Sekarang sudah memasuki November yang artinya sudah sebulan sejak hari pelamaran, yang seharusnya menjadi sebulan penuh kebahagian bagi Chanyeol maupun Baekhyun. Mereka tidak meminta untuk diperhatikan, lagipula. Tapi kedua keluarga tersebut bersekongkol memisahkan mereka sampai hari pernikahan tiba. Alasannya pun bervariasi, kau tidak akan mau mendengarnya karena semuanya omong kosong, seperti; Chanyeol hanya boleh mencari cincin pernikahan sendirian atau Baekhyun harus mencukur bulu kakinya seharian, well, kau tahu itu berlebihan.

Kabar baiknya, sebulan penuh kesengsaraan itu akan berakhir besok, semua persiapan hampir selesai seluruhnya. Namun Yoora —pencetus segala kekejaman— mendapat sedikit masalah pada warna dekorasi gereja. Wanita itu meminta Chanyeol untuk segera menemuinya sebelum hari semakin petang, tidak banyak yang membantunya disana selain Jongdae yang merepotkan dan ayah mereka yang lebih banyak berbicara dengan paman Kim.

"Ya Tuhan, kau lama sekali. Sudahlah, ayo masuk. Aku butuh pendapatmu tentang warna dasar didalam sini, peach atau cokelat muda?"

Tanpa menanyakan apa yang sudah terjadi pada Chanyeol selama diperjalanan hingga ia bisa datang terlambat, Yoora justru menyeretnya masuk kedalam gereja. Chanyeol sempat ingin protes dengan ke barbar-an kakaknya itu, tapi sekarang bukan waktunya untuk komplain.

Dengan kalem, pria itu menjawab, "Bukannya kita sudah sepakat untuk urusan dekor adalah tugasmu, noona?"

"Ya, itu pun jika kau tega melihat kepalaku berasap memilih warna dasar untuk pemberkatan kalian besok, sudah sejam yang lalu dan aku belum menemukan warna yang menarik, Park Chanyeol. Kau tidak ingin pernikahanmu ditertawakan karena warnanya yang norak, bukan?!"

"Oh ayolah, apa pentingnya pendapat orang lain? Aku ingin menikah, bukan melelang rumah."

"Kau memang payah." Wanita itu tidak pernah membayangkan Chanyeol akan menjawab dengan tolol bahkan dari orang paling tolol sekalipun.

Ayah mereka hanya terbengong diposisinya melihat kedua kakak beradik berwajah mirip di depannya ini selalu berdebat sejak kemarin. Mulai dari warna undangan, memilih pastur —ini yang paling konyol, Chanyeol bilang ia tidak ingin pastur yang terlalu tua karena biasanya ia akan mengantuk mendengarkan khotbah yang seharusnya tidak panjang menjadi panjang karena durasi berbicaranya yang boros— sampai memilih karangan bunga. Ayolah, ini gereja katolik, seharusnya mereka mengerti aturan yang sudah diterapkan sejak masa adven dan masa prapaskah. Sampai akhirnya ibunya mengingatkan mereka tentang larangan menggunakan bunga secara berlebihan didalam gereja. Dan disepakiti, tidak ada bunga disisi altar, di lorong dan di pintu masuk.

"Ayah pikir kalian harus menentukan tema terlebih dahulu untuk tahu warna apa yang cocok." Tuan Park mencoba memberikan pendapatnya alih-alih tidak yakin akan didengar oleh kedua anaknya.

"Oh, ayah memang yang terbaik." Yoora mencubit pipi Jongdae yang tidak sengaja melintas di dekatnya meskipun wanita itu tahu si bocah tidak suka diperlakukan seperti itu. Mengabaikan Jongdae yang terus mengomel sembari membawa kotak entah-apa-itu, Yoora lantas menendang betis Chanyeol agar adiknya yang tinggi menyingkir dari hadapannya. "Minggir kau manusia tidak berguna."

"AAKHH—Hya! Kau pikir ini tidak sakit?" Chanyeol mengelus betisnya yang belakangan ini selalu menjadi korban dari high heels runcing sialan milik kakaknya. "Dasar induk singa." Ia menggerutu ketika tahu sang kakak justru pergi begitu saja membawa serta sang ayah bersamanya tanpa peduli untuk bertanya 'Apa betismu baik-baik saja?'.

Chanyeol memilih bergabung bersama pamannya yang baru sampai di Gangnam dua hari yang lalu, sesama pria pasti akan lebih saling memahami, pikirnya. "Jangan ganggu kakakmu."

Sial, lupakan tentang sesama-pria-pasti-akan-lebih-saling-memahami barusan, karena itu tidak berhasil. Ia bahkan tidak memprediksi akan mendapat respon seperti itu bahkan sebelum ia memutuskan menjatuhkan bokongnya di kursi disebelah pamannya. "Jangan berusaha membelanya didepanku, paman."

Paman Kim hanya tertawa rendah menanggapi kemurungan pria tinggi itu. Mungkin jika Baekhyun ada disana bersama mereka, bisa dipastikan Chanyeol akan menempel dengannya sepanjang waktu. Tapi ia harus menghisap jempolnya untuk yang kesekian kalinya, karena Yoora lagi-lagi menjadi dalang dibalik kesengsaraannya. Wanita itu 'mengamanahkan' Baekhyun pada ibunya agar Chanyeol tidak boleh dipertemukan dengannya sebelum hari pernikahan. Ini penyiksaan, pikirnya.

Didalam hati ia membatin, apakah Baekhyun sama tersiksanya dengannya. Namun daripada tersiksa, lelaki itu mungkin lebih merasa gugup. Besok adalah hari pernikahan mereka, Chanyeol bahkan berkeinginan tidak akan tidur malam ini agar ia tidak mendapati dirinya sedang bermimpi di keesokan paginya. Sambil memejamkan matanya, ia mencubit lengannya untuk meyakinkan dirinya sekali lagi bahwa sejauh ini adalah kenyataan.

"Park Chanyeol-ssi?" Itu Nana yang baru saja menyenggol bahunya. Wanita berwajah oriental itu membawa biola di lengan kirinya, matanya seakan berbicara pada Chanyeol 'Apa aku salah orang?' dengan tatapan lugu. Merasa tersadar dari kelinglungannya, Chanyeol segera berdiri dari duduknya untuk menyapa gadis tersebut. "Oh hai, apa kau datang untuk latihan?"

Nana mengembangkan senyumnya sangat lebar seolah-olah baru saja mendapat pengakuan cinta dari senior yang sudah ditaksirnya selama bertahun-tahun. Ia tidak salah orang, itu benar Chanyeol, pria yang menyewanya untuk bermain biola bersama grup vokal rohani yang sudah berjejer diatas mimbar. "Ya, aku mendapat telepon dari guru musikku pagi ini untuk datang kemari. Apa latihannya sudah bisa kita mulai?"

"Tentu, silahkan."

Chanyeol memberinya akses jalan didepan layaknya seorang gentleman yang sedang mengatakan 'ladies first'.

.

.

.

Baekhyun sudah menghabiskan seluruh hidupnya dengan prasangka bahwa ia hanya seseorang yang tak ada kerennya di mata orang-orang. Seseorang yang hidup seperti polusi. Ia percaya dan membenarkan itu semua sebelum Chanyeol datang dalam hidupnya dan membantahnya kuat-kuat. Pria itu memiliki sesuatu yang istimewa dalam perkataannya hingga membuat Baekhyun yakin masa depannya sangat indah jika ia bersama pria tersebut. Seperti kemarin, ketika Chanyeol mengatakan lewat telpon;

'Kau yang paling keren untukku, yang akan selalu kupatenkan menjadi milikku. Jangan pernah beranggapan dirimu seperti polusi, karena itu menyebalkan. Jika kau memiliki usia 100 hari, aku ingin memiliki 99 hari agar aku tidak pernah merasakan hidup tanpa seorang Byun Baekhyun.'

Baekhyun terdiam ketika Chanyeol mengatakannya dan merasakan kombinasi aneh antara kebahagian dan kesedihan. Pria tinggi itu akan sangat egois jika hanya memiliki usia 99 hari dan membiarkan Baekhyun hidup lebih lama sehari darinya, tapi Baekhyun bahagia Chanyeol menjadi egois karena dirinya.

Akhir-akhir ini Chanyeol menjadi sangat manis di telepon, memperlakukannya selayak mungkin. Bukannya merasa tersanjung, Baekhyun justru merasa takut dan mulai membayangkan bagaimana hidupnya jika tanpa Chanyeol disisinya? Baekhyun sangat tidak ingin kehilangan. Memikirkannya terus menerus membuatnya justru ingin menangis. Kenapa disaat menuju hari pernikahan mereka, ia merasakan paranoidnya menyerang tanpa ampun? Baekhyun tidak suka memikirkan segala bentuk ketakutan dalam dirinya, namun ia tetap memikirkannya karena isi kepalanya tidak bisa diajak berdamai.

"...hyun? Baekhyun?"

Ia menoleh dan mendapati raut bingung di wajah ibunya, pasti ia kebanyakan melamun sampai-sampai wanita paruh baya itu harus memegang kedua bahunya untuk menyadarkannya. Baekhyun menggigit bibir bawahnya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam dan membiarkan ibunya lagi-lagi menautkan kedua alisnya bingung. "Ada apa? Sesuatu mengganggu pikiranmu?" Lembut dan keibuan, Baekhyun selalu suka mendengar suara ibunya ketika wanita itu mengkhawatirkannya.

Di depan mereka, gapura sudah terpasang dengan kokoh di halaman. Tanpa berniat ingin menjawab pertanyaan ibunya, ia menoleh ke sisi gapura dan menemukan seorang asisten rumah tangga sedang menyapu daun-daun ek yang berserakan, terbawa angin bulan November. Ia memejamkan matanya merasakan jarum jam seolah-olah berputar terbalik dan waktu bergerak mundur. Disana ia menemukan dirinya yang dulu, naif dan tak terbaca. Diam-diam ibunya hanya memperhatikannya dalam sunyi yang menyenangkan.

Baekhyun masih memejamkan matanya ketika ia melihat dirinya pertama kali bertemu dengan Chanyeol di sebuah Cafe, saat itu ia sedang dipusingkan oleh tagihan listrik dan harus segera mendapat pekerjaan secepatnya. Ia juga dapat melihat Chanyeol disana dengan senyum sangat percaya diri dan memintanya untuk bergabung di Metzo. Lembaran demi lembaran halaman berganti seolah-olah ia hidup dalam sebuah buku, tapi Baekhyun masih belum ingin membuka matanya dan membiarkan dirinya melebur dengan kenangan-kenangan masa lalunya.

Saat dimana Chanyeol pertama kali mengenalkannya pada Kris dan Perusahaan, membawanya ke pantai Haeundae dan mendengarkan perasaan Chanyeol padanya disana, pertengkaran mereka diatas mobil, Chanyeol yang justru membawanya ke rumah pria tersebut, memasak dan menginap dikediaman keluarga Park, hingga ketika ibunya tahu hubungannya dengan Chanyeol. Baekhyun merasa saat-saat itu adalah saat dimana ia masih mempertanyakan perasaannya terhadap Chanyeol.

Lembaran-lembaran kejadian tersebut berganti menjadi roll film yang tengah menayangkan dirinya yang dengan pengecutnya kabur ke apartement Luhan, rasa frustasi dan keinginannya untuk bunuh diri, serta ketakutan-ketakutan lain yang menghantuinya. Baekhyun melihat dirinya hancur secara perlahan saat itu, dan ia sadar ia semakin tak terkendali ketika tahu Chanyeol lah dibalik semua kefrustasiannya. Namun roll film tersebut bergerak begitu cepat membawa sosok semunya pada saat dimana ia dan Chanyeol tengah berada di meja makan didalam apartement Kris. Roll film bergerak lambat ketika sosok Chanyeol tengah menggenggam jemarinya dan memintanya agar bersedia berkencan dengan pria itu.

Kau percaya kan Tuhan selalu punya cara yang misterius dalam membalikkan perasaan seseorang? Dan sepertinya Baekhyun telah menjadi korban tidak beruntung tersebut, karena setelah hidupnya dikacaukan oleh pria tinggi itu, ia justru mau menerima Chanyeol kembali dalam hatinya meskipun ia tidak mengerti apa alasan dibalik semua itu. Dan sekarang ia tahu mengapa Tuhan mempertemukan mereka dan membuat semuanya terasa sulit diawal lalu mengembalikan mereka ke jalan yang manis. Baekhyun tahu alasan dari semua yang telah ia dan Chanyeol lalui selama ini hingga mereka berdiri dihadapan pastur esok hari.

Takdir. Begitulah ia menyebutnya.

Baekhyun membuka matanya, bahagia saat tahu senyum ibunya lah yang menyambutnya pertama kali. "Apa yang kau pikirkan? Sejak tadi kau hanya diam."

Merasa tengah disadarkan dari lamunannya, Baekhyun menghela nafas. "Bagaimana jika suatu saat, ketika usia pernikahan kami sudah memasuki 20 tahun tapi salah satu dari kami kehilangan komitmen dan memilih bercerai, apa yang harus aku lakukan?"

Ibunya berkata pada dirinya sendiri bahwa itu tidak akan terjadi, tapi ia tahu saat ini Baekhyun menginginkan jawaban yang realistis. Tidak hanya terdengar seperti sebuah impian, tapi juga masuk akal. "Apa yang kau harapkan? Menghentikan perceraian? Ibu tidak bisa menjamin hal itu karena keputusan ada pada kalian. Kalau kau tahu kalian akan berada diposisi itu suatu saat, maka dari sekarang kau akan selalu mengingatkan Chanyeol dan dirimu sendiri tentang buruknya sebuah perceraian, jadi kalian akan lebih menjaga komitmen satu sama lain."

Baekhyun pikir menyelamatkan diri dari suatu masalah akan sangat menyenangkan, tapi ia tahu butuh perjuangan yang besar untuk melakukannya. Ia akan lebih suka jika hanya menghabiskan usianya dengan menjadi bagian dari keluarga Park. Itu terdengar sangat menarik di telinganya. Dan semua yang ia butuhkan adalah komitmen.

Mengapa semua yang berhubungan dengan Chanyeol sangat mudah dan sulit diwaktu yang bersamaan? Sayangnya, Baekhyun membiarkan pertanyaan itu tidak terjawab.

"Tidak usah terlalu kau pikirkan, kau hanya akan mendramatisir keadaan buruk didalam kepalamu dan itu akan membuatmu kehilangan keinginan untuk menikah."

"Ibu benar." Ia menjawab, "Sejak kemarin pikiranku selalu menakut-nakutiku tanpa bisa kucegah."

Wanita itu tersenyum, membawa putra kecilnya kedalam pelukannya. "Ketakutanmu akan lenyap setelah melihat calon suamimu berdiri diatas mimbar selagi menunggumu berjalan di altar. Kau akan merasa paling diinginkan dan menang disaat yang bersamaan."

"Ibu..." Baekhyun menggigit bibirnya ragu-ragu, lalu menatap kedalam kedua bola mata ibunya. "Ceritakan aku tentang ayah."

Baekhyun hanya penasaran, namun ia dapat merasakan ibunya menegang, itu terasa dari gerakan tangan wanita itu yang mengelus rambutnya tiba-tiba terhenti. Ia menoleh untuk memastikan apakah pertanyaannya terlalu berlebihan.

"Ibu akan menceritakannya ketika kau sudah mengganti margamu menjadi Park."

Jelas sekali, ibunya belum siap, mungkin jika ia sudah menjadi Park sekalipun.

.

.

.

Malam harinya menjadi sesuatu yang paling buruk bagi keduanya. Baik Chanyeol maupun Baekhyun, keduanya tidak dapat tidur meskipun mereka tahu yang harus mereka lakukan adalah mendapatkan tidur yang berkualiatas. Pernikahan akan diadakan pagi-pagi sekali, tentu sang pengantin tidak akan datang ke gereja dengan piyama tidur, mereka perlu didandan dan waktunya bisa dipastikan tidak akan berjalan cepat seperti ketuk magic. Tidur larut tidak akan membantu semuanya menjadi mudah, justru akan mendatangkan masalah baru ketika perias memanipulasi lingkar hitam di kantung mata mereka. Lalu, resepsi yang mereka yakini akan selesai sampai malam hari.

Jika mereka tidak segera tidur, maka besok akan menjadi hari yang buruk. Memang benar kalau diperhatikan, menjadi pengantin itu bukan sesuatu yang mudah apalagi tidur ketika besok adalah hari pernikahan. Tapi siapa sih yang ingin mengambil resiko mengantuk-ngantuk ketika pemberkatan dan resepsi? Belum lagi mendengar khotbah panjang dihadapan pastur, sementara para tamu bisa keluar masuk toilet sesuka hati jika mereka bosan mendengarkan pastur berkhotbah sesuka hati pula.

Well yeah, Chanyeol tidak menemukan solusi yang baik selain menarik ponselnya dari nakas dan mendial nomor Baekhyun. Berharap kali ini ponsel anak itu tidak disita ibunya lagi mengingat betapa gigihnya para wanita memisahkan mereka menjelang hari pernikahan.

"Ha-halo?"

Oh, Oh, Oh! Chanyeol refleks terduduk diatas ranjangnya ketika tahu siapa yang menjawab teleponnya. Bukan lagi suara ibunya, nyonya Byun, maupun Yoora. Itu Baekhyun.

"Kau belum tidur?" Tanyanya terlalu antusias, ia dapat mendengar suara tawa yang ia yakini Baekhyun baru saja mentertawakannya yang terlampau bersemangat.

"Tidak bisa tidur tepatnya. Kau sendiri kenapa belum tidur?"

Ya Tuhan, Chanyeol benar-benar merindukan suara ini. Tanpa sadar ia memeluk ponselnya menahan gemas. "Aku tidak percaya kalau kita memiliki alasan yang sama, hehe.."

"Chanyeolie, aku gugup."

"Wah, kupikir gengsimu tidak akan sudi mengatakannya ahahaha."

"Aku serius!"

"Aku juga serius mencintaimu."

"Kepalamu terbentur dimana tadi?"

"Di hatimu."

"Eew! Kumatikan saja—"

"Jangan, jangan! Kau tahu aku hanya bercanda, Baek."

"Aku sungguh-sungguh akan mematikannya jika kau mengatakannya lagi."

"Bagaimana dengan skype?"

"Tidak Chanyeol, kau belum boleh melihatku sampai kita berada di gereja."

Chanyeol memutar matanya, "Larangan bodoh itu lagi."

"Ini juga demi —Matikan ponselmu sekarang, Baek! Suruh si tiang itu tidur dan kau juga tidur!— i-iya... Chanyeol, sudah dulu ya? Sampai bertemu di gereja, aku mencintaimu."

Chanyeol bisa mendengar geramannya sendiri dibalik giginya yang menggeretak kuat, lagi-lagi Yoora menghalangi segalanya. Sudah cukup ia diasingkan malam ini di rumah paman Wu, sementara Baekhyun dipingit seharian di istana kebanggaan keluarga Park di Gangnam. Entah apa maksud mereka semua melakukan ini padanya, tapi jika dengan menelpon pun tidak diizinkan, bagaimana ia tidak kesal? Chanyeol mendengus keras sebelum menarik selimutnya.

Ia tidak kekanakkan oke? Mereka saja yang terlalu tega padanya.

.

.

.

Ada sedikit masalah ketika Baekhyun akan berangkat ke gereja. Ia menolak membawa buket bunga di tangannya karena itu bukan tugas pengantin pria, dan astaga, dua tuyul kecil berusia delapan tahun juga telah disiapkan Yoora dengan gaun mereka yang mengembang untuk menemani Baekhyun menuju gereja, maksudnya, haruskan ia membawa buket bunga sementara tugas itu seharusnya dilakukan oleh pengantin wanita? Yoora (lagi-lagi) bersikeras mengatakan bahwa Baekhyun harus mengikuti prosedur, dan sialnya disini Baekhyun diposisikan sebagai pengantin wanita yang akan berjalan di altar (membawa buket bunga) sementara Chanyeol menunggunya di mimbar.

Baekhyun mendebatkan hal ini dengan Yoora hingga waktu terbuang sia-sia selama satu jam kurang beberapa menit. "Kenapa noona tidak menyuruhku menggunakan gaun saja sekalian?" Tanyanya kesal dan membiarkan buket bunga masih tergeletak diatas ranjang wanita itu.

"Itu ide yang bagus jika saja disaat seperti ini sudah tersedia gaun yang siap pakai, tapi tidak, kita tidak memilikinya."

Baekhyun menganga, secara tidak langsung Yoora baru saja menyarankannya memakai gaun andai si gaun benar-benar ada disini.

"Kita tidak punya banyak waktu lagi Baek, semuanya sedang menunggumu sejak beberapa menit yang lalu. Semuanya. Bawa benda itu atau kau memakai gaun. Aku dengan senang hati bisa meminjamkan gaun pernikahan ibu yang kuno padamu jika kau tidak berangkat sekarang dan membawa buket bunga itu. Kau tidak akan merusak semua yang sudah kita persiapkan sejauh ini Baekhyun. Tidak akan. Jadi sekarang, jika kau masih ingin bermain-main, kau hanya akan mendapati gereja yang kosong hari ini karena kau sudah membuat mereka kecewa dengan menunggumu yang tidak ingin mengikuti aturan." Yoora dengan tegas memperingatinya untuk yang terakhir kali. Dan kalimatnya yang panjang barusan terdengar seperti keharusan. Telak. Tak terbantahkan. Membuat lutut Baekhyun bergetar ketika ia membawa langkahnya menyisir jarak menuju ranjang wanita itu.

Ia memandangi buket bunga itu tanpa berniat ingin membuang-buang waktu. Tapi ia benar-benar gugup, bahkan untuk mengetahui hari ini adalah hari pernikahannya. Dan membawa buket bunga layaknya pengantin wanita justru menambah kegugupan dalam dirinya. Ini konyol, tapi ia juga tidak ingin dikatakan kekanakkan hanya karena buket bunga.

"Ayo Baekhyun." Wanita itu menghela nafasnya berlebihan, ia pikir dengan mengurus Baekhyun akan lebih mudah daripada menangani adiknya yang menyebalkan. Ternyata keduanya sama saja.

Mereka benar-benar berjodoh, dan sialan.

"Aku. Sudah. Membawanya." Ia menekan setiap suku kata dalam kalimatnya seakan-akan memperlihatkan pada Yoora betapa ia tidak menyukai kondisinya sekarang.

"Nah, Jean and Jessie, you will walk behind him when you're at the altar while later, okay?" Yoora beralih kepada dua gadis kecil —yang Baekhyun sebut sebagai tuyul— untuk memberikan keduanya pengarahan.

"Yes, aunty!"

"Great!" Ia mencubit pipi kedua gadis kecil tersebut seraya tersenyum dan ber-highfive bersama mereka. Jean dan Jessie merupakan keponakan paman Wu yang berasal dari Kanada, omong-omong.

Melihat semangat kedua gadis bule tersebut, Baekhyun merasakan aura sugestif menempel padanya. Ia tersenyum ketika Jean dan Jessie menarik tangannya agar mereka keluar dan berangkat ke gereja.

Kesempatan itu digunakan Yoora untuk mengirim pesan pada ibunya, mengatakan bahwa mereka telah siap.

...

"Apa yang lebih menyenangkan daripada menghadiri pemberkatan sepasang lelaki yang akan menikah dihadapan pastur?" Luhan berdiri penuh semangat diantara kursi tamu yang lain, seperti biasa, tidak jauh-jauh dari Sehun dan kedua rekannya, Jongin dan Kyungsoo.

Dasar banyak omong, ledek Jongin sambil melirik arlojinya sekali lagi. "Kenapa Baekhyun lama sekali?" Tanyanya, yang ia yakini Kyungsoo, Sehun dan Luhan pun tidak tahu jawabannya.

"Mungkin dia alergi dengan riasannya." Luhan mengedikkan bahunya.

"Jawaban yang sangat kreatif." Sindir Jongin.

"Kau seharusnya tidak bodoh menanyakan kenapa Baekhyun lama sekali, karena apa yang dilakukannya sehingga membuatnya lama adalah urusannya. Sementara disini kau hanya perlu menunggu, ada Kyungsoo yang bisa kau ajak bicara."

"Ugh, kenapa kau bicara begitu padaku? Dan apa-apaan nada tinggimu barusan? Seharusnya kau juga mengerti bahwa kau tidak punya hak untuk membenarkan ucapanku."

"Tentu aku punya hak." Luhan bersitegang.

"Wow, demikianlah Tuan sok sempurna baru saja mendikteku."

"Kupikir mereka lupa bahwa ini bukan di kantor." Kyungsoo berbicara pada Sehun yang juga tidak menghiraukan kedua sejoli tersebut. Jongin dan Luhan sudah lama tidak bertengkar. Itu terdengar seperti Tuan McDonalds yang akhirnya berbaikan dengan kakek KFC.

Mustahil, ya, benar.

"Aku tidak merasa sedang mendiktemu, Kim-Jong-in." Luhan berdiri menantang didepannya, menaikkan dagunya yang runcing.

"Itu katamu. Bukankah selama ini semuanya harus sesuai apa yang kau katakan? Dan kalau tidak kau tidak akan senang. Kau tahu apa? Itu sangat egois. Maksudku, mungkin kau bisa belajar bagaimana cara berbicara yang baik denganku atau pada Kyungsoo atau pada siapapun. Tapi masalahnya sekarang, kau tidak pernah ingin tahu jika itu aku yang mengatakannya. Karena kau ingin hanya kau yang benar, yang lain salah."

"Kau juga selalu berdebat denganku, menentang perkataanku sebelum kau mengerti apa yang ingin kukatakan. Lagipula kau selalu masa bodoh. Tapi Sehun dan Kyungsoo tidak pernah komplain seperti kau."

"Itu karena mereka tidak ingin meladenimu."

"Dan, wow, kau meladeniku?"

"Sudahlah diam. Atau kalian akan diusir dari sini. Tidak usah mencari pembenaran karena percuma saja, kalian berdua sama-sama keras kepala." Sehun berdiri diantara mereka yang secara otomatis membuat Luhan dan Jongin menatapnya tidak percaya, jarang sekali Sehun ingin ikut campur karena biasanya ia akan menjadi pihak yang menonton sambil memutar mata.

Kyungsoo memilih memperhatikan tamu undangan yang masuk ke gereja bergantian, menurutnya itu lebih menarik. Entah apa yang telah dilakukan Sehun hingga kedua lelaki berisik tadi sudah tidak terdengar suaranya.

Gereja yang pada dasarnya bergaya Katedral seperti kebanyakan umat katolik percayai, telah berubah interior menjadi basilika modern abad 21 seolah-olah didalam sini telah terjadi perbedaan selera pemuka agama dari generasi baru. Namun tidak se-ghotic gereja Protestan dihari Paskah. Ini lebih seperti pembaptisan yang diadakan bersamaan dengan Krisma. Tentu saja, tidak ada bunga yang berlebihan.

Chanyeol beberapa kali ditenangkan oleh ayahnya, sementara lagu-lagu rohani yang mendominasi setiap sudut gereja masih dimainkan demi menghibur para tamu. Di dekat grand piano, Nana tengah menggesek biolanya secara khidmat bersamaan dengan instrument lainnya. Dan para pemuka agama masih duduk di kursi kebesaran mereka, membicarakan beberapa sarkamen sebelum serah terima sertifikat pernikahan.

Sambil memegang bunga corsage dibagian saku kiri atas jasnya, Chanyeol menatap nanar pintu gereja yang besar. Perasaannya tumpah ruah. Gugup, haru, bahagia, takut, dan bergetar. Di kursi hadirin paling depan, anggota keluarganya memberinya semangat untuk tetap bersabar menunggu kedatangan Baekhyun. Meskipun ia dapat melihat wajah panik ibunya sejak satu jam yang lalu menatapi ponselnya menunggu kabar dari Yoora.

"Kenapa lama sekali? Aku jadi ingin ke toilet." Jongdae mengeluh sembari menekan-nekan pangkal pahanya merasakan kandung kemihnya yang sudah mendesak.

"Pergi ke Toilet dan kembali secepatnya."

"Ibu kan tahu aku tidak berani pergi ke toilet sendiri, aku saja masih ibu mandikan." Katanya dengan tidak tahu malu meskipun seorang gadis melintas di depannya dan mendengar perkataannya barusan.

"Kapan kau tidak merepotkan ibu." Wanita paruh baya itu memutar matanya dan berdiri, diikuti oleh Jongdae.

"Mau kemana?" Nyonya Park bertanya. Sekilas, wajahnya terlihat seperti baru saja tersenyum.

"Jongdae bilang dia ingin ke toilet."

"Tapi mobil yang mengantarkan Baekhyun sudah berada di depan."

"Benarkah?!"

...

Tarik nafas. Hembuskan.

Demi Tuhan ini pernikahan yang merepotkan, mungkin jika tidak ada campur tangan para wanita, pemberkatan pernikahan akan berjalan sangat sederhana tanpa harus memikirkan detail ini dan itu serta tetebengek dan semacamnya. Tapi Baekhyun akhirnya menyadari, dibalik pernikahan ini, keluarga Park juga ingin membangun pencitraan.

Orang kaya dimaklumi.

"Uncle, are you okay?" Jessie bertanya. Mereka sudah berdiri didepan pintu gereja yang tingginya sekitar lima belas kaki.

Baekhyun hanya mengangguk sembari menatap bocah itu sebentar dan bergantian, kedua gadis kecil tersebut sempat bergumam seperti 'hei, why not a bride who stand here? He's a man right?' Tapi Baekhyun tidak mempedulikannya karena anak kecil memang selalu ingin tahu seperti wartawan.

Suara musik rohani terdengar hingga keluar, masih dalam keadaan yang gugup, Baekhyun dapat merasakan seberapa padatnya manusia didalam sana.

"Baiklah, Baek. Setelah hitungan ketiga." Yoora memberi aba-aba, disebelah kanan dan kirinya telah berdiri dua pria bertubuh tegap yang sejak tadi menjaga pintu. "Satu..."

Baekhyun menutup matanya meminta kepada Tuhan agar aktivitas jantungnya diberi kenormalam sebentar saja.

"Dua..."

Ia membuka matanya, pintu bergaya katedral didepannya telah siap didorong oleh kedua pria berbadan tegap tadi.

"Tiga!"

Sepertinya Tuhan sedang mempending keinginannya, sebab jantungnya berderap sangat keras ketika pintu gereja yang menjadi satu-satunya penghalang telah dibuka lebar. Yang ia pikirkan saat pintu terbuka adalah musik yang meriah dan pencahayaan yang menyilaukan seolah-olah dirinya adalah malaikat yang datang dari surga. Tapi itu tidak benar sama sekali. Disini. Didalam sini, pencahayaan hanya berasal dari lilin yang berada didalam wadah kecil disetiap tangan para tamu. Awalnya ia pikir kedatangannya mendapat sambutan yang tidak sepantasnya, namun setelah melihat semua lampu dimatikan, dan para tamu yang bersedia memegang lilin untuk menyambut kedatangannya, Baekhyun merasakan haru yang luar biasa.

Paduan suara dan instrumen musik yang sempat berhenti ketika pintu dibuka, seketika mengalun dengan tempo merambat lembut dan megah berdiri berdampingan sebagai pilar pengiring, instrumen dari Writing's on the wall milik Sam Smith dimainkan. Orkestra menyetir segala atmosfir didalam gereja untuk menjadi musik latar yang intens saat Baekhyun berjalan di altar bersama Jean dan Jessie. Kedua bocah itu melambai-lambai lucu kearah para tamu, Jean dengan centil memberikan fly kiss membuat beberapa terkekeh. Sementara mata yang lain hanya tertuju pada si pengantin pria yang berjalan di altar dengan anggun —tunggu, gugup? Ahahaha.

Bukannya Baekhyun ingin terlihat seperti parlente, tapi ayolah, siapapun akan tahu rasanya seperti apa ketika mereka sudah berjalan di altar sementara seseorang yang spesial menunggumu di mimbar. Sekarang Baekhyun hanya memusatkan pandangannya pada pria tinggi yang berdiri dengan tampan dengan senyum cerah dengan berani dengan —apapun itu, Baekhyun hanya memusatkan pandangannya pada pria itu. Chanyeol.

Aku siap untuk ini, batinnya. Ia merasakan semangat yang menggebu-gebu dalam dirinya seperti agen rahasia 007, James Bond. Mungkin ini perasaan 'menang' seperti yang dikatakan ibunya tempo hari. Baekhyun merasa menang bahkan hanya melihat senyum Chanyeol dari kejauhan yang ditujukan untuknya.

Semakin kedepan ia berjalan, ia bisa melihat ibunya dan seluruh keluarga Park beserta relasinya. Rekan-rekan kerjanya di Metzo, beberapa wajah asing dan terakhir Jongdae yang nyaris tidak terlihat karena menggeliat tidak jelas bersama lilinnya yang hampir mati.

Anak itu benar-benar. Baekhyun akan menendang bokongnya jika tidak ingat bocah itu adalah adiknya.

Setelah acara 'pemisahan' konyol yang dilakukan oleh keluarganya dan keluarga Chanyeol, akhirnya Baekhyun dapat melihat pria yang sebentar lagi akan berubah menjadi suaminya. Sebulan belakangan bukanlah waktu yang indah untuk diceritakannya, karena selama itu kapasitas bertemu mereka dikurangi. Chanyeol diasingkan kesana kemari layaknya dideportasi dari rumahnya sendiri, sementara Baekhyun 'disiksa' dengan aturan ini itu dikediaman keluarga Park. Tidak ada kabar baik selain Jongdae yang bertambah gendut. Selama di rumah Chanyeol tidak ada yang melarangnya makan apa saja, sebab semuanya menyibukkan diri mereka dengan persiapan pernikahan Chanyeol dan Baekhyun.

Baekhyun berusaha keras menahan semua rona di pipinya agar tidak mencuat kepermukaan, tapi telinganya berkhianat. Telinganya sudah memerah lebih dulu saat Chanyeol mengulurkan tangannya menyambut kedatangan pengantinnya dan meraih tangan Baekhyun dengan lembut. Baekhyun lupa bahwa beberapa jam yang lalu buket bunga menjadi masalah sepele yang membuatnya menunda melihat wajah rupawan pria tinggi dihadapannya. Masa depannya. Wajah yang mengambil semua alih kesadarannya dan senyum yang membuat Baekhyun rela tenggelam didalamnya. Mereka memenjarakan tatapan satu sama lain tidak peduli dengan keadaan disekitar seperti mereka adalah Jack dan Rose yang dipertemukan pada dimensi lain. Rasanya luar biasa bahkan untuk dijelaskan kedalam kata-kata.

Kegiatan tatap-menatap mereka berjalan cukup lama, memandangi makhluk tercintanya lamat-lamat dan menemukan masa depan mereka didalam sana. Hingga akhirnya mereka diintrupsi oleh pastur yang membuka alkitab membaca ayat-ayat Markus 10:1-12, Roma 7:2-3, Lukas 16:18 siap untuk berkhotbah memberkati pernikahan mereka. Lampu kembali dinyalakan selama prosesi pemberkatan berlangsung sehingga para tamu dipersilahkan mematikan lilin yang mereka pegang. Pencahayaan berwarna keemasan menambah intim suasana pemberkatan kala itu.

Tak ada yang membuat Chanyeol dan Baekhyun lebih meledak dalam bahagia saat mengucapkan janji suci dihadapan pastur tanpa ada beban yang menaungi mereka. Perasaan gugup yang mendera keduanya lenyap ketika cincin pernikahan telah melingkar di jari masing-masing. Setengah mati keduanya menahan airmata ketika dua bibir yang saling mendamba bertemu untuk mengenali perasaan emosional satu sama lain. Detak jantung dan deru nafas Baekhyun membuncah mengalahkan suara ribut tepuk tangan yang ditujukan pada mereka.

Sekarang Baekhyun milik Chanyeol seutuhnya, Chanyeol milik Baekhyun selamanya. Dan mereka saling memiliki untuk seterusnya.

Chanyeol masih menangkupkan tangannya diantara rahang dan pipi Baekhyun untuk menemukan ritme yang lebih dalam pada ciuman mereka, dan Baekhyun tanpa malu-malu membalasnya dengan berjinjit antusias meraih leher suaminya dan menempelkan tubuh mereka lebih intens. Siapa yang peduli? Mereka sudah sah.

"Hyung, jangan lama-lama. Ada anak dibawah umur disini." Pekik Jongdae yang disambut oleh tawa para tamu. Ibunya yang menyadari mata Jongdae sudah tercemar adegan 18+ segera menutup mata puteranya tersebut.

"Kupikir mereka sudah harus diberi ruangan untuk melanjutkannya." Sang pastur berkelakar dan para tamu membenarkan sambil tertawa kembali.

Sementara yang menjadi objek pembicaraan hanya tersipu tak berdosa.

.

.

.

Seragam formal berdasar kain putih telah lenyap saat resepsi pernikahan di kebun milik keluarga Park berlangsung, disini segalanya menjadi lebih santai. Lampion terpasang hampir disetiap pohon gantung di halaman dengan warna yang berbeda-beda, resepsi pernikahan mereka dikonsep dengan dresscode tahun 80'an, dan nuansa rumah kayu disekitar gapura.

Banyak tamu yang berasal dari kerabat Chanyeol, seperti teman bisnis dan teman sekolahnya dulu. Para aktivis LGBT pun tak ingin ketinggalan memeriahkan resepsi mereka dengan membagikan cerita di kota mereka masing-masing, tentang bagaimana respon masyarakat yang beragam menyambut resminya pernikahan sesama jenis.

Secara mengejutkan Kris datang bersama kekasihnya, Yixing, yang baru pertama kali berani ia pamerkan semenjak insiden 'pencampakkannya' ketika pernikahan Junmyeon. Yixing merupakan pemuda yang manis dan sepertinya ia membuat Kris banyak tersenyum malam ini. Yixing juga tidak banyak tingkah seperti mantan-mantan Kris sebelumnya, tapi apapun yang dilakukan Yixing mampu menjungkir balikkan dunia si pirang itu. Chanyeol dan Baekhyun saling bertatapan penuh arti merasa Kris tidak akan lama lagi akan menyusul mereka untuk menikahi lelaki China tersebut.

Sepanjang resepsi berlangsung, Chanyeol tidak sekalipun memindahkan tangannya dari pinggang kecil suaminya, seolah-olah ia ingin menegaskan bahwa 'Baekhyun adalah milikku. Jangan ada yang berani mengambilnya dariku.' Sementara Yoora dan komplotannya sudah tidak menghalangi mereka untuk ber-skinship lagi, alih-alih wanita itu sudah berbaur dengan para tamu. Samar-samar Baekhyun mendengar bahwa teman-teman Yoora ingin wanita itu segera menyusul menikah. Baekhyun juga dapat mendengar ada nama Damian disebut dalam pembicaraan mereka yang ia tebak sebagai kekasih Yoora. Mungkin.

"Lihat kemari semuanya, oke terima kasih." Luhan tahu-tahu sudah berada diatas pentas kecil yang digunakan untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan kepada kedua mempelai, ia memang pandai mencari perhatian. "Untuk Baekhyun, kau sudah mengalami hari-hari gila bersamaku di apartement. Setelah ini hidup bahagialah dengan suamimu. Aku mencintai kalian." Katanya, yang entah sejak kapan sudah membawa tisu didalam sakunya. Ini dia, sisi Luhan yang melankolis. Sangat menggelikan, tapi dia tetap yang terbaik.

"Aku tidak punya banyak kalimat untuk disampaikan, jadi semoga pernikahan kalian selalu diberkati." Serempak seluruh tamu yang hadir disana mengaminkan permohonan sederhana Sehun. "Dan juga, semoga aku dan Luhan segera menyusul kalian." Sorokan semakin keras memberi dukungan kepada pasangan itu.

"Sebenarnya aku tidak mau berdiri disini, tapi ibu mendorongku." Jongdae segera mendapat pelototan dari beberapa orang disana yang menganggapnya tidak sopan. "Apa yang harus kukatakan, hyung? Kau tetap akan bahagia setelah menikah, lagipula. Salahnya kau seorang laki-laki, kalau kau perempuan aku akan meminta keponakan yang lucu-lucu darimu." Baekhyun memberi kode kepada ibunya agar menyeret Jongdae turun dari tempat itu atau anak itu akan semakin menjadi pusat perhatian. "Chanyeol hyung, aku sudah lama sekali ingin seorang kakak yang keren sepertimu. Terima kasih sudah menikahi hyung-ku yang sangat payah dan tidak ada apa-apanya. Doakan semoga berat badanku turun, terima kasih."

Baekhyun menutup wajahnya menahan malu dan bersumpah ia tidak pernah memiliki seorang adik bernama Jongdae. Dan berdoa agar otak bocah itu diampuni.

Jongin dan Kyungsoo menyusul naik keatas pentas setelahnya, mereka setidaknya sedikit lebih waras. Seperti permohonan pada dasarnya. Jongin banyak menggoda mereka tentang pentingnya sebuah ritual saat jumat malam, ia sukses membuat Baekhyun memerah dan tidak tahu harus menutup wajahnya dengan apa. Di saat seperti itu Chanyeol justru berada dipihak Jongin. Menyebalkan.

"Maaf telah membuat kalian terpisah secara berlebihan belakangan ini, percayalah aku tidak setega kedengarannya." Yoora berdehem sebelum melanjutkan. "Untuk Baekhyun kami yang luar biasa, selamat telah menjadi bagian dari keluarga Park dan terima kasih untuk semua waktumu mencintai adikku yang menyebalkan. Kalian membuatku iri, anyway, ahahaha." Wanita itu menyeka airmatanya dengan tisu. "Aku akan terlihat bodoh jika berbicara terus, meskipun banyak yang ingin kukatakan pada kalian. Apapun itu, kalian adalah pasangan paling serasi yang membuatku terharu. Sekali lagi selamat atas pernikahan kalian."

Chanyeol dan Baekhyun memeluk wanita itu ketika Yoora menghampiri mereka, tanpa Yoora dan semua idenya, pernikahan mereka mungkin akan berjalan membosankan. Wanita itu bertingkah seolah-olah ia seorang shipper yang tengah berbahagia di pesta pernikahan OTP-nya, walaupun sebenarnya ia lebih dari itu.

Kedua orangtua Chanyeol dan ibu Baekhyun naik keatas pentas secara bersamaan memberi selamat untuk mereka. Keduanya tidak dapat membendung airmata mereka ketika nyonya Byun mendapat giliran untuk berbicara, rasanya masih seperti mimpi melihat wanita itu berdiri disana memberi restu kepada mereka mengingat betapa sulitnya dulu Chanyeol mendapatkan restunya untuk bersama dengan anaknya.

Baekhyun memeluk suaminya untuk meredakan tangisnya yang membuatnya terlihat sangat cengeng.

Pesta resepsi pernikahan mereka berakhir sebelum pukul sembilan malam.

.

.

.

Di perjalanan menuju vila mereka di Jeju, Chanyeol masih bertahan dengan senyumnya yang membuat Baekhyun gugup setengah mati. Belum lagi ketika pria itu mencuri-curi kesempatan mencium tangan Baekhyun yang saling mengait dengan tangannya, sementara tangan yang lain mengendalikan stir dengan lihai. Chanyeol tidak segan-segan menambah kecepatan SUV-nya ingin cepat-cepat sampai di vila mereka. Ia membiarkan Baekhyun lebih banyak diam selama di perjalanan dengan keadaan pipi yang memerah, entah apa yang dipikirkannya sampai ia merona seperti itu.

Chanyeol tidak mengizinkan Baekhyun mengangkat koper-koper yang besar milik mereka ketika sampai di vila. Pemandangan yang hampir serupa dengan lilin-lilin di gereja tadi memeluk indera penglihatan keduanya ketika masuk kedalam kamar utama mereka, bedanya didalam sini wewangian mawar mendominasi segala bentuk pengharum. Baekhyun mencuri-curi pandang keatas ranjang yang malam ini akan digunakan oleh mereka secara bersama-sama. Disana juga terdapat kelopak mawar yang disebarkan hampir memenuhi permukaan ranjang.

"Kau ingin mandi lebih dulu? Aku akan menyiapkan pakaianmu." Chanyeol membuka koper mereka sudah siap untuk memilih baju apa yang akan dikenakan Baekhyun malam ini.

"Ti-tidak usah, kau saja yang pergi mandi lebih dulu. Kau kelihatan lelah... Aku —yang akan menyiapkan semuanya." Baekhyun tidak mengerti mengapa mulut bodohnya justru bergetar mengatakan kalimat barusan, tapi itu berhasil membuat Chanyeol tersenyum miring sebelum menyambar handuk dari tangannya dan mengedipkan matanya lalu menghilang dibalik pintu kamar mandi.

"Oh, bodoh sekali kau Byun." Ia mengibaskan jari-jari lentiknya didepan wajahnya yang mulai berkeringat, rasanya sangat gerah berada seruangan bersama Chanyeol dengan status pria itu yang sudah menjadi suaminya. Mereka sering seruangan ketika di kantor, atau seruangan di apartement Kris saat itu, tapi seruangan yang kali ini rasanya jauh lebih menyesakkan. Baekhyun tahu ini perasaan semacam apa, ia tahu mengapa jantungnya berdentum-dentum sangat kuat dan bernafas menjadi sangat sulit didalam sini. Ia tahu. Tapi mengapa rasanya sangat mengkhawatirkan dan menyenangkan disaat yang bersamaan?

Chanyeol selesai mandi lebih cepat dari perkiraannya, pria itu dengan tubuh tingginya mengunci tatapan Baekhyun hanya padanya. Rambutnya yang basah memecah kewarasan Baekhyun, belum lagi kulit seksinya berwarna kecokelatan seperti milo. Otot lengannya yang kuat terbentuk dengan sempurna, hingga pandangan Baekhyun bergulir pada otot perut Chanyeol yang terlihat keras. Tanpa sadar ia meremas selimut diatas ranjang dan kesusahan meneguk liurnya sendiri.

Ketika Baekhyun akan melarikan diri kedalam kamar mandi, Chanyeol mencekal lengannya dan berbisik di telinganya dengan suara rendah, "Jangan terlalu lama didalam sana, sayangku."

O-oh! Baekhyun dibuat semakin salah tingkah. Ia mendorong dada Chanyeol yang keras dan segera menerobos pintu kamar mandi, mengadaikan fakta bahwa ia lupa membawa handuk. Chanyeol yang menyadarinya diam-diam tersenyum menang. Ia pikir, tidak sia-sia usahanya melakukan sit-up dan push-up beberapa saat yang lalu didalam kamar mandi jika hasilnya ia dapat membuat Baekhyun mabuk kepayang.

Ia bawa tubuh tingginya berbaring diatas ranjang tanpa berniat ingin memakai pakaiannya, toh nanti juga akan dilepas. Lebih baik tidak usah dipakai saja sekalian, pikirnya. Belum apa-apa dia sudah ereksi begini.

Mungkin sekitar setengah jam sudah terlewati ketika tiba-tiba Baekhyun menolehkan kepalanya dibalik pintu. "Chanyeolie, bisa tolong ambilkan handukku?"

"Tidak apa-apa sayangku, keluar saja seperti itu. Aku tidak akan mengintip."

Bohong!

Baekhyun merengut. Salahnya sendiri yang terlalu bodoh sampai-sampai lupa untuk sekedar membawa handuk. Ia menghentakkan kakinya dan mulai merengek tidak jelas didalam kamar mandi. Mau taruh dimana wajahnya jika keluar dengan tubuh telanjang? Yeah walaupun sebenarnya ia juga akan telanjang nantinya, tapi setidaknya ditelanjangi oleh pria itu terdengar lebih elit.

"Chanyeoliiiee..."

"Jangan menggodaku, Baek."

"Aku tidak menggodamu! Aku hanya minta tolong ambilkan handukku, ish kau ini benar-benar."

Chanyeol bangkit dari ranjang dengan ide jahil yang sudah terlintas di benaknya sejak tadi. Ia menatap Baekhyun dengan tatapan intens dan berkilat karena sesuatu. Sementara Baekhyun mengantisipasi pergerakan suami tinggi-tampan-seksinya itu dengan hati yang menjerit-jerit menyuruhnya berlari, tapi ia tetap berada dibalik pintu yang hanya dibuka sedikit.

"Kenapa tidak memakai handukku saja?" Pria tinggi itu siap untuk menarik simpul handuk di pinggangnya dihadapan Baekhyun. Tanpa ragu-ragu memamerkan seringainya yang membuat tubuh si kecil tersengat aliran listrik dalam pembuluh nadinya.

"Hya! Park Chanyeol!"

"Ada apa Park Baekhyun?" Terlambat, karena handuk sudah jatuh ke lantai. Baekhyun nyaris memekik sebelum ia membalikkan tubuhnya dan memaki-maki Chanyeol didalam hatinya. Dasar sinting! Dasar mesum! Sialan sialan sialan.

"Kita impas sayangku, sekarang kita sama-sama tidak memakai apapun. Keluarlah, sambut aku."

"Bagaimana bisa kau mengatakannya semudah itu?"

"Karena sekarang aku suamimu, Park Baekhyun." Perlahan tapi pasti, Chanyeol mendorong pintu tersebut.

"Jangan masuk, aku yang akan keluar." Katanya bergetar. Mau bagaimanapun, ia tetap akan menghadapi Chanyeol juga nantinya, hanya saja kondisi mereka terlalu frontal saat ini.

Baekhyun tidak lagi mengingat dimana ia taruh kewarasannya ketika pintu telah dibuka. Ini sedikit memalukan, tapi juga menggairahkan. Apalagi setelah mendapati Chanyeol memandanginya dengan penuh minat, kakinya seketika melunak seperti jelly. Pria itu berjalan mendekat padanya, harusnya Baekhyun mundur namun ia tidak melakukannya alih-alih malah mengunci tatapan mereka menjadi lebih intens. Ia dapat merasakan lengan kokoh suaminya melingkar dipinggangnya dengan berkuasa, sementara telapak tangan pria itu mengelus kulitnya yang lembut.

"Kau sangat indah sayangku..." Perbedaan warna kulit mereka yang tertimpa cahaya temaram dari lilin-lilin disekitar mereka, membuatnya menjadi lebih serasi, kulit putih Baekhyun terkungkung diantara kulit kecokelatan milik Chanyeol dan bisep-bisepnya yang memenjarakan tubuh kecil Baekhyun didalam kuasanya. "Dan luar biasa."

Baekhyun membalas ciuman agresif suaminya sembari melenguh merasakan tangan-tangan nakal Chanyeol tengah meremas bokongnya dengan semangat, sementara pria itu menekan dan menggesekkan milik mereka dalam tempo yang erotis. Chanyeol menangkap tubuh kecil Baekhyun yang nyaris terjatuh karena perlakuannya, ia gendong suami kecilnya tersebut didepan tubuhnya tanpa berniat ingin menyudahi cumbuannya.

Ketika ia merebahkan tubuh lemas Baekhyun di ranjang, lelaki kecil itu menggeliat hebat begitu Chanyeol menindihnya dan menyerang lehernya. Baekhyun mendesah tanpa ampun saat suami tingginya itu semakin meliar diatas ranjang, ia bisa merasakan ereksi pria itu yang mulai mengeras menggesek-gesek perutnya.

"Ahhh... Chan-yeolh..." Kewarasan Baekhyun menghilang sepenuhnya saat pria tercintanya menghisap dan menjilat pucuk dadanya, membuatnya mengharapkan tangan-tangan ajaib suaminya menyentuh dan membelainya lebih dari ini. "Chanyeol, masuki aku sekarang, kumohon."

Pria itu membalik tubuh kecil dibawahnya agar menungging didepannya, "Dengan senang hati, sayangku." Lalu mencium bokong sintal itu sebelum menamparnya gemas.

Baekhyun sedang merangkak mencari posisi yang nyaman ketika selang phalus milik Chanyeol yang besar-panjang memenuhi lubangnya yang berkedut. "Oohh.. Nice..." Ia melenguh sambil meremas bantal didepannya sementara jari-jari kakinya melengkung kuat menerima ransangan yang menyenangkan dan nikmat yang tidak masuk akal mendera holenya.

"Sial Baek, aku tidak bisa berhenti." Chanyeol menggeram seraya mendorong miliknya masuk lebih dalam menghantam prostat Baekhyun yang semakin membengkak.

"Jangan berhenti Chanyeoolh... Ahh-ahh lebih keras."

Deru nafas keduanya mulai memberat dan itu menjadi bukti tak tertulis bahwa mereka sangat menggilai kegiatan yang sedang mereka lakukan dengan peluh dimana-mana dan ranjang yang berderit-derit. Chanyeol semakin menancapkan kedua lengannya diantara pinggul Baekhyun saat merasa sesuatu yang memabukkan, yang dapat membuatnya gila akan keluar dari dalam penisnya.

"Hhh..Chanhh..aku sampai—Oh God!"

"Aku datang sayang..."

Baekhyun jatuh ke ranjang dan terkulai tak bergerak —selain dadanya yang melakukan kontraksi pernafasan— setelah cairan hangat milik Chanyeol menembak telak dan memenuhi dirinya. Sedangkan cairan miliknya membasahi ranjang dan kelopak-kelopak mawar tak bersalah.

Chanyeol membenarkan posisi berbaringnya dan menyibak poninya yang basah. Matanya yang berkilat misterius beberapa waktu yang lalu berubah menjadi lebih teduh saat mengecup kening Baekhyun yang berkeringat. "Apa kita tidak akan melanjutkannya lagi?"

Lelaki kecil yang hari ini sudah sah menjadi suaminya tersebut menggelengkan kepalanya dengan mata anak anjingnya yang memelas. "Maafkan aku Chanyeolie, kupikir aku terlalu lelah untuk hari ini."

Yang lebih tinggi mengangguk mengerti dan mengangkat tubuh kecil itu dari atas ranjang untuk digendongnya didepan dadanya. "Tidak masalah. Tapi bersihkan dulu tubuhmu sebelum tidur atau kau akan terkena penyakit."

Baekhyun tersenyum lemah seraya mengalungkan lengannya disekitar leher suaminya ketika pria itu membawanya menuju kamar mandi, ia benamkan wajahnya diantara leher dan tulang selangka milik suaminya yang gentle. "Aku mencintaimu, Park Chanyeol."

"Aku lebih lebih mencintaimu, Park Baekhyun."

.

.

.

Epilog—

Baekhyun ingin dirinya bisa mengandung anak Chanyeol, atau setidaknya ia diciptakan menjadi seorang wanita yang bisa mengandung, atau jikapun ia laki-laki ia berharap dilahirkan kembali dengan keadaan memiliki rahim didalam tubuhnya, ATAU kalau bisa tidak usah ada surrogate mother di dunia ini.

Ia benci ketika mengetahui ibu mertuanya, nyonya Park, menginginkan seorang keturunan baru dari Chanyeol dengan menyuruh suaminya melakukan program bayi tabung. Itu artinya Baekhyun harus rela berbagi sperma suaminya dengan wanita lain demi pembuahan diluar rahim. Baekhyun tidak akan pernah mau berbagi suaminya dengan wanita manapun jika pun itu hanya sperma —yang bisa saja dikeluarkan Chanyeol karena hubungan intim mereka, bukan dengan wanita— dan Baekhyun tetap tidak akan rela berbagi.

Seharian Baekhyun tidak ingin berbicara dengan ibu mertuanya, ia menampakkan ketidak sukaannya pada program bayi tabung yang diinginkan wanita paruh baya itu secara terang-terangan. Meskipun nyonya Park menjelaskan padanya bahwa Chanyeol hanya berperan sebagai 'penyerah sperma' tanpa harus melakukan hubungan badan dengan wanita manapun. Namun Baekhyun tetap tidak ingin mencoba untuk mengerti.

Setelah Chanyeol dan Yoora pulang dari kantor agensi mereka, ibunya mencoba berbicara pada putranya itu tentang perasaan Baekhyun yang seolah-olah terasingkan hanya karena ia tidak bisa mengandung.

"Wajar saja dia seperti itu, dia merasa tersinggung, bu. Dia laki-laki dan mustahil bisa hamil, itulah yang membuatnya sensitif. Lagipula, aku ingin membicarakan tentang adopsi anak dengannya, bukan program bayi tabung. Kami akan memiliki seorang anak, tapi anak asuh."

"Sudahlah, jangan campuri urusan rumah tangga anakmu." Tuan Park menegur istrinya yang mendadak bersikap kelewatan dengan menantunya. "Biarkan mereka menjalani semuanya sesuai apa yang mereka sukai, istriku. Mereka sudah dewasa untuk bisa mengurus rumah tangganya sendiri."

"Ayah benar, bu." Yoora berdiri bersama Damian yang baru saja keluar dari kamar mereka. "Ibu kan bisa menunggu cucu dariku tujuh bulan lagi." Wanita itu mengelus perutnya yang belum terlalu membuncit.

.

"Aku melakukan transgender saja kalau begini."

"Kau tahu ibu tidak serius, Baek."

"Tapi aku merasa tidak berguna Chanyeol."

"Siapa yang bilang seperti itu?" Chanyeol memainkan rambut-rambut halus Baekhyun yang bersandar di dadanya diatas sofa kamar mereka.

"Kau tidak akan pernah ikut program bayi tabung itu, kan?"

"Tidak akan. Aku hanya akan menabung benih dan semua spermaku untukmu saja."

"Ish, kau selalu modus —hya! Ini kaos baruku! Kenapa kau robek sembarangan?!"

.

.

.

END—

.

.

.

PYD : Put You Down (Menaklukkan)

*) PYD merupakan single ke-tujuh Justin Bieber di album Journal, di lagu ini JB berkolaborasi bareng R Kelly. Secara harfiah Put You Down dapat diartikan : 'Membaringkan', karena di lagu ini liriknya cukup dewasa dan diberi rating 18+. Tapi disini aku ngambil pendapat Diplo, PYD bisa diartikan secara halus sebagai 'Menaklukkan.'

*) Konsep flashmob terinspirasi dari video Klip Carly rae Jepsen - I really like you. Aku juga awalnya mau mengangkat trend 'Tinder' dalam video ini, tapi pas aku pikir-pikir lagi, tidak terlalu penting.

*) Musik latar pernikahannya Chanbaek sengaja aku ambil dari Soundtrack 'Spectre' yang dibawain Sam Smith. Kebetulan single ini dirilis september kemarin. Ini lagu high Recommended banget :')

*) Pastur dan Pendeta tidak sama. Karena menikahnya di gereja Katolik, jadi kita gunakan pastur, bukan pendeta. Bagi umat Katolik, pastur hanya dijalankan oleh seorang laki-laki, sedangkan perempuan menjadi biarawati. Di Katolik, pemuka agama dilarang menikah. Sementara bagi Prostestan, laki-laki atau perempuan boleh menjadi pendeta, dan boleh menikah. Btw, aku seorang muslim. Kalau ada kesalahan, silahkan dikoreksi.

Sebagai seorang penulis fanfiksi, aku memahami: kita tidak selalu berbicara tentang ending, apakah dia akan bahagia atau sedih. Tapi kita selalu berbicara tentang cerita itu sendiri.

Tentang perasaan misalnya. Yang paling penting adalah ceritanya. Bukan semata-mata apakah dia akan happy ending, atau sad ending. Memiliki atau melepaskan. Toh, pada akhirnya, kita tidak akan pernah tau misteri diakhir cerita.

I also want to say thanks for Yu (yuni), dia udah banyak bantu aku publish ff disini sampai akhirnya aku mutusin untuk 'Mandiri' wkwkwk I love you my beloved partner

Buat si otong (JongTakGu88), adek karbitan gue yang paling greget, semangat untuk ff Roberry Mission-nya cuyuuung :'v nuna always dukung lu buat tamatin tu ff /udah ah sok penting nih orang -_-

Buat anak Grup CB union ina juga makasih udah promoin ff ini kemana-mana, hehee saya speechless *bow*

Setelah ini, aku bakalan konsen ke ff 'OMEN' sama 'YOUNG HUSBAND' atau kalau ada waktu juga bakalan menuhin request-request dari kalian yang masuk. Jangan lupa mampir baca ff ku yang lain yaa~ /makin sok penting nih orang -_-/ maklumin lah ini ff chaptered pertama yang berhasil aku tamatin lol

Oke mbloo, sampai ketemu di ff yang lain *bighug*

Big Thanks To :

Cindy | baeqtpie | noer takingintluka | ParkJitta | SafetYaRini | cybh | BabyLuSsan | chanbaek1992 | exoblackpepper | Byun byuntaee | exobaeolchabae | littlechanbaek | rilakkuchaan | seogogirl | istiqomahpark01 | Kiyomi381 | Veraseptian | Mieettee | Lala Gypsophila | rekmooi | Sherli898 | nerdgeek | fvirliani | potatochanbaek | Guest (1) | dewi min | hty | fitry sukma 39 | fanyoung | Guest (2) | Jung Eunhee | Park Byuna | driccha | VampireDPS | beagle6104 | AeriBee | Dypbaek | Pexingyixing | Minnitta | Arafahbyun | Guest (3) | happiness61deLight04 | JonginDO | bubblegumss | Guest (4) | Guest (5) | njjkm | cucunyachanbaek | deux22 | neli amelia | Esyahzkrisho | Chan Banana | MonicByun06 | Jongdaelz | memomy | Guest (6) | jhopieee| Baekwhite | Vanilla92 | Pikapikabyun | sanyakie | septhaca | tasya66xoxo | clouds6104 | AlexandraLexa | anaals | metroxylon | Hyurien92 | sunsehunee| Re Tao | Asthia | ChanBaekReyy | chanye00l | honeyhoneyulala | Baektiful | MollyYoung | Guest (7) | viaboy | baelight | rukichi kurosaki | HwangRere27 | phinow bubblepaie | noname | ByunBaek614 | WinnBaekwinn | chanbyun0506 | exolafh | socloverqua | fxtrashknh-cb | munakyumin137 | itsbyuni | byuntaebaek | needtexotic | thaelst | onji | MeyCBhs | CYBH | Amanda222 | flameshine | Blacktinkerbells | widy ayu | Blacjims | MeeLaa | Ines Nisa | marchtaotao | baekyeolable | Nutrijellujeli | Diitanovianty | cooly224