Main Cast: Lee Donghae, Lee Hyukjae

Genre: Romance, Drama

WARNING!

BOYS LOVE

MAINSTREAM STORY

DON'T LIKE? DON'T READ PLEASE!

THE STORY IS MINE

Typo may applied, don't be silent reader please, NOT ALLOWED TO COPY PASTE WITHOUT MY PERMISSION ^^

TIDAK MENERIMA BASH DAN KAWAN-KAWANNYA. KRITIK DAN SARAN SANGAT DIBUTUHKAN.

THANKYOU ^^


.

.

All I wanna do is find a way back into love.

.

.


Canggung dan kikuk. Itulah yang Donghae rasakan sekarang. Setelah pernyataan ambigunya kemarin malam, Donghae sama sekali tidak bisa menatap Eunhyuk dengan benar. Kapanpun Eunhyuk ada di sekitarnya, Donghae mendadak salah tingkah dan tidak tahu harus bagaimana. Sebenarnya, kemarin itu Donghae ingin menyatakan perasaannya yang sesungguhnya tapi situasinya tidak mendukung sama sekali. Selain perasaan Eunhyuk yang masih kacau setelah di porak-porandakan Choi Siwon, Donghae merasa pernyataannya akan terasa sangat di paksakan dan terkesan buru-buru. Meskipun mereka sudah pernah melakukan kontak fisik yang intim dan entah berapa kali berciuman, tapi Donghae masih tidak tahu bagaimana perasaan Eunhyuk yang sesungguhnya. Apakah Eunhyuk menyukainya sebagai laki-laki atau hanya menyukainya sebagi adik, Donghae sama sekali tidak tahu. Belum lagi, usia mereka yang terpaut jarak tigabelas tahun membuat Donghae semakin ragu, bukan ragu akan perasaannya tapi ragu dengan apa yang di pikirkan Eunhyuk tentangnya.

Seperti yang di katakan Yunho tempo hari, Donghae harus mampu membuktikan pada Eunhyuk bahwa Donghae adalah laki-laki yang layak untuk bersanding dengan Eunhyuk. Baru setelah itu, Donghae bisa menyatakan perasaannya pada Eunhyuk.

"Jadi kemarin hanya berakhir sampai ciuman? Payah! Kalau itu aku, aku sudah membuatnya mabuk kepayang dengan pernyataan cintaku dan berakhir romantis di ranjang."

"Apa hanya itu yang ada di kepalamu? Aku memikirkan kata-katamu waktu itu tentang menjadi laki-laki yang layak untuknya, tapi sekarang kau justru mendorongku untuk melakukan hal-hal mesum!"

Yunho mendengus, sahabatnya yang satu ini terlalu naif dan polos. Menjadi laki-laki yang layak untuk pasangan itu sudah seharusnya, tapi menjadi laki-laki yang lebih agresif itu kewajiban. Maksudnya, jika pasanganmu terlalu pasif untuk melakukan sesuatu, maka jadilah pihak yang aktif. Bukankah dalam suatu hubungan harus saling melengkapi?

"Maksudku, menjadi laki-laki yang layak itu tidak perlu menunjukan materi. Kalau begitu pemikiranmu, apa bedanya kau dengan mantan pacarnya itu? Kau hanya perlu membuktikan bahwa cintamu tulus, kau bisa memberinya masa depan dan kau mampu menjamin kebahagiaannya."

"Caranya?"

"Sentuh hatinya dengan lembut. Kalau kau menyentuh hatinya dengan terburu-buru dan kasar tentu dia akan takut dan semakin menutup hatinya. Perlakukan dia layaknya orang yang paling penting dalam hidupmu."

"Kalau gagal?"

Yunho berdecak sambil menatap Donghae tajam. Entah kenapa tiba-tiba perutnya merasa lapar karena terlalu banyak mengeluarkan energi saat bicara dengan Donghae. Entah Donghae yang terlalu polos dan bodoh atau memang Yunho yang menjelaskannya dengan rumit? Yunho bahkan sudah mengulang kalimat yang sama berulang kali dan menyederhanakan kalimatnya, tapi Donghae tetap tidak dapat mencerna maksudnya dengan baik.

"Buat dia mabuk dan tiduri! Terserah! Dasar kau bodoh! Aku malas menjelaskannya lagi!"

"Jung Seonsaeng-nim, kenapa begitu saja marah. Jelaskan lagi pelan-pelan, okay?

"Ah! Tidak mau! Aku harus menemui Jaejoong dan mencoba beberapa Tuxedo untuk pernikahan kami nanti. Aku akan makan di luar, kalau mau makan jangan menungguku."

"Hati-hati di jalan."

Hening.

Setelah Yunho meninggalkan apartemen, suasana kembali hening dan Donghae kembali merasa bingung dan gelisah. Donghae masih belum bisa memahami arti dari semua nasihat Yunho. Donghae juga bingung harus menyatakan cinta atau diam saja dan membiarkan hubungan mereka mengalir apa adanya. Di awal usia duapuluh tahunannya kenapa Donghae harus terlibat dengan kisah cinta yang rumit? Kenapa Donghae harus mencintai laki-laki yang tidak berani menghadapi cinta?

Donghae mengerang frustasi sambil berbaring di sofa. Hari ini, Donghae berencana memikirkan nasihat Yunho saja dan tidak mau melakukan hal lain. Donghae berencana tidur dan berjalan malas-malasan ke kamarnya, tapi kemudian ponselnya berdering.

Eunhyuk Hyung Calling...

Kening Donghae berkerut, ia memandangi layar ponselnya dengan tampang bingung. Di saat ia sedang gelisah dan bimbang, orang yang menjadi penyebab semua itu justru meneleponnya. Donghae mendadak salah tingkah dan tidak harus bagaimana menjawab teleponnya. Jempolnya bahkan bergetar saat menggeser slide berwarna hijau di ponselnya.

"Ya, Hyung? Ada—ada apa?"

"Bisa kau ke rumahku sebentar? Aku harus menyelesaikan laporan bulan ini, tapi sepertinya jika aku mengerjakannya sendiri tidak akan selesai tepat waktu."

"Oh, ya tentu saja. Tunggu sebentar."

"Thank you!"

Setelah menutup sambungan teleponnya, Donghae berlari ke kamarnya dan langsung mengacak-acak isi lemarinya. Donghae mencari pakaian yang tepat untuk bertemu dengan Eunhyuk, ia bahkan menyemprotkan parfum milik Yunho ke setiap lekukan tubuhnya.

Jadi laki-laki yang layak untuknya...

.

.


Setiap kali berdekatan dengan Eunhyuk, Donghae selalu merasa kekurangan oksigen. Donghae tidak bisa bersikap biasa lagi padanya. Bahkan sekedar menggodanya atau berbicara santai padanya pun Donghae tidak bisa. Setiap kali melihat Eunhyuk, Donghae ingin sekali menyatakan perasaannya yang sesungguhnya dengan jelas tanpa basa-basi dan tanpa kalimat yang berbelit-belit. Tapi apa daya? Donghae baru menyebutkan satu kata, tapi seluruh kalimat yang sudah ia susun sebelumnya langsung berhamburan begitu saja ketika mata bening Eunhyuk menatap langsung ke dalam mata hazelnya. Jangankan menyelesaikan kalimatnya, untuk bernapas pun Donghae merasa kesulitan.

"Presiden Direktur ingin aku merekap semua laporan dari lima tahun yang lalu. Aku merasa kesulitan untuk menyelesaikannya sendiri."

Tatapan itu lagi. Matanya yang bersinar itu menatap mata Donghae dengan manisnya dan lihat bibirnya yang berwarna merah muda itu, seperti mengundang untuk di habisi. Donghae menggelengkan kepalanya ketika fantasinya mulai berkeliaran kemana-mana dan mencoba mengembalikan kewarasannya. Sepertinya, bergaul dengan Yunho terlalu lama bukan hal yang baik. Lihat Donghae sekarang, pikirannya bahkan mulai berani memikirkan hal yang tidak-tidak soal Eunhyuk.

"Itu sebabnya kau memerlukan sekretaris."

"Kau mau minum apa?"

"Apa saja."

Donghae langsung mengipasi wajahnya dengan tangan. Panas sekali ketika Eunhyuk berada di dekatnya, padahal ini awal musim dingin tapi hawa di sekitarnya selalu mendadak panas saat Eunhyuk berada di sekitarnya.

"Maaf ya, merepotkanmu. Ngomong-ngomong, wangimu hari ini kenapa berlebihan sekali?"

"Tidak masalah. Be—benarkah? Oh mungkin karena baju ini pernah di pakai Yunho."

Bohong, tentu saja.

Eunhyuk menganggukan kepalanya, "Pantas wanginya menyengat."

"Ngomong-ngomong Hyung, soal kejadian yang kemarin malam itu saat kita berpelukan di pinggir Sungai Han dan aku—aku bilang—itu—kau tahu."

"Ya? Bicaralah yang jelas. Kau kenapa?"

"Begini, bagaimana perasaanmu ketika kita berciuman?"

Eunhyuk Nampak berpikir sejenak tanpa melepaskan pandangan matanya dari Donghae. Eunhyuk bingung, akan kemana arah pembicaraan ini. Sebelumnya, Donghae tidak pernah menanyakan bagaimana perasaannya ketika mereka berciuman tapi sekarang Donghae justru menanyakannya di saat Eunhyuk tidak menyiapkan jawaban apapun.

"Kau sendiri? Bagaimana perasaanmu saat menciumku?"

"Hyung! Aku 'kan bertanya duluan. Jawab dulu pertanyaanku baru kau boleh mengajukan pertanyaan."

"Ah, dasar bocah! Aku tidak tahu! Rasanya canggung sekali membicarakan soal itu! Apa perlu kita mendiskusikan semua ciuman kita?"

Donghae menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Donghae tahu, pembicaraan ini akan sangat canggung. Tapi mau bagaimana lagi? Donghae penasaran dengan perasaan Eunhyuk yang sesungguhnya. Selama ini mereka melakukan kontak fisik yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengungkapkan bagaimana perasaan mereka yang sesungguhnya.

"Begini saja, apa kau menganggapku sebagai laki-laki?"

"Tentu! Memangnya aku harus menganggapmu apa? Wanita? Binatang? Atau apa?"

"Kau pura-pura bodoh atau memang tidak mengerti?"

"Kau mau mati?"

Donghae membenahi posisi duduknya dan memberanikan diri untuk memposisikan dirinya berhadapan dengan tubuh mungil Eunhyuk yang sekarang sedang menatapnya bingung.

"Selama ini, apa kau menganggapku sebagai seorang laki-laki? Bukan sebagai adik, bukan sebagai tetangga, atau bukan sebagai sekretarismu. Pernahkah kau tertarik padaku secara seksual?"

Eunhyuk mengerjapkan matanya beberapa kali. Wajahnya memanas saat Donghae mulai menanyakan hal serius dan cukup intim padanya. Apa lagi, saat ini posisi mereka sedang berhadapan dan hampir tidak ada jarak yang tersisa.

"Aku—aku ini jauh lebih tua darimu dan kau tahu betul soal itu. Maksudku begini, apa kata orang jika kau berpacaran dengan seseorang yang tigabelas tahun lebih tua darimu? Mereka bisa saja menganggapmu sebagai keponakanku. Soal ciuman, aku akui ada rasa berdebar tapi aku tidak bisa memastikan debaran apa itu. Aku tidak mau menyimpulkan perasaanku terlalu cepat."

"Kenapa?"

"Kau tahu sendiri! Aku takut cinta akan melukaiku lagi."

"Sudah sepuluh tahun berlalu, kenapa kau tidak mencoba untuk membuka hatimu?"

"Aku sedang berusaha membukanya! Tapi rasa takut itu terus menghantuiku!"

Hening.

Keduanya mengalihkan pandangannya ke arah lain dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Sejak Donghae mulai menunjukan rasa sukanya pada Eunhyuk, hubungan mereka jadi sedikit canggung dan tidak bisa bersikap seperti biasanya lagi. Baik Donghae maupun Eunhyuk tidak tahu, apa situasi seperti ini baik untuk hubungan mereka ke depannya atau justru akan menimbulkan jarak yang semakin jauh dan membuat hubungan baik ini menjadi renggang. Karena jujur saja, Donghae dan Eunhyuk sama-sama sudah nyaman dengan satu sama lain.

"Apa semua ini tentang usia? Kau takut aku tidak serius padamu? Kau malu memulai sesuatu yang lebih serius dengan seseorang yang jauh lebih muda darimu? Atau, kau merasa aku tidak layak untukmu karena aku belum mapan dan hanya seorang mahasiswa?"

"Lee Donghae! Hentikan! Kita selesaikan saja pekerjaan ini."

Obrolan mereka semakin lama semakin keluar dari jalur dan mulai terasa mendesak. Eunhyuk beringsut dari posisi duduknya dan kembali berhadapan dengan laptopnya, mengabaikan Donghae yang masih memandanginya dengan tatapan yang sendu.

Kenapa sulit sekali menyentuh hatimu yang keras itu?

.

.


Perasaan Eunhyuk seperti terombang-ambing ketika Donghae mulai menunjukan ketertarikannya pada Eunhyuk. Sebenarnya sejak Donghae selalu memberikan perhatian-perhatian kecil, Eunhyuk sudah tahu bahwa Donghae mungkin merasakan perasaan yang lebih dari sekedar teman atau tetangga. Tapi Eunhyuk memilih untuk diam dan membiarkan Donghae berbuat sesukanya, bukan karena Eunhyuk tidak peduli pada perasaan Donghae. Hanya saja, Eunhyuk tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena Eunhyuk sendiri belum bisa memastikan bagaimana perasaannya terhadap Donghae. Jujur saja, selama ini Eunhyuk membiarkan Donghae memeluknya dan menciumnya karena Eunhyuk merasa nyaman saat Donghae melakukan semua itu padanya. Eunhyuk seperti menemukan kahangatan yang sudah lama tidak ia rasakan.

Meskipun benar debaran itu ada dan rasa itu mulai bersemi, tapi Eunhyuk belum berani menyimpulkan perasaannya sendiri. Bukan karena Eunhyuk membenci Donghae, bukan karena perbedaan usia, juga bukan karena Donghae tidak layak. Tapi karena Eunhyuk yang belum bisa memastikan kemana arah hatinya. Semua hanya karena perasaan Eunhyuk yang masih ragu, tapi Eunhyuk sama sekali tidak menolak kehadiran Donghae dalam hidupnya, bahkan ia juga tidak menutup hatinya untuk Donghae.

Semua hanya perlu waktu.

"Jadi apa rencanamu sekarang? Jangan sampai kau hanya memberikan harapan palsu untuknya. Meskipun dia masih muda, tapi dia menyatakan perasaannya dengan tulus padamu. Jangan sampai kau menyakitinya."

Sore-sore, Eunhyuk datang ke rumah Sungmin untuk menumpang makan malam di rumahnya. Alasannya, karena ia malas makan sendirian padahal sebenarnya ada banyak hal yang harus ia ceritakan pada sahabat karibnya itu. Eunhyuk mengunyah makanan yang di masak Sungmin dengan malas-malasan, matanya terus mengawasi pergerakan Sungmin di dapur yang sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya. Entah apa yang sedang di masaknya, karena ada begitu banyak wadah dan panci. Sungmin lebih terlihat seperti sedang memasak untuk pesta dari pada memasak untuk keluarga kecilnya.

"Itu bukan pernyataan cinta, dia bahkan mengatakannya dengan ambigu. Tidak jelas maunya apa."

"Ah, jadi kau ingin pernyataan cinta yang jelas? Yang romantis? Berapa usiamu sekarang? Kenapa masih menginginkan hal seperti itu!"

Sungmin masih tetap berkutat dengan masakannya, ia bahkan mengomeli Eunhyuk tanpa menoleh sedikit pun ke arah Eunhyuk karena mata foxynya sibuk mengawasi sup yang sedang mendidih itu.

"Maksudku, dia tidak pernah mengatakannya secara jelas! Untuk apa pernyataan cinta yang romantis tapi berakhir dengan perpisahan!"

"Jadi, bagaimana sebenarnya perasaanmu?

Pertanyaan Sungmin membuat Eunhyuk berhenti memasukan makanan ke dalam mulutnya dan mulai berpikir lagi.

Bagaimana perasaanku?

Eunhyuk tidak tahu harus menjelaskannya bagimana. Yang jelas, debaran itu ada dan rasa takut kehilangan juga ada. Saat jauh dari Donghae maka Eunhyuk tidak bisa berhenti memikirkannya, saat Donghae memeluknya maka Eunhyuk merasa berdebar dan saat Donghae menciumnya maka Eunhyuk akan merasakan perasaan campur aduk dan sulit di jelaskan. Jadi itu semua apa? Bagaimana cara menjelaskanya? Eunhyuk pun tidak tahu dan tidak mengerti.

"Entahlah, aku sama sekali tidak memungkiri debaran di hatiku, aku juga tidak memungkiri mulai ada rasa padanya. Hanya saja aku belum yakin."

"Belum yakin padanya? Atau pada dirimu sendiri?"

"Pada diriku sendiri. Aku takut memulainya lagi. Aku takut jatuh cinta lagi dan terluka lagi."

"Oh. Ngomong-ngomong, aku lupa menyakannya padamu waktu itu."

"Soal apa?"

Eunhyuk kembali melanjutkan santap sorenya tanpa mengalihkan pandangannya dari Sungmin yang masih sibuk dengan panci-panci besar di hadapannya.

"Kenapa Choi Siwon kembali ke Korea tanpa anak dan istrinya? Tidakkah itu aneh menurutmu?"

Eunhyuk menganggukan kepalanya, setuju. Benar, memang aneh. Jika di pikir-pikir lagi, untuk apa Choi Siwon kembali ke Korea tanpa anak dan istrinya?

"Entahlah, aku tidak tahu dan tidak mau tahu."

Meskipun mulutnya berkata tidak mau tahu, tapi Eunhyuk tidak bisa memungkiri rasa penasarannya. Jika memang Choi Siwon bahagia dengan kehidupan rumah tangganya, kenapa dia kembali ke Korea sendirian? Eunhyuk tidak bisa berhenti bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Semakin di pungkiri, semakin besar juga rasa penasaran itu.

"Sudahlah jangan di pikirkan, kau fokus saja pada perasaanmu. Cari tahu secepatnya dan jangan sampai memberi harapan palsu pada orang yang mencintaimu dengan tulus."

"Aku tahu."

.

.


ooODEOoo


Tiga bulan berlalu dengan cepat. Kontrak kerja Donghae di perusahaan tempat Eunhyuk bekerja pun akan segera berakhir karena Donghae harus kembali melanjutkan kuliahnya dan sekretaris baru sudah siap menempati tempatnya yang kosong.

Tiga bulan berlalu dan hubungan Donghae dengan Eunhyuk masih tetap sama. Di bilang teman biasa, mereka terlalu mesra karena kemana-mana selalu berdua. Tapi, jika di bilang berpacaran, mereka belum ada komitmen apa-apa. Mereka terjebak dalam ketidakpastian perasaan mereka masing-masing.

"Hari ini terakhir kau bekerja di sini, 'kan? Bagaimana kita rayakan pesta perpisahan dengan Donghae-ssi di bar tempat biasa?"

Usul salah seorang karyawan senior itu mengundang tepuk tangan dan sorak-sorak setuju dari karyawan lainnya. Donghae hanya bisa tersenyum melihat teman-teman kerjanya yang begitu menghargainya meskipun Donghae hanya karyawan sementara. Semua orang di tim kerja Eunhyuk selalu memperlakukannya dengan baik, bahkan hari ini pun mereka berencana untuk merayakan pesta perpisahan dengan Donghae.

"Terima kasih semuanya! Meskipun aku hanya seorang karyawan sementara, tapi kalian selalu memperlakukan aku dengan baik. Sekali lagi, terima kasih semuanya."

Donghae membungkuk hormat pada semua seniornya, juga pada Eunhyuk yang sedang memandanginya dengan bibir yang melengkung manis. Perpisahan ini terasa sedikit sedih tapi juga menyenangkan karena Donghae mendapatkan banyak pengalaman selama bekerja sebagai sekretaris Eunhyuk. Terlebih, karena pekerjaannya ini juga membuat Donghae semakin dekat dan semakin memahami Eunhyuk.

"Wah, aku akan kehilangan sekretaris yang pintar dan tampan ini."

Masih dengan senyuman yang manis Eunhyuk menghampiri Donghae dan mengacak rambutnya, gemas. Donghae mengerutkan dahinya, ia tidak suka di perlakukan layaknya anak kecil oleh Eunhyuk. Kepala Donghae bergerak kesana-kemari menghindari tangan Eunhyuk yang mengacak rambutnya dengan kedua tangannya. Tapi semakin menghindar, semakin Eunhyuk bersemangat menyentuh dan mengacak-acak rambut Donghae. Donghae berdesis tidak suka dan langsung mencengkram kedua pergelangan tangan Eunhyuk agar berhenti mengacak rambutnya.

"Jangan perlakukan aku seperti anak kecil." Bisiknya pelan.

Eunhyuk berdecih, "Kau memang masih kecil."

"Apa anak kecil melakukan hal ini?"

Sedetik kemudian, Donghae menarik pergelangan tangan Eunhyuk hingga membuat jarak di antara mereka semakin dekat dan tanpa basa-basi lagi Donghae menempelkan bibir mereka berdua di hadapan semua orang yang jelas saja mengundang tatapan kaget dari semua orang yang berada di ruangan itu. Bahkan saking kagetnya ada sebagian dari mereka lupa menutup mulutnya dan lupa berkedip.

"Kau—apa—apa yang kau lakukan!"

Eunhyuk mendorong dada Donghae dengan sedikit kasar lalu melepaskan tangannya yang masih di genggam Donghae. Eunhyuk malu sekali saat menyadari banyak mata sedang memandanginya dengan tatapan takjub. Eunhyuk tidak bisa berkata apa-apa selain berjalan terburu-buru menuju ruangannya dengan menunduk malu sambil menutupi bibirnya yang tadi di kecup Donghae.

Setelah Eunhyuk menutup pintu ruangannya, semua orang yang ada di ruangan itu langsung bertepuk tangan dan memberi Donghae acungan jempol. Donghae ikut mengacungkan jempolnya sambil tersenyum malu-malu melihat antusiasme teman-temannya itu.

Saat sudah suasana kembali tenang, Donghae menghampiri Eunhyuk ke ruangannya. Donghae tahu, Eunhyuk pasti malu sekali karena Donghae menciumnya tiba-tiba di depan semua orang.

"Kau marah?"

"Menurutmu?"

Donghae memutar kursi kerja yang duduki Eunhyuk hingga menghadap ke arahnya. Donghae berjongkok sambil menatap kedua mata Eunhyuk dan tangannya menggenggam jemari Eunhyuk. Donghae tidak bisa menahan kekehannya saat melihat wajah Eunhyuk yang masih merona merah. Dengan rambut pirang, pipi bersemu merah dan bibir berwarna merah muda alami itu membuatnya terlihat seperti boneka hidup.

"Maaf, makanya jangan suka memperlakukan aku seperti anak kecil."

"Kau memang masih kecil."

"Minta ku cium lagi?"

"Lanjutkan pekerjaanmu, sekretaris Lee!"

"Aku tahu!"

Donghae terkekeh sebelum pergi dan kembali mencuri ciuman dari Eunhyuk lalu terburu-buru keluar dari ruangan itu sebelum Eunhyuk mengeluarkan makiannya.

"Anak kecil sialan!"

.

.


"Terima kasih atas kerja kerasmu selama tiga bulan ini, sekretaris Lee. Kau banyak membantuku dan meringankan pekerjaanku."

Donghae menganggukan kepalanya sambil tersenyum mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari bibir tipis Eunhyuk. Setiap kata yang diucapkannya seperti menghipnotis Donghae agar terus menatapnya dan tidak bisa berpaling sedikitpun. Eunhyuk mungkin memang tidak berniat menggodanya sama sekali, tapi di mata Donghae bibir tipis itu bergerak sensual seperti sedang memancing seseorang untuk melumatnya.

"Semoga kuliahmu berjalan lancar dan kau menjadi dokter yang hebat setelah lulus nanti."

Mata cokelat hazel Donghae masih saja memperhatikan bibir tipis Eunhyuk yang tidak berhenti bergerak karena sedang menyampaikan pidato singkatnya untuk Donghae dan Donghae tidak bisa berhenti memperhatikan bibir tipis yang tampak sangat sexy itu. Semua orang yang hadir di pesta perpisahan itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Donghae yang tidak bisa berpaling dari Eunhyuk.

"Sekarang, mari minum! Bersulang!"

Eunhyuk mengangkat gelasnya tinggi-tinggi tapi kemudian Donghae menahan pergelangan tangan Eunhyuk saat bibir Eunhyuk baru saja menyentuh ujung gelas dan belum sempat meminum isinya.

Eunhyuk berdesis dan menatap Donghae tidak suka.

"Apa?"

"Jangan minum banyak-banyak! Kau bisa mabuk dan hilang kendali."

"Hanya satu gelas."

Benar, hanya satu gelas.

Satu gelas sekarang, satu gelas sepuluh menit kemudian, satu gelas duapuluh menit kemudian dan satu gelas tigapuluh menit kemudian. Total Eunhyuk minum bergelas-gelas bir yang entah berapa karena Donghae sudah tidak sanggup lagi menghitungnya. Selama tigapuluh menit, Eunhyuk sudah meneguk bergelas-gelas bir dan akhirnya ia mabuk berat.

"Kau bilang hanya satu gelas! Satu gelas apanya?"

Karena keadaan Eunhyuk yang tidak memungkinkan lagi untuk ikut pesta, Donghae terpaksa pamit duluan pada teman-temannya dan membawa Eunhyuk yang sudah mabuk berat itu pulang. Sebenarnya Donghae tidak enak pulang duluan seperti ini, karena sejak awal teman-temannya 'kan merencanakan pesta ini untuknya. Tapi mau bagaimana lagi? Eunhyuk mabuk berat dan meracau tidak karuan, jika Donghae tidak buru-buru membawanya pergi dari sana Eunhyuk mungkin akan mencium orang sembarangan.

"Hyung! Jalannya yang benar!"

Donghae berusaha membuat Eunhyuk berjalan dengan lurus karena sejak tadi Eunhyuk berjalan sempoyongan dan terus menerjangnya, memaksa Donghae untuk menciumnya. Donghae bukannya menolak karena tidak suka, tapi sekarang posisi mereka sedang di tengah kerumunan dan belum sampai ke parkiran. Tapi sekeras apapun usaha Donghae menghindari terjangan Eunhyuk akhirnya ia kalah juga, Donghae akhirnya membiarkan Eunhyuk mencuri ciuman darinya sambil terus berjalan menuju parkiran.

Serangan Eunhyuk pada bibir Donghae masih terus berlanjut, bahkan saat sampai di mobil Eunhyuk tidak henti-hentinya menggerayangi Donghae yang sedang konsentrasi menyetir. Membuat Donghae harus menahan erangannya dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan minimal karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Jangan sentuh resleting celanaku, Lee Eunhyuk! Ini masih di jalan! Ya Tuhan!"

Tangan kanan Donghae sibuk menghalau gerakan tangan Eunhyuk yang semakin kemana-mana itu. Eunhyuk membuat gerakan tangannya semakin sensual saat melihat Donghae menolak sentuhannya, bahkan dengan berani Eunhyuk menyentuh resleting celana Donghae.

Donghae mengerang frustasi, bisa-bisa Donghae kehilangan kendali jika Eunhyuk terus menggodanya seperti ini. Eunhyuk benar-benar membuat sesuatu di bagian selatannya menegang.

"Kenapa? Bukankah kita pernah melakukannya?"

"Ini masih di jalan! Auh, sudah aku bilang agar jangan minum banyak-banyak!"

Eunhyuk mengacuhkan larangan Donghae dan langsung mencium bibir Donghae, tidak peduli pada keadaan Donghae yang sedang menyetir mobil. Mata Donghae membulat sempurna, ia terkejut karena serangan Eunhyuk yang sangat tiba-tiba itu. Langsung saja Donghae menepikan mobilnya ke pinggir untuk menghindari kecelakaan karena pandangannya kini terhalang oleh wajah Eunhyuk.

Donghae yang awalnya menepikan mobil untuk mengomeli Eunhyuk dan menghentikan aksi gilanya itu, justru terbawa suasana saat jemari halus Eunhyuk mulai meremas dan manarik-narik rambutnya. Donghae bahkan memejamkan matanya dan mulai menikmati lumatan bibir Eunhyuk, katakanlah Donghae gila karena membiarkan Eunhyuk melakukan hal yang tidak wajar di dalam mobil. Tapi mau bagaimana lagi? Donghae tidak bisa menolak godaan Eunhyuk dan hanya bisa diam, membiarkan Eunhyuk berbuat sesukanya bahkan Donghae terkesan mempersilahkan saat Eunhyuk mulai bergerak dan duduk di pangkuannya. Perlahan, secara naluriah jemari Donghae mulai melepas kancing kemeja Eunhyuk satu persatu setelah menanggalkan jas kerjanya terlebih dahulu. Mereka terus berpagutan, tidak peduli mereka masih di pinggir jalan dan mungkin saja ada yang memergoki mereka sedang melakukan hal yang tidak pantas dilakukan dijalan raya seperti ini.

Jemari Eunhyuk yang sedari tadi mengacak-acak rambut Donghae kini ikut melepaskan kancing kemeja Donghae satu-persatu. Nafsunya sudah sampai di ujung kepala dan tidak bisa di hentikan lagi. Seluruh kancing kemeja Donghae dan Eunhyuk sudah terbuka semua, Eunhyuk tergesa-gesa ingin melepaskan kemeja Donghae yang masih tersangkut di lengannya itu. Donghae hampir saja membuat Eunhyuk telanjang kalau saja ponselnya tidak berdering dan membuat Donghae tersentak, kesadaran Donghae seakan kembali saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Donghae menghentikan gerakan tangan Eunhyuk dan memaksa Eunhyuk untuk kembali duduk di tempatnya lalu mengangkat panggilan ponselnya.

"Jung Yunho? Ada apa?"

"Sudah malam! Kenapa belum pulang? Apa terjadi sesuatu?"

"Oh, tidak! Aku hanya—itu—aku—itu teman-temanku mengadakan pesta perpisahan untukku, jadi aku pulang telat. Maaf tidak memberitahumu."

"Kenapa suaramu terengah? Kau baik-baik saja? Mau aku jemput?"

"Tidak usah! Aku sudah di jalan. Kau tidak usah cemas."

Donghae langsung menutup sambungan teleponnya dan mengatur napasnya yang terputus-putus. Jika Yunho tidak menelponnya, Donghae mungkin sudah melakukan hal yang lebih jauh pada Eunhyuk. Donghae mengancingkan kembali kancing kemejanya asal kemudian ia menyelimuti Eunhyuk yang sudah terlelap dengan jasnya.

"Kebiasaan mabukmu itu sungguh mengerikan!"

Setelah napasnya kembali normal, Donghae kembali melanjutkan perjalanannya dengan jantung yang masih berdegup kencang. Kelakuan Eunhyuk tadi, membuat sesuatu menjadi semakin tegang dan tidak nyaman. Donghae menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi, yang ada di pikirannya sekarang hanyalah ingin segera sampai ke rumah dan menyelesaikan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman itu.

Saat sampai di parkiran, Eunhyuk benar-benar sudah tertidur pulas sampai mendengkur pelan. Donghae mendesah pelan, terpaksa ia harus menggendongnya sampai ke atas.

Menyusahkan!

Donghae kesulitan masuk ke apartemen Eunhyuk karena Eunhyuk sudah mengganti password pintunya beberapa bulan yang lalu. Meskipun tidak tega membangunkan Eunhyuk yang kini sedang bergelung nyaman di pangkuannya, Donghae terpaksa harus membangunkannya untuk mengetahui password pintunya agar bisa masuk.

"Passwordnya?"

"810404."

Donghae berdecih sambil menekan angka yang di sebutkan Eunhyuk barusan.

"Hanya di tambahkan tahun lahirmu saja, apa bedanya?"

Setelah berhasil masuk, Donghae membawa Eunhyuk langsung ke kamar dan merebahkan tubuh Eunhyuk di kasur lalu melepaskan sepatu dan kaus kakinya. Donghae membenarkan posisi tidur Eunhyuk agar lebih nyaman, kemudian ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Eunhyuk tapi tiba-tiba saja Eunhyuk menarik lehernya dan kembali menciumnya dengan paksa.

Donghae memutar bola matanya.

Lagi dan lagi, kejadian yang sama terus terulang. Donghae membiarkan Eunhyuk semakin mendominasi ciuman mereka tapi tangannya tidak tinggal diam dan mulai menyingkirkan selimut yang baru saja menutupi tubuh ramping Eunhyuk. Entah sadar atau tidak, kini Donghae mulai berani naik ke atas tubuh Eunhyuk sambil terus memagut bibirnya. Donghae tidak tahu apa yang merasukinya malam itu hingga ia berani menyentuh Eunhyuk lebih jauh lagi.

Malam itu, kamar Eunhyuk kembali menjadi saksi bisu saat dua insan saling menyatu dan mengerangkan nama masing-masing.

.

.


Pagi yang cerah setelah menghabiskan waktu yang panas semalam suntuk. Donghae dan Eunhyuk akhirnya kembali melakukan sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Alih-alih memungkiri perasaan masing-masing, tapi malah berakhir di ranjang.

Pagi ini Donghae masih ada di samping Eunhyuk dan tidak buru-buru kabur seperti sebelum-sebelumnya. Donghae terbangun dengan tenang, bahkan ia tersenyum saat mendapati Eunhyuk masih terlelap di pelukannya dalam keadaan yang sama telanjang dengannya. Senyum Donghae semakin terkembang lebar saat mengingat kejadian semalam, ia melihat ke sekelilingnya dan menyadari ia telah membuat kamar Eunhyuk berantakan karena melemparkan seluruh pakaian mereka berdua ke setiap sudut ruangan.

Masih dengan senyum yang sama, Donghae menelusuri setiap lekuk wajah damai Eunhyuk ketika tertidur. Donghae baru sadar, ternyata Eunhyuk begitu manis saat di tatap dari jarak yang sangat dekat. Bibir tipisnya dan hidung mancungnya sangat menggemaskan. Donghae mencium bibir tipis Eunhyuk dengan gemas, mengundang erangan tidak suka dari Eunhyuk yang masih menikmati mimpinya.

"Sudah siang, bangunlah."

Donghae mengelus rambut pirang Eunhyuk dengan lembut sambil mengecupi puncak kepalanya.

Merasa tidurnya terus di ganggu, Eunhyuk membuka matanya perlahan dan langsung terbelalak begitu mendapati Donghae sedang memeluknya dalam keadaan telanjang.

"Kita—kita melakukannya—lagi?"

Eunhyuk menarik tubuhnya dari pelukan Donghae dan terburu-buru menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut.

"Sudah aku bilang agar tidak minum banyak-banyak! Tapi kau terus saja minum dan inilah akibatnya. Kau sengaja?"

"Aku—aku—hei dasar kau bocah! Bagaimana bisa aku melakukannya dengan sengaja! Bodoh!"

"Iya, aku tahu. Kemarilah, tidak usah memasang wajah sok panik seperti itu. Aku masih sedikit lelah karena semalam kau tidak berhenti meminta."

"Kau—!"

Donghae berdecak, "Banyak bicara!"

Tanpa menunggu kalimat Eunhyuk lagi, Donghae langsung menarik lengan Eunhyuk membuat Eunhyuk sedikit tersentak dan jatuh berbaring di sampingnya. Donghae mendekap tubuh Eunhyuk yang sudah kembali berbaring dan menempatkan kepala Eunhyuk di dadanya.

"Kau dengar itu? Detak jantungku selalu tidak stabil saat berdekatan denganmu. Aku tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena aku mulai merasakan sesuatu yang lebih padamu. Lebih dari seorang teman ataupun tetangga biasa. Aku menyukaimu sebagai laki-laki."

"Hanya suka?"

Mata hazel Donghae menatap tak percaya pada Enhyuk yang sekarang sedang menatapnya juga sambil mendongakan kepalanya.

"Kau sedang memancingku?"

Eunhyuk menggeleng, imut. Ia memainkan jemarinya di dada Donghae, membuat pola tidak beraturan.

"Kalau hanya suka saja ya sudah."

"Aku mencintaimu!"

Sudut bibir Eunhyuk tertarik, kata-kata yang selalu di tunggunya itu akhirnya di ucapkan juga oleh bocah tampan yang sekarang sedang memeluknya itu.

"Kenapa diam? Aku bilang aku mencintaimu!"

Eunhyuk terkekeh melihat wajah Donghae yang kekanak-kanakan itu.

"Aku harus bilang apa?"

"Kau sedang memancingku? Benar? Kalau kau tidak bilang apa-apa, aku akan membuatmu kesulitan berjalan."

"Kau—jangan coba-coba!"

"Apa?"

"Baiklah! Aku mencintaimu!"

Donghae tertawa melihat ekspresi Eunhyuk, ia kembali memeluk Eunhyuk lebih erat lagi. Rasanya masih sulit percaya hari ini akan terjadi. Hari dimana Donghae menyatakan perasaannya secara terus terang dan Eunhyuk menyambut perasaannya dengan senyum yang paling manis.

Hari ini, besok dan selamanya kita hanya akan mengukir kenangan manis dan saling bergandengan tangan sampai maut memisahkan kita.

.

.


"Tidak pulang selama dua hari, tidak menelepon selama dua hari dan saat pulang tercium bau-bau aneh. Kemana jasmu? Kenapa rambutmu berantakan? Kenapa pagi-pagi begini baru keluar dari apartemen Eunhyuk Hyung?"

"Lanjutkan omelanmu nanti sore, aku harus berangkat kuliah sekarang! aku mencintaimu, Jung Yunho!"

"Menjijikan! Aku tidak mencintaimu!"

Jam sudah menunjukan pukul delapan pagi dan jika Donghae meladeni omelan Yunho, ia akan benar-benar kesiangan di tahun ajaran baru. Akhirnya Donghae terpaksa mengabaikan omelan Yunho dan langsung menyambar kunci motornya. Hari pertama di tahun ajaran yang baru Donghae sudah hampir kesiangan karena terlalu sibuk menghabiskan waktu—di ranjang—bersama Eunhyuk.

Pagi ini, Donghae tidak bisa berhenti tersenyum mengingat semua kejadian manis yang terjadi dua hari belakangan ini. Kini status Eunhyuk tidak hanya tetangganya saja, tapi kekasihnya. Sekali lagi, kekasihnya.

"Pagi, Lee Donghae-ssi."

Dia lagi!

"Pagi, Profesor."

"Kau tampak ceria hari ini, hubunganmu dengan Hyukjae berjalan dengan baik?"

Donghae mengerutkan keningnya saat Choi Siwon menyebutkan nama yang asing di telinganya.

"Hyukjae?"

"Kau tidak tahu? Ah, aku pikir kalian tidak sedekat yang aku kira. Bagaimana kau tidak mengetahui nama lahir kekasihmu sendiri? Aku rasa hubungan kalian masih belum saling terbuka."

"Apa maksudmu?"

Choi Siwon menggeleng sambil tersenyum seperti biasanya.

"Bukan apa-apa."

Donghae memutar bola matanya, bosan. Rupanya, Choi Siwon ini suka sekali mencari masalah dengannya.

"Sebenarnya, apa tujuanmu kembali ke Korea tanpa anak dan istrimu? Kau masih menyukai Eunhyuk?"

Seperti biasa, Choi Siwon akan membetulkan letak kacamatanya sebelum menjawab pertanyaan dari Donghae.

"Aku sudah tidak punya perasaan apa-apa padanya, tapi istriku selalu memaksaku untuk datang ke Korea dan meminta maaf pada Hyukjae. Dia yang membuatku menerima tawaran mengajar di sini. Istri dan anakku akan menyusul dan menetap di sini bersamaku minggu depan. Jadi, kau tidak usah mengkhawatirkan aku."

"Hanya itu?"

"Ya. Tapi aku rasa Hyukjae tidak bisa memaafkanku. Dia memang terlalu naif, tidak bisa melupakan masa lalu. Oh, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu. Aku harap hubunganmu dengan Hyukjae akan selalu baik-baik saja selamanya. Jaga dia baik-baik dan bahagiakan dia, beri dia kebahagiaan yang tidak bisa aku berikan dulu."

Setelah berkata demikian Choi Siwon melanjutkan perjalanannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Donghae. Meskipun Choi Siwon mengatakan sesuatu yang bisa di bilang membuat terharu itu, tapi ekspresinya tetap sama. Dingin dan datar.

Dasar miskin ekspresi!

.

.


Donghae memandangi Eunhyuk yang sedang memasak di dapur dengan tatapan tidak suka. Pikirannya sangat terganggu saat mengingat kata-kata Choi Siwon tadi pagi. Bahkan Donghae tidak bisa konsentrasi saat pelajaran berlangsung dan saat pulang, Donghae kembali mengabaikan ocehan Yunho. Masuk telinga kanan keluar dari telinga kiri tanpa di proses sama sekali. Yang Donghae pikirkan saat ini hanya lah, bagaimana bisa ia tidak mengetahui nama lahir Eunhyuk padahal ia adalah kekasihnya.

"Lee Hyukjae-ssi?"

Mendengar nama lahirnya di sebut oleh Donghae, Eunhyuk tersentak kaget hingga menjatuhkan sendok di tangannya.

"A—apa?"

"Kenapa aku tidak tahu apa-apa soal nama lahirmu?"

"Dari mana kau tahu?"

"Choi Siwon yang mengatakannya padaku."

"Setelah putus dengannya, aku tidak pernah memakai nama itu lagi. Aku lebih suka orang lain memanggilku Eunhyuk."

"Kenapa?"

Eunhyuk mengendikan bahunya, "Entahlah."

Donghae yang merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan Eunhyuk langsung menarik lengan Eunhyuk dan membuat Eunhyuk jatuh di pangkuan Donghae. Mata hazel Donghae menatap Eunhyuk tajam seakan mengintimidasi.

"Kenapa?"

"Dasar pemaksa! Tidak ada alasan khusus! Aku hanya tidak suka nama itu di sebut, saat orang memanggilku begitu, aku seperti mendengar Choi Siwon sedang memanggilku. Lagi pula, sejak kecil juga orang tuaku selalu mamanggilku Eunhyuk."

Jemari Donghae menangkup kedua pipi Eunhyuk, memaksanya agar menatap mata hazel Donghae.

"Apa lagi?"

"Aku mencintaimu."

Diam-diam Donghae tidak tahan marah lama-lama pada kekasih manisnya itu. Bahkan dengan melihat wajah manisnya itu kemarahan Donghae seperti menguap begitu saja. Donghae tersenyum kemudian menarik wajah Eunhyuk dan memagut bibir tipis Eunhyuk dengan lembut, menyalurkan seluruh cintanya lewat sebuah pagutan lembut dan penuh perasaan. Setelah melepaskan pagutannya, Donghae mendekap Eunhyuk yang masih duduk di pangkuannya dengan erat.

"Aku ingin kau hanya memikirkan aku. Hanya aku."

Melihat tingkah kekanakan sang kekasih, Eunhyuk hanya tersenyum tipis kemudian membalas dekapan Donghae. Jemari halusnya mengelus rambut Donghae dengan lembut.

"Dasar anak kecil!"

"Apa anak kecil melakukan ini?"

Donghae melepaskan dekapannya lalu menunjukan sebuah cincin pada Eunhyuk.

"Setelah lulus nanti, aku akan langsung menikahimu. Aku tidak bisa berkata-kata dengan manis, tapi inilah ketulusanku. Aku tidak tahu bagaimana cara menjadi laki-laki yang layak untukmu, tapi aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Aku juga belum bisa menjanjikan apa-apa saat ini karena aku hanya seorang mahasiswa. Tapi kelak setelah aku lulus dan menjadi dokter yang hebat, aku bisa memberikan apapun yang kau mau. Selama sisa hidupku, aku hanya akan membahagiakanmu. Sampai saat itu tiba, bersediakah kau menungguku?"

Mata Eunhyuk berkaca-kaca menahan tangis, airmatanya berdesakan keluar dari kelopak matanya. Lamaran yang tidak begitu romantis, bahkan Donghae membawa sebuah cincin tanpa kotak tapi Eunhyuk merasa terharu dengan keseriusan Donghae. Eunhyuk memandangi cincin polos berwarna perak itu dengan perasaan terharu. Bahkan mendengar kata-kata manis itu meluncur dari mulut Donghae pun seperti mimpi yang paling indah. Eunhyuk benar-benar tidak pernah membayangkan Donghae akan bertindak sampai sejauh ini.

"Aku juga belum bisa membelikanmu sesuatu yang mahal. Hanya ini yang bisa aku berikan padamu, aku—"

Eunhyuk langsung membungkam bibir Donghae yang terus saja mengatakan kata-kata manis itu dengan bibir tipisnya kemudian ia langsung memeluknya seerat mungkin. Tidak pernah Eunhyuk merasa sebahagia ini. Meskipun Donghae melamarnya di dapur seperti ini, bahkan cincin yang di gunakan untuk melamarnya pun jauh dari kata mewah tapi Eunhyuk bahagia hingga rasanya ingin melompat-lompat.

Rasa bahagia ini bahkan melebihi rasa bahagianya saat di lamar Choi Siwon dulu. Padahal, Choi Siwon melamarnya dengan sebuket mawar dan cincin mewah di restoran mahal. Tapi sekarang, melihat Donghae yang begitu tulus mencintainya, cincin mewah dan restoran mahal bukanlah sesuatu yang penting lagi.

"Aku biasanya tidak secengeng ini tapi hari ini kau sangat manis. Aku bisa apa? Aku tidak bisa menolak lamaran anak kecil berwajah sendu ini. Aku takut, dia akan mengadukanku pada ibunya."

"Hei!"

Senyum keduanya terlihat sangat cerah, sorot mata yang penuh dengan kebahagiaan itu pun terpancar sangat jelas. Donghae meraih tangan kiri Eunhyuk dan memasangkan cincin perak itu di jari manisnya. Terlihat sangat pas terpasang di jemari putih Eunhyuk.

"Minggu depan, Yunho dan Jaejoong akan menikah. Mau menemaniku datang ke pestanya?"

"Kau tidak malu mengajakku ke sana? Pasti banyak teman-teman seusiamu."

"Kenapa aku harus malu mengajak calon istriku? Lagi pula, kau terlihat seumuran denganku dan terlihat jauh lebih muda dari Yunho si muka boros itu!"

Eunhyuk kembali tersenyum dan memeluk Donghae lagi. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat mendekap Donghae seperti ini.

"Sayang, jangan banyak bergerak. Kau membuat sesuatu menjadi tegang."

"Mesum!"

Jadikan hari ini dan hari-hari berikutnya menjadi hari yang bahagia dan penuh kenangan manis. Terima kasih telah menunjukan betapa manisnya cintamu dan terima kasih karena membuatku kembali berani menghadapi cinta. Aku mencintaimu.

.

.

END


BIG THANKS TO:

wnurutami, chowlee794, HAEHYUK IS REAL, hanachan4291, ren, ShinJiWoo920202, Miss Chocoffee, dekdes, ne1004, chanhyuk, megajewels2312, lee haerieun, nurulpputri, mizukhy yank eny, HHSHelviJjang, reiasia95 , Carita Reffatiana, Polarise437, yayarara, DochiDochi, hh, siti sisun, JewELFishy-Anchofish, Wonhaesung Love, haehyuk86, 1504, guest, Misshae d'cessevil, atiarahyuk, NovaPolariself, ranigaem1, , nemonkey, eunhaejr, bluerising, haehyukielee, Hein-Zhouhee1015, dhiabintang, isroie106, abilhikmah, Lee Ah Ra

.

.

HALLO ! ^^

akhirnya END juga ^^

maafkan kalau ada typo, gak di edit karena kantor kembali sibuk T_T

jari saya keram padahal cm nulis NC yang gak detail...maaf ya cuma segitu kemampuan saya nulis NC. hahahah

gak hot ya? ya iyalah, saya gak pengalaman hahah...nanati saya belajar dulu ya kkkk

chapter terakhir gimana nih? curhat lagi ya di kotak review kk ^^

pokoknya makasih buat semua yang udah review dari awal sampai akhir. maaf gak bisa ngucapin thanks to KANTOR CROWDED...ini ngepostnya buru-buru dan saya harus segera pulang T_T

tapi saya selalu baca kok review dari kalian ^^ sekali lagi maaf gak bisa ngucapin thanks to ^^ tapi saya janji saat saya ada waktu bakal saya edit dan mencantumkan thanks to di sini ^^

sekali lagi, maaf dan terima kasih...

review lagi ya? tumpahkan unek2 kalian di kotak review ^^

bye-bye

see you in next FF ^^

.

.

With Love,

Milkyta Lee