Just Like Now

Cast :: Sehun/Kai/Chanyeol, Sehun/Lay, Kris/Suho, dll...

Disclaimer :: para pemain milik diri mereka masing-masing, keluarga mereka dan agensi masing-masing. Author Cuma meminjam nama mereka. jangan di plagiat ya?

Genre :: Brothership, Family, lilt Romance, lilt humor

Summary :: Banyak yang ingin ia sampaikan tapi entah kenapa tiba-tiba saja lidah nya kelu dan sulit untuk bersuara. Yang keluar hanya bisikan lirih. "Miss you, my love..." lirihnya.

Warning :: Shonen-ai/BL dan sejenisnya, GS, penulisan sesuai keinginan author, OOC, GaJe... awas Typo...

a/n: saya mengambil sudut pandang dari ketiga main cast dan author pov. Jadi mian kalau sedikit membingungkan…

Happy riding,,,.

..

-Author POV-

Seminggu berlalu setelah Jongin sembuh, Kris masih kukuh dengan kegiatannya mengantar jemput Sehun dan Jongin di sekolah. Tidak ada yang berubah dari sebelumnya, hanya saja sikap Jongin lebih pendiam dari biasanya dan untuk kesekian kalinya, duda tampan itu menatap heran salah satu putra-nya lewat kaca spion. Mengerutkan dahinya bingung, karena sejak ia menjemput kedua anaknya dari sekolah, Jongin menatap kesal dan marah padanya. Dan Sehun juga namun dengan tatapan datarnya.

Kris pikir mungkin mereka sedang ada masalah jadi saat di rumah saja ia bertanya pada kedua remaja itu. Tapi didiamkan seperti ini, Kris merasa tidak nyaman juga. Karena biasanya Jongin pasti bercerita padanya atau adu mulut dengan Sehun.

"Ada apa Jongin?" Kris akhirnya bertanya.

"…"

Menghela nafas, meski sudah terbisa tapi siapa yang senang diacuhkan?

"Ada apa? Katakan pada daddy, kau ada masalah apa, hum? Apa ada yang mengganggumu di sekolah? Atau-"

"Daddy menyebalkan."

"-kau, apa? Kenapa daddy?"

"Daddy menyebalkan,"

"Kenapa daddy menyebalkan, hm?"

"Karena daddy lagi-lagi menjemput kami. Aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau lagi di jemput, daddy…"

"Haah… daddy juga sudah bilang kalau daddy ingin jadi orang tua yang baik bagi kalian berdua."

"Tch,"

Kris langsung mengerutkan keningnya saat mendengar decakan dari belakangnya. "Sehun? Ada apa?" Tanya Kris, tersirat nada tidak suka dalam suaranya.

"Tidak ada,"

"Haah..." dasar, kesal Kris. Entah bagaimana lagi ia menghadapi kedua anaknya itu, selalu saja mereka bersikap seenakknya. Ditegurpun tidak ada gunanya. Tapi jika dibiarkan terus seperti ini, tidak baik untuk kehidupan mereka saat dewasa nanti. Dan apa yang orang-orang bilang jika kedua putra Wu memiliki sikap buruk dan tak punya sopan santun? Mau taruh dimana muka tampannya ini? dan mungkin keluarga yang lain akan menyalahkannya karena tidak bisa mendidik kedua anaknya dengan benar. Dan berbagai pikiran buruk mengenai keluarga mereka, dan-

"-Daddy, aku ingin makan di luar."

Oh-

"Ah, ya Sehun? Apa yang kau katakan?"

Kris tersadar dari pikirannya yang melayang entah kemana, untung saja ia masih bisa fokus menyetir kalau tidak- aish! Apa yang sedang kau pikirkan, Kris? rutuknya.

"Daddy tidak mendengarku dari tadi? Yah, dad baik-baik saja? Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Apa dad sakit? Kalau begitu kita pula-" "Tidak, Jongin. Daddy baik-baik saja. Hn. Jadi kalian mau makan di iuar? Bagaimana kalau di restaurant…" Kris langsung memotong kata-kata Jongin yang tiba-tiba cerewet dan melirik sekilas wajah sang anak disampingnya yang tampak khawatir. Jongin tiba-tiba memajukan tubuhnya, melihat raut wajah Kris yang terlihat berpikir.

"Bagaimana kalau di d'Park restaurant?" Sehun kembali bersuara, membuat Jongin kembali duduk ditempatnya. Menatap berbinar pada wajah Sehun yang datar. Perubahan raut wajah yang cepat/?

"d'Park restaurant? Sepertinya daddy tau tempat itu-"

"Aku setuju. Daddy, kita makan disana saja!"

Kris kembali mengerutkan keningnya mendengar seruan Jongin. Semangat sekali, berbeda dari sesaat yang lalu. Moodnya mudah sekali berubah akhir-akhir ini. Kris jadi makin penasaran, apa yang terjadi pada Sehun dan Jongin? Ah, apapun itu pria tampan itu berharap bukan masalah buruk.

"Ok."

J-L-N

Pukul 16.45, sebentar lagi jam 5 sore dan gadis bersurai hitam panjang yang diikat kuda itu masih setia mengumpat sembari melirik jam tangan berwarna ungu dilengan kirinya. Sesekali juga menatap tajam jam besar yang menggantung di dinding kokoh bandara Incheon.

Ya, saat ini gadis cantik dengan dimple yang membuat wajah itu terlihat manis tengah berada di bandara Incheon, Seoul setalah satu jam setengah yang lalu pesawatnya mendarat dari dataran China. Susah payah ia mencari jadwal kosong setelah sibuk dengan sekolahnya beberapa minggu belakang, akhirnya ia mendapat hari libur. Dan tentu saja liburan ke Seoul adalah pilihan utamanya. Selain bertemu sang Baba, ia juga merindukan si kembar Wu. Terutama si tampan Wu, Sehunnya-upss.

Hah.. seharusnya ia tau jika sang baba adalah dokter dengan jam terbang yang tinggi. Tidak di Beijing atau Seoul, pria yang menjadi dokter bedah dan ahli jantung juga menjabat sebagai direktur sebuah rumah sakit di Seoul itu pasti sangat sibuk. Saking sibuknya pria dewasa itu bahkan lupa pada sang anak semata wayangnya yang sudah lama menunggu kedatangan sang ayah. Tapi apa mau dikata, sebagai anak ia hanya berharap mendapat sedikit waktu dari banyaknya waktu yang dimiliki sang dokter.

Haah, ia sering mengeluh kenapa sang mama menikah dengan pria sibuk seperti babanya? Kenapa tidak pria kantoran atau pemilik restaurant atau pengusaha atau apalah yang tidak menyita waktu keluarganya. Bahkan tak bertemu selama 2 tahun lebih… sungguh terlalu. Meninggalkan dan mengabaikan istri dan anaknya di Beijing sana dan memilih menetap di Korea dengan alasan pekerjaan.

Ckh.

Ah, tapi dia bisa apa? Hanya sang mama yang ia punya untuk berkeluh kesah. Dan ia tau dan paham, semua yang dilakukan sang baba hanyalah untuk keluarganya. Kebahagiaan istri dan anaknya. Dan…

Sungguh, gadis itu sangat merindukan sang ayah. Dan jika dalam waktu lima menit pria dewasa itu tidak datang juga, lebih baik ia jalan kaki saja-eh tidak.

Tepat selesai ia menggerutu untuk kesekian kalinya, terdengar teriakan dari arah pintu bandara dan sosok yang dinantipun tertangkap iris coklat madunya.

"Baba…" ujarnya datar saat pria dewasa itu sedikit membungkuk tepat didepannya, mengatur nafas yang memburu.

"Xing-er… ma-hah- maafkan baba…hah…" Luhan, Xi Luhan menatap melas pada gadis yang balik menatapnya datar. Berharap maafnya diterima. Sungguh, pria yang menjabat dokter spesialis itupun tidak ingin terlambat menjemput putri satu-satunya, namun kewajiban menolong nyawa seseorang harus ia dahulukan, kan? Tidak mungkin ia melanggar sumpah mengabaikan orang sekarat dan memilih menjemput sang putri. Meski sama-sama mendapat resiko besar seperti sekarang, sih.

Lihatlah, Yixing cantiknya menoleh kearah lain. Enggan menatap sang baba yang mulai merengut diacuhkan. Oh, ingat umur anda tuan Xi.

"Masih ingat aku rupanya." Balas Yixing, mengbaikan permohonan maaf Luhan.

"Xing-er…"

"Satu setengah jam aku menunggu, loh. Baba…"

"Yixing-er…"

"Haa.. Benar kata mama, lebih baik aku tidak berharap pada baba dan menelpon Kris ahjusi atau Sehunie atau Jonginie atau-" Yixing menghentikan ucapannya sejenak, menatap wajah Luhan datar. "Keluar dari bandara, naik taksi, lupa alamat, tiba-tiba saja aku sudah ada di tempat yang jauh entah dimana, atau diculik atau kecela-"

"Cukup Xi Yixing. Maafkan baba, Ok? Kenapa kau cerewet sekali, huh? Tadi baba sedang operasi dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja dan bukankah baba sudah kirim pesan agar menunggu sebentar-"

"Sebentar apanya. Satu jam lebih."

"Ckh, iya iya. Maafkan baba sayang. Jadi-"

"Aku mau pulang."

"-kita, apa? Pulang? Kau mau kembali ke China? Yah Yi-"

"Pulang ke rumah BABA! Ish.." kesal, Yixing pun melangkah meninggalkan Luhan yang termangu karena kata-katanya dipotong begitu saja dan apa itu tadi? Yixingnya membentaknya? Aigoo.. aigoo…. Kenapa putri kecilnya tidak sopan begini?

"Yah yah yah, Xing-ie, tunggu baba. Hei! Yixing! Aish. Kenapa kelakuannya seperti si kembar Wu, sih? Aish! Dasar."

Menggerutu, Luhan tidak menyangka Yixing bisa membentaknya seperti tadi. Haah.. ia akui bahwa ia salah, tapi tidak perlu membentak, kan? Ckh. Dan lagi, kenapa hanya Yixing-nya yang datang? Kenapa ibu dan anak laki-lakinya tidak ikut?

Xiumin-er… miss you, baobei…

J_L_N

Sehun menatap gedung restaurant di depannya dalam diam dan Jongin disebelahnya, sibuk melihat isi dalam restaurant. Berharap dapat melihat seseorang yang membuat ia semangat pergi makan malam di d'Pak Restaurant di depannya.

Kris tersenyum melihat Sehun dan Jongin. Melangkah dibelakang mereka dan mendorong lembut punggung kedua anak kembarnya. "Jja.. kita masuk."

Pria tampan itu hendak melangkah setelah kedua putranya menghilang di balik pintu masuk saat getaran handphonenya menyita perhatiannya. Memberi gestur menerima telpon, Kris melihat Sehun dan Jongin kembali berjalan mencari tempat untuk mereka duduk.

Namun sebuah suara yang mulai familiar ditelinganya menghentikan gerakan pria tampan itu menerima panggilan.

"Loh, Kis hyung? Kau disini?"

Suara lembut namun sarat rasa terkejut, sontak membuat namja Wu itu mengalihkan perhatiannya pada sosok pria yang akhir-akhir ini menyita pikirannya. Sosok pria yang membuat ia berulang kali berfikir bahwa sosok itu bukanlah wujud sang istri yang sangat dirindukannya.

"Eoh? Junmyeon ah.." mengabaikan suara diseberang line, sepasang iris tajamnya menatap terkejut sosok Junmyeon dan penampilan pria pendek di depannya.

"Ne.. hyung kenapa berdiri disini? Tidak masuk?" tanya pria yang lebih muda lagi. Junmyeon memperbaiki letak barang dalam dekapannya yang hampir tergelincir jatuh, lumayan berat jika dilihat dari kotak besar yang dibawanya. Dan Kris, tanpa sadar pria tinggi itu langsung membantu dengan meletakkan jemari besarnya dibawah kardus dan menangkup jemari yang lebih kecil.

"Eh, hyu-hyung," gagap Junmyeon. Merasa aneh dengan jemari yang besar menangkup jemari kecilnya.

"Ya! Kenapa kau membawa benda besar dan berat ini sendirian?" tanya Kris, berusaha menahan beban yang tiba-tiba saja menjadi berat. Apa dia tidak menahannya? Pikir Kris. Masih mengacuhkan suara-suara di line telepon digenggamannya di samping kotak.

Junmeyon sedikit tersentak. Setelah sadar situasi ia pun kembali menahan beban kotak didekapannya yang terasa ringan. Sepertinya pria didepannya ini menahan beban kotak itu sendirian.

"Ehm.. ya, karena aku bisa membawanya sendiri," jawabnya pelan. Entah kenapa ia jadi gugup sendiri saat sadar tubuh pria tampan itu tepat berada didepannya dan hanya kotak besar itu menjadi penghalang mereka. Tak cukup besar untuk memisahkan wajah tampan didepannya. Dan iapun tak mengerti kenapa jantungnya berdegup cepat saat sepasang iris madunya berserobot dengan iris gelap dan tajam pria didepannya.

Deg

Deg

Sial, kenapa jantungku semakin cepat berdetak? Ya ya ya! Berhenti berdebar! Pikirnya kacau. Ingin sekali ia mengalihkan pandangannya entah kemana asal tidak pada sepasang mata yang menatapnya teduh itu.

Berbeda dengan Kris, pria tinggi itu menatap perubahan raut wajah pria uhm manis didepannya, wajah kikuk dan- ia tidak salah lihatkan? Pipi itu... merona? Aigoo aigoo.. yak yak kenapa jantung ku berdebar kencang seperti ini melihat wajah merona itu? Astaga.. Kris!

Ups.. sepertinya juga sama kondisinya dengan si pria manis..

Cukup lama mereka berdiam saling menatap tanpa suara. Hanya debaran halus di dada mereka yang saling besahutan dan beruntung pula suasana disekitar mereka sepi. Terperangkap dalam teduh dan penuh arti akan tatapan dari sepasang iris mereka. Namun tak lama suasana hening itu terusik oleh dering telpon handphone Kris yang menyebabkan tubuh keduanya sedikit terlonjak kaget.

"Yak!"

"Ah!"

"Eum.. hyung,"

"Haha.. aigoo, mian- mianhe Junmyeon ah. Kau kaget ya,"Kris tertawa canggung, langsung mengalihkan atensinya pada benda yang masih berdering nyaring digenggamannya. Sedikit merutuk kenapa dering ponselnya keras sekali.

Tertera nama sang anak, Sehun menelponnya. Ah.. pasti bertanya kenapa ia lama sekali diluar. Dan pria itu kembali mengabaikan nama penelpon sebelumnya.

Tanpa mengangkat telpon dari Sehun, Kris kembali menatap pria yang lebih muda, "Junmyeon ah, hyung akan membantumu membawa kotak ini-"

"Eh, ti-tidak usah hyung. Aku bisa sendiri.." tolak Junmyeon pelan.

"Tidak. Kau tidak merasa ini berat, eoh? Sini biar hyung saja yang bawa," Kris sedikit memaksa mengangkat kotak itu tapi tiba-tiba kaget saat melihat dengan gesitnya Junmyeon mengambil alih kotak itu dan berjalan sedikit menjauh dari si pria tinggi. "Jun-"

"Hehe... aku kuat hyung.. sudah sana masuk. Ak- aku juga harus membawa ini kedalam," jawab Junmyeon. Tersenyum tipis menandakan ia baik-baik saja.

Kris hanya menatap datar, namun ia ikut tersenyum. "Haa.. yasudah. Kalau begitu, Junmyeon ah.."

"Ne, hyung. Aku pergi dulu." Pamitnya dan sedikit mengangguk, iapun melangkah menjauh.

Kris, masih berdiri ditempatnya hingga sosok dengan wajah yang mirip dengan mendiang sang istri menghilang dari pandangannya. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Perasaan rindu itu sedikit teredam melihat paras yang terbilang manis untuk pria berkepala tiga itu. Haa..

Suho ya... kenapa jantungku berdebar setiap melihat wajah pria itu..? Dia pria yang baik, benarkan?

Haa.. boleh aku berharap bisa berjumpa lagi dengannya?

*JLN*

Jongin masih melihat ke sekeliling ruangan hingga ke sudut-sudut ruangan yang dapat dijangkau matanya. Masih berharap dapat menemukan sosok pria yang akhir-akhir ini mulai dirindunya. Sejak pertemuan di rumah sakit dulu, hanya waktu itu ia bisa menghabiskan waktu bersama sosok pria yang mirip dengan mendiang sang ibu. Kim Junmyeon, sosok yang akhir-akhir ini membuat ia berpikir bagaimana cara mendekati pria manis itu, bertanya-jawab seputar keseharian dan berharap ehm pria itu mau menjadi bagian keluarga Wu. Ah, untuk yang terakhir sepertinya butuh keajaiban. Itu sebuah harapan yang terlalu tinggi mengingat dia tidak mengenal dan tidak tau apapun tntang namja dengan paras semanis sang mommy.

Meski ia bisa bertanya pada Seokjin.. tapi pemuda tampan itu juga tengah sibuk dan tidak mungkin ia mengganggu seseorang yang sudah ia anggap hyung itu.

Haah.. lelah dengan apa yang ia lakukan, dengan perlahan direbahkannya kepalanya pada bahu Sehun yang duduk disebelahnya, masih berusaha menghubungi Kris. Mengacuhkan beberapa pasang mata yang menatap mereka dan berbisik entah apa, ia tidak perduli.

Sehun yang merasa berat dibahunya pun menoleh dan pendapati sang kembaran tengah menghela nafas kesal, menerpa leher putihnya dan setelahnya dirasanya lengan pemuda berkulit tan itu memeluk pinggangnya erat.

"Hun ah…" rengek Jongin. Dan pemuda yang lebih putih pun hanya menghela nafas pelan, meletakkan kembali ponselnya yang sudah mati keatas meja kemudian mengalungkan lengannya ke pundak saudaranya. Memeluk tubuh yang lebih mungil darinya dan menempelkan pipinya pada helai rambut lembut Jongin.

"Tidak menemukannya?" bisiknya pelan.

Jongin tidak menjawab, hanya bergumam dibahu tegap Sehun dan kembali mengeluh-merengek. Dan kembali Sehun hanya menghela nafas pelan hingga sepasang matanya menangkap sosok tinggi Kris yang berjalan tenang kearah meja untuk 4 orang yang tengah ditempati dirinya dan Jongin.

"Maaf Dad-"

"Lama Sekali"

Sambutan sangat datar dari Sehun membuat duda tampan itu tersenyum kikuk dan tak lupa menghela nafas lelah dengan sikap sang anak.

"Haa. Ok. Daddy minta maaf Ok? Dan- eoh, ada dengan Jongin?" Tanya Kris yang baru sadar dengan keadaan putra manisnya. Memeluk manja putra tampannya.

Pemandangan biasa sebenarnya bagi Kris, karna ia tau kedua putranya saling menyayangi. Dan bukankah sudah dibilang jika si kembar non-identik itu jika berdua sudah seperti sepasang kekasih saja...

"Hanya mengeluh kelaparan." Jawab Sehun tanpa menatap Kris yang kembali membuat pria itu terdiam merasa bersalah dan memilih berdehem pelan sebelum memanggil pelayan.

Selama makan malam hanya keheningan yang menemani mereka. Tak ada pertanyaan mengenai bagaimana dengan sekolah si kembar hari ini atau tentang betapa melelahkannya urusan kantor. Mereka menikmati santapan masing-masing hingga sebuah sapaan menghentikan aktivitas mereka. Suara yang mulai familiar di pendengaran ketiga Wu, terutama Wu dewasa.

"Ekhm, selamat malam... kita bertemu lagi, Kris hyung.."

Deg

Terdiam. Kris terpaku saat iris gelapnya menangkap sosok Junmyeon yang berdiri tepat di belakang punggung Sehun. Pria yang tak sengaja bertemu didepan pintu masuk restourant, laki-laki yang membuat ia kembali merasa berdebar dan merasakan perasaan aneh saat menatap sepasang iris indah pria itu, Junmyeon.

Sehun dan Jongin yang sesaat terdiam, kemudian serentak membalikkan tubuh mereka dan mendapati sosok pria dengan paras tampan dan manis bersamaan, tersenyum pada mereka yang menatap tidak percaya.

"Hai, Jongin dan... Sehun kembaran Jongin, benar?" sapaan dengan senyum yang masih mengambang manis menyebutkan nama kedua remaja didepannya yang menatap dirinya dengan berbagai arti. Entah apa yang tersirat pada sepasang mata indah kedua remaja itu. Namun, Kim Junmyeon, entah mengapa ia bisa merasakan perasaan rindu yang terpancar jelas dari sepasang iris remaja kembar non-identik dihadapannya.

Dan entah kenapa jantungnya kembali berdebar saat suara berat pria Wu itu menyebut namanya.

"Junmyeon..?"

.

.

To be continued...

.

.

Muncul dengan update yang telat. Maaf kalau terkesan menelantarkan 'tugas-tugas' a.k.a ff yang gak selesai selesai ini... /ampun u_uV

Dan chapter kali ini juga terkesan membosankan, maaf! karena WB dan mood nulis saya juga.. ah,

Kayaknya chapter depan bakal ada actionnya walaupun dikit, bagian romance nya juga.

Doain aja cepet update karena saya juga mau namatin ff ini sebelum fokus di hwr.

makasih sudah baca dan review ff aneh ini...

next chap?