum sendiri sibuk berpikir, bagaimana caranya menenangkan debar jantung yang membara ini. Wajahnya menghangat mengingat kalimat Siwon tadi. Apakah kali ini dirinya mau mengakui jika dia sudah menaruh hati pada namja tampan itu?

Benarkah?

Kibum mengubah arah berdirinya, menghadap ke arah balkon sang tetangga. Lalu memegang pagar dengan erat. Entah siapa yang menyuruh, ia pun berucap. "Ne, Siwon-ah?"

"Hm?"

"Kemarilah," pintanya membuat Siwon menautkan alisnya. Ia melakukan hal yang sama, mendekat pada pagar lalu melipat tangan di dada. "Dan mendekat."

Ia memberikan tatapan bingung pada Kibum, namun hanya mengikuti apa yang namja itu mau. Ketika Siwon benar-benar mendekat, sampai pertengahan jarak kedua balkon, Kibum melakukan hal yang sama. Dan—

Cup!—ia memberikan kecupan singkat di bibir Siwon yang membuat waktu seolah berhenti. Apalagi ketika matanya yang tertutup, berbeda dengan Siwon yang kini terkejut.

Setelah beberapa detik, Kibum melepas kecupannya dan memandang lembut Siwon. "Ne, selamat malam…"

Ia menjeda, lalu sedikit memalingkan tubuhnya, namun wajahnya masih menatap wajah syok Siwon. "…Siwonnie…" kemudian berlalu dengan senyuman di wajah cantiknya meninggalkan Siwon yang masih belum menunjukkan tanda-tanda kesadaran.

Saat Kibum sudah benar-benar hilang dari pandangan dan memilih bersandar di pintu kaca sambil mengacak rambutnya sendiri, Siwon tersadar dan memandang pintu kamar balkon Kibum dengan penuh tanda tanya besar.

Sebenarnya…ada apa dengan Kibum?

Apakah…Kibum menyukainya? Atau hanya menggodanya?

Siwon berjalan masuk ke kamarnya masih seolah tak bernyawa, benar-benar linglung akan apa yang terjadi.

Barusan Kibum menciumnya dan mengucapkan selamat malam disertai memanggilnya Siwonnie?

Ini sebenarnya ada apa?


.

.

.


Siwon bersiap untuk pergi ke kampus. Ia membuka pintu apartemennya dan menguncinya, tepat ketika orang di sebelah apartemennya pun menampakkan diri. Seseorang yang membuatnya tak bisa tidur semalam.

Kibum yang menyadari tatapan Siwon hanya berdiri kaku dan bersiap pergi duluan kalau saja Siwon tidak langsung memblok jalannya dengan menempelkan satu tangannya di dinding, tepat menghalangi jalan Kibum.

Kibum menelan ludah, okay. Sepertinya yang semalam dia lakukan juga benar-benar di luar pemikirannya. Entah sadar atau tidak, Kibum juga tidak mengerti. Sungguh.

"Jadi, Kibummie, care to explain about last night?" Siwon lalu bersandar di dinding, melipat tangan di dada menunggu Kibum bersuara. Namja seputih salju itu hanya bisa memandanginya gelisah.

Dulu dirinya yang melarang Siwon jatuh cinta padanya. Sekarang…dirinya sendirilah yang jatuh.

"Aku ada kelas pagi, Siwon-ah."

"So do I."

"Kalau begitu—"

"Tidak—"

"Aku duluan!"

Ah. Kibum lebih cepat dari yang dia kira. Walau tadi dirinya bisa melihat senyum yang Kibum berikan kepadanya, seolah itu adalah jawaban dari pertanyaannya. Okay. Kenapa Kim Kibum amat sangat menarik perhatiannya?

Siwon mengikuti langkah Kibum sedetik kemudian, menyadari jika pagi ini ia akan ada kuis di mata kuliah pertama pagi harinya.


.

.

.


Kibum menutup mata kaku. Ia juga jadi memikirkan tentang jawaban yang akan ia berikan jika Siwon masih saja mempertanyakannya. Baiklah, apakah sekarang dirinya akan benar-benar mengakui jika dia sudah membuka hatinya lagi dan parahnya ia jatuh cinta pada seseorang yang dia tolak dulu?

Ayolah. Ini pasti memalukan untuknya.

Kibum menghela napas lelah. Namun walau bagaimanapun, ia tidak bisa mengecewakan Siwon. Dan entah bayangan dari mana, siapa yang tiba-tiba memberikannya, Kibum jadi teringat Changmin, yang beberapa bulan lalu sudah pergi meninggalkan kota ini. Tepat ketika Kibum merasa janggal dengan hatinya—Siwon ada di sana menghiburnya.

Namun yang ia dapatkan…rasa janggal yang berkali-kali lipat.

Ah, sudahlah. Dirinya mungkin memang sudah jatuh cinta pada sosok itu, kan?

Kibum menjadi semakin tidak fokus pada mata kuliahnya, dan ia berharap, setelah ini dia tidak bertemu Siwon dulu. Setidaknya jangan sekarang. Dia perlu waktu untuk bernapas dan menenangkan hati juga pikirannya.

Ya, dia perlu itu.


.

.

.


Pagi yang sama datang lagi. Kibum melakukan hal yang sama seperti kemarin, meninggalkan Sungmin yang tak ada kelas pagi. Keluar apartemen dan kembali di pertemukan dengan sang tetangga yang sudah berdiri sambil melipat tangan di dada, bersandar pada dinding di depan pintu apartemennya.

Kibum menutup pintu tempat tinggalnya pelan lalu menguncinya. Kemudian balas menatap Siwon yang terus memberikan tatapan intimidasi kepadanya. Apalagi ketika Siwon mulai maju perlahan ke arahnya, Kibum bergeming, tetap di tempat sambil menautkan alisnya. Walau sebenarnya ia bertanya-tanya di dalam kepalanya.

"Jadi, Kibum? Kau benar-benar ingin membuatku tak mau bangun dari mimpi indah ini hanya karena khayalanku jika kau menyukaiku?"

"Huh?"

"Ayolah. Aku serius soal kemar—"

'Sret!'

'Cup!'

Dan Kibum benar-benar tidak tahu apa yang merasukinya. Tiba-tiba tangannya bergerak sendiri menarik kerah baju Siwon ketika wajah itu benar-benar tepat di hadapannya. Entah karena aroma maskulinnya, atau tautan alis atau wajah tampan dengan rahang kokoh yang membuat Kibum terpana dan napas hangat sang teman, Kibum tanpa sadar melakukannya.

Siwon tersentak kaget, namun lambat laun malah ikut terbawa suasana dengan melingkarkan tangannya di pinggang Kibum dan memperdalam ciuman mereka.

Entah sampai kapan mereka terus berciuman. Sampai ketika pintu apartemen Kibum dibuka dari dalam diikuti suara Sungmin yang tak selesai.

"Ne, Kibummie. Kau melupakan—"

"Mmm-ah!"

Sungmin mengerjap. Terlalu kaget dengan apa yang dilihatnya. Ia menggaruk belakang kepalanya lalu bersingut mundur, kemudian menutup pintu. "—silahkan dilanjutkan. Anggap saja aku tidak pernah menyela. Byeee!"

Dan dua sosok namja tadi berciuman kini mulai bersingut melepaskan diri. Namun mereka masih bisa mendengar suara Sungmin yang berteriak 'Aku harus ceritakan pada Kyunnieee~' membuat sang namja manis yang memulai aktifitas itu tersadar dengan segera kabur sebelum Siwon meminta penjelasan lagi.

Walau sebenarnya tak enak hati. Kibum masih berusaha menjauh sebelum berbalik dan berteriak pada Siwon. "Nanti malam di balkon akan kujelaskan. Miaaaan, aku ada kuis pagi sekarang. Bye, Siwon-nie!" teriaknya yang sedikit ragu pada panggilan terakhir, meninggalkan Siwon yang masih bisa merasakan lembutnya bibir Kibum pada permukaan mulutnya.

"Well, more than I expected."


.

.

.


Keduanya tanpa sadar mengambil napas bersamaan di ruangan yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama—melewati pintu kaca menuju balkon. Siwon berpikir sebenarnya apa dibalik semua itu. Kibum sudah yakin pada perasaannya walau ia sedikit terkejut menyadarinya.

Baginya ini terlalu cepat. Tapi kehadiran Siwon dan berteman dengannya benar-benar merubahnya.

Kibum keluar lebih dulu, menunggu Siwon sampai akhirnya namja tampan itu juga menampakkan diri sebiasa yang dia bisa walau sebenarnya dalam hati berharap cemas apa yang akan Kibum jelaskan.

Kibum melemparkan senyum kecil ke arahnya dan bersandar pada pagar balkonnya. Tak ada yang bicara di antara mereka. Siwon yang memang selalu menjadi pertama yang memulai pun bersuara. "Well…what a great night, right?" Siwon mengatakannya sambil melihat ke arah langit luas, diikuti Kibum yang sebenarnya tahu jika Siwon sedang berusaha membunuh kecanggungan di antara mereka. "Too many stars there. But I think, I have the brightest one—"

"Siwon-ah…"

Siwon kembali berhasil disela setelah sekian lama. Ia menatap ke arah Kibum yang menatapnya serius. Walau wajahnya menyiratkan kegelisahan. "…aku minta maaf soal malam itu dan—tadi pagi."

"Huh?" Siwon mulai merasa tahu ke mana arah pembicaraan ini. Mungkin Kibum memang tak pernah menyimpan rasa padanya setelah sekian lama berteman dan—menolaknya.

"Aku menciummu—maksudku…aku juga tidak tahu kenapa melakukannya. Itu—refleks."

Benar kan? Siwon tahu pasti akan begi—

"Tapi…bukan berarti aku bermaksud mempermainkanmu. Aku hanya merasa ketika melihat wajahmu kemarin dan tadi—aku tiba-tiba ingin menarikmu lebih dekat. Dan ketika menyadari sesuatu—aku malu. Tidak mungkin aku suka pada—"

"To the point saja, Kibum-ah."

"Aish!" Kibum berdecak kesal. Lalu mendekati pinggiran pagar yang bersampingan dengan pagar balkon Siwon. "Menjauh sedikit. Aku mau ke sana."

"Apa?"

"Aku bilang aku mau ke sana, ke tempatmu. Minggir."

Siwon tak berkata apapun. Sampai akhirnya ia sadar akan ucapan sosok itu saat melihat Kibum menaiki pinggiran pagar balkon. "Hei, biar aku saja—"

"Jangan berisik. Sedikit lagi, ah—"

'Hup!'

Kibum sukses mendarat di balkon Siwon. Ia lalu duduk di bawah menyandar pada pagar balkon tetangganya. "Jadi kau tidak mengerti maksud ucapanku tadi?"

"Yang mana?" Siwon ikut duduk di depan Kibum bersila dengan Kibum sendiri yang menekuk lututnya.

"Yang terakhir. Aku tahu kau pintar."

"Yang mana?"

"Aish, sudahlah."

"Kibum, aku serius."

"Pabo. Tentu aku malu jika harus mengakui kalau aku menyukai orang yang sudah pernah kutolak. Puas?"

"Hooo, begitu," balas Siwon singkat namun masih tak paham.

"…"

"…"

"…"

"…"

"…"

"MWOYA?" setelah beberapa menit kemudian, ia baru bisa menangkap maksud ucapan Kibum. "Kibummie, kau—menyukaiku?"

Kibum cemberut tanpa sadar, lalu mengangguk singkat. "Aku juga tidak tahu sejak kapan. Yang pasti—ughh…" kalimat Kibum terputus ketika merasakan pelukan yang sangat erat dari sosok di depannya.

Siwon kemudian menangkup pipi Kibum. "Ini mimpi atau sungguhan?"

Alis Kibum berkedut kesal mendengar pertanyaan itu. Ia pun memajukan wajahnya dan menggigit bibir Siwon membuat namja tampan itu mengaduh. "Itu mimpi atau sungguhan?"

"Hei, itu sakit, Kibummie. EH? Berarti sungguhan? Ck. Kau ini," Siwon benar-benar seperti orang bodoh saat itu. Sama halnya dengan Kibum yang merasa dirinya sangat berbeda.

Kibum kembali memberikan kecupan sekilas pada bibir yang tadi digigitnya. Dan kecupan itu dibalas oleh Siwon dengan lembut, menarik pinggang Kibum dan hampir mendudukkannya di pangkuannya. Hanya saja, Kibum masih terduduk di lantai, namun ke kakinya terjulur di belakang tubuh Siwon.

Mereka menikmati ciuman tersebut entah berapa lama, sampai Siwon menarik diri dan menatap mata Kibum serius. "About time, Kibummie."

Kibum tersenyum lembut. Lalu memeluk sosok itu. "Mian. Aku pun tak percaya jika aku jatuh cinta padamu."

"Well, itu berarti penantianku selama ini tak sia-sia."

"Hm. Sangat percaya diri, huh?"

"Tentu."

"Dan terima kasih sudah benar-benar membantuku melupakannya."

"Its okay. Sebagai gantinya kau jadi milikku."

"Ne," Kibum sekali lagi memberikan senyumannya. Diikuti dengan wajah mereka yang semakin mendekat dan ciuman penuh rasa itu kembali terjadi. Sampai suara heboh dari samping balkon tersebut yang mereka yakini suara Sungmin berhasil membuat mereka memisahkan diri.

"Ne, Kibummie—ah! Ya ampun aku mengganggu kalian lagi, ya? Mianhe, ne? Tapi sedang apa kalian di situ? Tunggu, kapan Kibummie ke tempatmu, Siwon-ah? Aaaah, bukan waktunya. Kibummie ummamu menelpon," ujar panjang lebar Sungmin diakhiri dengan napas yang tersenggal.

Mata Kibum membulat. "Eoh? Umma?"

Dan setelah itu, hubungan mereka terus berlanjut. Kali ini…penuh dengan cinta.


.

.

.


Ini kali pertama Kibum menginjakkan kakinya di apartemen Siwon, dan sekarang dirinya tengah memasak untuk namja tampan itu. Kemajuan hubungan yang bagus bukan?

Kibum kembali mengaduk-aduk masakan dalam panci di atas kompor di apartemen kekasihnya Sampai dua buah tangan melingkari pinggangnya erat, punggungnya juga bisa merasakan dada bidang yang kekar.

Apalagi ketika sosok yang melakukannya menumpukan kepalanya di bahu Kibum dan mengecup sekilas samping kepalanya. "Pagi, Kibummie."

"Hm, pagi Siwonnie. Sudah tidak memanggilku tetangga?" Kibum menjawab serta bertanya cuek, fokusnya masih pada hidangan di atas kompor tersebut. Siwon terkekeh kecil lalu menggigit pelan telinga sang namja manis.

"Kau masih ingin dipanggil begitu? Ah, karena kau sudah jadi kekasihku jadi aku akan memanggilmu Bummie chagi saja bagaimana?"

"…"

"Hei, Kibummie~?"

"Hm?"

"Boleh tidak?"

"Terserah Siwonnie saja," Kibum membalas singkat.

Entah apa yang dipikirkan Kibum, kini ia seolah sedang terlarut dalam dunianya. Sejujurnya ia mendengarkan apa yang Siwon tanyakan. Hanya saja ia malas untuk membahasnya lebih lanjut. Dan lagi—entah siapa yang membuatnya kembali memikirkan penjelasan Kyuhyun tentang Changmin yang memutuskannya. Dan juga berita yang kemarin baru didengarnya.

'Kenapa aku jadi khawatir begini?', batinnya resah.

Siwon yang menyadari perubahan raut wajah Kibum memeluk semakin erat kekasihnya. "Kau memikirkan apa yang Kyuhyun katakan padamu, ya?"

"Eoh?" Kibum sedikit tersentak, lalu ia melirik sekilas namja tampan yang memeluknya. "Aku merasa ada hal lain yang belum Kyuhyun katakan padaku. Setahuku Changmin tidak punya saudara di luar negeri."

"Benarkah?"

"Mm-hm. Sudahlah. Kau mandi dulu sana, setelah ini sarapannya siap. Arra?" Kibum mengecup sekilas bibir tebal Siwon sebelum mendorong namja itu pelan-pelan menjauh dari dapur yang ia pakai. Siwon hanya pura-pura kesal tapi pada akhirnya mengalah, mencuri ciuman sekilas sebelum kembali memasuki kamarnya untuk membersihkan diri.

Dan Kibum hanya bisa tersenyum kecil, berusaha membiasakan diri dengan kelakuan Siwon tersebut.

"Dasar."


.

.

.


Hubungan mereka bisa dibilang berjalan semakin baik. Siwon yang suka menggoda Kibum tak henti membuat hubungan itu sedikit berwarna. Kibum yang mulai terbiasa dengan sikap Siwon sekarang seolah merasa benar-benar hidup kembali.

Kini ia memiliki seseorang yang mencintainya dan ia cintai lagi.

Walau cinta pertamanya gagal, ia berharap hubungannya dengan Siwon bisa berjalan dengan lancar. Ia memang tidak mau sampai memikirkan tentang hubungan masa depan mereka, yang jelas—menjalaninya sekarang lebih dulu itu yang terpenting.

Saat ini mereka sedang berkencan –dadakan. Rencana mereka sebenarnya hanya jalan-jalan di sekitar distrik Seoul, tapi tiba-tiba Siwon menariknya ke restoran untuk menikmati makan malam katanya—yang mungkin akan berakhir jadi candle light dinner—mengingat Siwon juga seorang tukang gombal –bagi Kibum.

Siwon dan Kibum memasuki restoran yang biasa mereka kunjungi kala mereka masih dalam tahap berteman. Dan dari tempat Kibum berdiri ketika Siwon sedang berbicara dengan pelayan di sana, Kibum bisa menangkap sang sepupu dengan kekasihnya. Ya, Kibum yakin itu Kyuhyun dan juga Sungmin.

Entah kenapa, Kibum jadi memusatkan seluruh kinerja tubuhnya ke sana. Tatapannya, pendengarannya, fokusnya dan segala-galanya. Ia benar-benar jadi kembali berpikir untuk bertanya lebih lanjut tentang Changmin.

"Siwonnie, kita gabung sama Kyu dan Sungmin hyung saja," ucap Kibum tiba-tiba sontak membuat Siwon langsung menoleh ke arahnya.

"Eoh? Mereka ada di sini?" tanya Siwon yang hanya Kibum balas anggukan.

Namja seputih salju itu berjalan ke arah meja KyuMin diikuti Siwon yang sedikit berbicara dengan pelayan. Ketika namja manis itu sampai, ia langsung duduk dan berhasil mengagetkan pasangan tersebut. "Hola, Kyu, Sungmin hyung."

'DEG'

"Ah!" keduanya sontak hampir berdiri saking seriusnya berbicara ketika Kibum tiba-tiba bergabung. "Ah, jinjjayo, Kibum-ah, kau mengagetkan kami," ujar Kyuhyun yang dibalas anggukan oleh Sungmin. "Kau sendirian? Atau sama Siwon?"

"Yo," tak sampai lima menit, Siwon sudah ikut bergabung menjawab pertanyaan Kyuhyun. Kyuhyun membalasnya dengan anggukan.

"Ne, Kyu. Kenapa tadi kalian sangat serius? Membicarakan apa?" tanya Kibum yang sontak membuat Kyuhyun dan Sungmin duduk tegap.

"Ah, itu…bukan apa-apa, kok. Hanya membicarakan soal masa depan. Ya, kan, Ming?" balas Kyuhyun lalu melirik ke arah Sungmin. Sungmin menanggapinya kaku—namun mengiyakan soal itu.

"Benarkah? Kalau begitu—boleh aku tanya sesuatu?" balas Kibum lagi.

"Apa itu?"

"Sebenarnya aku masih merasa kau melewatkan sesuatu saat memberitahukan alasan Changmin memutuskanku waktu itu."

"EH?" baik Kyuhyun maupun Sungmin berseru bersamaan membuat Kibum menautkan alisnya.

"Waeyo? Aku benarkan? Beritahu aku."

"Kibum—"

"Aku penasaran. Bukannya dia tidak punya saudara di luar negeri, ya? Kenapa harus ke sana?"

"…"

"…"

Hening menyelimuti. Siwon hanya menjadi penyimak, berusaha mengerti keadaan. Ia bisa mengerti kenapa Kibum penasaran. Kalaupun penglihatannya yang waktu itu benar mengenai ia melihat sosok itu di perpustakaan yang sama dengannya tengah memerhatikan Kibum, ia menebak sebenarnya sosok itu masih ada rasa pada Kibumnya.

"Oke, aku menyerah. Sebenarnya memang ada yang kami lewatkan."

"…"

"Kibum, alasan utama Changmin memutuskanmu memang karena ia dijodohkan, aku tidak bohong soal hal itu."

"Lalu?"

"Dan alasan dia ke luar negeri adalah—"

"…"

"…"

"—sebenarnya dia sudah berjanji untuk mendonorkan hatinya kepada seseorang yang berada di negeri itu."

"…"

"Dan gadis yang kau lihat bersama Changmin itu adalah cinta pertamanya ketika Changmin tinggal di Jepang. Gadis itu pindah ke luar negeri dan—ya, gadis itu juga yang dijodohkan dengannya."

"…"

"Mengenai donor—donor itu juga untuk gadis yang sama."

"…"

"…"

"…"

Benar-benar hening. Baik Kibum, Siwon maupun Sungmin yang memang sejak tadi diam tak berniat menyahuti. Sungmin memang tidak perlu menyahut sebenarnya karena dia tahu soal ini.

"Jadi untuk apa perjodohan itu? Bukankah itu sama saja Changmin memberikan hidupnya untuk gadis itu? Hal tersebut sama dengan tidak ada perjodohan yang berjalan sama sekali," suara komentar Siwon berhasil membuat Kibum sadar dari lamunannya.

"Changmin…masih mencintainya?"

Baik Kyuhyun maupun Sungmin bingung harus bilang apa. Tapi pada akhirnya, mereka membalas juga pertanyaan itu. "Pertama, Changmin melakukannya bukan karena dia masih mencintai gadis itu, Kibum-ah. Itu karena dia telah berjanji pada kakeknya yang sangat menyayangi gadis itu untuk saling membantu suatu hari nanti ketika masing-masing memiliki kesulitan. Gadis itu pernah menolong Changmin dengan memberikan sumsum tulang belakang kepada ibu Changmin. Dan bagi Changmin, hal tersebut sangat berarti. Oleh karena itu ketika ia tahu gadis itu memiliki masalah pada hatinya, Changmin berniat melakukan pengorbanan yang sama."

"…"

"Dan yang kedua—iya. Berbicara soal perjodohan sebenarnya aku merasa itu sebagai alasan agar Changmin putus dengan Kibum. Bukan karena orang tua Changmin tidak menyukaimu, Kibum, hanya saja, mereka sudah berjanji pada mendiang kakek Changmin untuk menjodohkan putra mereka dengan gadis itu. Oleh karena itu—"

"Aku sudah mengerti walau kepalaku rasanya diblender. Iya, cukup-cukup," ujar Kibum memegang lengan Siwon di sebelahnya. "Tapi…berarti…Changmin benar-benar tidak akan lagi dong?"

Pertanyaan Kibum sontak membuat mereka bertiga tergelak tidak mengerti dengan pemikiran Kibum. "Kibummie, apa seseorang bisa bertahan tanpa hati?"

"Mungkin mereka tukeran hati. Gadis itu memiliki hati Changmin dan sebaliknya."

"Tidak ada yang tahu. Tapi menurut kasus kebanyakan—donor organ seperti itu hanya dilakukan jika sang pemilik sudah tiada."

"Ah…arraseo…"

"Tapi aku tidak percaya orang tuanya akan mengizinkannya melakukan ini," komentar Siwon lagi.

"Sejujurnya mereka menolak, tapi Changmin yang memaksa."

"Ah…begitu."

Dan detik setelahnya hanya diam. Masing-masing memiliki pemikiran yang berbeda. Kibum jadi berpikir, setidaknya ia merasa beruntung pernah mencintai dan dicintai oleh sosok yang sangat peduli terhadap keluarga dan sesama seperti Changmin.

Kibum tersenyum lembut entah pada siapa, dalam hati ia menambahkan. 'Semoga kau bahagia dengan pilihanmu, Changmin-ah. Dan maaf—atas sikapku waktu itu. Aku…senang karena pernah bisa mencintai dan dicintai olehmu.'


.

.

.


Beberapa bulan kemudian…

Kibum tengah bersantai di ruang tv milik Siwon. Beberapa detik kemudian, ia menerima pesan dari sang mantan kekasih—begitu juga dengan Siwon yang tengah menerima telpon dari sang umma.

Kibum melirik ke arah kamar kekasihnya, lalu merapikan pakaiannya. Ia berdiri dan berpamitan kepada namja tampan di dalam sana. "Siwonnie aku keluar sebentar bertemu dengan Changmin, ne? Nanti aku akan mengirimimu pesan untuk menjemputku!"

Tak sempat menjawab teriakan Kibum, suara dering telpon yang baru saja mati kembali mengalun. Menampilkan ID Kyuhyun di layar datar itu.

'Klik'

"Hallo?"


.

.

.


Kibum berdiri tak jauh di belakang tubuh seseorang yang kini menghadapi lautan luas itu. Tidak menyangka jika mantan kekasihnya yang kemarin-kemarin ada di luar negeri sekarang ada di depannya.

Kibum tidak tahu akan sesuatu. Ia juga tidak tahu jika sebenarnya Changmin sadar akan kehadirannya di sana.

"Sudah lama ya, Kibummie?" ucap sosok itu membuat Kibum tersentak, dan berjalan mendekat ke arah Changmin. Berdiri di sampingnya menghadap laut luas.

"Ne…sudah lama sejak saat itu. Dan—aku minta maaf karena—"

"Tidak masalah. Justru aku senang sekarang kau sudah memiliki Siwon-ssi yang akan selalu menjagamu."

"Changmin-ah…"

"Aku meminta bertemu hanya untuk mengucapkan selamat tinggal, Kibummie—" sosok itu berucap sambil berhadap ke arah Kibum, tersenyum ke arahnya. "—karena mungkin setelah ini kita tidak akan bertemu dan—aku tidak bisa menghadiri pesta pernikahanmu nanti."

"Changmin—"

"Aku harus pergi. Ah, rasanya benar-benar menyebalkan. Ne, selamat tinggal, Kim Kibum. Jaga dirimu baik-baik, arraseo? Tetaplah bahagia," Changmin tak membiarkan Kibum bersuara. Apalagi ketika tangan itu kembali melakukan kebiasannya –mengacak rambut Kibum- lalu berjalan meninggalkan Kibum begitu saja.

Changmin berhenti sebentar. "Jangan khawatir, aku tidak akan ke mana-mana. Dan jangan lupa jika—aku akan selalu mencintaimu."

Walau sekilas, walau tak begitu jelas. Kibum mau tak mau harus tersenyum mendengarnya. Walau kini hatinya milik Siwon dia tetap merasa senang karena orang yang pernah mencintainya dan dicintainya—masih menaruh rasa sayang padanya dengan tulus.

Changmin yang terus memintanya bahagia, bukan?

Seiring waktu, Siwon tiba di tempat di mana Kibum berdiri. Memeluk sekilas kekasihnya dan menempatkan kecupan di dahinya. "Maaf aku baru sampai. Ne, Kibummie. Tadi Kyuhyun menelponku—"

"Changmin senang karena aku memilikimu, Siwonnie," Kibum kembali memotong ucapan Siwon. Ia melihat ke arah mata Siwon, mengecup sekilas bibirnya.

Siwon memandang Kibum dengan tatapan yang sulit di artikan. Namun ia lalu membawa Kibum dalam ciuman hangatnya.

Kibum tersenyum. Memejamkan matanya, namun sedetik kemudian kembali terbuka, melihat sosok Changmin di sana yang tersenyum ke arah mereka.

Tepat ketika Kibum menyembunyikan manik matanya lagi, sosok itu menghilang bersama angin. Seolah ia ikut melebur dalam udara sejuk pantai sore itu.

Dan dalam hati, haruskah Siwon memberitahukan tentang meninggalnya Changmin dalam operasi yang dilakukannya di negeri sana? Kapankah? Siwon berpikir untuk mencari waktu yang tepat untuk memberitahukannya kepada sang kekasih.

Setidaknya…bukan sekarang ketika beberapa menit lalu sosok itu menemui sang kekasih dalam pelukannya ini.


.

.

.

THE END

.

.

.


Note : Apalah ini endingnya kok jadi begini? Saya gatau harus ngomong apalagi. Cuma bisa bilang maaf kalau ga sesuai keinginan kalian #nangisdipojokan

Boleh saran kritiknya? No bash, ya~

Bye,

Fujimoto Yumi